Kisah nyata : Ketika cinta tumbuh di tempat yang salah (part 1)

Setamat SMA, aku kuliah di sebuah Universitas di kota. Sebuah universitas yang tak begitu populer.
Ya, karena hanya disitu lah batas kemampuan otakku.
Waktu sekolah, aku terkenal sebagai anak yang bandel dan nakal. Waktu SD sempat dua kali tinggal kelas. Waktu SMP, orang tua ku sering mendapat surat panggilan, karena ulahku. Begitu juga ketika aku SMA. Orang tua ku sering memarahi ku karena kelakuanku. Tapi tetap saja tidak membuatku jera. Meski telah berbagai hukuman diberlakukan padaku.

Tapi sebagai orang tua, mereka tetap berusaha keras agar aku bisa menyelesaikan sekolah. Dan mereka yang bersikeras agar aku bisa kuliah, meski hasil ujianku pas-pasan.
Sebagai anak tunggal dari keluarga yang cukup berada, aku memang sangat nakal. Aku terbiasa di manja sejak kecil. Semua keinginanku selalu dipenuhi oleh orang tua ku. Semua kebutuhan ku selalu terpenuhi.
Aku tamat SMA sudah berusia 20 tahun, karena sering tinggal kelas. Pada usia itu, aku mulai berpikir sedikit dewasa. Apalagi sekarang, Ibu ku sering sakit-sakitan. Untuk itu, aku bersedia ketika mereka memintaku untuk kuliah. Meski sebenarnya, aku tak pernah menginginkannya.

Aku tinggal di kota, dirumah pamanku. Paman Jo, begitu aku menyebutnya.
Paman Jo, adik sepupu Ibu ku. Sekarang tinggal di kota dan menjadi seorang dokter. Usianya kira-kira 36 tahun. Punya seorang istri yang berusia 34 tahun.
Istri paman Jo, Bi Endah, begitu biasa aku memanggilnya, hanyalah seorang Ibu rumah tangga biasa. Sejujurnya, bi Endah memang terlihat cantik dan seksi. Apalagi kehidupan mereka yang serba berkecukupan, membuat kecantikan bi Endah tetap terjaga dan terawat dengan baik.
Hidup mereka memang terbilang mewah, mereka hampir punya segalanya, rumah gedong, mobil mewah, dan harta benda yang banyak. Karena selain sebagai dokter, paman Jo juga memiliki usaha kuliner yang cukup maju.

Satu hal yang mereka belum miliki saat ini, ialah seorang anak. Ya, hampir 12 tahun pernikahan mereka, mereka belum mempunyai keturunan. Aku tidak tahu penyebabnya, dan aku pun tidak berani mempertanyakan hal itu.
Aku tinggal disana atas permintaan Ibuku. Paman Jo juga bi Endah, sangat senang aku tinggal disana. Aku diberi sebuah kamar yang cukup luas dengan perabotan yang lengkap dan mewah. Aku tinggal dirumah itu, benar-benar layaknya rumahku sendiri.

Paman Jo adalah orang yang cukup sibuk. Jadwal tugasnya cukup padat, kadang paman Jo tidak pulang sampai pagi, apalagi kalau di rumah sakit, tempat ia bekerja, sedang banyak pasien.
Dan bi Endah sendiri, sering menyibukkan dirinya dengan membuat kue-kue yang ia jual secara online.
Aku tahu, bi Endah sering merasa kesepian. Aku sering memergoki bi Endah menangis sendirian.
Dirumah itu memang ada pembantu yang mengerjakan pekerjaan rumah, tapi mereka hanya berada di rumah itu saat siang hari, karena kalau malam mereka berada di belakang. Ada rumah khusus tempat tinggal pembantu disana.

Kadang aku merasa kasihan melihat bi Endah, karena paman Jo jarang dirumah, apa lagi beliau tidak memiliki anak.
Tapi aku mencoba bersikap biasa saja. Kadang aku berusaha mengajak bi Endah ngobrol dan membantunya membuat kue.
Lama kelamaan kami menjadi kian dekat. Saya sering mendiskusikan pelajaran kuliah dengan bi endah, ternyata beliau cukup pintar meski hanya lulusan SMA.
Bi Endah dulunya hanya seorang gadis desa, ia pacaran dengan paman Jo sejak paman Jo mulai kuliah.
Beberapa tahun setelah lulus kuliah dan menjadi dokter, paman Jo menikahi bi Endah dan membawanya pindah ke kota. Saat itu bi Endah merasa sangat senang dan bahagia, dan menjalani kehidupan rumah tangganya dengan baik.

Bi Endah menceritakan pengalamannya kepada ku. Aku selalu mendengarkannya dengan penuh perhatian.
Bi Endah sendiri, sangat perhatian padaku. Dia sering membantuku mengerjakan tugas kuliah dan menyiapkan sarapan atau pun makan malam.
Entah karena sering bersama, tiba-tiba kami menjadi begitu dekat. Aku merasa nyaman bersama bi Endah. Begitu juga sebaliknya.
Kedekatan kami telah menumbuhkan rasa yang tidak bisa kami hindari. Hari-hari kebersamaan kami terasa begitu indah.
Bahkan bi Endah terang-terangan mengungkapkan perasaannya padaku. Aku dengan senang hati menyambutnya. Kami pun akhirnya resmi menjalin hubungan asmara secara diam-diam.
Kami saling cinta dan saling menyayangi, meski kami tahu itu adalah sebuah kesalahan.

Hubungan kami teramat dekat. Kesempatan kami untuk bertemu sangat besar, karena paman Jo memang jarang berada di rumah. Hingga akhirnya hubungan kami sudah melampaui batas.
 
****
 
Bersambung ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

Layanan

Translate