Lila Kurnia membuka matanya pelan, cahaya lampu sedikit membuatnya silau. Lila mengusap-usap matanya beberapa kali. Pandangannya tertuju pada lampu yang berada tepat diatasnya. Untuk sesaat Lila memfokuskan pikirannya. Hal terakhir yang ia ingat, ketika seorang laki-laki berbadan tegap memukul kepalanya hingga ia terjerembab dan tak sadarkan diri.
Lila memutar kepalanya ke kiri, ia melihat seorang gadis tersenyum sinis padanya. Gadis itu duduk di atas sebuah dipan kecil dengan menyilangkan kedua kakinya. Rok mini yang dipakainya sedikit terbuka.
Dengan spontan Lila coba menggerakkan tubuhnya untuk bangkit. Sorot matanya tak henti menatap gadis yang berada tak jauh dari sampingnya.
"saya dimana?" tanya Lila akhirnya, setelah ia berhasil duduk diatas dipan tempat ia terbaring tadi. Tubuhnya ia arahkan pada gadis cantik yang masih saja tersenyum kecut menatapnya.
Gadis itu menurunkan kakinya dengan santai.
"saya dimana?" tanya Lila lagi lebih keras, "dan kamu siapa?" lanjutnya dengan napas sedikit terengah.
Gadis yang duduk di depannya menyunggingkan bibirnya sambil merangkai kedua jemarinya.
"di neraka..." jawabnya dengan nada kasar.
Lila mengernyitkan kening, ia bergidik.
"maksdu kamu?" tanya Lila bergetar.
"nanti kamu juga bakal tahu..." kali ini gadis di depannya berkata sedikit lembut.
Lila mengalihkan pandangannya menatap seisi ruangan itu. Hanya ada dua tempat tidur di situ dan dua buah lemari pakaian yang tertutup. Ruangan itu seperti sebuah kamar dengan ukuran 3 x 4 meter menurut perkiraan Lila. Tidak ada jendela, hanya sebuah pintu yang tertutup rapat.
Sebuah kamar mandi kecil berada di sudut ruangan.
"saya Atika..." suara gadis itu sedikit mengagetkan Lila, "sudah hampir empat bulan saya berada disini.." lanjutnya.
Gadis itu berdiri dan berjalan menuju lemari, ia mengambil sebuah handuk.
"kamu sebaiknya mandi sekarang, sebentar lagi makan siang kita akan datang.." ucapnya lagi, ia melemparkan handuk tersebut ke tubuh Lila yang memang terlihat dekil.
Dengan sedikit terlonjak Lila menyambut handuk tersebut. Lila menatap gadis itu beberapa saat. Tubuhnya memang terasa sangat gerah dan kotor. Rambutnya awut-awutan. Lila tidak begitu ingat entah sudah berapa lama ia tidak mandi.
Dengan tubuh yang masih terasa lemah, Lila coba berdiri dan melangkah menuju kamar mandi.
Pikirannya masih menerawang. Semua masih menjadi tanda tanya bagi Lila.
Ia benar-benar tidak tahu dimana ia berada saat ini.
Mungkin dengan mandi bisa sedikit meringankan rasa sakit di kepalanya, pikir Lila sambil mengunci pintu kamar mandi itu dari dalam.
*******
"kalian yakin akan ikut?" tanya Akmal lagi pada Piter dan Alena. Kali ini Akmal yang menyetir dan Alena berada di sampingnya, sedangkan Piter duduk di kursi belakang mobil panther itu.
Mobil itu berjalan pelan menyelusuri jalan menuju ke arah pinggiran kota.
Alena melirik sekilas, lalu mengangguk pelan.
Walau sebenarnya ia merasa takut, tapi biar bagaimana pun Lila adalah temannya, ia merasa ingin membantu menemukannya.
Sementara Piter hanya terdiam, ia merasa tak harus menjawab pertanyaan tersebut. Baginya Lila bukan hanya sekedar teman dekat, ia telah jatuh cinta pada gadis itu. Ia harus bisa menemukan Lila. Hanya itu keinginannya saat ini.
"biasanya saya bekerja sendirian. Jadi saya tidak menjamin keselamatan kalian berdua. Jika terjadi sesuatu pada kalian, itu bukan tanggungjawab saya. Kalian yang bersikeras untuk ikut..." ucap Akmal tegas.
"sebenarnya kita akan kemana?" tanya Alena, setelah cukup lama mereka terdiam.
"di daerah pinggiran sana ada sebuah rumah bordir. Saya perkirakan teman kalian telah diculik oleh orang-orang yang berada di sana. Teman kalian mungkin akan dijadikan salah seorang pelacur disana.." ucap Akmal menjelaskan.
Alena tiba-tiba merinding, perutnya terasa mual mendengar ucapan Akmal barusan.
"kenapa anda begitu yakin?" suara Piter dari belakang.
"saya pernah menangani kasus seperti ini sebelumnya." balas Akmal terdengar santai.
"kalau begitu kita bisa lapor polisi saja.." ucap Alena.
"rumah bordir itu milik seorang pengusaha kaya yang sangat berpengaruh di kota ini. Mereka kebal hukum. Tidak ada polisi atau pun pejabat yang berani menutup tempat tersebut. Jadi percuma kalau kita lapor polisi, mereka seolah tutup mata akan keberadaan tempat tersebut." jelas Akmal.
"jadi bagaimana kasus sebelumnya?" tanya Piter penasaran.
"saya belum sempat menyelesaikannya. Saat saya berhasil masuk ke dalam, gadis tersebut sudah tidak berada di sana. Ia mencoba kabur. Tapi sehari kemudian gadis tersebut ditemukan tewas terbawa arus sungai. Ada luka tusuk di perutnya. Pihak berwajib sengaja menutupi hal tersebut dan menyatakan kejadian tersebut hanya sebuah kecelakaan. Meski kedua orangtua gadis tersebut tidak bisa terima, namun pihak polisi sudah menutup kasus tersebut.." jelas Akmal lagi.
Ia memarkir mobilnya di pinggiran jalan. Hari sudah sangat gelap.
Tak jauh di depan mereka terdapat sebuah bangunan yang sangat luas. Bangunan empat tingkat tersebut seperti sebuah hotel, yang di kelilingi pagar tembok cukup tinggi.
Mobil-mobil mewah ramai terparkir di halaman depan bangunan tersebut.
Untuk memasuki gedung, ada sebuah gerbang khusus di bagian depan yang dijaga oleh dua orang laki-laki yang berbadan besar dan tegap.
Setiap mobil yang masuk akan di identifikasi oleh petugas tersebut.
"bagaimana caranya kita masuk ke dalam?" tanya Alena sambil terus memperhatikan ke arah gerbang tersebut.
"saya yang akan masuk ke dalam. Kalian berdua tunggu di mobil. Saya akan menyelinap masuk lewat belakang. Saat saya sudah temukan teman kalian, saya akan membawanya keluar. Dan kamu Piter, harus segera menghidupkan mobil untuk kabur secepatnya sebelum kita ketahuan. Saya harap kalian paham.."
Piter dan Alena hanya mengangguk-angguk.
************
Detektif Akmal menyusuri pagar tembok yang tingginya lebih kurang 2 meter tersebut ke arah belakang bangunan. Ia mencoba mencari posisi terbaik untuk bisa masuk ke dalam tanpa terlihat. Keadaan sekitar sangat gelap, namun detektif Akmal sudah terbiasa berada dalam kegelapan malam seperti itu. Matanya cukup jernih untuk dapat melihat dengan jelas setiap langkahnya. Bias cahaya lampu dari gedung tersebut cukup membantu Akmal hingga ia sampai di area belakang gedung yang memang terlihat sepi.
Ia pernah berada di sana sebelumnya. Ia tahu, di tengah tembok ada sebuah pintu masuk kecil yang terkunci dari dalam.
Akmal berhenti di depan pintu tesebut, lalu dengan hati-hati ia mendobrak pintu tersebut. Ia tahu, pada jam-jam seperti ini, para penjaga sedang sibuk di depan, jadi tidak akan ada yang mendengar suara dobrakannya.
Krak!
Pintu itu akhirnya berhasil terbuka. Akmal menyelinap ke dalam dengan langkah hati-hati. Ia melangkah menuju bagian belakang gedung dengan sedikit tertunduk, menghindari pantulan cahaya lampu.
Pohon akasia tersusun acak berdiri di halaman belakang gedung tersebut, cukup membantu Akmal untuk menyelinap dengan aman. Ia sampai di dinding tembok gedung bagian belakang. Di telusurinya dinding itu sambil terus berlindung dengan merapatkan tubuhnya ke dinding tersebut.
Sebuah pintu terdapat disana. Akmal memperhatikan sekeliling dengan dada bergemuruh.
Pelan ia menyentuh gagang pintu tersebut. Terkunci!
Ia tidak mungkin mendobrak pintu itu juga, karena suaranya pasti akan terdengar ke dalam. Dan Akmal tidak bisa memperkirakan apa yang ada di sebalik pintu tersebut.
Akmal mengambil sebuah kunci dari dalam saku jaket hitamnya. Sebuah kunci serba guna yang sengaja dibawa Akmal untuk keperluan mendesak seperti saat ini.
Dengan hati-hati Akmal memasukan kunci tersebut ke dalam lobang kecil pintu, lalu memutarnya perlahan.
Krek!
Kunci berhasil terbuka. Akmal menekan pintu ke dalam, sambil mengintip dengan cermat. Ia masuk dengan hati-hati dan memperhatikan ruangan tesebut. Gelap!
Akmal mengeluarkan lagi dari saku jaketnya sebuah senter kecil.
Ternyata itu adalah sebuah gudang. Disana terdapat banyak sekali barang-barang rongsokan.
Di bagian sudut ruangan tersebut terdapat sebuah pintu.
Akmal yakin, pintu tersebut adalah pintu menuju salah satu ruangan lainnya di gedung tersebut.
Detektif Akmal sudah mendapat info, kalau para gadis tersebut di kurung di kamar yang berada di lantai bawah.
Akmal membuka pintu tersebut dengan menggunakan kunci yang ia bawa. Bias cahaya masuk ke dalam ruangan tersebut, Akmal mematikan senternya segera.
Akmal dapat melihat dengan leluasa ke dalam. Terdapat sebuah koridor yang panjang. Disepanjang koridor ada begitu banyak kamar yang terdapat di bagian kiri kanannya.
Benar-benar seperti sebuah hotel, pikir Akmal.
Tiba-tiba diujung lorong, Akmal melihat ada tiga bayangan menuju ke arahnya. Dengan segera Akmal kembali menutup pintu gudang tersebut.
Suara langkah kaki semakin jelas terdengar. Akmal menahan napas. Dipeganginya sebuah pistol yang berada di pinggangnya, hanya untuk berjaga-jaga. Kalau-kalau ia ketahuan.
Langkah-langkah itu semakin jelas dan mendekat. Akmal menyandarkan tubuh ke dinding di dekat pintu, sedikit bersiap-siap.
"saya mau dibawa kemana?" suara serak seorang gadis terdengar diantara derap langkah tersebut.
Akmal mencoba mengintip dari lobang kunci. Samar-samar ia melihat tiga orang yang sedang berjalan. Seorang perempuan berada ditengah, diapit oleh dua orang laki-laki bertubuh tegap. Kedua tangan perempuan tersebut dipegang paksa oleh kedua laki-laki tersebut.
Perempuan itu sedikit meronta, namun jelas terlihat kalau ia sudah tidak berdaya melawan tenaga kedua laki-laki itu.
"kamu diam atau peluru ini akan menembus kepalamu.." suara kasar laki-laki yang berada disamping kanan gadis itu, sambil mengacungkan sebuah pistol.
Langkah mereka semakin mendekat. Saat mereka bertiga berada di depan pintu gudang, Akmal dapat melihat dengan jelas, kalau perempuan yang sedang berjalan tersebut sangat mirip dengan gadis yang ada di photo.
Itu dia! bathin Akmal.
Bersambung ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar