Sejurus aku menatap pemuda yang berdiri tepat di hadapan ku itu. Wajahnya memang tampan dan rupawan. Tubuhnya atletis, dengan tinggi sekira 178 cm.
Hidungnya sedikit mancung, ada belahan tipis di tengah dagunya, yang membuat ia semakin terlihat manis. Rahangnya kokoh. Rambutnya ikal rapi.
Benar-benar sosok laki-laki sempurna.
Hanya saja sayang, dia seorang cowok bayaran.
Ya, namanya Ferdi. Setidaknya begitu lah pengakuannya padaku. Saat aku mencoba menghubunginya di media sosial.
Aku memang tak sengaja menemukan akun Ferdi di salah satu media sosial yang khusus hanya ada kaum gay disana. Dan Ferdi dengan terang-terangan menjelaskan di deskripsi akunnya, kalau dia bisa di booking, dengan harga yang cukup lumayan.
Lalu seperti apakah kisah cinta ku bersama cowok bayaran itu?
Mungkinkah kami bisa bersama? Sementara aku tahu seperti apa kehidupan Ferdi?
Simak kisah menarik ini dari awal sampai akhir ya..
Namun sebelumnya bla... bla...
****
Nama ku Rifky. Saat ini usia ku sudah 30 tahun.
Aku bekerja di sebuah Bank swasta, sebagai seorang branch manager.
Dengan jabatan ku itu, aku memang punya penghasilan di atas rata-rata. Karena itu juga, pada saat aku berusia 28 tahun, aku pun memutuskan untuk menikah.
Aku menikah dengan seorang gadis, yang bekerja sebagai seorang tenaga pengajar di sebuah sekolah swasta.
Meski pun sudah dua tahun menikah, kami belum mempunyai anak.
Aku anak tunggal, yang di besarkan oleh seorang ibu sendirian. Ayah ku meninggal pada saat aku masih berusia sepuluh tahun.
Ibu ku yang hanya seorang pekerja serabutan, akhirnya mampu membiayai aku hingga aku lulus kuliah, dan kemudian mendapatkan pekerjaan di sebuah Bank swasta.
Tiga tahun bekerja di bank tersebut, sebagai seorang karyawan biasa, akhirnya aku mendapatkan kesempatan untuk menjadi seorang branch manager.
Satu tahun aku menikah, ibu ku pun meninggal. Yang membuat aku menjadi sedikit linglung. Aku memang sangat dekat dengan ibuku. Dan kepergiannya benar-benar membuat aku terpukul.
Hal itu cukup berpengaruh pada kehidupan pernikahan ku. Aku jadi jarang berada di rumah. Karena setiap kali berada di rumah, aku selalu teringat akan ibuku.
Istri ku sangat mengerti akan hal itu. Dia sengaja memberikan aku kebebasan.
Namun ada satu hal, yang istri ku dan orang-orang tidak tahu tentang aku.
Aku menikah dengan istri ku, bukan karena aku mencintainya. Tapi itu merupakan permintaan dari ibu ku. Dia ingin menimang cucu sebelum ia meninggal. Namun sayangnya, keinginannya itu tidak terwujud, karena meski pun aku akhirnya menikah, tapi tetap saja aku belum bisa memberikan ia cucu.
Dan hal itu sebenarnya cukup menjadi beban bagi ku, karena aku tidak bisa memenuhi permintaan terakhir ibu ku.
Dan terlepas dari itu semua. Alasan aku tidak mencintai istriku ialah karena aku memang tidak pernah bisa jatuh cinta kepada perempuan.
Sejak remaja, entah mengapa, aku selalu saja jatuh cinta kepada sosok laki-laki dewasa. Mungkin karena aku sangat merindukan sosok seorang ayah dalam hidupku.
Namun apa pun itu, aku memang selalu jatuh cinta kepada laki-laki dan tidak pernah merasakan jatuh kepada perempuan, termasuk juga istri ku.
Meski pun demikian, aku belum pernah pacaran dengan laki-laki. Aku tak pernah berani mencobanya.
Status sosial dan ruang lingkup pergaulan ku sangat tidak mendukung hal tersebut. Apa lagi semenjak aku mulai bekerja di bank.
Namun semenjak kematian ibu ku, entah mengapa keinginan untuk berhubungan dengan laki-laki terus menghantui pikiran ku.
Karena itu, aku pun mulai berselancar di dunia maya, dan mencari aplikasi-aplikasi yang khusus untuk kamu gay.
Sampai akhirnya aku melihat akun milik Ferdi. Dan aku merasa tertarik dengannya. Hanya saja sayangnya, dia laki-laki bayaran.
Namun hal itu justru membuat ku lebih mudah untuk bisa bertemu dengannya secara langsung.
Karena itu juga, aku pun nekat untuk mengubunginya dan membookingnya.
Aku sengaja menyewa sebuah kamar hotel, dan meminta Ferdi untuk datang.
****
Ferdi, pemuda tampan yang katanya masih berusia 22 tahun itu, datang tepat waktu.
Aku menyambutnya dengan senyum termanis ku.
"Rifky." ucapku menyebut nama ku, saat kami saling berjabat tangan.
"Ferdi." balas pemuda itu ramah. Suaranya berat dan terdengar sangat maskulin.
Aku mempersilahkan Ferdi duduk dan menyuguhkannya sebotol minuman ringan.
"bang Rifky udah nikah?" tanya Ferdi memecah keheningan.
Aku mengangguk ringan. Karena menurut ku pertanyaan itu tidak terlalu penting untuk di jawab.
Apa bedanya bagi Ferdi? Aku sudah menikah atau belum, tetap saja aku akan membayarnya sesuai kesepakatan.
"kalau sudah nikah, kenapa masih mau booking cowok?" tanya Ferdi selanjutnya.
"apa itu penting untuk di bahas?" tanya ku balik, enggan untuk menjelaskan hal tersebut pada Ferdi.
"gak, sih. Cuma sekedar basa-basi aja. Sekedar menghilangkan kekakuan di antara kita, yang baru saja saling kenal. Gak ada salahnya kan, kalau kita kenal lebih dekat?"ucap Ferdi membalas.
"gak ada yang salah, sih. Aku suka, kalau kamu bukan hanya sekedar menawan secara fisik, tapi juga cukup asyik untuk di ajak ngobrol." balasku ringan.
"ya, aku memang selalu suka mengajak pelanggan ku untuk ngobrol-ngobrol dulu, sebelum kita memulai acara inti.." ucap Ferdi lagi.
"acara inti. Istilah yang cukup unik, tapi aku suka." balasku sambil tersenyum.
"iya, bukankah tujuan utama bang Rifky membooking ku adalah untuk itu, dan obrolan adalah bumbu-bumbunya sebagai pembuka, agar kita bisa lebih enjoy untuk menikmati acara intinya." Ferdi berujar, sambil turut tersenyum membalas senyum ku.
Aku mengangguk setuju. Sepertinya Ferdi memang sudah sangat berpengalaman dalam menghadapi pelanggannya.
"maaf, kalau boleh saya tahu, sudah berapa lama kerja seperti ini?" tanya ku kemudian.
"bari sih, bang. sebenarnya. Mungkin baru beberapa bulan belakangan ini." jawab Ferdi.
"kamu kuliah?" tanya ku lagi.
Ferdi hanya mengangguk ringan.
"jadi ini semua untuk biaya kuliah?" tanya ku ragu.
"sebagiannya iya, bang. Tapi sebagiannya lagi ...." Ferdi sengaja menggantung kalimatnya.
"sebagiannya lagi untuk apa?" tanya ku jadi penasaran.
"bang Rifky yakin, mau mendengar cerita ku?" tanya Ferdi kemudian.
"kita masih punya banyak waktu, Fer." ucapku akrab.
"kamu cerita aja, kamu kan udah aku booking untuk sampai pagi di sini. Jadi gak ada salahnya, kalau sebagian waktu itu, kita gunakan untuk saling bertukar cerita." lanjut ku meyakinkan.
Dan Ferdi pun memulai ceritanya.
****
Ferdi merupakan anak sulung dari dua bersaudara. Adiknya perempuan, masih SMA.
Sama seperti ku, Ferdi juga sudah kehilangan ayahnya saat ia masih kecil. Ibunya lah yang membesarkan ia dan adiknya.
Ibunya seorang buruh cuci. Dan tak pernah menikah lagi semenjak ayah Ferdi meninggal.
Mungkin karena sudah bertahun-tahun harus bekerja keras untuk membesarkan kedua anaknya dan mungkin juga karena usianya yang sudah cukup tua, ibunya Ferdi pun jatuh sakit.
Sakitnya bukan sakit biasa. Tapi ia mengalami gagal ginjal, yang membuat ia harus melakukan cuci darah, setidaknya dua kali dalam seminggu.
"biaya untuk cuci darah itu tidak sedikit, bang. Dan jika tidak di lakukan, maka penyakit ibu akan semakin parah, dan besar kemungkinan ibu tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Hanya cuci darah itulah yang membuat ibu masih bertahan hingga sekarang." Ferdi melanjutkan ceritanya.
"kami sudah tidak punya simpanan lagi, bang. Adik ku juga masih butuh biaya untuk sekolah. Dan aku tidak punya pekerjaan, karena masih harus kuliah. Lagi pula, jika aku hanya mengandalkan pekerjaan serabutan, tentu saja hasilnya jauh dari pada cukup."
"karena itulah aku memilih jalan ini, bang. Meski pun aku tidak menginginkannya sama sekali. Aku juga sebenarnya bukan lelaki homo. Tapi sepertinya mencari uang dengan cara seperti ini, terasa lebih mudah dan cepat."
"aku butuh uang yang banyak, bang. Untuk biaya cuci darah ibu ku, dua kali seminggu. Aku juga butuh biaya untuk sekolah adikku dan juga untuk biaya kuliah ku sendiri."
"aku tahu, apa yang aku lakukan ini salah. Tapi ini bukan pilihan yang mudah bagi ku, bang. Aku tidak ingin kehilangan ibuku. Aku akan melakukan apa saja, untuk membuatnya tetap bertahan hidup."
cerita Ferdi panjang lebar. Suaranya parau. Matanya berkaca. Dan aku benar-benar terharu mendengar itu semua.
Ternyata hidupku jauh lebih baik dari pada Ferdi, meski pun saat ini aku telah kehilangan ibu ku.
"aku salut sama kamu, Fer." ucapku akhirnya.
"makasih, bang. Abang sudah mau mendengar cerita ku." balas Ferdi lirih.
Aku mengangguk ringan. Menatap Ferdi yang masih tersenyum getir.
Aku dapat merasakan kepedihan hidup yang Ferdi jalani.
Dan seperti apakah kelanjutan dari kisah ini?
Silahkan simak kisah selanjutnya di channel ini ya, atau bisa langsung klik link nya di deskripsi video ini.
Terima kasih sudah menonton video ini sampai selesai, semoga terhibur.
Sampai jumpa lagi di video selanjutnya, salam sayang selalu buat kalian semua..
****
Part 2
"aku punya penawaran buat kamu, Ferdi." ucapku memecah keheningan, sambil terus menatap pemuda tampan nan menawan itu.
"apa?" tanya Ferdi, ia sudah mulai kelihatan ceria kembali.
"tapi kamu jangan tersinggung ya." ucapku lagi.
"bang Rifky ngomong aja. Aku gak apa-apa, kok. Tersinggung bukan lagi menjadi bagian dari diriku. Aku sudah biasa menghadapi kepahitan hidup. Jadi tak ada alasan bagi ku untuk tersinggung." balas Ferdi dengan nada lirih.
"aku tak berniat merendahkan kamu, Fer. Tapi jika kamu mau, aku akan bantu keuangan kamu. Aku akan bantu semua biaya hidup dan juga pengobatan ibu mu." ucapku pelan, berhati-hati.
"apa yang bang Rifky harapkan dari semua itu?" tanya Ferdi.
"aku.. aku ingin ... kamu berhenti dari pekerjaan mu ini. Aku ingin kamu hanya melayani ku saja." ucapku semakin pelan.
"apa itu tidak terlalu memberatkan bagi bang Rifky? Uang yang aku butuhkan tidak sedikit loh, bang." balas Ferdi.
"iya, aku tahu. Tapi aku yakin, aku mampu kok." ucapku lagi.
"bagaimana dengan keluarga bang Rifky? Mereka pasti juga butuh biaya hidup kan?" tanya Ferdi.
"istri ku bekerja sebagai tenaga pengajar di sebuah sekolah swasta. Aku tidak punya anak. Dan aku juga tidak punya biaya lainnya. Jadi aku rasa, hal itu tidaklah terlalu berat bagi ku." balasku yakin.
Ferdi kemudian terdiam. Ia terlihat berpikir keras.
Aku tahu, tawaran ku bukanlah sesuatu yang mudah bagi Ferdi untuk menerimanya.
Tapi mungkinkah Ferdi akan bersedia menerima tawaran ku tersebut?
Simak kisah ini sampai selesai ya..
Namun sebelumnya bla.. bla..
****
"ibuku meninggal sekitar setahun yang lalu, Fer. Aku tahu bagaimana rasanya kehilangan seorang ibu. Apa lagi cerita kehidupan kita tidaklah terlalu jauh berbeda. Ayahku juga meninggal saat aku masih kecil. Hanya bedanya, aku tidak punya adik, seperti kamu." cerita ku kepada Ferdi, dalam usaha ku untuk meyakinkannya untuk menerima tawaran ku.
"aku bisa saja menerima tawaran, bang Rifky. Tapi apa bang Rifky yakin? Apa yang bisa aku berikan untuk membalas itu semua, bang. Aku tak punya apa-apa." ucap Ferdi pilu.
"kamu punya hati, Fer. Dan aku ingin memiliki mu, bukan saja karena fisik mu yang memang menarik, tapi juga karena hati mu yang begitu baik. Jika kamu bisa mencintai ku, itu sudah lebih dari cukup bagiku." ucapku kemudian.
"butuh waktu bagiku, bang. Untuk bisa mencintai bang Rifky. Seperti yang aku katakan, aku bukan laki-laki homo. Aku melakukan ini semua hanya karena terpaksa." timpal Ferdi pelan.
"aku tak peduli seberapa banyak waktu yang kamu butuhkan, untuk bisa membuat kamu mencintai ku, Fer. Namun aku benar-benar berharap, kamu bisa berhenti dari pekerjaan ini." balas ku penuh harap.
"bagaimana kalau akhirnya aku tetap tak bisa mencintai bang Rifky?" tanya Ferdi pelan.
"itu tidaklah masalah, Fer. Yang penting kamu selalu punya waktu untukku, kapan pun aku membutuhkan mu." balasku yakin.
"aku hanya ingin membantu kamu, Fer." sambung ku lagi.
Ferdi kembali terdiam. Ia menarik napas beberapa kali.
"kalau itu yang bang Rifky inginkan, aku mau, bang. Aku juga sebenarnya mulai merasa bosan menjalani ini semua. Mungkin memang lebih baik, kalau aku hanya terikat pada satu laki-laki. Tapi aku harap bang Rifky bisa lebih memahami ku." ucap Ferdi akhirnya.
"aku akan selalu memahami kamu, Fer. Aku sudah terlanjur jatuh cinta sama kamu. Aku ingin memiliki kamu seutuhnya. Aku ingin kamu hanya jadi milikku, tanpa harus berbagi dengan pelanggan mu yang lain." balas ku penuh perasaan.
"aku akan berusaha memberikan yang terbaik untuk bang Rifky. Aku akan belajar untuk bisa mencintai bang Rifky. Hanya saja, kalau aku boleh tahu, sampai kapan semua ini, bang?" ucap Ferdi lagi.
"Entahlah, Fer. Aku juga tidak bisa memutuskannya sekarang. Sampai ibu mu bisa pulih kembali, Fer. Atau sampai kamu dapat pekerjaan yang lebih layak. Sampai kamu lulus kuliah, atau sampai aku memutuskan untuk berubah dan menjalani kehidupan ku sebagai laki-laki normal." jawabku penuh keraguan.
Aku juga memang tidak tahu, sampai kapan aku ingin bersama Ferdi. Namun yang pasti selama aku masih mampu memberinya uang, aku ingin selalu bersamanya.
"yah, itu terserah bang Rifky aja. Selama bang Rifky terus membayarku, aku akan terus bertahan bersaam bang Rifky." ucap Ferdi kemudian.
****
"sudah hampir jam 3 pagi bang, kita belum melakukan acara intinya, bang. Kita bahkan belum melakukan pemanasan." ucap Ferdi tiba-tiba, setelah untuk beberapa saat kami terdiam.
"itu sudah tidak penting untuk malam ini, Fer. Karena itu bisa kita lakukan lain waktu. Jadi lebih baik malam ini kita habiskan untuk lebih mengenal pribadi kita masing-masing." balas ku apa adanya.
"terserah bang Rifky aja. Aku milik bang Rifky mulai malam ini dan malam-malam selanjutnya." pungkas Ferdi santai.
"kamu percaya gak, kalau aku katakan, aku belum pernah pacaran dengan laki-laki?" tanya ku mencoba membuka cerita lagi.
"percaya gak percaya sih, bang. Tapi masa' iya bang Rifky belum pernah pacaran dengan laki-laki, padahal usia abang kan udah 30 tahun." balas Ferdi.
"itu dia masalah nya, Fer. Meski pun sudah berusia 30 tahun, bahkan aku sudah menikah, aku memang belum pernah pacaran dengan laki-laki. Selama ini aku tak pernah berani, Fer. Meski pun aku berkali-kali jatuh cinta pada laki-laki." ucapku.
"lalu mengapa sekarang abang berani?" tanya Ferdi.
"tadinya aku juga gak berani, Fer. Butuh waktu berhari-hari bagiku untuk memberanikan diri menghubungi kamu, Fer. Dan karena kamu bisa dibayar, ditambah lagi, aku memang sudah sangat lama penasaran, bagaiman sih rasanya berhubungan dengan laki-laki, akhirnya aku nekat." jelasku jujur.
"jadi bang Rifky memang belum pernah melakukan hal tersebut dengan laki-laki?" tanya Ferdi dengan nada heran.
"belum, Fer. Kamu adalah yang pertama bagiku." jawabku sedikit tersipu.
"kita bahkan belum melakukan apa-apa, bang." timpal Ferdi cepat.
"ya, tapi aku mulai berharap kita bisa masuk ke acara inti sekarang. Aku benar-benar penasaran, Fer. Mau kah kau mengajari ku dari awal?" ucapku ragu.
"hal seperti itu tidak perlu pelajaran khusus, bang. Apa lagi bang Rifky kan sudah nikah juga. Hal itu gak jauh beda, bang. Mungkin posisi dan letaknya saja yang berbeda. Lagi pula, kalau saran saya, bang Rifky ikuti saja naluri bang Rifky sendiri." ucap Ferdi ringan.
"tapi, maaf. Kalau boleh saya tahu, bang Rifky lebih suka di posisi apa? T atau B?" tanya Ferdi melanjutkan.
"aku terserah kamu aja, Fer. Aku ngikut aja. Aku juga gak ngerti hal-hal seperti itu. Yang pasti aku ingin menghabiskan malam ini bersama kamu. Apa pun posisnya, biarkan semuanya mengalir sesuai naluri kita masing-masing, seperti katamu." ucapku membalas.
Dan malam itu, untuk pertama kalinya aku pun bisa merasakan hal tersebut. Hal itu ternyata sangat indah. Apa lagi Ferdi memang sangat gagah. Dia juga sangat berpengalaman. Kami pun beberapa kali saling berganti posisi.
Aku bisa jadi keduanya, Ferdi juga. T dan B. Sungguh sebuah perpaduan yang sangat indah.
****
Hari-hari selanjutnya jadi lebih berwarna bagi ku. Aku mulai merasakan keindahan hidup ini.
Hal yang selama ini aku pendam dalam hidupku, kini tercurah sudah. Aku benar-benar merasakan menjadi diriku sendiri.
Rasanya bisa memiliki orang yang kita cintai adalah sebuah anugerah terindah bagiku.
Aku terhanyut dengan cinta ku kepada Ferdi. Aku jadi semakin jarang berada di rumah.
Istri ku pun sudah mulai protes padaku, karena hampir tidak pernah lagi mendapatkan 'jatah' dariku.
Aku tak peduli, karena aku memang tidak pernah mencintainya.
Dan aku berharap, dengan segala perubahan sikapku dan juga dengan aku selalu mengabaikannya, istri ku akan meminta cerai padaku.
Aku juga tidak ingin terus menyiksa diriku dengan segala kesepiannya. Tapi aku tidak punya alasan yang tepat saat ini untuk menceraikannya.
Sementara aku dan Ferdi masih terus bertemu. Aku sengaja menyewa sebuah apartemen, untuk tempat kami bisa bertemu dengan bebas.
Hidup ku benar-benar aku habiskan hanya untuk Ferdi. Dunia ku begitu indah bersamanya.
Ferdi adalah pacar lelaki pertamaku, dan aku sangat mencintainya.
Meski pun aku tahu, sampai saat ini, Ferdi belum benar-benar membuka hatinya untukku.
Tapi setidaknya, aku masih bisa terus memiliki raga nya. Utuh. Tanpa cela.
Dan seperti apakah akhir dari kisah kami?
Apakah yang terjadi selanjutnya?
Simak kelanjutannya di channel ini ya, atau bisa langsung klik link nya di deskripsi video ini ya..
Terima kasih sudah menonton video ini sampai selesai ya.. semoga terhibur.
Sampai jumpa lagi pada video selanjutnya, salam sayang untuk kalian semua .. muach.
****
Part 3
"aku mencintai bang Rifky." ucap Ferdi suatu malam padaku.
Aku tidak terlalu terkejut mendengar hal tersebut. Karena aku yakin, setelah segala perhatian dan pengorbanan ku selama, Ferdi pasti akan membuka hatinya untukku.
"tapi bukan itu intinya, bang." ucap Ferdi lagi.
"maksud kamu?" tanyaku heran.
"ibu harus segera di operasi, bang. Pihak rumah sakit sudah mendapatkan pendonor ginjal untuk ibuku. Tapi biayanya sangat mahal." jawab Ferdi pilu.
"berapa?' tanya ku lagi.
"sekitar lima ratus jut, bang." jawab Ferdi.
"lalu apa hubungannya dengan kamu mengatakan kalau kamu mencintaiku?" tanyaku dengan nada heran.
"abang yakin mau tahu?" tanya Ferdi membalas.
Aku mengangguk yakin.
"ya udah, silahkan simak kisah ini sampai selesai ya.."
Namun sebelumnya bla.. bla..
****
"aku mencintai bang Rifky, setelah hampir setahun kita bersama, bang. Abang telah berkorban banyak untuk ku. Tapi saat ini, aku tidak bisa lagi terus bersama bang Rifky." jelas Ferdi kemudian.
"kenapa?" tanya ku tak mengerti.
"karena aku harus mendapatkan uang sebanyak lima ratus juta dalam waktu dekat ini, bang. Untuk biaya operasi ibu ku. Dan aku harus kembali menjadi laki-laki bayaran, untuk mendapatkan laki-laki berduit dan mau membayarku mahal." jelas Ferdi, yang membuatku tercengang.
"aku juga laki-laki berduit." timpalku akhirnya.
"tapi bang Rifky gak punya uang sebanyak itu sekarang kan?" ucap Ferdi.
Aku terdiam. Aku memang tidak punya uang sebanyak lima ratus juta saat ini. Semua tabunganku mungkin saat ini bahkan belum sampai seratus juta.
"aku punya." ucapku akhirnya, setelah menemukan sebuah ide.
"bang Rifky yakin?" tanya Ferdi.
"aku punya, Fer. Tapi aku butuh waktu untuk mendapatkannya. Aku pasti akan mendapatkannya dalam waktu dekat ini. Kamu jangan cari laki-laki lain ya.." ucapku sedikit memohon.
"apa maksud, bang Rifky?" tanya Ferdi lagi.
"aku.. aku akan jual rumah ku, Fer. Dan itu lebih dari cukup untuk aku berikan padamu." balasku.
"lalu bagaimana dengan istri bang Rifky? Kalian akan tinggal dimana?" Ferdi bertanya kembali.
"aku akan menceraikan istriku, dan membiarkan dia hidup dengan pilihannya. Dan untuk sementara aku akan tinggal di apartemen ini, Fer. Nanti aku akan mulai mengumpulkan uang kembali, dan membeli rumah yang lebih murah." jelasku mulai yakin dengan keputusanku.
"bang Rifky tak perlu melakukan hal itu." timpal Ferdi.
"aku harus melakukannya, Fer. Aku sangat mencintai kamu. Apa pun akan aku lakukan, agar tetap bisa bersama kamu selamanya." balas ku yakin.
"aku tak pantas menerima semua itu, bang. Pengorbanan bang Rifky terlalu besar." ucap Ferdi.
"tapi cinta ku padamu lebih besar dari itu semua, Fer. Begitu juga cinta kamu kepada ibu mu. Aku melakukan ini, bukan hanya untuk kamu, Fer. Tapi juga untuk ibu mu." jelasku lagi.
Dan Ferdi pun akhirnya tidak bisa menolak tawaranku. Aku tahu, Ferdi sangat menyayangi ibunya. Dia akan melakukan apa saja, untuk bisa menyelamatkan ibunya.
Setelah mendapatkan kata sepakat dengan Ferdi. Aku pun segera kembali ke rumah, dan membicarakan semuanya dengan istri ku.
Meski pun cukup berat, istri ku pun rela untuk bercerai dengan ku.
Aku pun segera menjual rumah peninggalan ayah ku tersebut. Meski pun sebagian besarnya rumah itu di renovasi dengan uang hasil kerja keras ku selama ini.
*****
Operasi ibu Ferdi berjalan dengan lancar. Beliau bahkan sudah pulih kembali.
Aku sekarang tinggal di apartemen sewaan kecil itu. Namun aku merasa bahagia bisa melakukan semua itu. Aku yakin, pelan namun pasti, aku akan bisa mengumpulkan uang kembali, untuk membeli rumah yang baru.
Dan tentu saja Ferdi sangat berterima kasih padaku. Ia bahkan rela menghabiskan waktunya bermalam-malam bersama ku, saat ibunya sudah sembuh dan sudah kembali ke rumah.
"aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan lagi, untuk bisa berterima kasih padamu, bang." ucap Ferdi suatu malam.
"kamu tak perlu melakukan apa pun, Fer. Cukup dengan kamu selalu ada untukku. Cukup dengan kamu selalu bersama ku." balas ku.
"tapi aku tetap merasa berhutang budi pada bang Rifky." ucap Ferdi lagi.
"kamu tak perlu merasa berhutang budi, Fer. Karena dalam cinta, tidak ada yang namanya hutang budi. Semua akan aku lakukan untuk orang yang aku cintai." balas ku lagi.
"setelah ini bang Rifky tak usah lagi membayarku. Aku akan cari kerjaan, bang. Yang pasti bukan jadi cowok bayaran lagi. Tapi kerjaan yang halal. Lagi pula ibu juga sudah sembuh, beliau tidak perlu lagi melakukan cuci darah." ucap Ferdi kemudian.
"tapi kamu masih tetap bersama ku kan, Fer?" tanya ku ragu.
"aku akan selalu ada untuk bang Rifky. Bukan karena aku merasa berhutang budi pada bang Rifky, tapi karena aku benar-benar telah jatuh cinta pada bang Rifky." jawab Ferdi yakin.
"saat ini dan selanjutnya, hubungan kita bukan lagi antara cowok bayaran dengan pelanggannya, tapi antara dua orang yang saling mencintai." lanjut Ferdi lagi.
Aku pun tersenyum. Aku merasa bahagia mendengar semua itu.
Pengorbanan ku tidak sia-sia. Perjuanganku akhirnya membuahkan hasil yang indah.
Meski pun aku tahu, Ferdi juga punya pengorbanan yang sangat besar dalam hal ini.
Ia rela mengorbankan kenormalan nya sebagai laki-laki, demi untuk bisa membalas cinta ku.
Dan rasanya uang ratusan juta, tidak lah sebanding dengan keputusan yang harus Ferdi ambil dalam hidupnya.
Karena untuk ke depannya, Ferdi tidak akan pernah lagi bisa jatuh cinta kepada perempuan.
Dia telah mengikat diri dan hatinya hanya untuk ku. Dia telah mengorbankan masa depannya hanya untukku.
Namun apa pun itu, begitulah jalan takdir kami berdua.
Aku bertemu Ferdi, karena dia dulunya adalah cowok bayaran, yang aku booking.
Dan pertemuan itu, ternyata membuat aku telah jatuh cinta padanya.
Cinta yang begitu besar, sampai aku rela mengorbankan apa saja untuknya. Hingga akhirnya Ferdi pun membuka hatinya untukku.
Kini cinta kami pun menyatu. Hari-hari kami semakin terasa indah.
Semoga saja cinta ini tetap bertahan selamanya.
Ya, semoga saja.
Demikianlah kisah cinta ku bersama cowok bayaran yang tampan dan gagah itu.
Terima kasih sudah menonton video ini sampai selesai, semoga terhibur.
Sampai jumpa lagi pada video-video selanjutnya, salam sayang selalu buat kalian semua..
****