Cinta bagi ku adalah sesuatu yang sakral. Sesuatu yang tidak bisa di permainkan.
Dulu, aku berpikir seperti itu. Jauh sebelum aku benar-benar merasakan jatuh cinta.
Jauh sebelum aku mengenal bang Agus. Seorang laki-laki gagah, yang merupakan penjual bakso keliling langganan ku.
Aku mengenal bang Agus, karena ia hampir setiap sore singgah di depan rumahku.
Bang Agus seorang penjual bakso keliling, dengan mendorong gerobaknya ke sekeliling perumahan tempat aku tinggal.
Kebetulan aku tinggal di salah satu perumahan tersebut. Rumahku itu tepat berada di persimpangan jalan. Karena itu bang Agus selalu singgah di sana, untuk menanti beberapa orang langganan baksonya. Yang salah satunya adalah aku.
Rumah tempat aku tinggal itu sebenarnya, adalah rumah yang sudah lama di beli oleh ayahku, namun selama ini tidak di tempati.
Karena sekarang aku sudah kuliah, ayah ku mempercayai ku untuk menempati rumah itu sendiri. Agar aku bisa lebih dekat dengan kampus tempat aku kuliah.
Sementara orangtua dan dua orang adik-adikku tinggal di rumah kami yang lain, yang berjarak cukup jauh dari rumah tempat aku tinggal.
Karena tinggal sendiri dan juga tidak suka masak, aku memang lebih sering membeli makanan siap saji di luar. Salah satu nya ialah bakso bang Agus.
Bakso bang Agus sudah menjadi langganan ku sejak lama, setidaknya sejak aku pindah ke rumah ini, sekitar setahun yang lalu.
Pertama kali melihat dan bertemu bang Agus, aku mulai merasa tertarik dengannya. Aku tidak tahu, entah mengapa aku begitu mengagumi sosok bang Agus.
Wajahnya yang tampan, senyumnya yang selalu ramah terukir dari bibirnya yang manis. Tubuhnya yang atletis dan gagah. Semua itu benar-benar telah membuat aku jatuh cinta padanya.
Semakin hari perasaan itu semakin berkembang aku rasakan. Dan aku selalu memikirkan bang Agus di hampir setiap malamku.
Bang Agus selalu ramah kepada setiap pelanggannya, dan hal itu terkadang membuat aku jadi salah paham akan keramahannya padaku.
Lalu seperti apakah kisah ku bersama bang Agus si penjual bakso keliling itu?
Mungkinkah aku mempu merebut hati laki-laki gagah itu?
Simak kisah ini sampai selesai ya..
Namun sebelumnya bla..bla...
*****
Bang Agus sudah berusia 27 tahun, dan menurut pengakuannya juga, ia masih lajang.
Hal itu sedikit memberi harapan padaku, untuk bisa mendapatkan cinta bang Agus.
Untuk menarik perhatiannya, terkadang aku sengaja berlama-lama ngobrol denganya saat membeli bakso. Saat hanya kami berdua di sana.
"bang Agus kenapa belum nikah?" tanyaku suatu sore, saat itu hanya kami berdua di situ.
"siapa yang mau sama seorang penjual bakso keliling seperti saya ini, Wisnu." lemah suara bang Agus menjawab.
"gak ada yang salah dengan berjualan bakso, bang. Justru saya kagum sama bang Agus. Selain bang Agus seorang pekerja keras, bang Agus juga tampan dan gagah. Pasti banyak cewek-cewek yang suka sama bang Agus." ujarku jujur.
"ah, kamu bisa aja, Wisnu. Tapi nyatanya sampai saat ini aku masih jomblo." balas bang Agus.
"mungkin karena bang Agus terlalu pemilih.." ucapku pelan.
"gak juga. Aku hanya cari orang yang bisa terima aku apa adanya." balas bang Agus lagi.
"seandainya aku ini cewek, aku pasti mau sama bang Agus.." ucapku tanpa sadar.
"kamu gak perlu jadi orang lain, untuk menyukai seseorang, Wisnu. Lebih baik kamu jadi diri kamu sendiri. Karena aku lebih menyukai kamu sebagai Wisnu, bukan sebagai orang lain." ucap bang Agus dengan nada sedikit pelan.
"aku bisa menyukai bang Agus sebagai diri ku sendiri. Tapi aku tidak bisa memiliki bang Agus, jika tetap menjadi diri ku yang seperti ini." timpalku kemudian.
"siapa bilang tidak bisa? Jika kamu memang benar-benar menginginkannya, bisa saja hal itu menjadi mungkin kan?" balas bang Agus terdengar serius.
"maksud bang Agus bagaimana?" tanya ku benar-benar tidak mengerti.
"kalau kamu belum mengerti, itu artinya kamu belum benar-benar mengenalku, Wisnu." balas bang Agus lagi.
"tapi..." kalimat ku terhenti, saat tiba-tiba seorang anak remaja datang untuk membeli bakso.
Bang Agus kemudian sibuk melayani pembeli, yang mulai berdatangan cukup ramai.
Aku terpaksa menyimpan rasa penasaran ku, atas kalimat bang Agus barusan.
Aku kembali ke rumah dengan masih menyimpan tanda tanya di benakku.
*****
Ke esokan sorenya, dengan tidak sabar, aku menunggu kedatangan bang Agus di depan rumahku.
Semalaman aku hampir tidak tidur, karena terus bertanya-tanya maksud dari pernyataan bang Agus sore kemarin.
Apa mungkin bang Agus juga menyukai ku?
Apa mungkin bang Agus juga penyuka sesama jenis seperti ku?
Akh, rasanya itu sangat mustahil. Mengingat bang Agus, sangat terlihat maskulin dan jantan.
Meski pun tidak menutup kemungkinan, bahwa seorang laki-laki segagah apa pun, juga bisa saja adalah penyuka sesama jenis.
Tapi masa' iya, bang Agus seperti itu?
Aku terus bertanya-tanya sepanjang malam dan bahkan sepanjang hari ini. Aku benar-benar tak sabar menunggu sore.
Dan ketika akhirnya bang Agus datang, aku pun segera menghampirinya.
"bakso?" ucap bang Agus menyambut kedatangan ku.
"iya. Sekalian aku mau menanyakan maksud dari pernyataan bang Agus kemarin sore." balasku cukup berani.
"apa lagi yang ingin kamu tanyakan, Wisnu?" balas bang Agus bertanya.
"bang Agus pasti ngerti apa yang aku maksud." balasku pelan.
"aku hanya ingin kamu jujur pada dirimu sendiri, Wisnu. Aku juga ingin agar kamu jujur padaku. Kamu katakan saja, apa yang kamu rasakan padaku." ucap bang Agus membalas.
"aku... aku,... bang Agus... " aku terbata, tidak tahu harus berkata apa.
"mungkin lebih baik, kalau kita atur waktu dan tempat yang tepat untuk kita ngobrol lebih lanjut, Wisnu. Sekarang ini aku lagi kerja. Jadi lebih baik kita bicarakan lagi nanti." ucap bang Agus melihat ketergagapan ku.
"kapan?" tanya ku spontan.
"bagaimana kalau nanti malam? Aku bisa datang ke rumah mu kan?" tanya bang Agus.
"bisa, bang. Abang datang aja. Aku tunggu ya..." balas ku cepat.
"oke. Nanti sehabis jualan, aku akan datang ke rumah kamu. Tapi mungkin itu sudah jam sepuluh malam, gak apa-apa kan?" ucap bang Agus lagi.
"gak apa-apa, bang. Aku juga sendirian di rumah. Dan lagi pula, aku benar-benar ingin berbicara berdua bersama bang Agus." ucapku lugas.
Bang Agus hanya mengangguk ringan, karena beberapa orang pembeli sudah mulai datang mendekat.
Aku pun kembali ke rumah, dengan membawa semangkok bakso dan segumpal harapan.
Semoga saja harapan ku kali ini akan menjadi nyata.
****
Waktu bergulir, namun jarum jam terasa begitu lambat berputar bagiku.
Aku menunggu. Aku menunggu bang Agus, laki-laki yang telah membuat aku jatuh cinta padanya.
Aku menunggunya seperti menunggu kedatangan seorang kekasih.
Padahal aku dan bang Agus sampai saat ini, masih hanya sekedar berteman. Tapi entah mengapa, aku jadi punya harapan lebih padanya.
Mungkin karena aku terlalu mencintainya. Mungkin juga karena bang Agus sepertinya sudah memberi harapan padaku.
Namun cinta tetaplah sebuah misteri. Ia tidak mudah di tebak. Kita tidak pernah tahu, kapan rasa itu tumbuh. Kita juga tidak pernah tahu, kepada siapa rasa itu akan tumbuh. Dan kita juga tidak akan tahu, bagaimana perasaan orang lain kepada kita. Bahkan perasaan orang yang paling dekat dengan kita sekali pun.
Aku tetap menunggu. Hingga jarum jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.
Debaran di jantung ku semakin tak beraturan.
Dan aku semakin gelisah, ketika jarum jam sudah melewati beberapa menit dari jam sepuluh.
Mungkinkah bang Agus akan datang?
Atau aku hanya menunggu sesuatu yang tak pasti?
Aku mungkin terlalu berharap. Namun harapan itu, sepertinya belum berpihak padaku.
Lalu bagaimanakah akhirnya kisah ku bersama bang Agus, si penjual bakso keliling itu?
Apakah yang terjadi selanjutnya jika bang Agus datang?
Saksikan kisah selanjutnya di channel ini ya, atau bisa langsung klik link nya di deskripsi video ini.
Terima kasih sudah menyimak video ini sampai selesai, semoga terhibur.
Sampai jumpa lagi di video selanjutnya, salam sayang selalu buat kalian semua.. muaachhh.
****
Part 2 (Malam penuh kesan)
Bang Agus adalah seorang perantau. Orangtua dan adik-adiknya tinggal di kampung. Orangtua nya adalah seorang petani, yang hanya punya penghasilan pas-pasan.
Bang Agus di kota ini tinggal bersama pamannya, yang merupakan seorang pengusaha bakso. Dan bang Agus adalah salah seorang pekerjanya, yang menjajakan bakso tersebut berkeliling.
Setidaknya begitulah sedikit tentang hidupnya yang bang Agus pernah ceritakan padaku.
Namun terlepas dari apa pun latar belakang kehidupannya. Di mata ku bang Agus adalah sosok laki-laki sempurna. Dia adalah laki-laki terindah.
Aku mencintainya. Aku menyayanginya dengan sepenuh hatiku.
Namun menunggunya malam ini, hingga hampir jam sebelas malam, aku menjadi kian gelisah.
Aku ragu. Mungkinkah bang Agus serius dengan ucapannya sore tadi, untuk datang ke rumahku?
Atau ia hanya sekedar memberi harapan padaku?
Simak kelanjtan dari kisah ku bersama cowok gagah si penjual bakso keliling, selanjutnya ya ...
Namun sebelumnya bla.. bla...
****
Jam sebelas malam kurang lima menit. Bang Agus akhirnya datang.
"maaf, Wisnu. Saya terlambat." ucap bang Agus, sesaat setelah aku persilahkan ia masuk dan duduk di ruang tamu rumahku.
"tadi dagangan ku belum habis, jadi aku harus berkeliling lebih lama dari biasanya." bang Agus melanjutkan kalimatnya.
"gak apa-apa, bang." jawabku berusaha sesantai mungkin, berusaha menahan debaran yang bergejolak di dada ku.
"jadi gimana? Kamu udah siap untuk jujur, Wisnu?" tanya bang Agus kemudian.
Aku mengangguk ragu. Aku juga tidak yakin, akan berani untuk jujur tentang perasaanku pada bang Agus. Aku takut, kejujuran ku justru akan membuat bang Agus semakin jauh dari ku.
Namun aku memang harus mengatakan semuanya pada bang Agus. Selain karena aku sudah tidak bisa memendamnya lagi. Aku berpikir, mungkin inilah saatnya untuk aku bisa mengungkapkan perasaanku pada bang Agus.
Apa lagi saat ini, hanya kami berdua di rumah ini.
"aku gak tahu, kapan perasaan itu tumbuh, bang. Namun yang pasti sejak aku mengenal bang Agus, aku jadi sering memikirkan bang Agus. Aku selalu mengkhayalkan bang Agus setiap malamnya. Lalu kemudian aku sadar, kalau aku telah jatuh cinta kepada bang Agus."
"tapi selama ini aku hanya bisa memendamnya. Karena aku cukup sadar, kalau bang Agus tidak mungkin punya perasaan yang sama denganku. Aku hanya bisa mencintai bang Agus dalam diam, tanpa berani untuk aku ungkapkan.." ucapku panjang lebar.
"lalu mengapa malam ini kamu berani mengungkapkannya?" tanya bang Agus.
"seperti kata bang Agus, kalau aku harus jujur pada diriku sendiri. Aku harus jujur dengan perasaanku, dan aku harus jujur pada bang Agus. Karena jika tidak, aku tidak akan pernah tahu seperti apa perasaan bang Agus padaku." jawabku lugas.
Untuk sesaat suasana pun hening. Bang Agus terlihat menarik napas beberapa kali.
"bertahun-tahun aku berusaha untuk menghindari semua ini, Wisnu. Aku merantau ke kota, sebenarnya ingin menjauh dari orang yang aku cintai. Di kampung aku punya seorang kekasih. Namanya Alan. Dia seorang pemuda yang tampan namun lembut."
"aku dan Alan pacaran sudah hampir dua tahun. Ketika akhirnya Alan harus menerima perjodohannya dengan gadis pilihan orangtuanya." bang Agus memulai ceritanya.
"Alan adalah putra seorang juragan kaya di desa kami. Dia anak tunggal. Karena itu dia tidak bisa menolak keinginan orangtua nya tersebut. Namun meski pun Alan akhirnya menikah, kami tetap menjalin hubungan secara diam-diam."
"tapi kemudian, hubungan kami pun mulai di curigai oleh istri Alan. Karena itu kami pun sepakat untuk berpisah dan saling melupakan. Namun tidak mudah bagiku, karena aku terlalu mencintai Alan. Dan akhirnya aku pun memutuskan untuk pergi dari kampung halaman ku."
"aku ingin belajar melupakan Alan. Aku ingin memulai hidupku yang baru. Aku ingin hidup sebagai mana layaknya seorang laki-laki. Tapi ternyata hal itu tidak mudah. Meski pun akhirnya aku bisa melupakan Alan, namun aku tidak bisa menolak pesona seorang laki-laki."
"saat pertama kali aku melihat kamu, Wisnu. Aku kembali merasakan getaran keindahan sebuah rasa. Sebuah rasa cinta yang telah lama tidak aku rasakan, semenjak aku berhasil melupakan Alan. Namun sejak aku mulai mengenal kamu, rasa cinta itu kembali tumbuh."
"aku berusaha memendamnya. Aku berusaha menutupinya. Aku takut jatuh cinta lagi pada laki-laki, karena pada akhirnya hubungan sesama laki-laki, tidak akan pernah berakhir dengan indah. Karena pada akhirnya, salah satu dari kita, harus menjalankan kodrat kita sebagai seorang laki-laki."
"dari awal, aku juga sudah tahu, kalau kamu menyukai ku, Wisnu. Namun karena trauma yang pernah aku rasakan di masa lalu, membuat ku berusaha untuk tidak menanggapi kehadiran mu. Aku tidak ingin lagi pacaran denga laki-laki."
"tapi kemudian aku sadar, cinta bukanlah sesuatu yang harus di sembunyikan, terlebih karena aku tahu kalau kamu juga menyukai ku. Karena itu, aku ingin kamu jujur, Wisnu. Bukan saja tentang perasaanmu padaku, tapi juga tentang harapan mu padaku untuk ke depannya."
Bang Agus mengakhiri kalimatnya dengan sebuah helaan napas berat.
Aku terdiam. Sungguh semua itu di luar dugaanku. Mungkin selama ini, aku bisa merasakan kalau bang Agus juga menyukai ku. Tapi aku tak pernah berpikir, kalau bang Agus punya cerita pahit di masa lalunya.
"aku mencintai, bang Agus. Terlepas dari apa pun yang pernah terjadi di masa lalu bang Agus. Dan aku berharap, jika kita memang saling mencintai, kelak hubungan kita tidak akan pernah berakhir, meski apa pun yang akan terjadi." ucapku akhirnya, setelah terdiam beberapa saat.
*****
"aku juga mencintai kamu, Wisnu. Dan aku juga berharap, hubungan kita tidak akan pernah berakhir nantinya. Tapi apa kamu yakin, akan menghabiskan sepanjang hidupmu untuk bersama ku?" bang Agus berucap dengan sambil menatapku tajam. Ia seperti mengharapkan sebuah kejujuran dariku.
"aku yakin, bang. Bagi ku cinta adalah sesuatu yang sakral. Sesuatu yang tidak bisa di permainkan. Jika aku sudah jatuh cinta, maka pantang bagi ku untuk memupusnya walau dengan alasan apa pun. Sejak aku mengerti cinta, aku selalu menanamkan keyakinan pada hatiku, bahwa hanya ada satu cinta yang akan aku pelihara, dan tidak akan mencintai siapa pun lagi, kecuali kekasihku." ucapku membalas penuh keyakinan.
"tapi bukankah hubungan seperti ini akan penuh resiko, Wisnu. Akan banyak tantangan yang harus kita hadapi ke depannya, terutama dari keluarga dan orang-orang di sekitar kita." ujar bang Agus.
"iya. Aku tahu, bang. Dan aku siap menghadapi itu semua. Aku siap kehilangan apa pun, jika itu adalah pengorbanan yang harus aku lakukan, untuk bisa bersama orang yang aku cintai." balasku yakin.
"namun tidak ada satu tempat pun yang bisa menerima hubungan seperti hubungan kita ini, Wisnu. Biar bagaimana pun, pada akhirnya kita memang harus menjalankan hidup sesuai dengan takdir dan kodrat kita sebagai seorang laki-laki." ucap bang Agus.
"jika kita memang saling mencintai, bang. Aku rasa kita tidak butuh tempat yang bisa menerima hubungan kita. Namun kita tetap bisa bersama, karena cinta itu tumbuhnya di hati, bang. Cinta bukan sesuatu yang harus di umbar. Biarkan cinta kita tetap hanya menjadi rahasia. Biarkan hubungan kita, hanya kita berdua yang tahu dan bisa merasakannya." balasku lagi.
"dan lagi pula, menurutku, kita tak perlu mencemaskan masa depan yang belum tentu terjadi, bang. Labih baik kita nikmati saja saat ini. Kita nikmati saja setiap kesempatan yang ada." ucapku melanjutkan.
"iya. Kamu benar, Wisnu. Mungkin karena aku pernah merasakan sakitnya berpisah dengan orang yang aku cintai, membuatku menjadi sedikit berlebihan dalam hal ini. Aku hanya tidak ingin merasakan rasa sakit itu lagi, Wisnu. Tapi aku juga tidak ingin melewatkan kesempatan untuk bisa bersama orang yang aku cintai, yaitu kamu Wisnu." ucap bang Agus penuh perasaan.
Perlahan kami pun mendekat. Saling tatap. Lalu kemudian saling tersenyum penuh makna.
****
Sejak saat itu, aku dan bang Agus pun menjalin hubungan asmara. Hampir setiap malam, bang Agus selalu datang ke rumahku, bahkan ia pun sering menginap di tempat ku.
Aku merasa sangat bahagia dengan semua itu. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku bisa merasakan di cintai oleh orang yang aku cintai.
"aku bahagia, akhirnya bisa bersama kamu, Wisnu. Aku harap kamu tak akan pernah meninggalkan ku." bisik bang Agus suatu malam padaku.
"aku juga sangat bahagia, bang. Dan aku tidak akan pernah meninggalkan bang Agus, walau dengan alasan apa pun." balasku ikut berbisik.
Cinta adalah sesuatu yang indah, ia hanya bisa dirasakan oleh dua hati yang telah menyatu.
Bang Agus begitu tampan, dia sangat gagah. Dan aku sangat mencintainya.
Namun mungkinkah hubungan kami dapat bertahan selamanya?
Mungkinkah cowok gagah si penjual bakso keliling itu bisa aku miliki selamanya?
Atau mungkin pada akhirnya hubungan kami harus berakhir?
Simak kelanjutan kisah ini di channel ini ya, atau bisa langsung klik link nya di deskripsi video ini.
Terima kasih sudah menyimak video ini sampai selesai, semoga terhibur.
Sampai jumpa lagi di video selanjutnya, salam sayang selalu buat kalian semua muaach...
****
Part 3 (Pertemuan di sawah)
Hubungan ku dengan bang Agus terus berjalan dengan indah. Aku merasa sangat bahagia dengan semua itu.
Mencintai bang Agus adalah keindahan dan memilikinya adalah sebua anugerah bagi ku.
Berbulan-bulan bahkan hingga setahun lebih kami bersama. Hampir setiap malam kami menghabiskan waktu berdua, di rumah ku.
Bang Agus si penjual bakso keliling itu, sungguh mampu membuat ku terlena dengan cintanya yang sempurna. Sesempurna lukisan maha karya keindaha dari raut wajahnya yang tampan, tubuhnya yang gagah dan atletis.
Aku begitu mengaguminya. Aku sangat mencintainya. Dan aku tidak ingin melepaskannya, walau dengan alasan apa pun.
Aku hanya berharap, semoga cinta kami tetap utuh selamanya.
Namun biar bagaimana pun, hubungan seperti hubungan kami ini, akan selalu banyak batu sandungan yang akan menghalanginya.
Akan banyak rintangan yang harus kami hadapi.
Lalu mungkinkah kami akan tetap bertahan dengan segala rintangan tersebut?
Mampukah kami tetap bersama mempertahankan cinta kami?
Simak kelanjutan kisah ku bersama cowok gagah si penjual bakso keliling selanjutnya ya..
Namun sebelumnya ... bla... bla...
*****
Bulan berganti, tahun pun berlalu, hingga sudah hampir dua tahun aku dan bang Agus menjalin hubungan asmara. Sebuah hubungan yang indah, meski hanya kami berdua yang tahu.
Kami menikmati setiap kebersamaan kami. Merajut kasih dengan penuh kemesraaan.
Dua tahun bukanlah waktu yang singkat untuk kami bisa bertahan selama itu. Selama dua tahun ini, hubungan kami baik-baik saja. Tanpa ada persoalan yang berarti.
Namun hubungan indah kami, pada akhirnya harus merasakan sebuah kepahitan.
Berawal dari bang Agus yang meminta izin padaku untuk pulang kampung selama beberapa hari.
"aku sudah lebih dari dua tahun tidak pulang kampung, Wisnu. Lagi pula aku mendapat kabar dari kampung, kalau ibu ku sedang sakit parah saat ini, jadi aku harus pulang sekarang juga." ucap bang Agus.
"iya, bang. Aku ngerti. Abang juga gak harus minta izin seperti pada ku. Asalkan bang Agus kembali lagi kesini untukku, aku rela melepaskan bang Agus untuk pulang." balasku sendu.
Sebenarnya aku merasa sangat berat harus berpisah dengan bang Agus, meski hanya untuk sementara. Aku sudah terlanjur biasa melewati malam bersamanya. Aku pasti akan sangat merindukannya.
"aku pasti akan sangat merindukanmu, Wisnu." ucap bang Agus, seakan bisa membaca pikiranku.
"aku juga, bang." balasku lirih.
"tapi ini hanya untuk sementara, Wisnu. Hanya beberapa hari. Aku pasti akan kembali lagi kesini untukmu, Wisnu." ucap bang Agus parau.
"iya, bang. Aku juga pasti akan menunggu bang Agus di sini." balasku.
Beberapa saat kemudian, kami pun saling mendekat. Aku mendekap tubuh kekar bang Agus. Aku mendekapnya erat, seakan tak ingin melepaskannya.
Mungkin beberapa malam ke depan, bang Agus tak ada lagi disini. Aku pasti akan merasa kesepian. Karena itu, malam ini, aku tak ingin melewatkannya begitu saja. Aku ingin menghabiskan malam ini hanya berdua bersama bang Agus.
Menikmati setiap detik kebersamaan kami. Keindahan raga bang Agus, bagai sebuah ukiran maha karya yang sempurna. Setiap centinya. Setiap hembusan napasnya.\
Aku terlena dalam cinta yang begitu sempurna. Aku terbuai dalam lautan keindahan penuh warna.
Hingga pagi pun datang, meninggalkan kelamnya malam.
Dan aku merasa berat saat akhirnya aku harus melepas bang Agus untuk pergi meninggalkan ku pagi itu.
Entah mengapa aku merasa kalau kepergian bang Agus kali ini, akan terasa sangat lama bagiku.
Bahkan mungkin kami tidak akan pernah bertemu lagi.
****
Seminggu bang Agus pergi. Dia belum juga kembali.
Meski dia masih rutin memberi aku kabar melalui ponselnya. Dia mengabarkan kalau dia belum bisa pulang, karena penyakit ibunya semakian parah.
Aku mencoba bersabar menunggunya. Mencoba menjalani hari-hari sepi ku, tanpa bang Agus.
Namun hingga hampir sebulan, tiba-tiba aku kehilangan kontak dengannya. Nomor bang Agus tidak bisa aku hubungi lagi.
Aku merasa cemas, takut dan bimbang. Entah apa yang terjadi dengan bang Agus di kampung halamannya.
Mungkinkah dia baik-baik saja? bathin ku penuh tanya.
Dua bulan, tiga bulan dan hampir setengah tahun berlalu. Aku benar-benar kehilangan kabar dari bang Agus. Aku benar-benar telah kehilangan dia.
Karena penasaran, aku pun nekat untuk mendatangi desa bang Agus.
Dan setelah menempuh perjalanan hampir dua puluh empat jam naik motor, aku pun sampai di desa bang Agus.
Aku bertanya kepada beberapa orang yang aku temui di jalan, untuk mengetahui di mana rumah bang Agus.
Hingga akhirnya aku bisa sampai di rumahnya.
"cari siapa?" tanya seorang wanita muda menyambut kedatangan ku di rumahnya.
"maaf, apa benar ini rumah bang Agus?" tanyaku ragu.
"iya, benar. Kamu siapa? Dan ada perlu apa dengan bang Agus?" tanya wanita itu lagi.
"saya... saya teman bang Agus ketika di kota dulu. Apa bang Agus ada di rumah?" balasku bertanya.
"oh.." wanita itu membulatkan bibir. "bang Agus sedang berada di sawah sekarang. Jika kamu gak keberatan kamu bisa nunggu di rumah." lanjut wanita itu.
"kira-kira bang Agus masih lama pulangnya?" tanyaku lagi.
"biasanya sih sore. Tapi kalau kamu mau, kamu bisa susul dia ke sawah. Letaknya gak jauh kok dari sini, hanya sekitar satu kilo lagi." balas wanita itu.
"iya, gak apa-apa. Saya susul dia aja." ucapku kemudian memutuskan.
"tapi maaf, kalau boleh tahu, mbak ini siapa nya bang Agus?" lanjutku bertanya.
"saya istrinya. Kami baru menikah sekitar dua bulan yang lalu. Mungkin bang Agus belum cerita sama kamu." jelas wanita yang berparas cukup cantik itu.
Aku bagai mendengar suara petir siang itu. Sungguh tidak aku sangka kalau bang Agus telah menikah diam-diam, tanpa memberitahuku.
Dengan perasaan terluka aku pun pamit pada wanita itu.
Ingin rasanya saat itu aku menangis. Ingin rasanya aku segera kembali ke kota. Aku tak ingin menemui bang Agus lagi. Tapi aku butuh penjelasan.
Untuk itu, aku menuju sawah tempat bang Agus bekerja.
Sesampai di sana, bang Agus pun menyambutku dengan wajah penuh keterkejutan.
Aku yakin, dia tak menyangka kalau aku akan sampai ke kampungnya.
"Wisnu?" ucapnya, "kenapa kamu bisa sampai kesini?" tanyanya.
"itu gak penting, bang. Yang penting sekarang bang Agus harus menjelaskan semuanya padaku." ucapku dengan nada lemah.
"apa yang harus aku jelaskan, Wisnu?" tanya bang Agus.
"bang Agus gak usah pura-pura lagi. Aku sudah tahu kalau bang Agus sudah menikah." ucapku.
"aku tak masalah sebenarnya, kalau bang Agus menikah. Tapi kenapa bang Agus tak menceritakannya padaku. Bahkan bang Agus sengaja tak pernah menghubungiku, berbulan-bulan. Aku menunggu bang Agus dengan penuh harap, bang. Tapi kenyataannya bang Agus tak pernah kembali."
"dan saat aku nekat datang kesini, aku justru mendapatkan kabar yang sangat menyakitkan. Kenapa bang Agus setega itu padaku? Padahal bang Agus sendiri tahu, betapa aku sangat mencintai bang Agus. Dan bang Agus sendiri juga sudah berjanji, kalau abang pasti akan kembali untuk ku lagi." ucapku lagi dengan nada pilu.
"maafkan aku, Wisnu. Aku tak berdaya dengan semua ini. Aku terpaksa menikah dengan gadis pilihan orangtua ku. Itu merupakan permintaan terakhir dari ibuku, sebelum akhirnya beliau meninggal." ucap bang Agus membalas.
"tapi setidaknya abang bisa memberi aku kabar, bang. Bukan malah menghilang seperti ini." ucapku.
"aku takut memberi kabar padamu, Wisnu. Aku takut kamu kecewa." balas bang Agus.
"lalu apa abang pikir dengan begini, aku tidak kecewa?" tanya ku sedikit sengit.
"maaf, Wisnu. Aku tak berpikir kalau kamu akan nekat datang kesini. Aku pikir, kamu pasti akan bisa melupakanku, beriring berjalannya waktu." balas bang Agus.
"aku tak akan pernah bisa melupakan bang Agus. Sekali pun saat ini aku tahu, kalau bang Agus sudah menikah." ucap ku lugas.
"tapi kita sudah tidak mungkin bersama lagi, Wisnu. Maafkan aku untuk semua itu. Lebih baik kalau kita saling melupakan.." ucap bang Agus dengan nada lemah.
"andai saja bang Agus jujur dari awal padaku, aku mungkin tidak perlu sampai kesini, bang. Abang bisa saja menjelaskan semuanya padaku melalui handphone." ucapku berat.
Aku benar-benar tidak tahu, apa yang aku rasakan saat ini. Sakit, kecewa, marah, benci dan berbagai perasaan berkecamuk di dalam hatiku.
Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa saat ini. Aku hanya bisa menerima semuanya dengan lapang dada.
"sekali lagi aku minta maaf, Wisnu. Aku minta maaf untuk semuanya..." bang Agus berucap pelan.
"kamu boleh marah padaku, Wisnu. Kamu boleh membenciku. Tapi aku hanya manusia biasa, Wisnu. Aku juga tak berdaya menghadapi ini semua." lanjutnya.
Aku tidak tahu, apa aku harus marah pada bang Agus? Atau aku harus membencinya?
Semua tanya itu tak pernah bisa aku jawab.
Aku dan bang Agus memang saling mencintai. Tapi takdir dan kodrat, tidak akan pernah membiarkan kami menyatu.
Pada akhirnya aku hanya bisa merelakan. Merelakan orang yang aku cintai hidup bersama orang lain. Dan itu adalah tingkat tertinggi dari mencintai.
Aku pun pergi meninggalkan bang Agus, tanpa mengucapkan sepatah kata lagi. Aku ingin segera kembali ke kota. Aku ingin melanjutkah hidupku lagi, meski tanpa bang Agus.
Bang Agus hanyalah serpihan dari kisah masa lalu ku. Dia hanya tinggal kenangan sekarang. Dan aku harus bisa melupakannya.
Setidaknya aku pernah merasakan bagaimana rasanya di cintai oleh orang yang aku cintai. Setidaknya aku pernah hidup bersama orang yang aku cintai.
Bang Agus, si penjual bakso keliling itu, akan tetap menjadi salah satu cerita termanis dalam perjalanan hidupku.
Demikian kisahku bersama cowok gagah si penjual bakso keliling, semoga terhibur.
Sampai jumpa lagi di video-video berikutnya, salam sayang selalu buat kalian semua muaaachhh..
****