Nama ku Ben. Begitu biasa orang-orang memanggil ku. Saat ini aku sudah berusia 38 tahun. Aku sudah menikah dan sudah punya dua orang anak. Anak pertama ku laki-laki dan anak kedua ku perempuan.
Pernikahan ku berjalan dengan baik-baik saja. Apa lagi secara ekonomi kehidupan kami sudah cukup mapan. Aku bekerja di sebuah perusahaan konstruksi yang cukup besar. Aku bekerja sebagai seorang kontraktor di bidang pekerjaan sipil.
Pekerjaan ku biasanya berkaitan dengan pembangunan jalan, jembatan, jalur kereta api, landasan pesawat, terowongan, bendungan dan berbagai pembangunan lainnya.
Saat mendapatkan proyek yang cukup besar dan berada di luar daerah, kadang aku sering tidak bisa pulang ke rumah. Karena selain jauh, aku juga harus fokus pada pekerjaan ku, agar hasilnya tidak mengecewakan.
Meski pun sering tidak berada di rumah, hubungan ku dengan istri dan anak-anak ku tetap terjalin dengan baik. Apa lagi di zaman sekarang, jarak bukan lagi menjadi penghalang untuk sebuah hubungan. Kita tetap bisa terhubung dengan orang terdekat kita, meski pun terpisah ribuan kilo jauh nya.
Namun pada suatu kesempatan, aku pernah mendapatkan proyek yang cukup besar. Proyek pembangunan sebuah jalan, di daerah yang cukup jauh dan kebetulan di sana belum ada sinyal sama sekali. Hal itu jadi sedikit menghambat komunikasi ku dengan istri dan anak-anak ku.
Lama pengerjaan proyek tersebut di perkirakan kurang lebih selama tiga bulan. Dan aku untuk sementara harus tinggal di sana, bersama tenaga kerja lainnya.
Proyek tersebut merupakan pembangunan sebuah jalan, menuju sebuah desa yang cukup terpencil. Jarak desa tersebut dari jalan poros kecamatannya sekitar 25 kilo meter. Dan selama ini masyarakat di sana sangat jarang keluar kampung, karena kondisi jalannya yang cukup parah, dan hanya bisa ditempuh oleh sepeda motor.
Kehidupan masyarakat di desa tersebut memang cukup memprihatinkan secara ekonomi. Sebagian besar masyarakat hanya bekerja sebagai petani yang penghasilannya tidak seberapa, dikarenakan jalan yang buruk tersebut.
****
Hampir satu bulan aku bekerja dan tinggal di daerah tersebut. Selama itu pula, aku belum pernah pulang ke rumah. Bahkan aku hampir tidak pernah bisa menghubungi istri ku, karena jaringannya yang tidak memadai.
Jujur saja, selama itu, aku memang cukup merasa kesepian, dan sering merasa rindu, terutama kepada anak-anak ku. Meski pun sudah biasa berpisah dengan mereka, namun selama ini, setidaknya aku masih bisa menghubungi mereka. Tapi sekarang, rasanya berbeda. Karena komunikasi kami juga ikut terputus, saat ini.
Sebagai seorang laki-laki yang masih cukup muda, dan harus terpisah ribuan kilo jauhnya dari istri. Kadang aku merasa kesepian. Biar bagaimana pun, aku juga punya kebutuhan biologis yang harus aku salurkan. Dan hal itu cukup menyiksa ku.
Sampai pada suatu kesempatan, seorang laki-laki yang merupakan penduduk asli daerah tersebut, yang aku ketahui bernama Paijo, sempat menawarkan aku sesuatu yang cukup menggoda jiwa ku.
Aku mengenal Paijo sudah sejak dari awal aku tinggal di sana, kebetulan Paijo adalah salah seorang mandor pada proyek yang sedang aku kerjakan.
Aku memang sudah sering mengobrol bersama Paijo. Aku juga tidak terlalu merasa sungkan untuk menceritakan tentang rasa kesepian tersebut. Hal itu ternyata cukup menarik minat Paijo. Sehingga ia pun dengan berani menawarkan hal tersebut padaku.
"disini ada loh, pak. Perempuan muda yang bisa diajak kawin kontrak..." begitu ucap Paijo pada ku waktu itu.
"maksudnya gimana tu?" tanya ku kurang paham.
"maksudnya gini, pak.... karena pak Ben yang harus terpisah dari istri, sementara pak Ben juga butuh tempat untuk menyalurkan kebutuhan biologis pak Ben. Saya menawarkan, bagaimana kalau pak Ben kawin kontrak aja dengan gadis sini. Apa lagi proyek ini kan juga masih lama selesainya."
"pak Ben bisa kawin kontrak selama dua bulan kedepan, dengan harga yang cukup murah. Selama itu, pak Ben bebas mau ngapain aja. Dan sudah dijamin tidak akan ada tuntutan apa pun. Dan juga rahasia pak Ben pasti aman." jelas Paijo cukup panjang lebar.
"jadi makudnya, saya menikah dengan gadis sini, hanya untuk sementara waktu selama saya berada di sini?" aku bertanya sekali lagi, sekedar meyakinkan maksud Paijo sebenarnya.
"iya, pak. Dari pada bapak selalu merasa kesepian, kan?" balas Paijo lagi.
Aku terdiam beberapa saat, memikirkan hal tersebut. Tawaran yang cukup menarik sebenarnya. Tapi.. bukankah hal itu berarti aku akan mengkhianati istri ku? Bukankah itu berarti aku tidak lagi menjadi suami yang setia?
"yah.. itu terserah pak Ben sih. Saya hanya sekedar menawarkan. Kalau memang pak Ben bersedia, saya bisa carikan gadis yang cocok buat pak Ben. Saya jamin pak Ben tak akan menyesalinya." Paijo berucap lagi melihat keterdiaman ku.
"emang... harganya berapa?" tanya ku tanpa sadar.
"harganya berkisar 2 sampai 3 juta per bulan, pak. Jadi kalau cuma dua bulan, yah.. sekitar 5 atau 6 juta lah. Itu pun tergantung gadis yang bapak pilih.." jelas Paijo.
"pilihannya banyak ya?" aku bertanya lagi.
"banyak, pak. Bapak tinggal sebutin aja, tipe seperti apa yang bapak ingin kan. Rata-rata gadis-gadis di sini, memang itu pekerjaannya. Dan mereka .. cantik-cantik loh, pak. Asal bapak jangan baper aja, dan bukan untuk di ajak serius loh..." terang Paijo kembali.
"oh.. gitu ya, Jo. Ya udah.. boleh tuh di coba. Kamu cariin aku satu ya, Jo..." ucapku akhirnya.
"pak Ben serius?" Paijo bertanya kembali.
"yah... gak tahu juga sih, Jo. Saya malah jadi bingung sebenarnya... Saya juga tidak ingin mengkhianati istri saya.... Tapi... saya juga butuh sih, Jo..." balasku pelan.
"ya udah... kalau gitu, pak Ben coba dulu aja.. Kalau rasanya nanti gak cocok atau gak nyaman, pak Ben bisa berhenti kok.." ucap Paijo kemudian.
"ya udah, Jo. Kamu atur aja, ya.. nanti kalau soal biaya, kamu minta aja berapanya sama saya.." balasku akhirnya.
"oke, pak.." ucap Paijo, sambil ia mengacungkan kedua jempol tangannya pada ku.
****
Beberapa hari kemudian, kawin kontrak itu pun akhirnya terjadi. Paijo memperkenalkan dengan seorang gadis desa, yang berparas cukup cantik, dan masih cukup muda. 21 tahun usianya, namanya Amirah. Menurut pengakuannya, ini adalah kawin kontrak pertamanya. Jadi ..Amirah belum berpengalaman dalam hal tersebut.
Ia mau melakukan semua itu, hanya karena membutuhkan uang, untuk biaya hidup, dan membantu orangtuanya. Meski pun ia tahu, kalau itu adalah sebuah kesalahan.
Pernikahan kami berlangsung sangat sederhana. Tanpa syarat dan surat-surat apa pun. Kami dinikahkan oleh penghulu kampung, dan hanya dihadiri oleh beberapa orang saksi saja, termasuk Paijo. Tidak ada pesta dan tidak ada surat nikah. Hanya sebuah surat perjanjian antara aku dan Amirah, yang berisi beberapa hal.
Setelah menikah, Amirah pun tinggal bersama ku, di sebuah rumah yang sengaja aku sewa selama aku berada di sana. Dan anehnya, penduduk di sana menganggap hal tersebut sesuatu yang biasa. Tidak ada yang peduli akan hal tersebut.
Mungkin memang karena begitulah kebiasaaan penduduk kampung itu. Dan aku juga jadi tahu, kalau aku bukan satu-satu nya pendatanga yang melakukan hal tersebut. Bahkan ada yang dengan sengaja datang kesana, hanya untuk sekedar kawin kontrak selama beberapa minggu saja.
Miris sebenarnya, tapi itu bukan urusan ku. Aku tak berhak menghakimi mereka. Setiap orang punya pilihan dalam hidup ini. Tapi.. ada banyak orang yang tidak bisa memilih jalan hidupnya, karena faktor ekonomi.
Biaya kontrak Amirah terbilag cukup mahal. Karena biar bagaimana pun, ia masih suci. Dan hal iti, menjadi nilai plus tersendiri baginya. Dan aku merasa beruntung bisa mendapatkan Amirah. Selain karena ia memang cantik dan seksi, ia juga masih perawan.
****
"mas Ben, mau saya masakin apa malam ini?" tanya Amirah pada ku suatu sore, saat itu aku baru saja pulang dari tempat kerja.
"terserah dik Amirah aja. Apa pun yang dik Amirah masak, selalu terasa enak di lidah mas." balasku sok romantis.
"masakan Amirah aja nih, yang terasa enak di lidah mas Ben?" tanya Amirah seperti sengaja memancing ku.
"yah... selain itu juga terasa enak kok, di lidah mas.." balasku.
"yang mana?" tanya Amirah dengan suara manja nya.
"yang di tengah-tengah itu loh.. " balasku sambil sedikit mengedipkan mata.
"ah.. mas Ben bisa aja..." ucap Amirah sedikit tersipu.
Begitulah kemesraan yang terjadi antara aku dan Amirah, semejak kami menikah. Amirah memang selalu bisa menghiburku. Rasa capek ku jadi hilang, saat sudah bertemu dengannya di rumah. Aku jadi semakin merasa nyaman bersamanya. Rasanya hidupku menjadi lengkap kembali dengan kehadiran Amirah menghiasi hari-hari ku.
Semakin hari, aku pun semakin terasa di manjakan oleh Amirah. Tidak sia-sia rasanya aku harus membayarnya mahal untuk hal tersebut. Aku jadi punya tujuan untuk pulang. Aku juga jadi semangat bekerja. Rasanya semua itu terlalu indah bagi ku.
Tak ku sangka aku akan mendapatkan kebahagiaan lain di sini. Di tempat terpecil ini, di tempat yang jauh dari hiruk pikuk kendaraan berlalu lalang. Di tempat yang sunyi namun penuh ketenangan, yang membuat aku jadi betah untuk berlama-lama tinggal di sini, bersama Amirah.
****
Waktu pun berlalu dengan begitu cepat. Aku menjalani pernikahan ku dengan Amirah dengan sangat baik. Kami benar-benar menjadi sepasang suami istri. Aku bahkan jadi hampir lupa, kalau aku sudah punya istri dan anak. Aku terlena dengan hubungan singkat tersebut.
Aku bahkan tidak pernah pulang selama dua bulan setelah menikah dengan Amirah. Aku juga tidak berusaha untuk menghubungi istri dan anak-anak ku. Meski pun aku yakin, mereka akan mengerti , karena kondisi jaringan di tempat aku bekerja sekarang, memang tidak memungkinkan aku untuk menghubungi mereka.
Sebagai seorang istri, Amirah memang melayani ku dengan cukup baik. Ia memask untuk ku, mencucikan pakaianku, membersihkan rumah dan tentu saja melakukan tugasnya sebagai seorang istri pada saat malam hari. Semuanya terasa sempurna bagi ku. Aku tidak lagi merasa kesepian.
Sampai akhirnya proyek ku pun selesai. Kontrak perkawinan kami pun berakhir. Amirah kembali ke rumah orangtuanya. Dan aku, dengan sangat berat hati, harus kembali ke kota tempat aku tinggal.
Meski pun singkat, namun kesan yang Amirah berikan untuk ku benar-benar membekas di hati ku. Aku jadi terbawa perasaan. Aku jadi tidak bisa melupakan Amirah. Wajahnya masih terus membayangi pikiran dan hati ku. Amirah terlalu sempurna, sebagai seorang istri.
Tapi .. semua memang harus berakhir. Aku harus bisa melupakan Amirah, dan segala kenangan bersamanya. Aku harus realistis, Pernikahan ku dengan Amirah hanya bersifat sementara. Bukan untuk selamanya. Kehadiran Amirah dalam hidupku, hanyalah sebagai selingan di saat aku merasa kesepian.
Aku harus sadar, bahwa saat ini, aku sudah punya istri dan anak, yang selalu setia menunggu pulang ke rumah. Aku harus bisa menganggap Amirah hanyalah selingan dalam hidup ku. Ia hadir hanya untuk singgah, bukan untuk menetap. Ia bukan rumah ku, karena aku sudah punya rumah lain, yang harus aku jaga keutuhannya.
Semoga saja, aku mampu melupakan Amirah. Semoga saja, aku bisa menghapus bayangannya dari pikiran ku. Dan semoga saja, istri ku tidak akan pernah mengetahui hal tersebut.
Yah... semoga saja..
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar