Tampilkan postingan dengan label kumpulan cerpen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kumpulan cerpen. Tampilkan semua postingan

Misteri gadis yang hilang part 5

Detektif Akmal menahan napas, lalu kemudian melepaskannya dengan lega, saat akhirnya ketiga orang tersebut berlalu. Akmal belum berani untuk bertindak lebih. Dua orang pengawal tersebut juga memiliki pistol, jika Akmal mencegat mereka sekarang, pasti akan terjadi keributan, yang akan mengundang kedatangan para pengawal lainnya. Karena Akmal tetap memilih untuk bersembunyi.

Setelah merasa cukup aman, Akmal kembali menyelinap keluar dari gudang tersebut. Ia harus segera keluar dari gedung tersebut, sebelum kehadirannya diketahui oleh para pengawal yang bisa saja memergokinya. Setidaknya sekarang ia sudah tahu, kalau gadis yang ia cari memang berada di dalam gedung tersebut.

Akmal berhasil menyelinap keluar. Dia pun dengan sedikit berlari menuju tempat mobil terparkir. Di sana Piter dan Alena sedang menunggu dengan cemas.

"bagaimana?" tanya Piter ingin tahu, ia tak pedulikan Akmal yang masih berusaha mengatur napasnya.

Akmal tidak menghiraukan pertanyaan Piter barusan, ia langsung saja masuk ke dalam mobil.

"kita harus pergi dari sini sekarang, sebelum orang-orang itu mulai curiga." ucap Akmal setelah ia berada di dalam mobil.

"lalu bagaimana dengan Lila?" kali ini Alena yang bertanya.

"Lila ada di dalam, tapi kita tidak bisa menyelamatkannya sekarang, kita harus atur rencana dulu." balas Akmal, sambil mulai menjalankan mobilnya.

"apa rencananya?" tanya Piter tak sabar.

"nanti kita kembali lagi kesini, dan aku butuh teman untuk masuk ke dalam. Sekitar jam empat subuh kita masuk, karena pada jam itu biasanya keadaan akan aman." jelas Akmal.

"aku ikut.." ucap Alena, entah menawarkan diri atau bertanya.

"aku dan Piter yang akan masuk ke dalam, kamu tunggu di mobil dan bersiap-siap untuk menjalankan mobil saat kami sudah kembali nanti.." ucap Akmal kemudian.

Alena pun akhirnya hanya bisa diam. Ia sebenarnya tidak tahu, pilihan mana yang terbaik untuknya saat ini. Menunggu di mobil atau ikut masuk ke dalam, baginya sama-sama besar resikonya.

"lalu kita akan kemana menunggu jam empat?" Piter bertanya dari belakang.

"kita ke rumah ku, untuk beristirahat, dan juga mengambil beberapa perlengkapan ku di sana." balas Akmal.

Mobil itu pun melaju menuju rumah Akmal yang berjarak kurang lebih sepuluh kilometer dari situ.

****

Lila masih berusaha meronta, saat kedua pengawal tersebut membawanya ke lantai atas. Di depan sebuah kamar mereka berhenti. Salah seorang pengawal tersebut mengetuk pintu kamar tersebut. Sesaat kemudian, pintu itu pun terbuka. Seorang lelaki tua berperut buncit tersenyum menyambut mereka.

"ini pesanannya, tuan." ucap salah seorang pengawal, sambil mendorong tubuh Lila ke depan pria tua tersebut.

Pria tua tersebut semakin melebarkan senyum, "bawa masuk ke dalam.." ucapnya.

Kedua pengawal tadi, segera mendorong tubuh Lila, agar ikut masuk. Sementara Lila masih terus berusaha meronta, melepaskan diri.

Sesampai di dalam, kedua pengawal pun melepaskan pegangannya pada tubuh Lila. Lalu mereka berdua pun pamit keluar. Lila hanya berdiri menatap lelaki tua yang ada di depannya sekarang.

"anda siapa?" tanya Lila cukup berani, setelah kedua pengawal tadi meninggalkan mereka berdua. Lila sadar, kalau pun saat itu hanya ada lelaki tua tersebut, dia juga tidak bisa kabur. Pintu kamar itu sudah terkunci. Untuk itu Lila pun berusaha menjalin komunikasi dengan lelaku tua tersebut, agar ia punya banyak waktu untuk terus memikirkan cara untuk kabur.

"panggil saya om Hadi." ucap laki-laki tua itu akhirnya, "saya adalah orang yang telah membeli kamu malam ini. Dan saya membeli kamu sangat mahal, karena katanya kamu masih perawan." lanjut laki-laki itu dengan gaya angkuhnya.

Lila menelan ludah pahit mendengarkan hal tersebut. Meski ia sudah mendengarkan semua cerita tentang tempat ini dari Atika, teman satu kamarnya, ia tetap saja merasa mual mendengarkan hal tersebut.

"jadi malam ini kamu milik saya. Kamu harus mengikuti keinginan saya." laki-laki itu berucap lagi, sambil mulai melangkah mendekat.

"saya... saya.. tidak sudi melayani anda.." suara Lila bergetar.

"kamu tidak bisa menghindari ini, kamu sudah saya bayar.." balas laki-laki itu tajam.

Lila terdiam, karena om Hadi sudah memegang kedua pundaknya.

"kamu cantik sekali.." bisik om Hadi berusaha menggoda.

Lila berusaha menepis tangan om Hadi, tapi cengkeraman om Hadi justru semakin kuat. Tapi Lila tidak kehabisan akal, ia menangkat lututnya, lalu menendang bagian sensitif milik om Hadi.

"akhk.." om Hadi terjerit, tanganya pun terlepas. Lila segera memanfaatkan kesempatan tersebut. Ia berlari menuju pintu, tapi sayangnya pintu itu sudah terkunci. Dan kunci ada di atas meja di samping ranjang. Lila hendak mengambil kunci tersebut, tapi om Hadi kembali mencegatnya.

"lepaskan saya.." teriak Lila, sambil terus berusaha melepaskan diri dari dekapan om Hadi.

"kamu tidak akan bisa kemana-mana.." ucap om Hadi kasar. Ia mendorong tubuh Lila ke atas ranjang.

Lila tetap meronta. Ia tak ingin menyerah. Tangannya meraih bantal, lalu melemparkannya ke arah om Hadi. Tentu saja hal itu tidak bisa menghentikan om Hadi. Tapi setidaknya Lila jadi punya kesempatan untuk kembali berdiri. Ia berlari kembali ke arah meja untuk meraih kunci.

Om Hadi sekali lagi berhasil meraih tubuhnya, Lila kembali meronta. Sampai ia melihat di atas meja ada sebuah telepon. Tangannya berusaha meraih telepon tersebut. Dan saat ia berhasil mendapatakan telepon itu, ia pun melayangkan telepon tersebut ke arah om Hadi.

Om Hadi coba menghindar, tapi terlambat, telepon itu telah mengenai kepalanya. Sekali lagi om Hadi mengerang kesakitan. Lila pun segera meraih kunci kamar, dan berlari ke arah pintu. Dengan tangan gemetar ia berusaha membuka pintu tersebut. Sementara om Hadi masih terus berusaha mendekatinya, sambil terus memegangi kepalanya yang sakit.

Dengan susah payah akhirnya Lila berhasil membuka pintu itu. Ia segera berlari ke bawah. Namun dua orang pengawal tadi melihatnya. Mereka berusaha mengejar Lila.

Saat menuruni tangga, Lila terpeleset. Ia pun jatuh bergulingan ke bawah. Kedua pengawal segera menangkapnya. Kepala Lila terbentur ubin tangga, keningnya berdarah. Tapi Lila masih sadarkan diri, ia terus berusaha melawan. Namun kedua pengawal itu berhasil membekuknya.

Om Hadi pun tiba di sana, ia terlihat sangat marah.

"bawa perempuan brengsek ini pergi dari sini. Saya tidak membutuhkannya lagi." ucap Om Hadi dengan nada tinggi. Setelah berkata demikian, om Hadi pun segera berlalu dari sana.

Kedua pengawal tersebut pun menyeret Lila untuk kembali kamarnya. Mereka tak pedulikan kening Lila yang berdarah. Bagi kedua pengawal tersebut, itu merupakan hal biasa. Bukan sekali dua kali, seseorang berusaha lari dari kamar tamu, apa lagi bagi para perempuan yang baru pertama kali menerima tamu.

Tubuh Lila mereka lempar dengan kasar untuk memasuki kamar tempat Lila di sekap. Lila terduduk. Tubuhnya terasa sakit. Tapi ia merasa sedikit lega. Setidaknya untuk sementara ia selamat dari cengkeraman laki-laki tua hidung belang yang mengaku bernama om Hadi tadi.

"kamu gak apa-apa?" Atika, teman sekamar Lila coba membantu Lila untuk berdiri.

"saya gak apa-apa. Ini jauh lebih baik, dari pada saya harus melayani laki-laki bejat itu." balas Lila sambil berjalan menuju dipan kecilnya.

"kamu mungkin bisa bebas malam ini. Tapi kamu belum tentu bisa bebas untuk malam-malam selanjutnya." ujar Atika.

"dulu saya juga seperti itu. Tapi akhirnya saya menyerah. Karena bos tidak akan tinggal diam, jika kita terus melawan." lanjut Atika kemudian.

Lila menarik napas berat. Ia bertekad untuk bisa keluar dari tempat terkutuk tersebut. Tapi ia benar-benar tidak tahu bagaimana caranya.

"jangan berpikir untuk kabur.." suara Atika terdengar lagi, "sekali pun kamu berhasil kabur, bos tidak akan membiarkan kamu bebas begitu saja. Mereka akan mencari mu sampai ketemu, dan mereka akan membunuhmu di tempat. Sudah banyak para gadis yang mengalami hal tersebut." lanjut Atika.

"apa yang membuat kamu tetap bertahan?" tanya Lila ingin tahu.

"satu-satunya cara untuk tetap bertahan ialah dengan mengikuti keinginan mereka." balas Atika.

"tapi aku tidak ingin menghabiskan hidup ku di sini..." ucap Lila lemah.

"kita gak punya pilihan, Lila. Pilihan kita hanya satu, yakni mengikuti keinginan mereka." balas Atika.

"kita harus bisa kabur dari sini, Atika. Pasti ada caranya." ucap Lila lagi.

"saya sudah lebih empat bulan berada disini, Lila. Bangunan ini di jaga dengan ketat. Tidak ada yang bisa kabur dari sini. Sekali pun ada, seperti yang saya katakan tadi, mereka akhirnya pun di bunuh." balas Atika.

Sekali lagi Lila bergidik. Hatinya tiba-tiba ciut. Tapi ia juga tidak ingin pasrah begitu saja. Karena itu ia terus berpikir, untuk bisa kabur dari tempat itu.

*****

Jam empat menjelang subuh, sesuai rencana, Akmal, Piter dan Alena sudah berada di tempat yang mereka rencanakan. Mobil mereka parkir tak jauh dari gedung tempat Lila berada.

Segera Akmal dan Piter menyusup ke belakang gedung, mengikuti jalan yang pernah Akmal tempuh sebelumnya. Perjalanan mereka jadi lebih mudah, karena Akmal sudah pernah masuk ke dalamnya melalui jalan tersebut. Sementara Alena menunggu mereka di mobil dengan perasaan yang tak karuan.

Sesampai di dalam, Akmal dan Piter, dengan mengendap-endap menyelusuri koridor, yang di kiri kanannya tersusun kamar-kamar. Akmal sudah tahu persis kamar mana yang akan mereka tuju.

"anda yakin ini kamarnya?" tanya Piter sepelan mungkin.

Akmal mengangguk yakin, "kamu ketuk aja pelan-pelan, jangan sampai terdengar ke atas." ucapnya.

Akmal sengaja memegang pistolnya buat berjaga-jaga.

Piter mengetuk pintu itu dengan pelan, namun tidak ada reaksi apa pun dari dalam.

Piter mencobanya beberapa kali.

Sementara di dalam kamar, Lila yang belum bisa tertidur mendengar ketukan di pintu kamarnya. Ia kaget dan mulai merasa takut. Ia pikir itu adalah para pengawal yang akan memaksanya lagi.

Tapi kemudian ia sadar, jika itu adalah para pengawal, untuk apa mereka harus mengetuk pintu. Bukankah pintu kamar itu mereka kunci dari luar?

Menyadari hal tersebut, Lila segera bangkit dan berjalan menuju arah pintu dengan hati-hati.

Piter yang tidak mendengar reaksi apa pun dari dalam, mulai merasa putus asa.

"kita harus cepat, Piter. Waktu kita tidak banyak.." ucap Akmal berbisik.

"Lila....." ucap Piter berusaha memanggil orang yang berada di dalam kamar tersebut.

Saat itu Lila memang sedang berada di dekat pintu, ia pun mendengar suara panggilan tersebut.

"Piter..?" balas Lila setengah ragu. 

"iya, ini aku, Lila. Tolong buka pintunya, kami akan membawa kamu keluar dari sini.." ucap Piter sangat pelan.

Lila mencubit pipinya sendiri. Sakit! Ia merasa kalau ia sedang bermimpi atau sedang berhalusinasi.

"cepat Lila.." suara Piter terdengar lagi.

"pintu ini terkunci dari luar, Piter. Kami gak bisa membukanya dari dalam.." ucap Lila akhirnya, setelah cukup yakin, kalau hal itu nyata.

"kami?" tanya Piter ragu.

"iya, kami berdua di dalam kamar ini." jelas Lila.

"lalu bagaimana membuka pintu ini?" Piter pun bertanya pada Akmal, yang sedari tadi hanya terdiam, sambil terus memperhatikan sekeliling, untuk berjaga-jaga.

"aku juga tidak tahu, Ter.." Lila yang menjawab.

"aku gak lagi ngomong sama kamu, Lila." ucap Piter.

"lalu sama siapa?" tanya Lila penasaran.

Piter tidak menjawab, karena ia melihat Akmal mengeluarkan sebuah kunci dari dalam sakunya. Akmal terpaksa lagi menggunakan kunci serba gunanya untuk membuka pintu tersebut. Tapi ternyata kali ini lebih sulit dari yang ia pikirkan. Pintu itu tidak mudah terbuka.

Akmal akhirnya mengeluarkan sebuah obeng dari sakunya, untuk membantu agar pintu itu bisa cepat terbuka. Cukup lama Akmal berusah untuk membuka pintu tersebut, namun belum juga berhasil.

"kita dobrak aja.." tawar Piter tak sabar.

"jangan!" cegah Akmal, "suaranya akan bikin gaduh.." lanjut Akmal.

"lalu bagaimana?" tanya Piter lagi.

"kamu gak lihat saya sedang berusaha untuk membukanya, jadi kamu lebih baik diam. Omongan mu itu gak membantu sama sekali." balas Akmal terdengar kasar.

Piter pun tak berucap apa-apa lagi, ia terus memperhatikan Akmal yang terus berusaha membuka kunci pintu tersebut.

Sementara di dalam kamar, Lila menunggu dengan gelisah.

"ada apa?" tanya Atika, saat ia akhirnya terbangun melihat Lila yang berdiri di dekat pintu.

Lila tidak menjawab, ia hanya memberi isyarat kepada Atika untuk tidak bersuara. Atika bangkit dari tidurnya, dan berjalan pelan mendekati Lila.

"kamu mau kabur?" tanya Atika.

Belum sempat Lila menjawab pertanyaan Atika barusan, pintu kamar itu pun terbuka. Dua orang laki-laki berdiri di ambang pintu.

"Piter.." teriak Lila tertahan. Ia segera menghambur dalam pelukan Piter. Piter balas mendekap tubuh ramping itu. "aku sangat ketakutan, Ter. Bawa aku pergi dari sini." ucap Lila lagi.

"sudah ... gak ada waktu untuk itu sekarang, kita harus cepat pergi dari sini, sebelum semua orang terbangun." ucap Akmal tegas.

Piter segera melepaskan dekapannya, lalu meraih tangan Lila untuk membawanya keluar dari kamar tersebut.

"tunggu.." cegah Lila.

Lila melihat ke belakang, Atika berdiri terpaku di sana.

"kamu harus ikut bersama kami, Tika." ucap Lila, sambil menarik tangan Atika.

"apa kalian yakin kita akan selamat?" ucap Atika, masih tetap menahan langkahnya.

"udah... kita harus pergi secepatnya dari sini sekarang.." kali ini Akmal yang berucap, sambil ia menarik tangan Atika dengan sedikit kasar. Atika pun akhirnya mengikuti langkah mereka.

"berapa lama lagi waktu kita?" tanya Akmal entah kepada siapa.

"sekarang jam lima lewat empat lima, berarti kita hanya punya waktu kurang lebih lima belas menit lagi." Atika yang menjawab pertanyaan tersebut.

Mereka berempat terus berjalan menuju pintu keluar belakang tempat Akmal dan Piter tadi masuk.

"kenapa kamu bisa menyimpulkan seperti itu?" Piter yang bertanya.

"karena setiap jam enam pagi, para pengawal akan memeriksa setiap kamar yang ada di sini. Jadi kalau mereka tahu, kamar kami kosong, mereka pasti akan mengejar kita." jelas Atika.

"kalau begitu kita harus bergegas.." ucap Akmal menimpali.

Mereka pun berlari menuju keluar gedung tersebut. Melewati tembok dan berlari di dalam semak-semak dalam kegelapan. Tanpa sadar, kaki Lila tersandung sebatang kayu yang melintang di jalan mereka. Lila terjerembab jatuh, Ia menjerit tertahan. Ia merasakan lututnya berdarah.

Piter berusaha membantunya berdiri. Tapi Lila merasa tubuhnya lemah.

"aku gak kuat lagi, Piter.." ucap Lila lemah.

Tanpa pikir panjang, Piter pun segera memopong tubuh Lila, dan Piter kembali berlari, sambil ia terus menggendong tubuh Lila.

Sementara itu, Alena yang sedang menunggu mereka di dalam mobil, mulai merasa gelisah. Sudah hampir dua jam Akmal dan Piter berada di dalam sana. Tapi mereka belum juga kembali.

Sesuai perjanjian, jika mereka tak kembali hingga jam enam pagi, Alena harus segera pergi dari sana.

Alena melirik arloji nya, kurang tiga menit dari jam enam. Itu artinya ia harus bersiap-siap untuk segera pergi dari sana. Saat Alena berusaha menghidupkan mobil, tiba-tiba dari kaca spion ia melihat bayangan orang-orang yang sedang berlari menuju mobilnya. Alena mulai merasa cemas. Ia merasa takut.

Namun saat orang-orang tersebut, sampai di dekat mobil, Alena merasa lega. Ternyata mereka adalah Akmal dan kawan-kawan yang sampai tepat pada waktunya. Mereka segera masuk ke mobil, dan Alena pun segera memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi.

"apakah kita sudah aman?" tanya Alena, saat mobil mereka sudah cukup jauh.

"kita tidak akan pernah aman." Atika yang menjawab, "selama tempat itu masih ada, kita tidak akan pernah aman. Mereka pasti akan tetap mencari kami berdua." lanjut Atika dengan nada cemas.

"kamu tenang, Atika. Kita akan selesaikan ini secepatnya." ucap Akmal membalas.

Piter dan Alena saling bertatapan penuh tanya.

"kalian sudah saling kenal?" Piter bertanya juga akhirnya.

"Atika adalah informan saya di dalam." balas Akmal.

"maksudnya?" tanya Piter.

"kamu pikir saya bisa masuk ke sana dengan mudah itu karena apa? Karena saya beruntung?" balas Akmal. "Atika yang mengarahkan saya untuk melewati jalan tersebut. Atika juga yang memberitahu saya, kapan waktu yang tepat untuk saya bisa masuk ke dalam sana." lanjut Akmal.

"bagaimana kalian bisa saling kenal?" kali ini Alena ikut bertanya.

"kalian ingat kasus yang pernah saya ceritakan dulu? Kasus gadis yang di culik, tapi saat saya coba selamatkan dia, dia sudah kabur duluan, dan akhirnya ia pun di bunuh. Kalian ingat kan?" balas Akmal.

Piter dan Alena pun mengangguk serentak.

"untuk menyelidiki kasus tersebut, saya harus masuk ke dalam. Saya pun berpura-pura jadi tamu di sana, dan kebetulan saya melihat Atika, saya pun meminta Atika untuk menemani saya malam itu. Kami pun berkenalan, dan saya pun menceritakan tujuan saya disana kepada Atika semuanya. Atika juga menceritakan semua yang ia ketahui tentang tempat itu kepada saya. Sejak saat itu, Atika seringa memberitahu saya kabar-kabar terbaru mengenai tempat tersebut." jelas Akmal panjang lebar.

"itulah kenapa anda begitu yakin, kalau kamar yang kita ketuk tadi adalah kamar tempat Lila?" Piter masih bertanya.

"itu hanya kebetulan." balas Akmal, "sebenarnya saya tidak tahu, kalau Lila juga ada di dalam. Yang saya tahu itu adalah kamar tempat Atika selama ini, karena itu saya langusng menuju kamar tersebut, dan kebetulan ada Lila juga di sana." lanjutnya.

"jadi sebenarnya tujuan anda kesana bukan untuk menyelamatkan Lila, tapi justru ingin menyelamatkan Atika?" tanya Piter lagi.

"kamu jangan salah paham. Aku tidak tahu di mana Lila di kurung, satu-satunya orang yang aku kenal di sana ya cuma Atika, dan harusnya Atika juga tahu dimana Lila di kurung, karena itu aku ingin menemui Atika terlebih dahulu untuk bertanya dimana keberadaan Lila. Namun karena Lila sudah berada di sana, aku rasa hal itu tidak perlu di bahas lagi." jelas Akmal lagi.

"lalu apa rencana kita sekarang?" Alena memotong perdebatan itu cepat.

"kita ke rumah ku. Di sana kalian akan aman." balas Akmal.

"kita harus lapor polisi.." Lila berucap, saat mereka sudah berada di rumah Akmal.

"iya.. saya setuju..." balas Akmal yakin.

"anda setuju?" Piter bertanya heran, "bukankah dulu anda katakan bahwa tempat itu kebal hukum, percuma lapor polisi karena pasti tidak akan di tanggapi." lanjut Piter.

"iya, itu benar. Tapi sekarang kita punya dua orang saksi, kita punya korban." balas Akmal.

"ingat, tidak semua polisi dan pejabat yang terlibat di sana. Dan saya tahu, siapa polisi yang tepat untuk menangani kasus ini. Nanti siang kita akan menemuinya. Dengan adanya Atika dan Lila sebagai saksi, saya yakin, tempat itu akan segera di tutup. Dan pemiliknya akan segera di tangkap." Akmal berucap lagi.

*****

Siang itu, Akmal dan teman-temannya itu pun melaporkan hal tersebut. Dengan kesaksian langsung dari Atika dan Lila, kasus itu bisa terungkap dengan mudah. Pihak polisi pun segera bertindak. Mereka menggerebek tempat tersebut. Mengamankan para korban yang masih berada disana. Menangkap semua yang terlibat, termasuk pemilik tempat tersebut.

Lila, Atika dan beberapa orang gadis yang pernah jadi korban tempat tersebut, menjadi saksi utama dalam kasus tersebut. Si pengusaha pemilik tempat itu, akhirnya di penjara sesuai dengan hukum dan undang-undang yang berlaku. Tempat prostitusi tersebut akhirnya tutup untuk selama-lamanya. Bangunannya menjadi sitaan negara.

Lila sangat lega mengetahui semua itu. Kini tidak ada lagi yang perlu ia takutkan. Ia bisa melanjutkan hidupnya kembali.

"terima kasih, ya, Ter..." ucap Lila suatua hari di kampus.

"aku senang kamu selamat.." balas Piter.

"kamu sudah melakukan banyak hal untuk ku..." ucap Lila.

"apa pun akan aku lakukan untuk bisa menyelamatkan kamu, Lila." balas Piter.

"kenapa?" tanya Lila pelan.

"karena aku telah jatuh cinta padamu.." balas Piter.

"kenapa kamu tidak pernah mengatakannya selama ini?" tanya Lila.

"karena aku belum punya keberanian untuk mengatakannya. Dan sekarang, aku tak ingin memendamnya lagi. Aku cinta kamu, Lila. Mau kah kamu menjadi pacarku?" ucap Piter penuh perasaan.

"iya..." balas Lila sangat pelan.

"apa? Aku gak dengar loh.." ucap Piter dengan nada menggoda.

"iya, Piter. Aku mau..." balas Lila akhirnya.

Piter tersenyum senang. Butuh perjuangan yang sangat penjang, untuk bisa memiliki gadis impiannya. Dan hal itu membuat Piter yakin, kalau Lila adalah gadis yang tepat untuknya.

Lila pun menyandarkan kepalanya di bahu kekar Piter. Ia merasa sangat bahagia. Piter adalah sosok laki-laki yang sangat bertanggungjawab. Dan Lila merasa nyaman berada di sampingnya.

****

Saat aku harus merelakan kepergian mu

 Aku memejamkan mataku dengan berat, berusaha mengenyahkan kejadian pahit yang baru saja aku alami pagi tadi.

Saat di sekolah, aku tak sengaja mendengarkan gunjingan teman-teman sekelas ku, mereka mengatakan, kalau Dyra, gadis yang sudah menjadi pacarku selama dua tahun ini, telah menduakan ku.

Mulanya aku tak percaya. Aku menganggap cerita teman-teman ku tersebut, hanyalah sebuah gossip belaka. Hanya untuk menghancurkan hubungan indah kami selama ini.

Aku dan Dyra memang sudah pacaran selama dua tahun lebih, setidaknya sejak awal-awal kami masuk ke SMA ini, hingga sekarang kami sudah berada di tahun terakhir.

Aku dan Dyra memang tidak satu kelas, apa lagi Dyra juga mengambil jurusan yang berbeda. Namun hal itu tidak menjadi penghalang untuk kami tetap bersama. Cinta kami tetap terjalin dengan indah, meski kami jadi jarang bertemu.

Aku dan Dyra saling mencintai. Aku selalu berusaha menjaga kesetiaanku. Dan aku juga percaya kalau Dyra juga akan selalu setia.

Namun kejadian pagi tadi, sungguh membuat aku mulai meragukan hal tersebut.

Bagaimana tidak, teman-teman ku berhasil mendapatkan photo Dyra bersama laki-laki lain. Mereka terlihat mesra. Laki-laki itu juga tidak aku kenal.

“apa kamu masih tidak percaya, setelah melihat photo ini?” ucap Riko sedikit memanasi ku.

“bisa saja mereka hanya teman kan?” balasku mengelak.

“teman? Teman tapi mesra?” ucap Riko lagi.

“kalau Cuma teman gak mungkin semesra itulah, Kal.” Deri ikut menimpali.

Aku melirik photo itu sekali lagi. Photo yang sengaja Riko simpan di handphone nya, untuk membuktikan padaku, kalau Dyra selingkuh.

Di dalam photo tersebut, Dyra telihat tersenyum bahagia, sementara laki-laki di sampingnya, merangkulkan tangannya di pundak Dyra, sambil memasang senyum yang sama.

Seketika hati ku bergemuruh, menahan amarah.

Bagaimana mungkin Dyra dengan begitu mudah mengkhianti ku. Padahal aku selalu percaya padanya.

Karena penasaran, aku pun segera menemui Dyra di kelasnya.

“siapa laki-laki ini?” Tanya ku sedikit kasar, sambil ku perlihatkan photo yang ada di handphone Riko tersebut.

Di luar dugaan ku Dyra justru tersenyum.

“dia Alex. Kenapa emangnya?” ucap Dyra tanpa rasa bersalah.

“ada hubungan apa kamu sama dia?” Tanya ku masih dengan nada kasar.

“belum ada hubungan apa-apa sih sebenarnya. Hanya saja akhir-akhir ini dia sering datang ke rumah. Sering ngajak jalan..” balas Dyra.

“dan kamu mau?” Tanya ku heran.

“ya… mau gimana lagi, habisnya Alex orangnya sangat menarik. Aku jadi suka sama dia.” Balas Dyra masih tanpa merasa bersalah.

“lalu aku kamu anggap apa?” suara ku sedikit meninggi, beberapa orang jadi memperhatikan kami.

“Sepertinya hubungan kita memang sudah tidak bisa dipertahankan lagi, Kal. Jadi sebelum semuanya makin terlambat, lebih baik kita putus aja ya…” Dyra masih berucap dengan santai, seakan-akan hal itu merupakan hal biasa baginya.

“maksud kamu apa sih, Dyr? Kita sudah pacaran lebih dari dua tahun loh. Dan kamu memutuskan aku begitu aja. Sungguh tidak bisa di percaya.” Suaraku tiba-tiba serak. Hatiku semakin bergemuruh.

“udahlah, Kal. Bagi ku di Antara kita sudah tidak ada apa-apa lagi.” Dyra benar-benar terlihat santai mengucapkan hal tersebut.

Ingin rasanya aku menampar mulut Dyra saat itu juga. Ingin rasanya aku memakinya. Namun harga diriku sebagai seorang laki-laki mencegah hal tersebut. Aku gak mau jadi pengemis. Aku gak mau mengemis cinta pada perempuan. Kalau Dyra dengan begitu mudahnya mencampakkan ku, kenapa aku masih harus mempertahankannya.

“tega kamu, Dyr..” hanya kalimat itu yang keluar dari mulut ku, sebelum akhirnya aku pergi dari hadapan Dyra.

*****

Pagi itu aku melangkah lesuh memasuki kelas. Keputusan Dyra untuk mengakhiri hubungan kami, benar-benar membuat aku terluka.

“duh yang lagi patah hati..” sapa Riko menyambut kedatangan ku.

“udahlah, Kal. Jangan lemas gitu donk. Dyra bukan satu-satunya cewek di dunia ini kan?” Deri ikut menimpali.

“masalahnya dia memutuskan aku begitu saja. Seolah-olah hubungan kami selama dua tahun ini gak ada artinya.” Ucapku lemah.

“biasalah …. Wanita emang gitu, kalau udah dapat yang lebih, yang lama mah lewat..” ucap Riko.

“tapi kok semudah itu ya, Dyra memutuskan ku? Rasanya aku masih belum percaya. Aku seperti gak mengenalinya lagi. Dyra yang aku kenal gak akan bersikap seperti. Pasti ada yang salah..” ucapku tiba-tiba.

Aku memang merasa ada yang aneh dengan keputusan Dyra. Belakangan hubungan kami baik-baik saja. Kalau pun ada laki-laki lain, aku yakin Dyra gak akan mudah tergoda. Alex bukan satu-satunya laki-laki yang pernah mencoba mendekati Dyra selama kami berpacaran. Namun selama ini, Dyra selalu cerita padaku. Tapi kenapa Dyra gak pernah cerita tentang Alex? Dan saat aku tahu, dia justru tidak membantahnya.

Kalau pun memang Dyra ingin putus dari ku, kenapa dia tak melakukannya sebelum aku mengetahui tentang Alex? Kenapa dia tiba-tiba memutuskan aku, saat aku memperlihatkan photo kemesraannya bersama Alex?

“kamu hanya belum bisa menerima kenyataan, Kal. Karena itu semuanya jadi gak masuk bagi kamu.” Ucapan Riko membuyarkan pikiran ku tiba-tiba.

*****

Sejak hubungan ku dengan Dyra kandas. Aku pun memutuskan untuk belajar melupakannya. Meski hal itu tidaklah mudah bagiku. Hari-hari ku jadi terasa berat.

Sudah hampir sebulan, aku dan Dyra tidak pernah bertemu. Aku juga tidak berusaha untuk menghubunginya. Kalau Dyra sudah menganggap kami tidak ada hubungan apa-apa lagi, untuk apa lagi aku mengharapkannya.

Sampai suatu hari…

“hai, Kal.. saya Alex…” seorang laki-laki tiba-tiba menghampiri ku, saat aku berjalan sepulang sekolah.

“iya, aku tahu..” balasku tanpa selera.

“saya tahu kamu marah padaku. Tapi asal kamu tahu, semua itu hanya salah paham. Dyra sudah merencanakan semuanya.” Ucap Alex.

“maksud kamu?” tanyaku jadi penasaran.

“aku tidak berusaha untuk mendekati Dyra, Kal. Aku adalah saudara sepupu Dyra. Aku baru datang beberapa bulan yang lalu ke kota ini. Kebetulan aku juga sedang cari kerja di kota ini. Jadi untuk sementara aku tinggal di rumah Dyra.” Jelas Alex.

“lalu untuk apa Dyra mengatakan kalau kamu berusaha mendekatinya, dan karena itu ia memutuskan ku?” Tanya ku lagi.

“sebenarnya sudah lama Dyra ingin putus dari kamu, Kal. Tapi selama ini dia tidak punya alasan yang tepat. Namun saat aku datang kesini, dia memanfaatku untuk bisa membuat kamu marah, dan akhirnya ia bisa punya alasan untuk memutuskan mu. Sebenarnya Dyra juga sengaja mengirim photo itu pada Riko, agar kamu melihatnya.” Ucap Alex lagi.

“aku gak ngerti, Lex. Dan bagiku itu semua sudah tidak penting.” Balasku.

“kalau kamu tahu alasan Dyra sebenarnya ingin putus dari kamu, ini akan jadi penting bagi kamu, Kal.” Ucap Alex kemudian.

“maksud kamu?” tanyaku semakin heran.

“Dyra sakit, Kal. Dyra mengidap leukemia akut sudah setahun belakangan ini. Tapi Dyra tidak ingin kamu tahu. Dia tidak ingin kamu mengasihinya. Dia ingin kamu melupakannya, sebelum dia benar-benar pergi.’ Jelas Alex, yang membuat ku tiba-tiba merasa terpukul.

“Dyra di vonis, tidak akan bertahan hidup lebih dari setahun, Kal. Berbagai pengobatan juga sudah di jalaninya. Namun dokter pun bahkan sudah menyerah. Dyra gak bakal bisa sembuh. Karena itu dia ingin kamu melupakanya. Dia tidak ingin kamu akan merasakan sakit, saat melepaskan ia pergi untuk selama-lamanya.” Alex melanjutkan ucapannya.

“lalu sekarang dimana Dyra?” ucapku akhirnya.

“sudah seminggu Dyra di rawat di rumah sakit, Kal. Penyakitnya semakin parah. Dia sudah sering tidak sadarkan diri. Sebenarnya Dyra tidak ingin kamu tahu. Tapi aku benar-benar tidak tega melihatnya. Karena itu aku berusaha mencari kamu, untuk menceritakan semua ini.” Jelas Alex lagi.

Lemas terasa seluruh tubuhku tiba-tiba. Teganya Dyra menyembunyikan semua itu dari ku. Pantas saja aku tidak percaya, kalau Dyra dengan begitu mudah memutuskan ku.

“apa kamu mau menjenguknya?” Tanya Alex kemudian.

Aku pun mengangguk setuju.

Namun saat kami sampai di rumah sakit. Dyra dinyatakan telah menghembuskan napas terakhirnya. Hati ku benar-benar hancur menyadari itu semua. Kenapa Dyra tidak ingin aku menemaninya, di saat-saat terakhirnya?

Kenapa ia memilih untuk memutuskan ku, saat aku seharusnya berada di sampingnya?

Hatiku benar-benar hancur dan sakit. Dan tanpa sadar air mata ku pun jatuh menetes.

Ternyata kehilangan Dyra untuk selama-lamanya, jauh lebih menyakitkan dari pada mendengar kata putus dari Dyra. Dan aku terduduk lemas tak berdaya.

****

Adik iparku yang cantik

Sejak istri ku ikut menjadi TKW bekerja di luar negeri, aku jadi sering merasa kesepian. Hidupku terasa hampa. Meski istri ku masih sering menghubungi ku melalui ponsel, namun itu semua tidaklah cukup untuk mengusir segala kesepian ku.

Aku dan istri ku sudah menikah hampir enam tahun. Kami juga sudah punya seorang anak laki-laki yang saat ini sudah berusia empat tahun lebih. Dan setahun yang lalu, istri ku memutuskan untuk menjadi TKW ke luar negeri.

Aku tak bisa mencegahnya. Karena biar bagaimana pun, kehidupan kami secara ekonomi memang masih sangat kekurangan. Kami masih tinggal di rumah kontrakan. Sedangkan aku hanya bekerja sebagai seorang kuli bangunan.

Penghasilan ku dari jadi kuli bangunan, tidaklah pernah tetap. Kadang aku juga masih sering menganggur, karena tidak ada job sama sekali.

Semenjak istri ku pergi, hidupku semakin terasa kacau. Beruntunglah anak kami satu-satunya itu, sekarang tinggal bersama ibu mertua ku. Meski jika aku tidak bekerja, kadang anak ku juga tinggal bersama ku. Dan biasanya, kalau malam hari, ibu mertua ku mengantar anak ku ke rumah kami.

Ibu mertua ku juga bukan orang kaya, apa lagi dia juga seorang janda. Suaminya meninggal beberapa tahun yang lalu. Anak pertamanya, laki-laki, sudah menikah, dan juga sudah punya anak. Namun kehidupannya juga hanya pas-pasan. Istri ku adalah anak kedua. Sedangkan anak bungsu nya juga seorang perempuan, yang baru saja lulus kuliah.

Aku sendiri hanyalah seorang perantau. Kedua orangtua ku sudah lama meninggal. Sedangkan saudara-saudara ku tinggal cukup jauh di kampung.

Menjalani kehidupan yang serba kekurangan dan tanpa di dampingi seorang istri, membuat aku jadi sedikit kehilangan semangat. Namun demi anak ku, aku harus tetap bekerja.

Aku memang sudah terbiasa hidup susah sejak kecil. Menjalani kehidupan yang serba kekurangan, bukanlah hal yang menakutkan bagi ku. Hanya saja masalahnya, hampir setiap malam aku selalu merasa kesepian, karena istri ku berada jauh di luar negeri sana.

Hingga pada suatu malam...

Adik iparku yang baru saja lulus kuliah itu, yang bernama Sutimah, dan biasa kami panggil imah. Malam itu datang ke rumah kontrakan ku, untuk mengantar anak ku. Biasanya mertua ku yang melakukan hal tersebut.

Saat itu anak ku sudah tertidur. Aku meminta Imah untuk langsung mengantarnya ke dalam kamar kami.

"mas Is sudah makan?" tanya Imah, entah ia berbasa-basi atau hanya sekedar ingin tahu.

"udah.." jawabku singkat.

Aku dan Imah memang tidak begitu dekat. Apa lagi selama ia kuliah, ia tidak tinggal bersama ibunya, tapi ia kost di sekitaran kampus tempat ia kuliah.

Imah memang gadis modern. Ia suka berpakain sedikit seksi. Apa lagi ia memiliki wajah yang cukup cantik. Wajahnya juga sangat mirip dengan wajah istri ku.

"mbak Ida ada nelpon, mas?" tanya Imah lagi.

"kemarin malam sih ada, tapi kalau malam ini kayaknya ia gak bakal nelpon." jawabku menjelaskan.

"sudah setahun mbak Ida pergi, apa mas Is gak merasa kesepian?" Imah bertanya lagi. Pertanyaannya itu membuat aku jadi menatapnya penuh tanya. Imah cukup berani bertanya hal tersebut padaku.

"kenapa kamu bertanya seperti itu?" aku malah jadi balik bertanya.

"kalau mas Is merasa kesepian, aku siap kok, menggantikan mbak Ida untuk sementara." balas Imah lugas.

"kamu ngomong apa sih, Mah. Aku ini abang iparmu loh." ucapku mulai merasa tak karuan.

"ya gak apa-apa toh, mas. Lagi pula dari dulu aku memang suka sama mas Is. Mas Is terlihat gagah dan tampan. Aku juga sering mengkhayalkan mas Is loh." balas Imah semakin terbuka.

"kamu hanya ingin menggoda ku kan, Imah. Kamu gak sungguh-sungguh kan?" suara ku mulai parau.

"Imah serius, mas. Imah suka sama mas Is. Jadi mumpung mbak Ida lagi di luar negeri, kita bisa memanfaatkan kesempatan ini. Mas Is pasti kesepian, dan aku juga sudah lama menginginkan mas Is." balas Imah terdengar serius.

"tapi... tapi.. aku...." suaraku mulai terbata.

"udahlah, mas Is. Jangan sok jual mahal. Lagi pula, aku gak bakal nuntut macam-macam kok sama mas Is. Kita juga gak perlu terikat hubungan apa-apa. Hanya sebatas suka sama suka aja." Imah memotong ucapan ku.

Aku pun akhirnya hanya bisa diam. Sebagai seorang suami yang sudah lama di tinggal istri, dan sebagai laki-laki normal, tentu saja aku tidak bisa menolak hal tersebut.

Aku pun kemudian hanya bisa menerima perlakuan Imah pada ku malam itu. Ternyata Imah sudah sangat berpengalaman dalam hal tersebut. Terlihat sekali, kalau hal itu bukanlah pertama kali baginya.

Aku mencoba mengikuti keinginan Imah. Sebagai laki-laki aku juga ingin menunjukkan kehebatan ku. Dan malam itu, untuk pertama kali nya aku dan Imah pun melakukan hal terl4rang tersebut.

****

Sejak kejadian malam itu, aku dan Imah jadi semakin sering melakukannya. Kami semakin terlena dengan hubungan terl4rang kami.

Segala kesepian ku selama ini, kini telah hilang dengan kehadiran Imah, menggantikan posisi istri ku untuk sementara.

Hubungan rahasia itu terus berlanjut hingga berbulan-bulan. Sampai akhirnya istri ku pun pulang. Kepulangan istri ku tersebut, membuat hubungan ku dengan Imah jadi terhenti untuk sesaat.

Namun ketika istri ku sudah kembali lagi bekerja menjadi TKW ke luar negeri, aku dan Imah pun kembali menjalin hubungan.

Tapi setelah beberapa bulan berlalu, hubungan kami pun mulai di curigai oleh ibu mertua ku. Karena itu ia pun berinisiatif untuk segera menjodohkan Imah.

Imah berusaha menolak perjodohan tersebut awalnya. Namun karena terus di desak oleh ibunya, Imah pun akhirnya hanya bisa pasrah.

Entah mengapa aku merasa kecewa menyadari kalau Imah akan segera menikah. Tapi aku juga tidak bisa berbuat apa-apa. Biar bagaimana pun hubungan kami memanglah sebuah kesalahan.

Imah pun menikah, dan istri ku pun sudah memutuskan untuk berhenti bekerja dan kembali menetap hidup bersama ku. Aku yakin, keputusan istri ku untuk berhenti bekerja, pasti juga karena di desak oleh ibu mertua ku.

Kini semua kembali berjalan normal, meski pun kehidupan kami secara ekonomi belum juga membaik. Tapi setidaknya, sekarang aku tidak lagi harus merasa kesepian.

Sementara hubungan ku dan Imah pun berakhir begitu saja. Imah juga terlihat bahagia dengan pernikahannya. Apa lagi suaminya juga seorang yang cukup mapan.

Dan begitulah kisah cinta sesaat ku bersama adik iparku yang cantik itu terjadi.

Aku tidak menyesali hubungan tersebut. Tapi aku berjanji dalam hati ku, untuk tidak akan lagi mengulangi hal tersebut. Apa lagi saat ini, istri ku juga sudah mengandung anak kedua kami.

****

Aku cemburu

Aku cemburu. Ya, aku cemburu dan aku berhak untuk cemburu. Karena dia adalah tunangan ku.Semua orang kampung juga tahu, kalau kami sudah bertunangan.

Tapi mengapa semua itu bisa terjadi?

Aku melihatnya. Aku melihatnya dengan mata kepala ku sendiri. Tadi itu jelas sekali. Dan aku tak tahan melihatnya. Aku ingin marah. Aku ingin melabrak mereka. Tapi...

Aku baru saja pulang dari kantor Camat, yang berjarak 15 kilometer dari desa kami, bersama pak Kades. Ada rapat. Dan aku di minta untuk mendampingi pak Kades ikut rapat. Karena aku adalah sekdes di desa kami.

Kami berangkat pagi tadi, pakai mobilnya pak kades, Terios, merk mobil itu. Siang, rapat itu baru usai. Dan aku serta pak Ali, kepala desa yang baru diangkat satu setengah tahun lalu itu, makan dulu di sebuah rumah makan di Kecamatan.

Kami pulang sekitar jam 2 siang. Pak Ali meminta aku untuk menyetir mobil, katanya dia capek. Dan  itu tadi, jalan menuju rumah pak Ali harus melewati rumah tunangan ku, Novi.

Aku dengan jelas melihat, Novi berdiri di depan pintu rumahnya. Di sampingnya berdiri seorang cowok, tapi lebih tepat dipanggil bapak, karena ku lihat orang itu sudah cukup tua, mungkin seusia pak Ali. Aku sengaja memelan mobil. Cowok itu, atau bapak itu, mencium kening Novi dengan mesra. Setidaknya begitulah yang aku lihat.

Dan anehnya lagi, Novi malah tersenyum di cium oleh cowok itu. Seakan sengaja memanasi ku.

Aku kaget. Mobil hampir saja masuk parit yang ada di kiri jalan. Untuk saja aku cepat menginjak rem. Sehingga mobil terhenti sesaat.

"ada apa, Jo?" pak kades yang lagi ketiduran itu menanyaiku. Karena, mungkin saja, ia kaget sebab mobil berhenti mendadak.

"mm... ah... gak apa-apa, pak." jawabku gugup. Kemudian aku langsung menginjak pedal gas. Mobil pun melaju menuju rumah pak Ali. Sekilas ku lihat di spion, Novi menatap kepergian mobil kami dengan bengong.

****

Malam ini aku belum bisa tidur. Rasanya mata sulit sekali di pejamkan. Padahal sudah hampir tengah malam. Setiap kali aku coba untuk memejamkan mata, aku selalu melihat dengan jelas kejadian sore tadi. Bapak itu mencium dahi Novi dengan mesra. Siapa dia? tanyaku membathin.

Selama ini aku belum pernah melihatnya. Bahkan yang aku tahu, Novi tak punya saudara yang berada di luar desa ini. Sedangkan yang berada di desa ini, aku kenal semua.

Apa mungkin dia itu keluarganya Novi yang dari jauh? Atau malah orang itu ingin merebut Novi dari ku? Bisa saja, kan? Dengan kekayaannya orang itu membujuk orangtua Novi, agar mau menerimanya menjadi menantu.

Tapi Novi kan tunangan ku.

Aku ingat pertama kali kami jadian.

"apa bang Jo serius dengan perkataan bang Jo?" tanya Novi waktu itu, waktu aku mengungkapkan perasaanku sama Novi.

"apa abang kelihatan seperti orang yang gak serius?" aku balik bertanya.

"tapi bang Jo kan sekdes di desa ini. Apa bang Jo tak malu punya calon istri seperti aku, yang cuma anak seorang tukang kebun?" tanya Novi lemah.

"loh, kenapa abang mesti malu? Kamu kan cantik. Udah gitu baik lagi. Harusnya abang bangga, dong." aku berbicara sedikit tegas, sambil menatap mata Novi. Mata yang bening itu, menghindari tatapanku.

"justru sebaliknya, kmau yang harusnya malu punya calon suami kayak abang." ucapku memancing.

"kenapa aku harus malu?" tanya Novi cukup heran.

"ya.. karena usia abang kan udah cukup tua, sedangkan Novi masih muda.." jawabku jujur. Karena memang usia kami terpaut cukup jauh, setidaknya enam atau tujuh tahunan lah.

"ini bukan masalah umur, bang. Tapi masalah hati." ungkap Novi tegas.

Aku sudah kenal Novi sejak lama. Sejak kecil malah. Kami tinggal dalam satu desa. Rumah kami juga tidak terlalu jauh.

Tapi sejak aku menamatkan SMP yang ada di desa kami, aku pindah ke kota. Tinggal bersama kakak ku yang jadi guru di kota. Di sana aku sekolah, sambil membantu abang iparku menjaga toko. Abang iparku punya toko disana. Toko elektronik.

Sekali-kali aku pulang ke kampung. Di rumah abangku yang cuma seorang nelayan. Karena sejak kecil kedua orangtua ku uddah meninggal. Aku anak bungsu dari kami tiga bersaudara.

Tamat SMA, aku kuliah. Setelah itu aku pulang ke kampung dan di angkat menjadi sekdes. Sudah hampir empat tahun menjadi sekdes aku belum juga punya istri.

Sekarang kades nya udah ganti, tapi aku tetap di pakai untuk menjadi sekdes.

Aku dan Novi akhirnya bertunangan, setelah hampir tiga bulan dari masa pacaran kami. Aku memang berniat serius, karena aku memang sudah saatnya untuk menikah, dan Novi adalah pilihanku.

*****

Tok! Tok! Tok!

Ku dengar pintu kamar ku di ketuk. Lamunanku buyar. Sehabis sholat subuh tadi, aku rebahan kembali. Mengingat-ingat apa yang terjadi kemarin.

"siapa?" tanyaku, sambil berusaha duduk dari rebahan ku.

"saya, om. Imah." jawab suara itu dari luar.

"oh. Ada apa, Imah?" tanya ku lagi pada pona'an ku itu. Imah anak abang ku yang paling bontot, kelas 2 SMP.

"ada yang cari." jawabnya.

"siapa?" aku bertanya, sambil membukakan pintu kamarku.

"tuh!" kata Imah, sambil memonyongkan bibirnya ke arah ruang tamu.

Aku melihat Novi duduk di sofa.

Mau apa dia? bathinku. Dengan terpaksa aku pun menemuinya. Aku masih marah. Dan amarah ku masih belum sempat aku lampiaskan. Tapi aku tak boleh gegabah. Aku harus tahu siapa lelaki yang bersamanya kemarin.

"ada apa kesini?" tanyaku sedikit ketus, setelah aku duduk di hadapannya dan meminta Imah untuk membuatkan dua gelas minuman.

"aku mau ngomong." jawabnya ragu.

"ngomong aja." ucapku sedikit acuh.

"aku... hmmm... kata Ria, bang Jo marah padaku. Apa benar?" Novi berucap sambil menunduk.

"yah." jawabku singkat.

Aku ingat, aku sempat bertemu Ria sore kemarin. Sepulang dari rumah pak kades. Karena tak bisa menahan emosi ku, aku terpaksa ngomong sama Ria tentang kejadian itu. Karena aku tahu, Ria itu sahabatnya Novi.

Ternyata Ria menceritakannya pada Novi. Dan Novi datang pagi-pagi kesini, ingin tahu. Apa dia tak merasa bersalah? tanyaku membathin.

"kenapa, bang? Apa aku berbuat salah?" kali ini Novi menatapku penuh selidik.

Ah, aku bingung. Aku tak ingin menunjukkan kecemburuan ku. Tapi...

"siapa lelaki kemarin?" akhirnya aku bertanya sambil menahan napas.

"lelaki yang mana, bang?" Novi balik bertanya.

"kamu tidak tahu, atau pura-pura tidak tahu?" tanyaku lagi, sedikit emosi.

"maksud, bang Jo..?" wajah Novi agak kelihatan bingung.

"siapa lelaki yang datang ke rumah mu kemarin?" tanya ku lagi.

Sesaat Novi mengerutkan kening. Kemudian perlahan bibirnya mengulaskan senyum. Senyum lebar malah.

"kenapa senyum? Apanya yang lucu?" tanyaku antara marah dan heran.

"oh, jadi bang Jo marah karena itu?" ucap Novi pelan, kemudian ia pindah duduk di sampingku. Aku tetap memasang tampang masam. kemudian ku dengar Novi berucap,

"dulu, setelah tamat SD, aku tidak melanjutkan sekolah di sini, tapi aku sekolah di kota. Di kota aku tinggal bersama seorang juragan. Juragan itu adalah pemilik kebun tempat ayah ku bekerja. Orangnya baik, dia juga yang membiayai aku sekolah." Novi berhenti sesaat, kemudian melanjutkan,

"adik-adik ku juga butuh biaya untuk sekolah, ayahku tak sanggup membiayai kami semua. Dan juragan itu bersedia membantu ayah untuk membiayai sekolah ku dan adik-adik." ku lihat Novi menarik napas dan melirik ku.

"juragan itu cuma punya satu orang anak, yaitu bang David. Waktu itu ia masih kuliah. Ia udah menganggap ku seperti adik sendiri, demikian juga juragan itu, ia juga sudah menganggap sebagai anaknya sendiri." Novi berhenti sejenak.

Aku mulai mengerti ceritanya. Setidaknya aku mencoba mencerna kata-kata yang di ucapkan Novi.

"dan kemarin itu ia datang, karena sudah lama sekali kami tak bertemu. Sejak tamat SMA, aku jarang sekali kesana. Dan sejak menikah bang Davit sibuk dengan bisnisnya. Kebetulan kemarin itu dia lagi libur, jadi dia datang ke rumah sendirian, karena istrinya sedang ada kerjaan yang harus diselesaikan." ucap Novi panjang lebar.

Aku mengangguk dan menatap Novi. Ku lihat ketulusan dan kejujuran di matanya. Aku salah telah mencemburuinya.

"aku minta maaf..." ucapku spontan, "aku telah menuduhmu yang bukan-bukan. Tapi itu semua terjadi, karena aku begitu menyayangi mu dan aku sangat takut kehilangan kamu, Novi." ucapku penuh perasaan, sambil kuraih tangan lembut Novi.

"aku belum selesai cerita," ucap Novi tanpa menghiraukan pernyataan ku, "sampai sekarang bang David belum juga mendapatkan keturunan, itulah sebabnya ia sangat menyayangi ku dan juga adik-adikku." lanjutnya lagi.

Aku keliru. Bathinku.

Novi adalah gadis terbaik yang pernah ku kenal da naku tak akan menyia-nyiakannya. Aku janji.

****

Janda cantik tetangga baru ku

Aku seorang suami dari seorang istri bernama Lena. Kami juga sudah punya seorang putri kecil yang baru berusia enam tahun.

Kehidupan kami memang terbilang sangat sederhana. Aku hanya seorang satpam di sebuah mall, sedangkan istri ku juga ikut bekerja, dengan berjualan kue keliling.

Setiap pagi biasanya istri ku selalu keliling komplek untuk menjajakan kue nya, sambil ia mengantar anak kami ke sekolah, dan biasanya siang baru ia kembali ke rumah, sambil sekalian menjemput kami di sekolah.

Aku sendiri bekerja secara shift, kadang aku harus masuk kerja malam dan pulang pagi. Kadang juga masuk siang dan pulangnya malam.

Kami tinggal di sebuah rumah petak kontrakan. Rumah petak itu berderetan sebanyak lima pintu.

Empat dari lima rumah tersebut sudah berpenghuni, kecuali rumah paling ujung yang berdampingan dengan rumah kami itu masih kosong. Karena baru beberapa minggu yang lalu penghuninya pindah.

Sampai pada suatu ketika, seseorang pindah ke rumah kontrakan kosong tersebut.

Penghuni baru itu, seorang janda dengan dua orang anak, namanya Maya.

Menurut cerita Maya, suaminya baru saja meninggal sekitar dua bulan yang lalu. Ia pindah ke kontrakan ini, karena sudah tidak sanggup lagi membayar sewa rumah lamanya.

Mendiang suaminya adalah seorang karyawan di sebuah perusahaan swasta. Setelah suaminya meninggal, Maya mendapatkan pesangon dan juga uang santunan.

Namun karena Maya tidak bekerja, uang itu juga mulai menipis. Karena itu Maya berinisiatif untuk pindah ke kontrakan yang lebih murah.

Maya juga berencana untuk membuka usaha menjahit di tempat barunya itu, sesuai dengan keahlian yang dia miliki.

Singkat cerita, aku dan Maya pun saling kenal, karena kebetulan rumah kami bersebelahan. Dan sebenarnya perkenalan kami di mulai, saat pertama kali Maya pindah ke sini. Saya ikut membantunya, mengangkut barang-barangnya ke dalam rumah.

Maya dan istri ku juga sudah saling kenal, apa lagi anak pertama Maya juga harus pindah ke sekolah baru, yang kebetulan satu sekolahan dengan anak ku.

Sementara anak ke dua Maya sudah mulai masuk TK, yang berada tidak terlalu jauh dari rumah kontrakan kami.

Jadi biasanya, setelah mengantar anak-anaknya ke sekolah, Maya pun mulai sibuk melakukan pekerjaan barunya, yakni menjahit pakaian.

****

Suatu pagi, aku pulang dari kerja, seperti biasa jika masuk malam, maka aku akan pulang sekitar jam delapan pagi.

Saat itu, istriku sudah tidak ada di rumah, karena memang ia harus pergi menjajakan kue dagangannya.

Aku mencoba mencari kunci rumah, yang biasanya istriku taruh di bawah pot bunga di samping pintu. Tapi setelah mencari beberapa saat aku tidak bisa menemukannya.

Saat itu, Maya sedang menyapu di teras rumahnya.

"lagi cari apa, Jun?" tanya Maya, saat ia melihat aku yang sedang kebingungan.

"anu, mbak. Kunci rumah. Apa tadi istri ku ada titip sama mbak Maya?" tanya ku sedikit gelagapan.

Maya saat itu hanya memakai baju daster tipis, yang sedikit transparan. Rambutnya dibiarkannya tergerai, sedikit basah.

Maya memang berwajah cukup cantik, body nya juga lumyan seksi.

"gak ada tuh, Jun. Mungkin ia lupa meninggalkannya." ucap Maya menjawab.

"tu lah, mbak. Padahal biasanya ia taruh di situ." ucapku sambil menunjuk ke arah pot di samping pintu.

Maya memang berusia dua tahun lebih tua dari ku, sekitar 33 tahun usianya. Sementara aku masih 31 tahun. Karena itu aku biasa memanggilnya mbak.

"padahal aku sudah ngantuk banget, mbak. Semalam gak tidur, karena tugas." lanjutku berucap lagi.

"ya udah, kamu istirahat di rumah mbak aja." tawar Maya.

"gak usah, mbak. Saya nunggu istri saya aja." balas ku.

"tapi istri kamu kan masih lama pulangnya, Jun. Biasanya kan ia pulang siang. Sekarang masih jam delapan loh, Jun." ucap Maya lagi.

"tapi aku gak enak, mbak. Masuk ke rumah mbak Maya." balasku sungkan.

"udah, gak apa-apa, Jun. Kan cuma numpang tidur doang." ucap Maya meyakinkan.

Aku berpikir sejenak. Sebenarnya aku merasa sungkan untuk masuk ke rumah Maya. Tapi aku juga sudah tidak bisa menahan kantuk ku.

Aku pun akhirnya menerima tawaran Maya, untuk beristirahat di rumahnya.

Aku melangkah dengan sedikit ragu memasuki rumah tersebut. Maya ikut masuk bersama ku.

Ia kemudian memberikan aku sebuah bantal, untuk aku berguling di ruang tengah rumahnya.

Ruangan itu memang agak sempit, karena semua peralatan menjahit Maya berada di ruangan itu.

Aku jadi sedikit kesusahan untuk sekedar berbaring.

Maya sepertinya juga menyadari hal tersebut.

"kamu tidurnya di kamar aku aja, Jun." tawar Maya.

"tapi aku gak enak loh, mbak." balas ku berusaha menolak.

"tapi kamu gak mungkin bisa tidur di situ, Jun. Jadi lebih nyaman kalau kamu tidurnya di kamar aja." ucap Maya sedikit bersikeras.

Karena merasa tidak enak hati menolak kebaikan Maya, dan juga karena memang di ruangan itu aku tidak bisa tidur dengan nyaman, aku pun menerima tawaran dari Maya.

Aku segera bangkit dan berjalan menuju kamar Maya.

Sesampai di dalam, aku pun segera merebahkan tubuh ku di atas ranjang dalam kamar tersebut. Saat itulah aku menyadari, kalau dari tadi Maya selalu memperhatikan ku.

"mbak kok lihatnya gitu?" tanya ku bergetar.

"kamu tampan dan gagah sekali, Jun. Aku suka lihat kamu." ucap Maya cukup berani.

"ah, mbak Maya bisa aja." balas ku salah tingkah.

"kamu kan tahu sendiri, Jun. Aku ini sudah hampir setengah tahun menjanda. Aku selalu merasa kesepian. Dan jujur saja, aku sering memikirkan kamu malam-malam, untuk sekedar mengisi kesepian ku." ucap Maya lagi, sambil ia mulai melangkah mendekati ku.

Aku terpaku menyadari itu semua. Sungguh tak pernah terpikir oleh ku, kalau Maya akan berucap demikian.

Aku memang mengagumi kecantikan Maya. Namun selama ini, aku tidak berani untuk menunjukkannya. Apa lagi status ku yang merupakan suami orang.

Tapi karena Maya sendiri sudah berterus terang tentang perasaannya, aku pun jadi lebih berani.

"aku.. aku... juga suka sama mbak Maya. Tapi aku ini suami orang loh, mbak. Apa mbak Maya gak nyesal nantinya?" ucapku akhirnya.

"kalau untuk mendapatkan laki-laki segagah kamu, aku gak bakal nyesal, Jun. Lagi pula, kita melakukannya atas dasar suka sama suka. Dan kita juga tidak harus terikat kan?" balas Maya kemudian.

"kalau mbak Maya, mau nya seperti itu, aku juga siap, mbak. Menjalin hubungan rahasia bersama mbak Maya. Asalkan mbak Maya tidak menuntut apa-apa dari ku." ucap ku membalas.

"aku tidak akan menuntut apa pun dari kamu, Jun. Asalkan kamu punya waktu untuk ku, kapan pun aku menginginkannya." ucap Maya yakin.

Dan setelah memperoleh kata sepakat, pagi itu, aku dan Maya pun melakukan sebuah pergelaran.

Sebuah pergelaran yang indah. Maya memang terlihat sekali sudah berpengalaman. Apa lagi ia sudah lama hidup sendiri. Ia pasti sangat kesepian selama ini. Hal itu dapat aku rasakan dari perlakuannya pada ku pagi itu.

Aku hampir kewalahan di buatnya. Sangat terlihat sekali, kalau Maya memang sedang merasa haus.

Aku pun berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk Maya. Aku juga ingin membuktikan diri ku padany, kalau aku ini adalah laki-laki yang tepat untuknya saat ini.

Dan pagi itu pun berlalu dengan sempurna. Meninggalkan kesan yang mendalam di antara kami berdua.

****

Sejak kejadian indah pagi itu, aku dan Maya pun mulai terlibat hubungan terlarang.

Kami selalu berupaya untuk mencari waktu yang tepat untuk kami bisa bertemu dan berduaan.

Berbulan-bulan hal itu terus terjadi.

Sampai akhirnya, istri ku pun mulai mencurigai ku. Istri ku sering mempertanyakan tentang kedekatan ku dengan Maya.

Karena takut istri ku mengetahui hubungan kami, aku pun segera meminta Maya untuk tidak lagi bertemu dengan ku.

Maya berusaha menolak awalnya, tapi aku berusaha meyakinkannya. Aku tak ingin rumah tangga ku hancur, karena hubungan ku dengan Maya.

Maya tetap tak terima, dia bahkan semakin berani untuk terus mendekati ku.

Sampai akhirnya istri ku pun terpaksa turun tangan. Istri ku menghasut beberapa warga yang ada di sana untuk segera mengusir Maya dari situ.

Beberapa warga pun mulai terhasut. Apa lagi status Maya yang seorang janda. Para-para ibu-iu di gang itu, merasa khawtir kalau suami mereka juga di goda oleh Maya.

Setelah campur tangan pak RT, Maya pun akhirnya di paksa pindah dari situ. Aku tak bisa berbuat apa-apa, karena aku juga tidak ingin rahasia hubungan ku dengan Maya terbongkar.

Aku juga turut serta menyetujui pengusiran Maya dari tempat itu, agar istri ku yakin, kalau aku tidak punya hubungan apa-apa dengan Maya.

Maya pun pindah, dan aku juga sedikit merasa bersalah. Tapi aku memang tidak mungkin melanjutkan hubungan ku dengan Maya.

Biar bagaimana pun, aku sudah punya istri dan anak yang sangat aku sayangi. Dan hubungan ku dengan Maya adalah sebuah kesalahan.

Meski pun resikonya, Maya terpaksa pindah dari situ. Tapi aku merasa sedikit lega, karena dengan begitu, aku tak perlu lagi merasa khawatir.

Aku pun menyadari kesalahan ku tersebut. Aku yang begitu mudah tergoda oleh janda cantik itu.

Namun aku berjanji dalam hatiku, untuk tidak lagi melakukan kesalahan yang sama di kemudian hari.

Semoga saja.

****

Selesai..

Suami kakak ipar ku yang gagah

Nama ku Roy (bukan nama sebenarnya).

Dan ini adalah kisah ku.

Kisah ku bersama suami kakak ipar ku yang tampan dan gagah.

Seperti apakah kisah ku ini terjadi?

Silahkan simak kisah ini dari awal sampai akhir ya..

Namun sebelumnya bla..bla..

****

Sebagai seorang anak bungsu dan merupakan anak laki-laki satu-satunya dari kami empat bersaudara, aku memang sedikit di manja oleh orang tua ku.

Aku tumbuh dalam asuhan seorang ibu dan tiga orang kakak perempuan.

Sementara ayah ku sudah meninggal pada saat aku masih berusia empat tahun.

Tumbuh dan besar tanpa kasih sayang dan perhatian dari seorang ayah, membuatku jadi sering merindukan sosok seorang laki-laki dewasa.

Aku tak punya figur panutan seorang laki-laki dalam hidup ku. Setiap hari aku hanya berkumpul dengan ibu dan kakak-kakak perempuan ku.

Aku besar dan tumbuh dengan tetap merindukan sosok seorang ayah. Aku selalu penasaran, seperti apa rasanya dekapan hangat seorang ayah.

Dan semua itu ternyata membuat aku selalu merasa kagumk kepada laki-laki dewasa yang aku temui dalam perjalanan hidupku.

Mulai dari rasa kagum ku kepada seorang guru olahraga ku, ketika aku SMP. Dia seorang laki-laki dewasa yang sudah berkeluarga waktu itu. Hal itu terus berkembang menjadi sebuah rasa ketertarikan. Dan untuk pertama kalinya aku mernyadari, kalau aku telah jatuh cinta kepada guru olah raga ku itu.

Cinta pertama ku. Karena aku tidak punya sosok laki-laki lain dalam hidup ku, untuk aku jadikan panutan. Dan guru olah raga ku itulah yang menjadi sosok imajinasi ku mengiringi pertumbuhan ku dari seorang anak-anak menjadi seorang remaja.

Menyadari bahwa hal itu adalah sebuah kesalahan, aku pun hanya bisa memendamnya. Aku hanya bisa menjadi kan guru olahraga ku itu, sebagai sosok kekasih dalam khayalan ku.

Dan waktu pun terus bergulir. Aku lulus dari SMP, dan perlahan rasa cinta ku kepada guru olahraga ku itu, pun memudar. Karena aku tidak punya harapan sedikit pun, untuk bisa memilikinya.

Saat SMA, aku pun jatuh cinta kepada salah seorang kakak kelas ku. Seorang laki-laki. Gagah dan tampan. Namun sekali lagi, aku hanya bisa memendamnya.

Mengaguminya dalam diam, menjadikan sosok kekasih dalam dunia khayal ku. Hingga aku lulus SMA.

Ketika aku memasuki perguruan tinggi, aku pun sekali lagi, harus jatuh cinta kepada salah seorang dosen ku. Tapi tetap saja, itu hanya cinta yang tak pernah terucap.

Kadang aku membenci semua itu. Aku membenci diri ku yang itu.

Aku tak pernah meminta untuk dilahirkan sebagai seorang laki-laki yang punya ketertarikan kepada sesama jenis. Tidak pernah.

Namun aku juga tidak melawan itu semua. Semua rasa itu tumbuh begitu saja. Tanpa pernah aku rencanakan, tanpa pernah aku inginkan dan tanpa pernah bisa aku cegah.

Sebagai seorang laki-laki, aku tetap berusaha menjalani kehidupan ku sebagaimana seorang laki-laki pada umumnya.

Aku pacaran dengan perempuan, meski pun aku justru mencintai laki-laki.

Aku menjalin hubungan dengan perempuan, hanya untuk menutupi bagian dari diri ku yang menyukai laki-laki.

Aku pacaran dengan perempuan, bukan karena aku menyukainya, tapi karena itu adalah tuntutan kenyataan yang tak bisa aku hindari.

Bahkan akhirnya, ketika sudah lulus kuliah dan mendapatkan pekerjaan sebagai seorang karyawan di sebuah bank swasta, aku pun memutuskan untuk menikah.

Sekali lagi, aku menikah bukan karena aku mencintai istriku, tapi karena aku butuh status dan juga karena aku ingin mengubur dalam-dalam bagian dari diriku yang menyukai laki-laki.

Mulanya semua berjalan dengan baik. Aku dan istriku, Lena, hidup dengan bahagia.

Meski setelah menikah selama hampir dua tahun, kami belum juga memiliki anak.

****

Istriku, Lena, punya seorang kakak perempuan, bernama Leni. Mereka dua saudara, hanya beda dua tahun.

Leni, kakak istriku itu, punya seorang suami dan juga sudah punya dua orang anak.

Suami kak Leni, yang bernama mas Jamal itu, hanyalah seorang buruh di sebuah pabrik, sedangkan kak Leni sendiri hanya seorang ibu rumah tangga biasa. Kehidupan mereka secara ekonomi memang masih belum mapan.

Mereka masih tinggal di sebuah rumah kontrakan. Namun keluarga mereka terlihat bahagia.

Orangtua istriku sudah lama meninggal. Dan itu merupakan salah satu alasan ku, untuk menikahi Lena, istri ku itu. Aku merasa kasihan melihat kehidupan mereka.

Setelah orangtuanya meninggal, Lena tinggal bersama kakaknya di rumah kontrakan itu.

Dan setelah menikah dengan ku, Lena pun tinggal bersama ku, di rumah yang aku beli atas usaha ku selama bertahun-tahun.

Saat ini, aku sudah berusia 28 tahun, sedangkan Lena sudah berusia 25 tahun. Sementara kak Leni, kakak istriku itu sudah berusia 27 tahun. Dan suaminya, mas Jamal, sudah berusia 30 tahun.

Kak Leni dan mas Jamal sudah menikah selama hampir enam tahun. Dan anak pertama mereka saat ini sudah berusia lima tahun, sedangkan anak kedua mereka baru berusia satu tahun.

Aku dan keluarga kak Leni memang sudah cukup dekat. Apa lagi pernikahan kami yang belum di karuniai anak, membuat aku dan istriku jadi sering mengunjungi keluarga kak Leni dan mas Jamal.

Mas Jamal adalah sosok laki-laki yang baik, tampan dan juga berpostur tubuh yang gagah.

Sejak awal mengenal mas Jamal, aku memang sudah mengaguminya. Namun aku tidak terlalu memikirkan hal tersebut. Aku lebih berfokus pada istri ku.

Tapi lama kelamaan, perasaan kagum itu kian tumbuh semakin besar di hatiku. Aku jadi sering mengkhayalkan sosok mas Jamal. Aku jadi sering memikirkannya.

Kerinduanku akan sosok seorang laki-laki muncul kembali. Bagian dari diriku yang telah berusaha aku kubur itu, kini seakan memberontak untuk keluar.

Aku tak mampu lagi melawannya. Aku biarkan rasa itu berkembang di hati ku. Aku nikmati indahnya jatuh cinta lagi.

Dan dari situlah semuanya berawal.

****

Karena sudah terlanjur jatuh cinta kepada mas Jamal, aku jadi semakin sering mengunjungi keluarga mereka, dengan bahkan tanpa istri ku.

Berbagai alasan yang aku berikan, untuk bisa sekedar melihat mas Jamal.

Menatap senyumnya yang manis, wajahnya yang tampan dan tubuhnya yang gagah.

Mas Jamal benar-benar sosok laki-laki sempurna. Dan aku semakin tergila-gila padanya.

Hingga pada suatu kesempatan. Aku akhirnya bisa berbicara berdua bersama mas Jamal.

Sore itu, aku sengaja datang ke rumahnya. Saat aku tahu, kalau kak Leni dan anak-anaknya sedang berada di rumah ku bersama istriku.

"gimana kabarnya, mas?" tanya ku mengawali pembicaraan kami, sekedar berbasa-basi.

"yah, beginilah, Roy. Hidup sebagai seorang buruh, sering merasa capek. Tapi harus tetap dinikmati kan?" balas mas Jamal.

"iya, mas. Bukankah setiap pekerjaan itu, selalu ada enak dan tidak enaknya." ucap ku sok bijak.

Mas Jamal hanya mengangguk ringan. Entah ia setuju atau tidak dengan pendapat ku tersebut.

"tapi ngomong-ngomong, bukannya istri dan anak-anak ku ada di rumah mu? Tapi kamu kok malah kesini?" tanya mas Jamal tiba-tiba.

"aku kesini justru mau bertemu sama mas Jamal.." jawabku spontan.

"bertemu saya? Ada apa?" mas Jamal mengerutkan kening.

"gak ada apa-apa sih, mas. Cuma mau ngobrol berdua aja sama mas Jamal." jawabku berusaha sesantai mungkin.

"kamu mau ngobrol tentang apa?" tanya mas Jamal lagi.

"tentang apa aja, mas. Yang penting aku bisa bersama mas Jamal malam ini.." balas ku.

"maksud kamu?" tanya mas Jamal terlihat sedikit bingung.

"bukan apa-apa, mas. Aku hanya asal ngomong. Lupakan saja.." balas ku ragu.

"kamu kalau mau ngomong sesuatu ngomong aja, Roy. Gak usah pake teka-teki seperti itu. Aku gak paham.." timpal mas Jamal.

"belum saatnya aku untuk ngomong, mas. Aku masih takut." balas ku lemah.

"kalau begitu, untuk apa kamu ke sini?" tanya mas Jamal, "atau kamu ingin cerita tentang pernikahan kalian yang belum mempunyai anak itu?" lanjutnya bertanya.

"bukan itu juga sih, mas. Itu tidak terlalu aku pikirkan saat ini." pungkas ku cepat.

"lalu apa yang kamu pikirkan saat ini?" tanya mas Jamal lagi.

"kamu, mas." jawabku repleks tanpa sadar.

"maksud kamu?" tanya mas Jamal terlihat bingung lagi.

Aku menarik napas berkali-kali. Aku memang sudah bertekad untuk mengatakan semuanya kepada mas Jamal. Tak peduli apa pun resikonya. Tak peduli apa pun penilaian mas Jamal pada ku nantinya.

Selama ini aku selalu jatuh cinta pada laki-laki, dan aku selalu tidak pernah berani untuk mengungkapkannya.

Namun kali ini, aku ingin mengungkapkannya. Setidaknya sekali dalam hidupku, aku bisa lebih jujur tentang perasaanku.

"aku pengen ngomong sama mas Jamal. Tapi mas Jamal harus janji, untuk tidak marah padaku." ucapku akhirnya.

"selama ini, kamu sudah sangat banyak membantu keluarga ku, Roy. Jadi aku rasa aku tidak punya alasan untuk marah sama kamu." balas mas Jamal.

Aku memang selalu membantu keluarga mas Jamal, terutama soal keuangan. Bahkan hingga saat ini, mas Jamal masih punya hutang padaku. Ia meminjam uang padaku, pada saat istrinya melahirkan anak kedua mereka.

"tapi apa yang ingin aku katakan ini, agak sedikit sensitif, mas." ujarku pelan.

"kamu katakan saja, Roy. Aku janji gak bakal marah." timpal mas Jamal.

"sebenarnya... sebenarnya... sudah sejak lama aku menaruh hati pada mas Jamal." ucapku akhirnya dengan sedikit terbata.

Mas Jamal menatapku, ia seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja aku ucapkan.

"maksud kamu? Kamu ini seorang penyuka sesama jenis?" tanya mas Jamal dengan nada ragu.

"boleh di bilang begitu, mas. Tapi seumur hidup aku belum pernah pacaran dengan laki-laki. Aku hanya sekedar jatuh cinta dan hanya bisa memendamnya." jelas ku cepat.

"berarti kamu tidak mencintai Lena, istrimu itu? Lalu mengapa kamu menikahinya?" tanya mas Jamal beruntun.

"itu gak penting, mas. Yang penting saat ini, aku kembali merasakan jatuh cinta sejak mengenal mas Jamal. Meski pun selama ini aku tidak pernah berani untuk mengungkapkan perasaan ku kepada setiap laki-laki yang membuat aku jatuh cinta, tapi kali ini aku harus mengungkapkannya, mas. Aku tidak mau lagi terjebak dalam cinta yang tak pernah terucap." balas ku penjang lebar.

"meski pun resikonya mungkin mas Jamal akan membenci ku atau bahkan merendahkan ku.." lanjutku lagi.

"aku tidak akan membenci mu, Roy. Atau pun merendahkan mu. Hanya saja untuk selanjutnya, kami gak usah datang lagi ke sini.." ucap mas Jamal sedikit tegas.

Aku menghempaskan napas. Aku tahu ini bakal terjadi, tapi tetap saja aku merasa tidak siap menerimanya.

Lalu apakah yang terjadi selanjutnya?

Mungkinkah aku masih punya kesempatan untuk mendapatkan mas Jamal?

Simak kelanjutan kisah ini di channel ini ya.. atau bisa langsung klik linknya di deskripsi video ini.

Terima kasih sudah menonton video ini sampai selesai, semoga terhibur.

Sampai jumpa lagi di video berikutnya, salam sayang untuk kalian semua.. muaachhh..

****

Part 2 

Aku menghempas berat berkali-kali, berusaha mengusir bayangan yang terus melintas di benakku.

Aku memejamkan mata, namun bayangan itu terus menghantuiku.

Aku tak bisa melupakan kejadian sore itu bersama mas Jamal. Kejadian yang ingin aku hapus dari ingatanku.

Entah apa yang merasuki ku, sampai aku begitu nekatnya untuk berbicara jujur kepada mas Jamal tentang perasaanku padanya.

Yang membuat mas Jamal akhirnya menjauhi ku. Ia selalu menghindari ku. Setiap kali aku datang ke rumahnya, ia selalu pergi dengan berbagai alasan.

Lalu mungkinkah aku bisa mendapatkan mas Jamal?

Mungkinkah aku bisa memilikinya, sementara ia sudah terlanjur tidak menyukai ku?

Bagaimanakah kelanjutan kisah ku ini?

Silahkan simak video ini sampai selesai ya..

Namun sebelumnya bla.. bla...

*****

"kak Leni mau pinjam uang, mas. Ia butuh untuk biaya berobat anaknya..." suara istriku berat.

"pinjam uang lagi?" tanyaku, "bukankah hutangnya yang dulu belum terbayar?" lanjutku.

"iya, mas. Aku tahu. Tapi kasihan kak Leni loh, mas. Kasihan anaknya juga." ucap istri ku lagi.

"kan ia punya suami, Lena. Mas Jamal kan juga punya kerja. Masa' iya mereka gak punya uang sedikit pun?" ucapku lugas.

"gaji mas Jamal sebagai buruh pabrik itu tidak seberapa, mas. Untuk makan aja mereka masih kekurangan." jelas istriku.

"tapi gak selamanya juga kan, Lena. Mereka menggantung hidup kepada kita. Kita juga punya kebutuhan." balasku.

"iya, mas. Aku ngerti. Tapi bantulah mereka sekali ini lagi, mas.." suara istri ku lemah.

Aku diam. Berpikir.

Mas Jamal selalu menghindariku akhir-akhir ini. Dan sekarang tiba-tiba saja ia ingin meminjam uang padaku. Aku tidak bisa terima. Hidup ini harus adil. Dan aku punya cara agar hal ini terasa adil bagiku.

"aku akan pinjamkan uang kepada mereka. Tapi harus mas Jamal sendiri yang datang menemui ku." ucapku akhirnya dengan nada tegas.

"kenapa harus seperti itu, mas?" tanya istriku.

"udah. Kamu gak usah banyak tanya. Lebih baik sampaikan saja hal ini pada mas Jamal. Kalau mereka memang mau mendapatkan pinjaman dariku lagi." balasku masih dengan nada tegas.

Istriku pun tidak berkata apa-apa lagi. Dan aku tersenyum penuh kemenangan.

*****

Mas Jamal akhirnya menemui ku. Sendiri. Di rumahku.

Istriku dan kak Leni, istrinya mas Jamal, sedang berada di rumah sakit menjaga anaknya yang sedang sakit.

"langsung aja ya, mas Jamal. Aku akan meminjamkan uang kepada mas Jamal sebanyak apa pun yang mas Jamal butuhkan. Tapi dengan syarat, mas Jamal harus memenuhi keinginanku." ucapku berusaha setegas mungkin.

"apa yang kamu inginkan dari ku, Roy?" tanya mas Jamal.

"mas Jamal tahu persis apa yang aku inginkan dari mas Jamal." ucapku tegas lagi.

"tapi aku gak bis, Roy. Aku gak mungkin memenuhi keinginanmu yang itu. Kamu boleh minta apa saja dari ku, Roy. Tapi jangan yang itu." suara mas Jamal memelas.

"maaf, mas Jamal. Aku tidak punya keinginan lain pada mas Jamal. Aku hanya menginginkan mas Jamal. Dan jangan harap aku akan meminjamkan uang kepada mas Jamal, kalau mas Jamal masih menolak." ucapku lagi.

Kali ini mas Jamal terdiam. Ia terlihat sedang berpikir keras.

"oke. Aku mau. Tapi aku juga punya syarat.." ucap mas Jamal akhirnya.

"apa syaratnya?" tanyaku.

"aku ingin semua hutangku sama kamu selama ini lunas. Dan uang yang akan aku terima nantinya bukan lagi sebagai hutang, tapi itu adalah upah untuk aku karena telah memenuhi keinginan mu." ucap mas Jamal tegas.

"hutang mas Jamal padaku cukup banyak. Dan uang yang mas Jamal butuhkan saat ini juga cukup banyak. Aku rasa itu tidak cukup adil bagiku." timpalku.

"kecuali... kalau mas Jamal bersedia menjadi kekasihku selamanya.." lanjutku.

"aku akan penuhi semua keinginan kamu, Roy. Aku akan lakukan apa pun yang kamu inginkan dariku. Sampai kapan pun, sampai kamu merasa bosan." balas mas Jamal yakin.

"dan aku rasa itu cukup adil bagi kita berdua.." lanjutnya.

Aku terdiam. Berpikir keras.

Aku memang sangat mencintai mas Jamal. Dan aku sangat menginginkannya. Aku juga ingin merasakan hal tersebut bersama laki-laki yang aku cintai.

Aku belum pernah merasakannya dengan laki-laki, dan itu membuat aku penasaran.

Jika dengan mengorbankan sedikit uang, untuk aku bisa merasakan hal tersebut, aku rasa tidak ada salahnya.

Meski pun sebenarnya itu bukanlah hal yang aku inginkan. Karena yang aku inginkan adalah mas Jamal menerima ku, atas dasar suka sama suka. Bukan karena terpaksa atau di bayar.

Tapi aku sudah terlanjut jatuh cinta padanya. Mas Jamal juga sudah terlanjur mengetahui semua tentang diriku yang sebenarnya. Jadi lebih baik aku terima saja tawaran mas Jamal.

Dan aku berharap, suatu saat nanti mas Jamal bisa membuka hatinya untukku.

****

"uang sudah aku transfer.." ucapku, setelah aku mentransfer sejumlah uang ke rekening mas Jamal melalui internet banking di hp android ku.

"silahkan hubungi istri mas Jamal, untuk memastikannya." lanjut ku lagi.

"oke. Aku percaya sama kamu. Aku sudah kirim kan pesan pada istriku, untuk segera melakukan pembayaran ke rumah sakit. Lalu apa sekarang?" balas mas Jamal.

"apa yang harus aku lakukan selanjutnya untuk kamu?" tanyanya lagi meyakinkan.

Aku terdiam sejenak. Berpikir.

"aku tidak ingin melakukannya di rumah ku. Aku takut, nanti istriku pulang. Jadi sekarang juga kita harus segera menuju hotel." ucapku akhirnya.

"hotel?" tanya mas Jamal dengan kening berkerut.

"iya. Disana kita lebih aman. Jadi sekalian mas Jamal sampaikan sama istrinya, kalau malam ini mas Jamal gak pulang." balas ku lugas.

Mas Jamal mengikuti perintahku. Dan kami pun bersiap-siap untuk segera berangkat menuju hotel terdekat.

Sesampai di hotel, aku segera memesan sebuah kamar untuk kami berdua. Aku benar-benar tidak ingin melewatkan kesempatan tersebut.

Setelah mendapatkan sebuah kamar, kami pun segera naik ke lantai atas, menuju kamar tersebut.

Sesampai di dalam kamar, aku menjadi semakin berdebar-debar. Perasaanku campur aduk.

Aku belum pernah melakukan hal ini sebelumnya. Aku tak pernah punya kesempatan untuk bisa bersama laki-laki yang aku cintai.

Tapi saat ini, aku punya kesempatan untuk bisa memiliki laki-laki yang aku cintai, meski ini hanya keinginan diriku sendiri, bukan keinginan mas Jamal.

Namun bagiku itu semua sudah tidak penting lagi. Apa pun cara dan alasannya, yang penting saat ini aku bisa bersama mas Jamal.

"aku benar-benar tidak mengerti apa yang harus aku lakukan, Roy." ucap mas Jamal, saat itu kami sudah duduk di sisi ranjang hotel.

"aku juga belum pernah melakukan hal ini, mas. Tapi aku sudah pernah nonton video ini. Hal ini sama saja seperti mas Jamal melakukannya dengan istri mas Jamal, hanya saja tempat dan arahnya berbeda." ucapku membalas.

"kamu yakin akan hal ini, Roy?" tanya mas Jamal kemudian.

"aku yakin, mas. Sudah sangat lama aku menginginkan hal ini." jawabku yakin.

"ya udah, kamu mulai aja, Roy. Aku akan berinprovisasi untuk hal ini.." ucap mas Jamal akhirnya.

Dan  dengan mengumpulkan segenap keberanianku, aku pun memulainya.

Memulainya dari hal yang sederhana. Mengikuti naluriku.  Naluriku sebagai seorang laki-laki yang mencintai mas Jamal.

Mas Jamal adalah lukisan maha karya yang indah. Dan aku adalah pengagumnya.

Aku curahkan segala rasa ku padanya. Tak ingin aku lewati malam ini dengan sia-sia.

Bersama mas Jamal adalah keindahan. Menyatu dengannya adalah anugerah terindah bagiku.

Tak peduli mas Jamal menerimanya dengan perasaan atau tidak, yang penting bagiku aku bisa memilikinya.

Dan senyum kelegaan pun tersirat di wajahku yang tak menutupi rasa bahagia di hatiku.

Akhirnya aku bisa merasakan hal tersebut. Merasakan sesuatu yang selama ini hanya ada dalam khayalan ku.

Tak terlukis bahagia ku malam ini. Tak ada satu kata indah pun yang bisa mewakili perasaan ku saat ini.

Semua ini lebih dari sekedar indah. Bahkan berlipat-lipat lebih indah dari khayalanku.

*****

Dan sejak saat itu, aku dan mas Jamal pun menjalin hubungan asmara. Hubungan rahasia, yang hanya kami berdua yang tahu.

Aku selalu berusaha untuk memanfaatkan setiap kesempatan yang ada. Aku dan mas Jamal selalu mengatur waktu dan tempat yang tepat, agar kami bisa berdua.

Cinta ku kepada mas Jamal semakin besar dan dalam. Meski aku tahu, mas Jamal melakukannya, hanya karena terpaksa.

Namun aku yakin, suatu saat nanti mas Jamal pasti akan membuka hatinya untukku.

Suatu saat nanti ia pasti akan melakukannya dengan sepenuh hati. Tanpa merasa terpaksa, dan tanpa mengharapkan imbalan apa pun.

Dan begitulah hubungan kami terjalin. Meski pun ini belum berakhir.

Akan ada begitu banyak kejadian, yang akan terjadi selama hubungan kami.

Tapi aku tidak terlalu memikirkan hal tersebut saat ini.

Saat ini aku hanya ingin menikmati kebersamaanku dengan mas Jamal, suami kakak iparku tersebut.

Mas Jamal yang tampan dan gagah.

Tapi mungkinkah hubungan rahasia kami tersebut, akan bertahan selamanya?

Dan mungkinkah mas Jamal bisa membuka hatinya untukku pada akhirnya?

Lalu seberapa lama sebenarnya hubungan kami akan bertahan?

Simak kelanjutan kisah ini di channel ini ya, atau bisa langsung klik link nya di deskripsi video ini.

Terima kasih sudah menyimak video ini sampai selesai. Semoga terhibur.

Sampai jumpa lagi di video selanjutnya, salam sayang selalu untuk kalian semua.. muaachhh..

****

Part 3

Berbulan-bulan bahkan hingga hampir setahun berlalu. Hubungan ku dengan mas Jamal masih terus terjalin.

Dan pada akhirnya mas Jamal pun membuka hatinya untuk ku. Dia berhubungan dengan ku, bukan lagi karena dia punya hutang padaku, tapi lebih karena dia juga menginginkan hal tersebut.

Aku sebenarnya merasa bahagia dengan semua itu. Aku mencintai mas Jamal. Namun jujur saja ada rasa bersalah dalam diriku, untuk istriku dan juga untuk kakak iparku.

Tapi terkadang cinta mampu mengalahkan segalanya. Cinta mampu membuat kita melupakan logika.

Hingga aku memilih untuk tetap mempertahankan hubunganku bersama mas Jamal.

Lalu bagaimanakah akhir dari kisah kami?

Mampukah kami tetap menjaga rahasia tersebut?

Sementara para istri kami sudah mulai mencurigai kedekatan kami.

Simak kelanjutan kisah ini ya..

Namun sebelumnya bla... bla....

*****

"aku mencintai kamu, Roy. Dan itu yang aku rasakan setelah berbulan-bulan kita bersama." ucap mas Jamal suatu malam padaku, ketika untuk kesekian kalinya kami bertemu di sebuah kamar hotel.

"aku juga mencintai, mas Jamal." balas ku lugas.

"lalu sampai kapan kita akan seperti ini, Roy?" tanya mas Jamal tiba-tiba, setelah untuk beberapa saat kami sempat terdiam.

"maksud, mas Jamal?" tanya ku sedikit heran.

"kamu juga tahu, kalau hubungan kita ini adalah sebuah kesalahan, Roy. Kamu juga tahu, kalau kita juga sudah menikah, dan bahkan aku sudah punya dua orang anak." balas mas Jamal terdengar serius.

"kita gak mungkin selamanya seperti ini, Roy. Apa lagi saat ini, istri ku sering bertanya, kenapa aku sering tidak pulang ke rumah. Aku tak punya alasan lagi, Roy. Aku tak bisa selamanya terus membohongi istriku." lanjut mas Jamal.

Untuk sesaat aku terdiam. Apa yang mas Jamal katakan barusan, memang benar adanya. Istri ku juga sebenarnya sudah sering bertanya, kenapa aku lebih sering menginap di luar.

Tapi jujur saja, aku tidak ingin semua ini berakhir. Aku sangat mencintai mas Jamal. Aku selalu ingin bersamanya. Meski pun aku tahu dia adalah suami kakak iparku.

"lalu mas Jamal mau nya gimana?" tanya ku akhirnya, seperti kehabisan kata-kata.

"aku juga gak tahu, Roy. Kamu yang memulai semua ini. Aku ingin kamu juga yang akan memutuskan apa yang harus kita lakukan ke depannya." balas mas Jamal terdengar lemah.

"aku tidak ingin mengakhiri ini, mas. Aku sangat mencintai mas Jamal." ucapku yakin.

"tapi aku tidak bisa lagi melanjutkan ini, Roy. Aku tak sanggup lagi. Meski jujur saja, aku juga merasa berat harus berpisah dari kamu, Roy." balas mas Jamal.

"kalau begitu, bagaimana kalau kita pisah saja dari istri kita masing-masing, mas. Lalu kita hidup bersama selamanya." tawarku tiba-tiba, meski aku sendiri merasa ragu dengan tawaranku sendiri.

"itu bukan pilihan, Roy. Aku gak mungkin meninggalkan anak-anak dan istriku. Meski pun aku mencintai kamu, tapi aku masih sangat menyayangi keluarga ku." balas mas Jamal.

Aku terdiam kembali. Cinta memang rumit. Namun lebih rumit lagi, jika cinta yang tumbuh justru kepada orang yang salah.

Andai aku bisa hidup satu kali lagi, aku hanya ingin hidup bersama mas Jamal. Tanpa batas. Tanpa ada dinding yang menghalangi cinta kami.

Namun saat ini, aku tak bisa berbuat apa-apa, untuk mempertahankan orang yang aku cintai.

Meski pun kami saling mencintai, namun pada akhirnya semua memang harus berakhir.

Dan itu adalah kenyataan yang tidak bisa kami hindari.

****

Waktu masih terus bergulir. Hidup masih terus berjalan.

Untuk saat ini, aku dan mas Jamal memang tidak punya pilihan lain. Kami masih terus bersama, meski pun kebersamaan kami tidak lagi seperti dulu.

Kami tidak pernah lagi menginap. Kami hanya bertemu beberapa jam, saling melepas rindu, lalu kemudian kami pun harus kembali ke kehidupan kami yang lain.

Dan jadwal pertemuan kami pun semakin jarang. Semua itu untuk menghindari kecurigaan istri-istri kami. Biar bagaimana pun, kami punya kehidupan lain yang harus kami jalani.

Dan waktu untuk kami bersama terasa kian sempit bagiku. Sangat terbatas. Dan hal itu benar-benar membuat aku tidak nyaman. Aku menjadi dilema.

Antara bertahan dengan hubungan terlarang ku bersama mas Jamal, atau melepaskannya untuk menjalani kehidupan yang tak pernah aku inginkan.

Aku memang menikah dengan istri ku bukan karena aku mencintainya. Tapi aku hanya mencoba menjalani kodrat ku sebagai seorang laki-laki. Namun keterikatan itu ternyata justru menyiksa ku.

Dan mungkin juga menyiksa perasaan istriku.

Apa lagi setelah bertahun-tahun pernikahan kami, kami belum juga di karuniai anak.

Kadang aku berpikir untuk mengakhiri saja pernikahan ku dan memilih jalan ku sendiri. Membebaskan istri ku dari keterikatannya padaku.

Membiarkannya hidup dengan orang yang benar-benar mencintainya, lalu mendapatkan keturunan.

Namun itu bukanlah pilihan yang mudah bagiku. Banyak yang harus aku pertimbangkan.

Sampai akhirnya pada suatu malam, seperti biasa aku bertemu kembali dengan mas Jamal, setelah hampir seminggu ini kami tidak bertemu.

"aku ingin kamu melupakan ku, Roy." ucap mas Jamal dengan suara serak.

Aku menatap wajah tampan itu. Wajah itu terlihat serius, meski ada mendung dari sisi matanya yang teduh itu.

"aku mungkin tidak bisa melupakan mas Jamal. Tapi jika mas Jamal meminta ku untuk menjauh, aku akan mencobanya, mas. Meski itu sangat berat bagiku." timpal ku akhirnya.

"aku juga berat harus berpisah dari mu, Roy. Tapi aku harus memilih. Aku tak mungkin terus melanjutkan hubungan ini. Lebih baik kita akhiri saja semuanya, sebelum semuanya lebih terlambat lagi." ucap mas Jamal lirih.

"iya, aku ngerti, mas. Aku juga tidak akan memaksa mas Jamal untuk terus bersamaku. Aku cukup sadar diri.." balasku pilu.

"aku harap ini adalah kali terakhir kita bertemu seperti ini, Roy. Selepasnya kita adalah keluarga. Biar bagaimana pun kamu adalah suami adik iparku dan aku adalah suami kakak ipar mu. Hubungan kita cukup sampai di situ, Roy." ujar mas Jamal, suaranya semakin serak.

"aku minta maaf, Roy. Aku minta maaf untuk semuanya. Dan terima kasih atas segala cinta yang telah engkau persembahkan untukku selama ini. Terima kasih untuk segala kenangan indah yang telah engkau ciptakan selama kita bersama. Kamu adalah hal terindah yang pernah hadir dalam perjalanan hidupku, Roy..." suara mas Jamal kian serak.

Aku melihat genangan di matanya. Dan sesaat kemudian, setetes air mata pun jatuh di pipinya.

"seandainya saja kita tidak sejenis, Roy. Mungkin aku akan rela meninggalkan kelurgaku demi untuk hidup bersama kamu. Seandainya saja kita bisa menjadi mungkin, aku tak akan pernah meninggalkan kamu, Roy.." lanjut mas Jamal berucap, sambil ia mengusap pipinya sendiri.

"aku yang harusnya minta maaf, mas. Aku yang memulai semua ini. Seandainya saja aku tidak memaksa mas Jamal waktu itu. Mungkin semua ini tidak perlu terjadi." ucapku akhirnya.

"dan aku juga sangat berterima kasih padamu, mas. Kamu telah mengukir cerita yang begitu indah di antara kita. Mas Jamal adalah anugerah terindah yang pernah aku miliki. Aku tak akan pernah melupakan mas Jamal. Selamanya...." lanjut ku lagi.

Dan aku tidak bisa membendung air mata ku yang tiba-tiba saja jatuh di pipi ku.

Perpisahan memang selalu terasa berat. Terlalu menyakitkan.

Namun tingkat tertinggi dari mencintai adalah melepaskan.

Melepaskan orang yang kita cintai, hidup dengan pilihannya sendiri.

****

Hari-hari selanjutnya kiah terasa berat bagiku. Rasanya hampa.

Aku kehilangan sebagian dari semangat hidupku.

Meski pun aku masih bisa bertemu mas Jamal, tapi hanya sebatas hubungan keluarga.

Dan aku merasa semakin sakit dengan semua itu.

Mungkin akan lebih baik, kalau aku tidak pernah bertemu mas Jamal lagi.

Karena itu, aku pun memutuskan untuk menceraikan istriku. Bukan saja, karena aku ingin membebaskan istriku dari keterikatannya denganku, tapi juga karena aku ingin menghindari pertemuanku dengan mas Jamal.

Selain itu, aku juga merasa, kalau aku mungkin lebih baik hidup sendiri.

Dan begitulah akhir dari kisah ku bersama mas Jamal, suami kakak iparku itu.

Sebuah kisah yang tidak akan pernah aku lupakan dalam perjalanan hidupku.

Pada akhirnya aku harus merelakannya. Dan pada akhirnya aku juga harus melepaskan istri ku.

Aku kehilangan keduanya. Namun itu adalah pilihanku.

Aku harus merelakan semua itu. Dan aku akan memulai hidupku yang baru. Hidupku yang sesungguhnya. Tanpa topeng.

Demikian kisah ku bersama suami kakak iparku.

Terima kasih sudah menyimak kisah ini sampai selesai, semoga terhibur dan semoga ada hikmah yang bisa diambil dari kisah sederhana ini.

Sampai jumpa lagi di cerita-cerita selanjutnya, salam sayang selalu untuk kalian semua.. Muaachh...

****

Selesai...

Kisah cinta dua cowok hetero

Nama ku Joshua. Biasa orang-orang memanggilku Josh. Saat ini aku sedang kuliah semester enam.

Aku seorang laki-laki hetero. Aku punya pacar seorang perempuan bernama Tyas. Kami pacaran sudah bertahun-tahun.

Namun karena suatu kejadian, tiba-tiba saja aku menjadi seseorang yang berbeda.

Seseorang yang aku sendiri bahkan tidak kenal. Tapi, mungkin itulah jati diri ku yang sebenarnya.

Bagaimanakah kisah ku ini terjadi?

Dan siapa kah aku sebenarnya?

Simak kisah ini dari awal sampai selesai ya...

Namun sebelumnya.. bla..bla..

****

Aku duduk sendiri di sebuah bangku taman, sambil menatapi kendaraan yang ramai berlalu lalang di jalan raya. Taman itu memang berada di pinggiran sebuah jalan raya di tengah-tengah kota.

Pikiran ku menerawang, mengingat kembali kisah cinta ku yang harus kandas. Kisah cinta ku yang harus berakhir dengan cukup menyakitkan bagiku.

Bagaimana tidak, aku dan pacarku, Tyas, sudah menjalin hubungan lebih dari tiga tahun. Hubungan kami sangat serius, terutama bagiku.

Bahkan hubungan kami juga sudah diketahui oleh kedua keluarga besar kami. Semua keluarga sangat mendukung hubungan kami.

Aku juga sangat merasa bahagia, menjalin hubungan bersama Tyas. Aku bangga memilikinya. Aku sangat mencintai Tyas.

Tapi ternyata hubungan indah itu harus berakhir. Bukan karena aku tidak lagi mencintainya. Tapi sebaliknya, ternyata perasaan Tyas padaku telah berubah.

Tyas berubah semenjak ia mengenal salah seorang sahabatku, Dony.

Dony adalah sahabat kecil ku dulu. Dari SD hingga SMP, aku dan Dony memang sangat dekat.

Namun saat SMA, Dony terpaksa pindah untuk ikut bersama keluarganya ke kota lain. Sejak saat itu, aku tidak pernah bertemu Dony lagi.

Namun beberapa tahun kemudian, kami bertemu kembali. Kebetulan kami kuliah di kampus yang sama.

Aku pacaran dengan Tyas, sejak kami sama-sama di kelas 3 SMA, hingga kami juga sama-sama kuliah di kampus yang sama. Hanya saja jurusan kami berbeda. Tyas di informatika sedangkan aku mengambil jurusan teknik.

Dan ternyata Dony juga kuliah di kampus yang sama dengan kami, dan kebetulan juga ia satu jurusan dengan Tyas.

Pertemuanku kembali bersama Dony, membuat kami kembali menjadi dekat dan akrab. Dony juga tahu, kalau Tyas adalah pacarku.

Namun entah bagaimana caranya, aku akhirnya mengetahui kalau Dony dan Tyas menjalin hubungan secara diam-diam di belakang ku.

Aku sakit mengetahui itu semua. Aku kecewa. Patah.

Meski pun Tyas bukan cinta pertama ku, namun dia adalah pacar pertama ku yang aku benar-benar serius dengannya.

Sebelumnya aku memang pernah pacaran, namun hanya sekedar cinta monyet. Tapi dengan Tyas,aku benar-benar merasakan telah jatuh cinta.

Namun apa yang bisa aku lakukan, jika Tyas sendiri tidak bisa merasakan hal tersebut. Dia lebih memilih untuk mengkhianatiku. Dan yang paling menyakitkan dari itu semua, dia selingkuh dengan sahabatku sendiri.

Aku sudah memutuskan hubungan ku dengan Tyas dan juga sudah memutuskan persahabatan ku dengan Dony. Aku benci mereka berdua saat ini.

Aku sakit. Marah. Kecewa. Dan hampir putus asa.

"ngelamun aja dari tadi, mas?!" sebuah suara mengagetkan ku. Suara laki-laki. Parau.

Aku menoleh ke arah samping kiri ku. Seorang laki-laki sudah duduk di sampingku. Laki-laki itu berwajah putih dan mulus. Bersih.

"kamu siapa?" tanyaku spontan. Aku memang belum pernah melihat laki-laki tersebut.

"apa itu penting?" suara parau itu berucap lagi.

"penting. Karena kamu sudah mengajak aku ngobrol dari awal." timpal ku.

"saya hanya tidak suka melihat orang yang buang-buang waktu hanya untuk melamun.." pungkas laki-laki yang ku perkirakan sudah berusia sekitar 30 tahun itu.

"lalu kamu sendiri apa yang kamu lakukan disini?" tanya ku.

"menikmati hidup.." balas laki-laki itu terlihat santai.

"saya juga sedang menikmati hidup dengan cara saya, dan tiba-tiba saja kamu mengusik semua itu." ujar ku sedikit protes.

"kamu tidak sedang menikmati hidup, kamu sedang menikmati luka mu.." balasnya.

"kenapa kamu menyimpulkan seperti itu?" tanyaku.

"sangat kelihatan sekali, kalau kamu sedang marah, kecewa dan dari tadi juga kamu mengumpat gak jelas sendirian. Saya tebak, kamu pasti baru saja putus cinta.." ucap pemuda itu.

"itu bukan urusan mu!" suara ku sedikit meninggi.

"itu berarti tebakan ku benar, dong.." balas laki-laki itu, sambil tersenyum menang.

"oke, kamu benar. Lalu apa urusan mu?" ucapku sengit.

"saya hanya mencoba untuk menghibur." timpal laki-laki itu, masih terdengar sangat santai.

"kita tak saling kenal. Untuk apa kamu menghibur ku?" tanyaku lagi.

"karena aku tahu persis, bagaimana rasa sakitnya putus cinta. Dan aku juga tahu, bagaimana caranya agar rasa sakit itu bisa sembuh dengan cepat.." jawab laki-laki itu lagi.

Kami terdiam beberapa saat, sepertinya aku kehabisan kata-kata untuk membalas ucapan laki-laki tersebut.

"kamu siapa sih sebenarnya?" tanya ku akhirnya,

"nama ku Rudy. Panggil aja mas Rudy, karena saat ini aku sudah berusia hampir kepala tiga." jawab laki-laki itu, sambil mengulurkan tangan.

Aku dengan sedikit ragu, pun menjabat tangan laki-laki yang mengaku bernama mas Rudy itu.

"Joshua, panggil aja Josh." ucapku menyebutkan nama ku.

Mas Rudy menjabat tangan ku lama, saat aku hendak melepaskan tangan ku dia masih menahannya, sambil ia menatap ku dengan senyum yang sedikit aneh.

"maaf.." ucapnya, setelah akhirnya ia melepaskan tangan ku.

Entah mengapa tiba-tiba saja perasaan ku menjadi tak karuan. Aku gelisah.

"kalau boleh saya tahu, apa yang membuat wajah tampan mu itu menjadi begitu murung?" ucap mas Rudy tiba-tiba.

Aku semakin merasa tak karuan, untuk pertama kalinya dalam hidupku, seorang laki-laki yang baru aku kenal memuji ku.

"kita baru saja saling kenal, tak etis rasanya kalau aku bercerita tentang sesuatu yang sedikit pribadi.. " balas ku berusaha bersikap tenang.

"kata orang, salah satu cara untuk mengurangi beban di hati adalah dengan bercerita." ucap mas Rudy lagi.

Aku menarik napas dalam, luka itu masih terasa sangat sakit di hatiku. Aku memang butuh tempat untuk bercerita.

Selain Dony, aku tidak punya teman dekat lagi. Biasanya kalau aku lagi ada masalah, pasti Tyas atau Dony lah tempat aku bercerita.

Tapi sekarang mereka berdua telah mengkhianatiku. Aku jadi kehilangan segalanya. Bukan saja cinta, tapi juga sahabat.

Setelah mempertimbangkan beberapa hal, aku pun memutuskan untuk bercerita kepada mas Rudy. Selain karena aku memang butuh tempat untuk mencurahkan segala rasa sakit ku, aku juga berpikir, tak ada salahnya menceritakan hal tersebut kepada mas Rudy.

Meski pun kami baru saja saling kenal, tapi mas Rudy kelihatannya adalah orang baik, dan juga sudah sangat dewasa.

Dan aku pun menceritakan semua kisah ku bersama Tyas dan Dony, kepada mas Rudy, orang yang baru saja kenal beberapa jam yang lalu.

Dan aku merasa ada sedikit kelegaan setelah menceritakan itu semua.

*****

"perempuan memang begitu.." ucap mas Rudy, saat aku selesai menceritakan kisah ku padanya.

"maksud mas Rudy?" tanyaku mulai terasa akrab.

"iya. Perempuan itu egois, mereka tak pernah benar-benar memikirkan perasaan laki-laki yang mencintainya." jawab mas Rudy menjelaskan.

"apa mas Rudy pernah juga disakiti oleh perempuan?" tanya ku lagi, sekedar ingin tahu.

"sering.." balas mas Rudy. "tapi itu dulu, sebelum akhirnya aku memutuskan untuk tidak pernah pacaran dengan perempuan lagi." lanjutnya.

"maksudnya, mas?" tanyaku penasaran.

"aku sudah terlalu teramat sering dikhianati perempuan. Aku jera. Aku menutup hati ku untuk kehadiran seorang perempuan pun dalam hidupku. Aku tidak ingin dikhianati lagi. Karena itu aku akhirnya memutuskan untuk berpacaran dengan sesama laki-laki.." cerita mas Rudy menjawab pertanyaan ku barusan.

"jadi mas Rudy ini seorang homo?" tanyaku meyakinkan.

"boleh di bilang begitu. Tapi itu terjadi, karena aku sudah jera menjalin hubungan dengan perempuan." jawab mas Rudy lugas.

Pantas! Pikirku. Dia dengan begitu berani mendekati ku.

"biasanya kalau kita sudah di khianati oleh perempuan satu kali, maka untuk selanjutnya kita akan selalu di khianati.." ucap mas Rudy tiba-tiba, melihat keterdiamanku.

"mas jangan menakut-nakuti ku..." balas ku spontan.

"saya tidak menakut-nakuti kamu. Saya hanya berbicara realita. Seperti yang pernah saya alami." timpal mas Rudy cepat.

Aku terdiam kembali. Tidak tahu harus berbicara apa lagi. Saat ini pikiranku memang sedang kacau. Dan pernyataan mas Rudy barusan cukup membuatku semakin kacau.

"kamu gak usah khawatir. Kalau kamu butuh teman untuk bercerita, saya siap kok mendengarkan semua cerita kamu. Dan saya juga siap menemani kamu, dalam masa penyembuhan luka mu itu." ucap mas Rudy lagi.

"tapi aku masih normal, mas." ucapku tegas.

"kamu tenang aja. aku gak bakal ngapain-ngapain kamu, kok. Aku hanya ingin menghibur kamu. Kita bisa jadi teman kan?" balas mas Rudy ringan.

Dan begitulah awal pertemuan ku dengan mas Rudy, laki-laki homo yang datang pada saat yang tepat.

Dia datang pada saat aku sedang patah hati. Dia datang pada saat kepercayaan ku pada perempuan memudar.

Lalu bagaimana kah hubungan ku dengan mas Rudy selanjutnya?

Apakah mas Rudy mampu mengobati luka di hatiku?

Mungkinkah ia mampu mengubah sesuatu dalam diriku?

Sesuatu yang sebenarnya sudah ada sejak lama di dalam diriku.

Simak kisah selanjutnya di channel ini ya, atau bisa langsung klik link nya di deskripsi video ini.

Terima kasih sudah menonton video ini sampai selesai, semoga terhibur.

Sampai jumpa lagi pada video-video berikutnya, salam sayang untuk kalian semua.. Muach..

****

Part 2

Mas Rudy semakin rajin menghubungi ku. Aku memang sengaja memberikan nomor handphone ku padanya. Entah mengapa, aku jadi sedikit tertarik untuk mengenal mas Rudy.

Mungkin karena mas Rudy juga sangat baik padaku. Ia juga mampu sedikit menghiburku.

Seperti yang aku katakan ia datang di saat yang tepat.

Ia datang di saat hatiku benar-benar rapuh. Dan mas Rudy juga terlihat sangat berpengalaman dalam mendekati seorang laki-laki seperti ku.

Bagaimanakah kisah ku bersama mas Rudy selanjutnya?

Mungkinkah ia berhasil menarik perhatianku?

Mungkinkah akan terjadi sesuatu di antara kami berdua?

Dan bagaimana pula kisah mas Rudy di masa lalunya?

Simak kisah ini sampai selesai ya..

Namun sebelumnya bla..bla..

*****

"masih galau?" tanya mas Rudy suatu hari padaku.

Saat itu kami bertemu kembali di taman tempat pertama kali kami bertemu.

"gak juga sih, mas. Saya sedang berusaha untuk melupakan masa lalu.." jawab ku pilu.

"gitu dong. Move on.." balas mas Rudy dengan gaya enerjik nya.

"itu kan berkat mas Rudy juga..." balasku datar.

"kamu gak nyesal kan mengenal aku?" ucap mas Rudy.

"ya, gak lah, mas. Mas Rudy orangnya baik dan cukup menghibur." balasku jujur.

Untuk kesekian kalinya mas Rudy menatapku dengan tatapan anehnya. Aku mengerti maksud tatapan itu. Aku merasa sedikit geli sebenarnya, tapi entah mengapa aku justru menyukainya.

"mas Rudy cerita dong, tentang masa lalunya.." ucapku memecah keheningan.

"tak ada yang menarik tentang kisahku, Josh. Kisah hidupku terlalu biasa. Aku lahir dan tumbuh sebagai laki-laki biasa." ucap mas Rudy.

"aku anak kedua dari empat bersaudara. Kecuali adik bungsu ku yang perempuan, kami bertiga semuanya laki-laki. Ayahku seorang karyawan swasta dan ibu ku hanya ibu rumah tangga biasa. Kehidupan kami secara ekonomi boleh di bilang cukup baik."

"saat ini, aku satu-satunya yang belum menikah dari kami empat bersaudara. Jadi aku masih tinggal bersama kedua orangtua ku. Aku bekerja di sebuah bank swasta, sudah bertahun-tahun. Setidaknya sejak aku lulus kuliah."

"saat SMA, aku pernah pacaran dengan adik kelasku, namanya Neni. Dia gadis yang cantik. Namun hubungan kami hanya bertahan dalam hitungan bulan, karena ternyata Neni sudah mengkhianatiku."

"ketika kuliah aku juga pernah pacaran dengan seorang gadis manis teman kampus ku, namanya Julia. Kami pacaran hingga dua tahun. Namun kemudian aku mengetahui kalau Julia sedang selingkuh dengan seorang teman dekat ku."

"aku kecewa dan merasa sakit hati. Tapi aku segera melupakan semuanya dan lebih berfokus pada kuliahku. Aku tidak ingin memikirkan perempua lagi saat itu."

"sampai akhirnya aku lulus kuliah, dan bekerja di bank. Aku kemudian bertemu Tina. Seorang gadis cantik, yang saat itu masih kuliah. Kami dekat dan akhirnya pacaran. Kami pacaran hanya selama setahun, karena akhirya untuk kesekian kalinya aku dikhianati oleh seorang perempuan."

"aku terluka. Marah. Kecewa dan putus asa. Aku tidak percaya lagi pada yang namanya perempuan. Mereka semuanya egois. Padahal aku selalu berusaha untuk setia kepada mereka. Tapi mengapa aku selalu di khianati?"

"sejak saat itulah aku memutuskan untuk tidak lagi pacaran dengan perempuan. Aku mulai mengenal dunia gay, awalnya aku hanya ingin coba-coba. Tapi ternyata lama kelamaan aku justru merasa nyaman."

"aku memang tidak pernah pacaran serius dengan laki-laki. Aku hanya berhubungan atas dasar suka sama suka, dan hanya sekedar cinta satu malam. Tapi aku sangat menikmati semua itu. Aku tak lagi merasakan sakit. Aku tak pernah dikhianati. Semua berjalan dengan indah. Tidak ada lagi kekecewaan dan tidak lagi keterikatan. Aku menikmati hidupku saat ini." cerita mas Rudy panjang lebar padaku.

"lalu apa mas Rudy gak kepikiran untuk menikah?" tanyaku akhirnya, setelah kami terdiam beberapa saat.

"untuk saat ini belum, Josh. Aku masih sangat menikmati kebebasan ku." jawab mas Rudy mantap.

*****

Aku dan mas Rudy semakin dekat dan akrab. Perlahan aku pun semakin bisa melupakan tentang Tyas, mantan pacarku yang telah mengkhianati ku itu.

Entah mengapa, tiba-tiba saja aku merasa nyaman saat bersama mas Rudy. Aku jadi sering memikirkannya sekarang, setidaknya sebagai pengalihan atas ingatan ku akan pengkhianatan Tyas dan Dony.

Karena semakin sering memikirkannya, aku juga jadi sering rindu padanya. Kami pun jadi semakin sering bertemu.

"berbulan-bulan kita saling kenal dan dekat, tapi aku belum pernah mendengar cerita kehidupan kamu, Josh. Kecuali cerita cinta kamu yang gak penting itu." ucap mas Rudy, saat untuk kesekian kalinya kamu bertemu. Kali ini kami bertemu di sebuah kafe.

"apa lagi yang aku ceritakan, mas?" tanya ku datar.

"apa saja, terutama tentang keluarga kamu misalnya.." balas mas Rudy.

Aku pun kemudian menceritakan cerita ini.

Namaku Joshua, biasa di panggil Josh. Aku kuliah. Aku anak ketiga dari tiga bersaudara. Kakak pertama ku perempuan, sudah menikah dan sudah punya dua orang anak. Kakak kedua ku laki-laki, sudah bekerja dan baru setahun menikah.

Papa ku seorang pengusaha yang sukses, sedangkan ibu ku hanya seorang ibu rumah tangga biasa. Secara ekonomi kehidupan kami cukup mapan. Apa lagi saat ini, hanya aku satu-satunya yang belum bekerja.

Sebenarnya kehidupan ku berjalan dengan normal, sama seperti kebanyakan manusia lainnya. Aku jatuh cinta, aku juga pacaran dengan perempuan. Sampai pengkhianatan itu terjadi, yang membuat aku jadi patah semangat.

"lalu kemudian aku bertemu mas Rudy, orang yang telah mampu menghiburku saat ini.." ucapku mengakhiri cerita ku.

"jadi aku hanya penghibur nih?" ucap mas Rudy dengan nada bercanda nya.

"kalau bukan penghibur, lalu apa lagi, mas?" tanya ku.

"jadi pacar, kek.." balas mas Rudy masih terdengar bercanda.

"ya gak mungkin lah, mas. Aku kan masih normal." timpalku cepat.

"kan gak ada salahnya di coba, Josh. Siapa tahu kamu nyaman." balas mas Rudy, mulai terdengar serius.

Aku menarik napas sejenak. Sekedar menenangkan hatiku yang tiba-tiba saja berdebar hebat.

"aku gak tahu ya, mas ke depannya seperti apa. Tapi jujur saja, aku memang mulai merasa nyaman saat bersama mas Rudy." ucapku mencoba untuk jujur dengan apa yang aku rasakan saat ini.

"itu baru jadi teman loh, Josh. Kamu udah nyaman. Apa lagi kalau sampai kamu merasakan sesuatu yang belum pernah kamu rasakan sebelumnya..." ujar mas Rudy terdengar sangat serius.

"maksudnya, mas?" tanyaku penasaran.

"susah untuk dijelaskan, Josh. Akan lebih baik kalau kita mencobanya langsung." jawab mas Rudy.

"aku takut, mas." ucapku kemudian.

"apa yang kamu takutkan?" tanya mas Rudy.

"aku takut, mas Rudy sama aja seperti Tyas atau perempuan lain yang hanya memanfaatkanku. Aku takut, mas Rudy malah pergi, saat aku sudah terlanjur sayang.." ucapku lemah.

"kamu tak perlu takut akan hal itu, Josh. Aku jamin, aku akan selalu setia untukmu." balas mas Rudy terdengar sangat yakin.

****

"aku takut, mas." ucapku pelan.

Saat itu kami berada di sebuah kamar hotel. Aku memang sengaja menyetujui ajakak mas Rudy untuk bertemu kali ini di hotel.

"udah, kamu gak usah takut. Kamu ikuti saja semua naluri yang kamu rasakan saat ini." balas mas Rudy lembut.

"tapi aku belum pernah seperti ini sebelumnya loh, mas." suara ku masih pelan.

"iya, aku tahu. Makanya kamu harus mencobanya. Nanti kalau kamu memang gak suka, kamu bisa bilang, kok. Dan kita tidak perlu melanjutkannya lagi." ucap mas Rudy, sambil mulai mendekati ku.

"mas Rudy pasti sudah sering ya melakukan hal ini?" tanyaku sekedar menghilangkan debaran di dadaku, yang tiba-tiba saja bergetar hebat.

"sering sih gak. Tapi pernah sih beberapa kali.." jawab mas Rudy terdengar jujur.

"berarti mas Rudy sudah berpengalaman?" tanya ku lagi, melihat mas Rudy semakin mendekat.

"gak juga. Lagi pula bukankah hal itu tidak perlu pengalaman apa pun, untuk melakukannya. Kita ikuti saja naluri yang ada." balas mas Rudy, kian mendekat.

Kamar hotel itu tidak terlalu luas. Di dalamnya hanya ada satu tempat tidur untuk dua orang, sebuah meja kecil, kamar mandi, dan sebuah televisi di bagian atas meja.

Aku belum pernah masuk hotel, apa lagi sampai menginap di dalamnya. Dan hal itu cukup membuatku sedikit tidak nyaman. Apa lagi saat ini, aku berada di dalam kamar hotel, bersama seorang laki-laki.

Aku masih merasa cukup aneh dengan semua itu. Namun kalimat demi kalimat yang di lontarkan mas Rudy, seakan mampu membiusku untuk mengikuti semua keinginannya.

Selain karena aku saat ini memang sedang rapuh, karena baru saja di khianati oleh orang yang aku cintai, aku juga merasa nyaman saat bersama mas Rudy.

Dan sebenarnya aku juga penasaran dengan hal tersebut.

Karena itu lah aku akhirnya menerima tawaran mas Rudy tadi di handphone, untuk mengajak ku menginap di hotel.

Dan di sini lah kami sekarang. Di dalam sebuah kamar hotel. Hanya kami berdua. Aku dan mas Rudy.

Mas Rudy masih terus berusaha mendekati dan membujukku. Sementara hatiku sendiri masih ragu.

Berbagai perasaan terus berperang di benakku. Takut. Malu. Penasaran dan seakan menginginkannya.

Lalu apakah yang terjadi malam itu, antara aku dan mas Rudy?

Mampukah aku menolak rayuan dan bujukan dari mas Rudy?

Atau justru aku semakin terlarut di dalamnya, dan membiarkan diriku terjebak dalam dunia yang masih asing bagiku?

Simak kisah selanjutnya di channel ini ya, atau bisa langsung di deskripsi video ini.

Terima kasih sudah menonton video ini sampai selesai. semoag terhibur.

Sampai jumpa lagi pada video-video berikutnya, salam sayang untuk kalian semua.. muaaach..

*****

Part 3

Aku memejamkan mata, menarik napas beberapa kali. Berusaha menenangkan pikiranku.

Jantungku berdebar hebat. Tubuhku bergetar. Aku merasa linglung.

Sementara mas Rudy terus berusaha mendekati ku.

"ayolah, Josh. Kita coba.." suara mas Rudy berat, "kamu pasti gak nyesal, kok." lanjutnya sedikit mendesah.

"aku... aku... masih takut, mas. Aku gak nyaman.. " ucapku akhirnya.

Mas Rudy tiba-tiba saja menyentuh pundak ku dengan kedua tangannya. Ia berdiri di hadapan ku. Mata kami saling tatap. Kami hanya berjarak, beberapa jengkal lagi.

Aku semakin merasa tak karuan. Berbagai perasaan menghantui pikiranku.

Takut. Malu. Penasaran dan seakan menginginkannya.

Lalu apakah yang terjadi malam itu, antara aku dan mas Rudy?

Mampukah mas Rudy membujukku untuk mengikuti keinginannya malam itu?

Simak kisah lanjutan ini sampai selesai ya.

Namun sebelumnya .. bla... bla...

*****

"maaf, mas Rudy. Aku gak bisa.." pungkas ku sedikit kasar, sambil mendorong tubuh mas Rudy dengan repleks.

Mas Rudy sedikit terhuyung ke belakang. Dia tampak terkejut.

"maaf, mas. Tapi aku harus pergi. Aku gak bisa terus disini." ucapku lagi, tanpa pedulikan reaksi keterkejutan mas Rudy.

"kamu mau kemana, Josh." sergah mas Rudy.

"aku mau pulang, mas.." jawabku cepat.

"tapi ini sudah jam sebelas malam, Josh.." ucap mas Rudy lagi.

Aku tak mempedulikannya lagi.

Aku segera melangkah menuju pintu. Membukanya kemudian berjalan dengan cepat keluar.

Pikiran ku benar-benar kacau.

Apa yang telah aku lakukan? Bathin ku.

Dengan sedikit terburu, aku menuju keluar hotel, memesan taksi dan berniat untuk pulang.

Tapi aku justru meminta taksi itu untuk berhenti di depan sebuah bar. Pikiran ku kacau. Aku tak ingin pulang, tapi aku juga tidak tahu harus kemana.

Aku memasuki bar itu dengan ragu. Seumur hidup baru kali ini aku masuk kesini.

Tapi aku benar-benar butuh sesuatu yang bisa membuatku tenang.

Aku memesan minuman, dan duduk di sudut ruangan sendirian.

Aku menenggak minumanku beberapa kali dengan cepat.

Pikiranku kembali mengingat mas Rudy, yang aku tinggalkan sendirian di hotel.

Aku tak benar-benar tahu, apa yang aku rasakan saat ini. Aku memang merasa nyaman saat bersama mas Rudy. Tapi aku tak ingin mengakui itu. Aku malu. Akumalu pada diriku sendiri.

Aku yang dulunya menyukai perempuan, tiba-tiba saja merasa tertarik dengan mas Rudy. Dan bagiku itu semua masih terasa aneh.

Aku belum siap memasuki dunia itu, dunia yang berbeda dari yang aku jalani selama ini.

Tapi aku juga tidak bisa memungkuri perasaanku sendiri, kalau aku sebenarnya menginginkan mas Rudy. Aku menginginkan hal yang lebih darinya.

Aku meneguk minuman terakhir ku. Kepala ku rasanya mau pecah. Bayangan wajah mulus mas Rudy masih terus menghantui ku.

Aku melangkah keluar dari bar itu, memanggil taksi, dan meminta si sopir untuk menuju hotel tempat mas Rudy aku tinggalkan tadi.

****

Aku mengetuk pintu kamar hotel itu beberapa kali. Sebelumnya akhirnya pintu itu terbuka.

Seraut wajah manis mas Rudy menyambutku dengan senyum keheranan.

"kamu dari mana, Josh?" tanya mas Rudy, sambil membuka pintu lebih lebar.

Aku tidak menjawab pertanyaan itu, aku melangkah masuk.

Menatap mas Rudy yang menutup dan mengunci pintu kamar. Mas Rudy sudah tidak memakai baju, ia hanya memakai celana boxer hitam.

Dadanya terlihat bidang, otot lengannya menyembul. Sungguh sosok laki-laki yang atletis, di balik wajahnya yang begitu mulus dan manis.

"kamu dari mana?" mas Rudy mengulang pertanyaannya.

"apa itu penting?" tanyaku balik.

"penting bagiku, Josh. Kamu pergi begitu saja, kemudian tiba-tiba kamu kembali lagi, dengan keadaan sedikit mabuk." balas mas Rudy, sambil ia duduk di sampingku, di sisi ranjang.

"dari mana mas Rudy tahu, kalau aku sedikit mabuk?" tanyaku spontan.

"aku bisa menciumi aroma napas mu, Josh. Dan aku bukan anak kemarin sore, yang tidak bisa membedakan, mana kondisi orang normal dengan orang yang habis minum." jawab mas Rudy.

"aku memang habis minum, mas. Aku panik. Mungkin aku butuh sedikit bantuan, untuk bisa berkata jujur kepada mas Rudy." ucapku ringan.

"kamu tidak perlu mengatakan apa pun, Josh. Aku juga tidak akan memaksa mu." balas mas Rudy.

"tapi aku perlu mengatakan ini, mas. Aku harus mengatakan bahwa sebenarnya ... sebenarnya... aku juga mencintai mas Rudy.... Aku tidak tahu, entah kapan perasaan itu tumbuh. Hanya saja, aku selalu merasa nyaman saat bersama mas Rudy. Aku selalu ingin bertemu mas Rudy. Dan ... dan aku... juga menginginkan mas Rudy malam ini." ucapku akhirnya, meski dengan sedikit terbata.

Mas Rudy terlihat tersenyum menatapku. Dan senyum itu terlihat sangat indah di mataku.

"apa hanya malam ini?" tanya mas Rudy, dengan sedikit mengerlingkan mata.

"malam ini dan selama-lamanya, mas. Aku ingin kita menjadi sepasang kekasih, bukan hanya sekedar sahabat.." ucapku penuh keyakinan.

"aku juga sangat menginginkan hal itu, Josh. Bahkan sudah sejak lama." balas mas Rudy penuh perasaan.

Perlahan wajah kami pun kian mendekat. Kali ini hati ku kembali berdebar hebat. Bukan lagi karena malu, takut atau penasaran, tapi karena aku menginginkannya.

"aku belum pernah melakukan hal ini, mas.." suara ku pelan, sebelum baybir kami benar-benar bertemu.

"aku tahu.." bisik mas Rudy, "karena itu kita akan mencobanya.." lanjutnya masih berbisik.

"tapi aku tidak tahu, bagaimana melakukannya, mas." ucapku lagi.

"kamu ikuti saja naluri mu, Josh. Hal-hal semacam ini, tidak perlu pengalaman apa pun. Biarkan semuanya mengalir apa adanya." jelas mas Rudy.

Aku terdiam. Memejamkan mata. Menahan napas. Dan aku pun mersakan sebuah suntuhan lembut di baybir ku.

Sebuah suntuhan perasaan yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Dengan repleks aku membelas.

Dua hati kami pun menyatu malam itu. Terasa indah. Aku pun terbuai dalam lautan keindahan cinta yang mas Rudy persembahkan padaku.

Cinta mas Rudy terlalu indah. Terlalu sempurna. Sesempurna ukiran maha karya yang melekat di setiap jengkal kulitnya.

Mas Rudy terlihat indah. Dan aku tidak bisa menolak pesonanya.

Aku mengikuti naluri ku sebagai seorang laki-laki, di atas bimbingan mas Rudy yang terlihat sudah berpengalaman.

Aku tak berdaya menolaknya. Aku menginginkannya.

Dan untuk pertama kalinya dalam hidup, aku merasakan hal tersebut.

Merasakan sebuah sensasi keindahan dari ungkapan sebuah cinta yang mengalir indah di setiap denyut nadi ku.

Aku lepaskan semuanya. Semua rasa yang selama ini hanya aku pendam.

Dan aku merasakan kelegaan yang luar biasa, saat semuanya terungkap dengan sempurna.

Mas Rudy tersenyum. Aku tersenyum. Kami sama-sama tersenyum. Senyum yang penuh dengan kelegaan yang luar biasa.

"kamu hebat.." ucap mas Rudy.

"mas Rudy juga hebat.." balasku.

****

Kami terbangun ketika jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi.

"mas Rudy gak kerja?" tanya ku, sambil melirik mas Rudy yang masih terbaring di samping ku.

"sudah jam sepuluh, Josh. Aku sudah mengabari asiten ku, kalau aku tidak masuk hari ini." balas mas Rudy.

"lalu sekarang kita ngapain?" tanyaku, "apa kita menginap lagi malam ini?" tanya ku lebih lanjut.

"terserah kamu, Josh. Aku ikut aja." balas mas Rudy lagi.

Aku terdiam. Tidak tahu harus memutuskan apa. Aku bisa saja mengabari mama, kalau aku tidak pulang lagi malam ini. Tapi...

"bagaimana kalau kita mandi dulu, habis itu kita cari makan di bawah." suara mas Rudy sedikit mengagetkan ku.

"iya, mas. Aku setuju. Aku juga merasa sangat lapar.." timpalku cepat.

Kami sama-sama bangkit, dan kemudian secara bergantian masuk ke kamar mandi untuk mandi.

Setelah itu, kami pun turun ke bawah menuju restoran yang ada di lantai dasar hotel tersebut.

"kamu suka karaoke?" tanya mas Rudy di sela-sela makan siang kami.

"gak terlalu suka sih. Emang kenapa?' balasku bertanya.

"di hotel ini kan juga ada tempat karaoke nya. Jadi untuk menghabiskan waktu, bagaimana kalau kita karaoke-an aja." tawar mas Rudy.

"terserah mas Rudy aja. Kali ini aku yang ngikut." balasku ringan.

"kalau begitu aku ke lobby dulu ya.." ucap mas Rudy kemudian.

"ngapain?" tanyaku heran.

"mau menyampaikan kepada petugas hotel, kalau kamarnya masih mau di pakai satu malam lagi." balas mas Rudy, dengan sedikit mengerlingkan mata.

"tapi aku belum membuat keputusan untuk itu, mas." ucapku spontan.

"aku sudah bisa menebak keputusan kamu, Josh." balas mas Rudy, sambil mulai melangkah menuju lobi hotel.

****

Ruangan tempat karaoke itu cukup luas untuk kami berdua. Ruangan tertutup yang hanya kami berdua di dalamnya.

Kami jadi sedikit punya privasi, untuk sekedar bermesraan, sambil kami menyanyikan lagu-lagu romantis. Walau hanya sekedar berpegangan tangan, atau membiarkan mas Rudy mengecup kening ku lembut sehabis menyanyikan sebuah lagu.

Aku merasa bahagia dengan semua itu. Aku merasa utuh, ketika bersama mas Rudy.

"makasih mas Rudy.." ucapku, ketika akhirnya kami kembali lagi ke kamar.

"aku yang harusnya makasih sama kamu, Josh. Kamu sudah melengkapi hidupku.." balas mas Rudy lembut.

"mas Rudy sudah membuatku jadi lebih berani untuk menjadi diriku yang sebenarnya.." ucapku lagi.

"aku sangat menyayangi mas Rudy. Aku harap mas tidak akan pernah meninggalkan ku." lanjutku penuh harap.

"aku tak akan pernah meninggalkan kamu, Josh. Aku sangat mencintai kamu. Kamu adalah laki-laki sempurna yang pernah hadir dalam hidupku. Aku tak akan melepaskan kamu, walau dengan alasan apa pun." ucap mas Rudy penuh perasaan.

Kami kembali menghabiskan malam itu dengan kebersamaan kami. Cinta yang hadir di hati kami, terasa begitu indah.

Cinta yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Cinta yang tidak bisa aku ungkapkan dengan kata-kata. Cinta yang tidak bisa dituliskan dengan kalimat apa pun. Karena hanya kami berdua yang bisa merasakannya.

Melebihi indahnya pelangi, melebihi tingginya gunung dan melampaui batas keindahan sebuah rasa.

Begitulah cinta seharusnya. Tanpa logika, tanpa batas dan tanpa memandang jenis kelamin.

Dan begitulah kisah cintaku bersama mas Rudy, yang terjalin karena kami sama-sama pernah dikhianati.

Terima kasih sudah menyimak kisah ini dari awal sampai akhir.

Semoga terhibur dan sampai jumpa lagi di cerita-cerita selanjutnya.

Salam sayang untuk kalian semua.

Muuaaach...

***

Cari Blog Ini

Layanan

Translate