Namaku Rizky. Bukan Rizky Aditya, bukan pula Rizky Billar. Hanya Rizky.
Orangtuaku sedikit pelit memberiku nama yang panjang. Cuma Rizky. Mungkin orangtuaku berharap aku bisa menjadi sumber rejeki bagi mereka. Atau mungkin juga karena mereka tidak mau terlalu pusing memikirkan nama untuk anak mereka.
Aku berasal dari kampung dan sudah hampir tiga tahun merantau ke kota.
Di kota aku bekerja menjadi seorang perawat di sebuah rumah sakit swasta. Kebetulan aku memang lulusan sebuah universitas jurusan keperawatan.
Sejak kecil aku memang bercita-cita menjadi seorang dokter, tapi karena kondisi ekonomi keluarga-ku yang pas-pasan, aku malah terjebak di universitas keperawatan.
Aku anak kedua dari tiga bersaudara. Kakakku seorang laki-laki dan adikku perempuan.
Kakakku sudah menikah dan bekerja di kampung. Sebagai anak tertua kakakku memang hanya bisa sekolah hingga lulus SMA. Sementara adik perempuanku satu-satunya, saat ini sedang kuliah.
Aku tinggal di sebuah rumah kontrakan kecil di tengah-tengah kota sendirian.
Sebagai seorang perawat yang masih honor, aku memang belum mampu membeli rumah sendiri.
Di tempat aku tinggal ini terdapat banyak rumah kontrakan di sepanjang gang. Setiap rumah kontrakan yang ada di gang ini umumnya sudah ditempati. Jadi gang ini cukup ramai.
Rumah kontrakan ku berada di ujung gang. Jadi aku tidak terlalu terganggu oleh hiruk pikuk kendaraan yang berlalu lalang.
Jadwal kerjaku juga kadang tidak menentu. Kadang aku masuk pagi, kadang masuk siang dan kadang juga masuk malam. Dan aku juga sering lembur menggantikan para perawat senior yang berhalangan datang.
Selain sebagai perawat, aku juga sangat hobi memasak. Kadang aku juga menerima orderan membuat kue dari para pelangganku. Setidaknya usaha sampinganku ini cukuplah membantu keuanganku.
Sebagian dari hasil kerjaku, aku kirimkan ke kampung untuk membantu ayah dan ibuku dan juga membantu biaya kuliah adikku.
Ayahku hanya seorang petani biasa, sedangkan ibuku hanya seorang ibu rumah tangga dan kakakku juga hanya bekerja sebagai seorang buruh. Jadi mau tidak mau aku memang harus ikut andil membantu perekonomian keluargaku.
Di gang tempat aku tinggal ini, memang sering sekali para pedagang masuk untuk menjajakan dagangannnya. Mulai dari pedagang pakaian, perabotan rumah tangga dan juga tukang sayur keliling serta para pedagang asongan lainnya.
Seorang tukang sayur keliling yang aku ketahui bernama bang Juned, sudah menjadi langgananku beberapa bulan terakhir ini.
Bang Juned sendiri merupakan tukang sayur keliling yang baru masuk ke gang kami. Karena tukang sayur keliling sebelumnya sudah pindah.
Bang Juned memiliki paras wajah yang biasa saja sebenarnya, tapi postur tubuhnya lumayan atletis dan terlihat sedikit gagah.
Aku dan bang Juned sudah sering ngobrol, terutama saat aku belanja sayur-sayuran padanya.
Bang Juned memang selalu lebih lama menghabiskan waktu saat di rumah kontrakanku, karena memang rumahku yang berada di ujung adalah tujuan terakhirnya di gang itu. Sekaligus untuk tempat ia beristirahat sejenak, sebalum ia akan memasuki gang selanjutnya.
Aku suka ngobrol sama bang Juned. Selain murah senyum, bang Juned juga cukup pandai bercerita.
Hampir setiap pagi aku dan bang Juned selalu bercerita. Aku jadi merasa punya teman untuk berbagi.
Aku juga sering memesang beberapa keperluanku untuk membuat kue kepada bang Juned.
Intinya aku dan bang Juned tiba-tiba saja menjadi akrab dan dekat.
Dari bang Juned aku tahu, kalau ia sudah menikah dan sudah punya dua orang anak.
Usia bang bang Juned memang sudah hampir kepala empat, tapi ia masih kelihatan muda. Mungkin karena bang Juned memang termasuk orang yang periang dan suka bercanda.
"hidup tak usah terlalu dipikirkan, Ky. Jalani aja apa adanya. Karena kebahagiaan itu bersumber dari hati, bukan dari kemewahan.." begitu salah satu kalimat bijak yang pernah diucapkan oleh bang Juned padaku.
Bang Juned memang orang yang sangat bijak dalam menyikapi persoalan hidup. Dan aku perlahan namun pasti, mulai mengagumi sosok bang Juned. Bukan karena tampangnya yang biasa saja, bukan juga karena postur tubuhnya yang sedikit atletis dan terlihat kekar.
Tapi terlebih karena bang Juned orang yang baik, dan juga selalu suka memberi nasehat-nasehat penting tentang kehidupan padaku. Ia juga selalu bersedia meluangkan waktunya untuk sekedar mendengarkan curhatanku.
Berawal dari rasa kagum itulah, aku jadi semakin sering memikirkan bang Juned. Mengkhayalkan di hampir setiap malamku.
Tiba-tiba saja ada rindu. Tiba-tiba saja ada keinginan untuk selalu bertemu dengan bang Juned. Aku mulai merasa nyaman saat bersamanya.
Semakin sering ngobrol dengannya, aku semakin merasa tidak ingin berpisah darinya.
Aku selalu setia menanti bang Juned setiap pagi, untuk berbelanja sayuran. Meski pun sebenarnya aku menantinya hanya untuk bisa mengobrol dengannya, melihat senyumnya dan mendengarkan setiap kalimat yang keluar dari bibirnya yang manis.
Akh, terkadang aku jadi merasa malu sendiri. Mengingat bang Juned sudah punya istri dan anak. Tapi perasaanku tidak bisa di bohongi, aku memang telah jatuh cinta kepada laki-laki paroh baya itu. laki-laki si tukang sayur keliling itu.
Ingin rasanya aku mengungkapkan itu semua. Ingin rasanya mas Juned tahu tentang perasaanku padanya.
Tapi aku tidak mungkin mengungkapkan itu semua. Terlalu besar resiko yang harus aku tanggung, jika aku nekat berbicara jujur kepada bang Juned.
****
Berbulan-bulan aku masih terus memendam perasaan cintaku kepada bang Juned. Berbulan-bulan aku masih belum berani untuk jujur padanya.
Sampai pada suatu malam, saat itu aku lagi sendirian di rumah karena aku memang tidak ada jadwal kerja malam itu.
Tiba-tiba bang Juned muncul di rumahku. Ia datang dengan motor bututnya yang biasa ia bawa untuk jualan sayur. Tapi kali ini ia datang tanpa membawa keranjang sayur. Dan tumbennya ia datang malam-malam.
"istriku lagi pulang kampung bersama anak-anak, ada keluarga yang mengadakan pesta pernikahan di kampung. Jadi aku hanya sendirian di rumah untuk beberapa hari ke depan.." jelas bang Juned menjawab keherananku, ketika ia akhirnya aku persilahkan masuk.
"karena merasa suntuk sendirian di rumah, saya kepikiran untuk mencari teman ngobrol, kebetulan tiba-tiba saya ingat kamu, Ky. Jadi saya putuskan untuk datang ke sini dan berharap kamu tidak kerja malam ini.." lanjut bang Juned lagi.
Kamu ngobrol di ruang tengah rumah kontrakanku yang kecil. Kami hanya duduk di lantai, karena memang rumah kontrakanku tidak ada kursi tamu.
Aku menyuguhkan minuman putih dan beberapa cemilan, untuk kami nikmati selagi kami mengobrol.
Bang Juned datang sekitar jam delapan malam. Ia hanya memakai baju kaos oblong dan celana training lusuhnya. Meski pun berpenampilan sesederhana itu, bang Juned selalu terlihat keren di mataku.
Lama kami ngobrol. Hingga jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Bang Juned berniat untuk pamit pulang.
Tapi ...
"kenapa gak sekalian nginap di sini aja, bang?" tanyaku menawarkan.
Untuk sesaat bang Juned terdiam. Ia terlihat berpikir sejenak.
"emangnya boleh kalau saya nginap sini?" tanya bang Juned akhirnya.
"boleh aja sih, bang. Kalau abang mau tidur di rumah kontrakan yang berantakan ini.." jawabku.
"saya sih mau aja, Ky. Tapi nanti jam dua aku harus ke pasar untuk belanja sayuran. Takutnya malah merepotkan kamu, harus bangun jam dua dini hari.." balas bang Juned.
"gak apa-apa, bang. Gak merepotkan, kok. Justri saya senang kalau abang mau nginap di sini.." ucapku jujur.
Aku memang sangat ingin bang Juned menginap di rumahku. Setidaknya dengan begitu, aku jadi punya kesempatan untuk bisa tidur di dekat bang Juned, lelaki yang sangat aku dambakan tersebut.
"ya udah. Saya masukan motor dulu ya.." ucap bang Juned selanjutnya, sambil ia mulai berdiri untuk memasukan motornya ke dalam rumah kontrakanku.
Beberapa saat kemudian, kami sudah berada di dalam kamarku. Di dalam kamar hanya ada satu buah ranjang kecil.
Dengan perasaan yang berdebar-debar, aku berbaring di samping tubuh gagah bang Juned. Apa lagi saat itu, bang Juned sudah melepas bajunya dan hanya memakai celana pendek.
Tubuh kekarnya semakin terlihat jelas di mataku. Membuat jantungku semakin berdebar hebat.
Untuk pertama kalinya aku bisa melihat langsung dada bidang bang Juned.
"kamu kok melihat saya seperti itu, Ky?" tanya bang Juned tiba-tiba, yang membuatku sedikit kaget.
"ah, gak apa-apa, bang. Suka aja melihat tubuh bang Juned yang kekar.." jawabku polos.
"kalau suka jangan cuma dilihat dong. Peluk, kek.." imbuh bang Juned dengan nada sedikit bercanda, yang membuatku jadi salah tingkah.
"emangnya bang Juned mau di peluk?" tanyaku cukup berani.
"kalau dipeluknya sama kamu, saya pasti mau lah, Ky. Jangankan cuma di peluk di apa-apain sama kamu saya juga mau, kok.." balas bang Juned di luar dugaanku.
Aku menatap bang Juned setengah tak percaya. Aku tatap matanya, mencari setitik kejujuran dari kalimatnya barusan.
"yakin bang Juned mau?" tanyaku sedikit berbisik.
"udah.. kamu gak usah malu. Saya tahu, kalau kamu suka sama saya, Ky. Jadi jangan sia-siakan malam ini ya.." ucapan bang Juned membuat aku semakin yakin, kalau ia memang serius.
Akh, aku tak menyangka kalau bang Juned akan sebegitu mudahnya bersedia melakukan hal tersebut denganku.
"aku hanya penasaran, sih. Gimana rasanya melakukan hal tersebut dengan seorang laki-laki. Dan karena saya tahu, kamu suka sama saya. Makanya gak ada salahnya kan, kalau saya ingin mencobanya bersama kamu.." ucap bang Juned lagi.
"sebenarnya sudah lama saya tahu, kalau kamu sering memperhatikan saya diam-diam. Saya pun menyimpulkan kalau kamu memang tertarik sama saya. Karena itu, kebetulan istri saya lagi tidak di rumah, saya mencoba datang ke sini." bang Juned melanjutkan.
Aku terdiam kembali. Mencoba mencerna setiap kalimat yang di ucapkan bang Juned. Jadi selama ini bang Juned sudah tahu, kalau aku menyukainya?
Dan dia ingin melakukannya hanya karena penasaran, bukan karena ia juga tertarik padaku.
Tapi kenapa juga aku harus memikirkan apa alasan bang Juned mau melakukannya denganku? Jika ia mau, kenapa tidak aku manfaatkan saja kesempatan ini?
Terlepas dari apa pun alasannya, bang Juned sudah memberi aku kesempatan untuk melakukan sesuatu yang selama ini hanya ada dalam khayalanku.
"kok diam? Kamu mau gak nih?" suara bang Juned kembali mengagetkanku.
"iya... aku .. mau, bang. Tapi apa abang yakin?" balasku dengan nada ragu.
"abang yakin, Ky. Tapi abang gak tahu mesti ngapain. Jadi kamu aja yang memulainya.." jawab bang Juned.
Antara ragu dan sangat menginginkannya, aku pun mulai melakukan aksiku terhadap bang Juned.
Lelaki yang aku cintai dan selalu aku lamunkan setiap malam itu, sekarang benar-benar nyata berada di depanku.
Aku tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Aku harus bisa menikmati malam ini dengan laki-laki yang sudah menghiasi fantasi-ku selama beberapa bulan ini.
Aku merasa bahagia malam ini. Laki-laki yang bahkan menurutku tidak akan mungkin bisa aku miliki, kini telah dengan begitu pasrah menyerahkan dirinya padaku.
"bang Juned sangat gagah. Aku sangat menyukai bang Juned. Aku sayang dan cinta sama bang Juned.." ucapku kemudian, sesaat sebelum aku benar-benar beraksi.
Bang Juned terlihat tersanjung mendengar pujiaku. Ia tersenyum manis.
Pelan namun pasti, bang Juned pun mulai menikmati setiap permainanku.
Dan malam itu, untuk pertama kalinya bang Juned pun bercocok tanam denganku.
Sungguh sebuah pengalaman yang sangat indah bagiku.
Sebuah pengalaman yang selama ini hanya ada dalam khayalanku.
Kini laki-laki gagah si tukang sayur keliling itu, akhirnya mampu aku miliki dan aku taklukan.
Aku ingin memberi kesan yang mendalam kepada bang Juned, sehingga nantinya aku berharap, bang akan kembali datang untukku.
Aku tidak ingin cintaku kepada bang Juned hanya berakhir dalam satu malam, aku ingin memilikinya selamanya.
Bang Juned terlalu gagah, ia terlalu perkasa dan tangguh. Aku semakin menyukainya.
*****
Dan sesuai harapanku, sejak malam itu, bang Juned memang semakin rajin mengunjungiku untuk bercocok tanam kembali.
Kami melakukannya bukan hanya di malam hari, tapi kadang di pagi hari, saat bang Juned datang membawa dagangannya, ia akan menyempatkan diri untuk mampir dirumah kontrakanku.
Dengan alasan ingin beristirahat sebentar, bang Juned masuk ke kamarku dan kami pun melakukannya.
Sepertinya bang Juned memang terkesan dengan apa yang aku lakukan padanya, sehingga ia menjadi ketagihan untuk bercocok tanam denganku.
Dan hal itu terus terjadi selama berbulan-bulan. Hubunganku dengan bang Juned semakin dalam dan parah.
Kami selalu memanfaatkan setiap kesempatan yang ada untuk bisa menikmati kebersamaan kami.
Hari-hariku terasa menjadi indah. Hidupku terasa lengkap.
Bang Juned mampu membuatku merasa bahagia. Ia membuatku semakin mencintainya. Dan aku berharap, bang Juned juga bisa mencintaiku.
Namun harapanku kemudian sirna.
Setelah berbulan-bulan, tiba-tiba bang Juned menghilang.
Ia tak pernah lagi datang ke rumahku. Ia tak lagi berjualan sayuran. Ia menghilang.
Aku sudah coba untuk menghubunginya, tapi nomornya tak pernah aktif.
Karena penasaran aku pun mencoba mendatangi rumahnya.
Namun yang aku temukan hanyalah sebuah kepahitan.
Dari istri bang Juned, aku akhirnya tahu, kalau bang Juned sekarang sedang berada di penjara.
Bang Juned ditangkap karena ia ternyata adalah seorang pecandu obat-obatan terlarang.
"saya sudah berusaha mengingatkan bang Juned, untuk berhenti mengkonsumsi obat-obatan tersebut. Tapi bang Juned malah memarahiku. Hingga akhirnya ia ditangkap, karena sudah lama menjadi incaran pihak polisi." begitu sebagian penjelasan dari istri bang Juned.
Aku merasa terpukul mengetahui hal itu semua. Aku merasa terpukul karena harus kehilangan bang Juned, laki-laki yang telah membuat aku ketagihan.
Tapi aku semakin terpukul, ketika mengetahui, kalau bang Juned ternyata adalah seorang pecandu.
Pantas saja, ia dengan begitu mudah memberi aku kesempatan untuk bisa bercocok tanam dengannya. Mungkin saja selama ini, ia melakukan hal tersebut denganku, karena ia dalam pengaruh obat-obatan tersebut.
Mungkin saja selama ini istrinya tidak bersedia melayaninya, jika ia dalam keadaan pengaruh obat-obatan, sehingga bang Juned menumpahkannya justru padaku.
Dan aku dengan polos dan bodohnya selalu saja bersedia bercocok tanam dengannya. Karena aku memang tidak tahu, kalau bang Juned adalah seorang pecandu.
Aku memang tidak bisa membedakan, kapan saat seseorang dalam pengaruh obat-obatan dan kapan ia dalam keadaan normal.
Mungkin juga karena aku terlalu mencintai bang Juned, sehingga aku tidak menyadari kelakuan bang Juned yang di luar batas kewajaran.
Aku terlalu menikmati kebersamaanku dengannya. Aku terlena dengan segala permainan indahnya.
Hingga aku tidak sadar, kalau semua itu bang Juned lakukan, hanya pada saat ia dalam pengaruh obat-obatan.
Dan terlepasa dari semua itu, pengalamanku bercocok tanam dengan bang Juned, merupakan salah satu hal terindah yang pernah terjadi dalam perjalanan hidupku.
Apa pun alasannya, bang Juned tetap mampu membuatku terkesan dan tak mudah melupakannya.
Aku akan selalu mengingatnya, sebagai salah satu bagian terindah dalam perjalanan hidupku.
****
Selesai....