Pada zaman dahulu kala, zaman dimana baginda Rasulullah Saw masih hidup.
Terdapatlah sebuah kisah tentang seorang Badui yang baru saja memeluk agama Islam.
Si Badui ini, diceritakan dalam sejarah, adalah berasal dari keluarga yang kurang mampu. Kehidupan ekonominya sangat terbatas, dan ia tinggal sangat jauh dari Madinah.
Si Badui belum pernah bertemu secara langsung dengan Nabi Muhammad Saw.
Ia memeluk Islam dan belajar tentang Islam dari para pemuka kabilahnya yang pernah mendapat pengajaran dari baginda Rasulullah Saw.
Tetapi dengan segala keterbatasannya itu, si Badui mampu menjadi seorang mukmin yang taat, dan bahkan ia sangat mencintai Rasulullah Saw, meski ia belum pernah berjumpa.
Ia sangat mengagumi sosok Rasulullah Saw, dan ia berharap suatu saat kelak ia bisa bertemu langsung dengan baginda Rasulullah Saw.
Selama ini si Badui hanya mendengar tentang kehebatan Rasulullah dari cerita-cerita kaum muslimin lainnya.
Pada suatu ketika si Badui mengikuti rombongan kabilahnya yang melaksanakan ibadah umroh ke Mekkah. Sebagai seorang yang baru saja memeluk Islam, si Badui belum mengetahui dengan benar bagaimana cara pelaksanaan ibadah umroh sesuai ajaran Nabi Saw.
Untuk itu ia mencoba memisahkan diri dari rombongannya, dan membaca satu-satunya dzikir yang ia hafal, berulang-ulang.
"yaa Kariim, yaa Kariim, yaa Kariim...." tasbihnya terus-menerus.
Dia berdzikir sendirian, sengaja menjauh dari orang-orang lainnya.
Si Badui memang bukanlah seorang yang cerdas, sehingga ia belum mampu menghafal dengan tepat do'a atau dzikir yang seharusnya orang-orang baca ketika thawaf.
Ia hanya membaca dzikir 'ya Kariim' berulang-ulang dengan sangat khusyu'.
Saat ia sedang berdzikir sendirian itulah, tiba-tiba seorang laki-laki berjalan mengikutinya dari belakang, sambil mengucapkan juga dzikir, "yaa Kariim... yaa Kariim..." berulang-ulang seperti yang dilakukan si Badui.
Mendengar hal tersebut, si Badui pun berpindah dan menjauh dari orang tersebut, sambil terus melafadzkan dzikirnya. Si Badui mengira orang tersebut hanya memperoloknya.
Namun laki-laki tersebut terus saja mengikutinya kemana pun si Badui berjalan dan menghindar.
Laki-laki itu masih saja mengikuti si Badui sambil terus mengucapkan dzikir yang sama.
*****
Merasa terus diperolok-olok, si Badui menghentikan langkahnya dan memutar tubuhnya menghadap laki-laki tersebut. Ia melihat seorang laki-laki dengan wajah sangat cerah dan berbadan sangat tegap.
Dengan sedikit tergagap si Badui pun berucap,
"wahai orang yang berwajah cerah, apakah anda sedang memperolok saya? Demi Allah, kalau tidak karena wajahmu yang cerah dan badanmu yang indah, tentu saja saya sudah mengadukan kamu kepada kekasihku...."
Laki-laki yang berdiri di hadapan si Badui pun tersenyum sambil berkata,
"wahai saudaraku, siapakah kekasihmu itu?"
"ia adalah Nabiku, Muhammad Rasulullah Saw..." balas si Badui dengan suara lantang.
Mendengarkan ucapan si Badui barusan, laki-laki tersebut semakin melebarkan senyumannya.
"wahai saudaraku Badui, apakah engkau belum mengenal dan bertemu dengan kekasihmu itu..?" laki-laki itu bertanya lagi, suaranya begitu lembut.
"tentu saja belum..." si Badui menjawab pelan.
"bagaimana mungkin kamu bisa mencintai seseorang yang bahkan engkau belum mengenalnya dan belum bertemu dengannya? Bagaimana bisa engkau mengimaninya?" tanya laki-laki itu lagi.
Si Badui berpikir sejenak, lalu dengan tegas menjawab,
"saya beriman atas kenabiannya, meski saya belum pernah melihatnya. Saya membenarkan kerasulannya meski saya belum pernah bertemu dengannya..."
Laki-laki itu tersenyum lagi dan menatap si Badui cukup lama.
"wahai saudaraku orang badui, saya inilah orang yang engkau cintai tersebut. Saya inilah Nabimu di dunia, dan pemberi syafaat padamu di akhirat kelak..." laki-laki itu berkata dengan penuh kelembutan.
Si Badui menatap tajam laki-laki itu, ia sempat berpikir kalau laki-laki tersebut hanya memperoloknya lagi. Tapi melihat penampilan dan cara berbicara laki-laki dihadapannya, si Badui sangat yakin bahwa orang tersebut ialah baginda Rasulullah Saw yang sangat dirinduinya selama ini.
Lelaki yang berdiri dihadapan orang Badui tersebut memanglah sosok Nabi Muhammad Saw, yang juga sedang melaksanakan ibadah umroh saat itu. Baginda Rasulullah sengaja mengikuti si Badui, karena melihat tingkahnya yang unik dan polos, menyendiri, tetapi tampak begitu khusyu' melafadzkan dzikirnya.
Si Badui masih menatap Rasulullah Saw setengah tak percaya, matanya berkaca penuh keharuan. Ia tidak menyangka akan bertemu dengan sosok yang selama ini sangat ia kagumi. Sambil menahan haru si Badui pun berjalan dengan pelan mendekati Rasulullah, ia menunduk dan hendak mencium tangan Nabi Muhammad Saw. Namun Rasulullah segera memegang pundak si Badui dan beliau pun berkata,
"wahai saudaraku, jangan perlakukan saya sebagaimana orang-orang asing memperlakukan para rajanya, karena sesunggunya saya diutus oleh Allah bukanlah sebagai orang yang sombong dan sewenang-wenang. Allah mengutus saya dengan kebenaran, sebagai pemberi kabar gembira (yakni akan kenikmatan di syurga) dan pemberi peringatan (akan pedihnya siksa api neraka) ..."
Si Badui masih menatap penuh kekaguman, hatinya begitu gembira bisa bertemu dengan baginda Rasulullah Saw.
Saat itulah tiba-tiba malaikat Jibril turun kepada Nabi Muhammad Saw, menyampaikan salam dan penghormatan dari Allah Swt kepada beliau, dan Allah memerintahkan beliau untuk menyampaikan beberapa kalimat kepada orang Badui tersebut.
Rasulullah pun menyampaikan kalimat tersebut kepada si Badui,
"hai Badui, sesungguhnya Kelembutan dan Kemuliaan Allah (yakni makna asma Allah ; yaa Kariim) bisa memperdayakan. Dan Allah akan menghisab (memperhitungkan)-nya dalam segala hal, baik yang sedikit ataupun yang banyak, yang kecil maupun yang besar..."
Mendengar ucapan Rasulullah tersebut, si Badui pun bertanya...
"ya Rasulullah, apakah Allah Swt akan menghisab saya?"
"iya. Dia akan menghisabmu jika Dia menghendaki..." jawab Rasulullah.
Si Badui tiba-tiba berucap sesuatu yang tak disangka-sangka,
"demi Kebesaran dan Keagungan-Nya, jika Dia menghisabku, aku juga akan menghisab-Nya...!"
Nabi Muhammad Saw tersenyum kembali mendengar ucapan si Badui tersebut, beliau pun bersabda,
"dengan apa engkau akan menghisab Tuhanmu, wahai Badui saudaraku?"
"jika Tuhanku menghisabku atas dosaku, aku akan menghisab-Nya dengan maghfiroh-Nya, jika Dia menghsiabku atas kemaksiatanku, aku akan menghisab-Nya dengan Afwan (pemaafan)-Nya, dan jika Allah menghisabku karena kekikiranku, aku akan menghisab-Nya dengan kedermawanan-Nya..." ucap si Badui lagi.
Nabi Muhammad Saw sangat terharu mendengar jawaban si Badui, sampai beliau menangis meneteskan air mata yang membasahi jenggotnya. Jawaban yang sangat sederhana, namun mencerminkan betapa 'akrabnya' si Badui Sang Pencipta-nya, betapa tinggi tingkat ma'rifatnya kepada Allah, padahal ia belum pernah mendapatkan didikan langsung dari baginda Rasulullah Saw.
Sekali lagi malaikat Jibril turun kepada Nabi Muhammad Saw dan berkata,
"wahai Muhammad, Tuhanmu, Allah Swt mengirim salam kepadamu dan berfirman : kurangilah tangismu, karena hal itu melalaikan malaikat-malaikat pemikul Arsy dalam tasbihnya. Katakan kepada saudaramu, si Badui, ia tidak usah menghisab kami dan kami tidak akan menghisab dirinya, karena ia adalah (salah satu) pendampingmu kelak di syurga..."
Rasulullah pun dengan segera mengusap air matanya. Beliau tersenyum menatap kagum kepada sosok si Badui yang masih berdiri di depannya.
Sekian...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar