Meraih asa, menggapai senja (part 2)

"mohon perhatian semuanya!" suara pak Nardi, bos kami, menggema di ruang kerja kami, spontan kami semua mengalihkan pandangan ke arah beliau.
"hari ini saya mau memperkenalkan seorang gadis cantik nan menawan, namanya Arini. Dan mulai hari ini ia akan magang di kantor kita..." lanjutnya dengan senyum sumringah.
Seorang gadis yang memang cantik berdiri di sampingnya juga ikut tersenyum.
"dan... saya mohon kerja sama semua pihak untuk bisa membimbing Arini, terutama kamu Jhon..." kali ini ia mengarahkan telunjuk kanannya padaku.
Sesaat aku hanya terpaku. Bukan karena pak Nardi mengarahkan telunjuknya padaku. Terlebih kepada senyum Arini yang memikat. Aku terpana. Jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya.

"oke... siap bos!" suara Doni memecah keheningan yang tercipta sejenak. "Jhon pasti akan bimbing Arini dengan sebaik-baiknya pak.." Doni melanjutkan, seperti biasa dengan nada sindirannya.
Mendengar itu, hampir semua orang yang berada dalam ruangan itu tertawa, kecuali saya tentunya.
"sudah! sudah! cukup tertawanya!" pak Nardi berkata dengan suara tinggi, "sekarang lanjutkan bekerja.. Dan kamu Arini, selamat datang di kantor kami dan semoga nyaman.." lanjutnya lagi.
Kulihat Arini mengangguk anggun dengan bibir yang masih tersenyum.
"baik pak.. terima kasih.." ucapnya lembut dengan suara yang ehm merdu.
Deg! jantungku berdetak lagi lebih kencang.

************

Hampir dua minggu Arini melaksanakan magang di kantor kami. Tentunya kami sudah sedikit akrab. Dan seperti biasa teman-teman kantor, sibuk memperhatikan dan mengomentari kami berdua. Yah, mau gimana lagi, di kantor ini, terutama di ruang ini, satu-satunya laki-laki yang lajang ya cuma saya. Jadi mau gak mau saya harus terima konsekuensi-nya.
Namun berkat itu semua juga, akhirnya Arini tahu kalau saya masih lajang. Meski awalnya ia sempat tak percaya, mengingat usia saya yang menurutnya sudah sangat matang.
Tapi saya berhasil meyakinkannya, dengan sedikit drama tentunya. Dan dengan menceritakan beberapa bagian kisah kasih masa lalu saya.
Saya mulai menyukai Arini. Bukan. Saya semakin menyukai Arini, karena dari pertama kali melihatnya saya sudah menyukainya.
Selain wajahnya yang cantik dan senyumnya yang menawan, Arini juga seorang gadis yang sopan dan ramah. Meski untuk beberapa hal ia sering terlihat ceroboh...


"maaf bang Jhon, saya gak bisa..." itu jawaban Arini, setelah lebih dari sebulan kami saling akrab. Setelah, tentu saja, dengan cukup berani aku mengungkapkan perasaanku padanya.
"kenapa?" tanyaku lesuh.
Arini hanya terdiam.
"karena saya udah tua..."
"bukan!" Arini spontan menjawab, "bukan karena itu..." lanjutnya terdengar hati-hati. Suasana kafe memang sedikit ramai saat itu. Saya memang sengaja mengajak Arini makan malam, yah untuk mengungkapkan perasaanku padanya.
"tapi karena...?"
"saya harus menyelesaikan kuliah dulu, bang. Saya ingin menjadi wanita karir yang sukses. Dan itu butuh waktu bertahun-tahun. Saya rasa bang Jhon gak harus menunggu selama itu untuk berkeluarga.." balas Arini dengan nada terkesan datar.
Yah, itu sama saja dengan 'aku masih terlalu muda untukmu, bang Jhon.' bathinku lirih.

Arini menolak saya dengan sangat sopan, menurut saya sih. Tapi tetap saja masih terasa menyakitkan bagi saya.
Tapi saya coba menerimanya dengan lapang dada. Jarak usia kami memang terlalu jauh. Arini masih 23 tahun, perjalanannya masih sangat panjang.
Tapi aku menyukainya! Aku menyukai Arini.
Setelah hampir lima tahun, pintu hati saya tertutup. Setelah bertahun-tahun hati saya membeku.
Dan kehadiran Arini telah mampu mencairkan hatiku, membukanya perlahan-lahan.
Namun apa hendak dikata, Arini tidak punya perasaan apa-apa padaku.
Untuk kesekian kalinya aku merasa terluka.....

*********

"Jhon, kamu masih ingat Gadis?" tanya Emak, saat kami makan malam.
"Gadis mana sih, mak?" tanyaku sedikit menggerutu, Mak pasti mau bahas soal jodoh lagi.
"Gadis, anak paman Akom, yang dulu kuliah dan jadi guru di Bandung. Sekarang sudah pindah lagi kesini. Pindah tugas, katanya."
Aku berpikir sejenak, mengingat Gadis, teman masa kecilku. Ketika kecil Gadis sangat dekil dan sedikit jorok. Tapi anaknya asyik, gak neko-neko. Periang dan selalu gembira. Dulu kami sering main bersama. Sungguh, masa-masa yang indah untuk di kenang.
"kamu masih ingat, gak?" suara Mak mengagetkanku.
Spontan aku mengangguk, "ingat, Mak. Emang kenapa sih, Mak? Dia sudah menikah juga? Terus kenapa saya masih belum?" gerutuku sedikit kesal.
"itu dia masalahnya, Jhon. Ternyata Gadis sama dengan kamu. Masih belum laku juga.." suara Mak terdengar sedikit riang.

"ya iyalah, Mak. Gadis kan orangnya emang sedikit jorok dekil. Mana ada yang mau.." ucapku kasar.
"lah, kamu sendiri juga belum laku toh.." balas Mak, tak kalah kasar.
"saya bukannya gak laku, Mak. Tapi memang belum ketemu jodoh aja..." timpalku cepat.
"apa bedanya, Jhon... Jhon... sama aja kamu belum laku. Itu intinya." balas Mak.
Aku terdiam kembali. Aku tahu Mak gak bermaksud meledekku. Ia hanya coba memotivasi, meski dengan cara yang tidak aku inginkan.
"nanti malam kamu jalan ke rumah paman Akom ya..." ucap Mak lagi. "ketemu sama Gadis, mana tahu kalian cocok.." lanjut Mak.
Aku menatap Mak dengan sedikit melotot.
"udah kamu tenang saja. Mak gak maksa kamu untuk menikah dengan Gadis, kok. Tapi kalau kamu nanti tertarik, Mak sangat setuju..." ujar Mak sambil ia berdiri.
Aku menghempaskan napas. Perjuangan Mak untuk membuatku segera menikah, memang tak pernah pudar.

************

Tok! tok! tok!
Aku mengetuk pintu rumah paman Akom. Seperti permintaan Mak, aku akhirnya setuju untuk sekedar bersilahturrahmi ke rumah paman Akom. Sudah cukup lama juga aku tidak datang ke sini. Rasanya kangen juga mendengar pituah dari paman Akom yang memang bijak.
Seorang perempuan tiba-tiba membukakan pintu. Perempuan itu memakai hijab yang cukup panjang terurai ke bawah. Dan ia tersenyum dengan sedikit mengernyitkan kening.
"Jhon?" ucapnya setengah ragu.
Aku mengangguk pelan, "kamu..?" ucapku sangat ragu.
"Gadis!" balas perempuan itu tegas. "kenapa? udah lupa?" tanyanya.
"hmm... iya, sih. Sedikit pangling. Kamu sekarang berhijab?" aku berucap sambil menatap Gadis lama. Aku masih tak percaya, kalau Gadis sekarang sudah sangat jauh berbeda.
Gadis udah gak kelihatan jorok dan dekil lagi. Wajahnya terlihat bersih terawat. Sangat cantik malah.

"masuk, Jhon.." tawar Gadis mengagetkanku.
Dengan sedikit canggung aku melangkah masuk ke ruang tamu rumah itu.
"paman Akom ada?" tanyaku berbasa-basi.
"Ayah dan Ibu lagi pergi ke pasar, Jhon. Dirumah hanya ada saya dan Bi Ijah.." jawab Gadis terlihat santai, "oh, ya. Kamu mau minum apa, sambil nunggu Ayah pulang? Sebentar lagi saya rasa mereka akan datang.." lanjutnya sambil melangkah menuju dapur.
"apa aja. Yang penting dingin..." balasku mengeraskan suara, karena kulihat Gadis sudah masuk ke dalam.
"oke... tunggu sebentar ya..." ku dengar suara Gadis sayup-sayup.

"kamu apa kabar sekarang?" tanyaku, Gadis duduk di hadapanku, setelah menghidangkanku segelas minuman dingin.
"Alhamdulillah baik. Kamu sendiri gimana kabarnya?"
"yah... baik juga sih.." jawabku sedikit tergagap.
"syukurlah ... " ucap Gadis pelan.
"kamu katanya pindah tugas kesini ya..?"
Gadis mengangguk, "yah, pengen deket aja sama keluarga, Jhon. Udah bertahun-tahun aku hidup di rantau. Rasanya kangen aja pengen bareng keluarga lagi.." ucapnya.
"baguslah..." suaraku pelan.
"kamu sendiri gimana, Jhon? Udah berapa anaknya?" pertanyaan Gadis membuatku terdiam beberapa saat.
"saya belum nikah, Dis..." suaraku perlahan.
"oh..." Gadis itu hanya membulatkan bibir.

*********

Bersambung lagi...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

Layanan

Translate