Kisah nyata : Ketika cinta tumbuh di tempat yang salah (part 2)

Bi Endah menghela napas panjang, kemudian berucap, "aku h4mil.." suaranya bergetar.
Aku kaget dan untuk sesaat hanya terdiam.
Tapi kupikir, tak ada yang salah dengan hamilnya bi Endah. Toh, ia punya suami, jadi wajar kalau ia hamil. Orang-orang juga gak bakal berpikir macam-macam. Bahkan seharusnya menurut saya, ini merupakan kabar yang menggembirakan bagi bi Endah maupun paman Jo, mengingat sampai saat ini mereka belum punya anak.
Apa lagi, menurut ku, mereka mungkin sudah sangat lama ingin memiliki anak.
Tapi justru bi Endah sangat ketakutan dan menangis ketika bercerita kepada ku tentang kehamilannya.

"mengapa Bibi sedih? Harusnya ini merupakan sebuah kabar yang gembira?" aku berkata dengan kening berkerut.
"ada satu hal yang kamu tidak tahu tentang pamanmu.." ucap bi Endah sedikit tenang.
"apa?" tanyaku penasaran.

Akhirnya bi Endah bercerita padaku, kalau ternyata paman Jo itu sudah di vonis mandul oleh dokter.
Paman Jo mandul! Ya, pada saat enam tahun pernikahan mereka, karena mereka belum juga memiliki anak, meski sudah menjalani berbagai terapi, pengobatan tradisional maupun modern.
Mereka pun sepakat untuk mendatangi dokter ahli dan menjalani pemeriksaan kesehatan mereka. Yang hasilnya membuktikan bahwa paman Jo mandul. Paman Jo sudah di vonis mandul.
Jadi kalau ia tahu bi Endah hamil, jelas akan menjadi sebuah tanda tanya besar baginya.

Menurut cerita bi Endah, dulu ketika di vonis mandul, paman Jo sempat frustasi dan tak punya gairah hidup. Paman Jo memberi pilihan kepada bi Endah waktu itu, untuk tetap mempertahankan rumah tangganya meski tanpa anak atau pergi memilih kehidupan bi Endah sendiri.
Tentu saja bi Endah memilih untuk tetap bersama paman Jo waktu itu, karena bi Endah mencintai paman Jo tulus, sekalipun paman Jo sudah di vonis tidak bisa memiliki keturunan.
Mereka sempat sepakat untuk mengangkat anak, tapi bi Endah pikir, itu jelas akan semakin melukai perasaan paman Jo.
Itulah ternyata mengapa selama ini, paman Jo selalu menyibukkan dirinya dengan bekerja. Karena ia tidak ingin merasa frustasi dengan kondisinya. Ia juga sangat memberi kebebasan kepada bi Endah.
Paman Jo sadar, kalau ia tidak bisa memberikan keturunan kepada bi Endah. Ia sadar kehidupan rumah tangga mereka akan terasa hambar. Namun bi Endah selalu setia mendampinginya selama ini.

Tapi sebagai wanita normal, bi Endah juga kadang menginginkan punya anak dari rahimnya sendiri. Namun bi Endah tak mungkin meninggalkan paman Jo yang sudah begitu baik padanya.
Hingga segala kesepiannya, ia tumpahkan dengan tangis.
Dan sekarang, bi Endah hamil. bi Endah h4mil olehku. Bi Endah h4mil oleh ponaan paman Jo yang tidak tahu terima kasih. Padahal paman Jo selama ini sudah sangat baik padaku.
Justru sekarang aku yang semakin terpukul.
Aku benar-benar tidak tahu, apa yang harus aku lakukan saat ini...
Sementara bi Endah masih menangis tersedu-sedu di sampingku.
Segala penyesalan menyeruak masuk ke dalam hatiku. Dadaku terasa sesak.
Tak ku sangka, semua akan berakhir seperti ini. Hubungan cinta terlarang kami telah membuat semuanya berantakan.

Biar bagaimanapun, kami harus jujur! Kami harus mengatakan semua ini kepada paman Jo!
Tapi bagaimana caranya? bathinku. Aku meringis. Dadaku semakin sesak dan terasa teriris.
Terpikir untuk menggugurkan saja kandungan bi Endah, tapi bi Endah tegas menolak, selain rasa takut, ia juga sangat menginginkan anak itu.

*********
Akhirnya dengan sangat berat dan penuh air mata, kami menceritakan semuanya kepada paman Jo. Mendengar semua cerita kami, paman Jo hanya diam tanpa suara. Tapi raut muka nya jelas memperlihatkan amarah yang begitu besar. Wajahnya merah padam, tubuhnya gemetaran menahan marah. Tangannya menggenggam erat, tatapan matanya begitu tajam. Aku tak sanggup menatapnya lama, aku hanya tertunduk. Sementara bi Endah menangis sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Tiba-tiba paman Jo, mengangkat pinggiran meja keluarga itu, lalu menghempaskannya keras. Suara pecahan kaca berserakan terdengar sangat keras. Paman Jo kemudian berdiri dan masih tanpa suara pergi keluar dari rumah itu dan mengendarai mobilnya melaju menuju jalan. Aku hanya berdiri memperhatikan kepergian paman Jo, dan bi Endah yang masih saja menangis tersedu di ruang keluarga itu. Pikiran ku benar-benar kacau!

Beberapa hari kemudian paman Jo pulang dengan wajah sangat kusut. Beberapa hari ini, bi Endah hanya mengurung diri di kamar, aku sendiri hanya seperti orang gila di rumah itu, mondar-mandir tak jelas, masuk keluar kamar dan kadang ke dapur.
Sesampainya di dalam rumah paman Jo langsung menuju kamarnya. Tak lama kemudian, ia keluar dengan bi Endah. Ia menyuruhku duduk di ruang tamu. Hatiku tak karuan, aku tak tahu hukuman apa yang akan diberikan paman Jo kepada kami.
Tapi ternyata paman Jo, hanya meminta kami untuk tidak menceritakan semua kejadian tersebut kepada siapa pun. Menurutnya, yang tahu ia mandul, hanya bi Endah, untuk itu orang-orang hanya akan tahu kalau anak yang ada dalam kandungan bi Endah adalah anaknya.

Tapi tentu saja dengan syarat, aku harus segera pergi dari rumah itu. Aku harus pindah kuliah dan pindah tempat tinggal ke kota lain. Dan paman Jo yang akan mengurus semua itu, termasuk memberi alasan kepada orang tua ku di kampung.
Kami tidak boleh bertemu lagi dimana pun dan dengan alasan apa pun.
Setengah hatiku merasa sedikit lega, setidaknya paman Jo memberikan hukuman yang masih bisa aku terima. Namun setengah hatiku yang lain sangat tidak rela, karena biar bagaimana pun, anak yang bi Endah kandung adalah anakku. Aku punya hak atasnya, setidaknya kelak ia harus tahu siapa ayah kandungnya.
Tapi hati kecilku mencoba menerima semuanya, semoga, ini adalah jalan yang terbaik! 
 
*****
Sekian ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

Layanan

Translate