Sebuah cerpen : Cinta dua warna... (part 1)

Sejenak Aris menarik napas, dadanya terasa sesak. Dengan setengah tak percaya ia menoleh sekilas ke arah samping kirinya. Seorang gadis manis dengan wajah yang imut tersenyum padanya.
"kamu yakin?" tanya Aris ragu.
Gadis imut itu hanya mengangguk dengan sedikit malu.
"Mia... kamu kan tahu, kalau usia kita terpaut sangat jauh." ucap Aris lembut, "lagi pula kamu masih SMP, Mia..." lanjutnya hati-hati.
"Mia tahu, kak. Tapi apa salah, kalau Mia suka sama kak Aris..." suara lembut Mia membuat Aris sedikit tertunduk.

Sudah setahun Aris menjadi guru les private. Dan Mia adalah salah satu muridnya. Aris biasanya datang ke rumah Mia setiap sore rabu dan sore sabtu, sesuai jadwal.
Sejak lulus kuliah setahun yang lalu, Aris memang belum mendapatkan pekerjaan yang cocok, dan menjadi guru les private adalah pilihan terakhirnya.
Ada beberapa orang murid, rata-rata semuanya adalah anak-anak SMP.

Memang harus Aris akui, kalau belakangan ini, Mia memperlakukannya agak berbeda dari biasanya. Mulai dari menyediakan makanan atau minuman untuk Aris saat les. Mia sering ngajakin Aris makan di luar atau juga ngajak Aris nonton. Beberapa kali Aris coba menolak, tapi Mia terus memaksa.
Mia juga kadang berdandan secara menor, atau bahkan terkesan berlebihan.
Tapi Aris mencoba menanggapinya biasa saja. Aris hanya berpikir, mungkin Mia memang lagi puber, seperti kebanyakan remaja lainnya. Apa lagi mengingat usia Mia yang baru beranjak remaja.
Tapi tadi...
Dengan jelas Aris mendengar kalau Mia mengungkapkan perasaan sukanya secara terang-terangan.
Mereka duduk di sebuah kafe, dan Mia juga yang memaksanya untuk datang tadi.

"gimana? Kak Aris mau gak jadi pacar Mia?" ucapan Mia yang polos, membuat Aris kembali menarik napas. Ia hanya tidak tahu bagaimana cara menjawabnya.
Aris tahu betul bagaimana watak Mia. Seorang gadis manja yang selalu terpenuhi keinginannya.
Jika ia menolak dengan terang-terangan, sudah pasti Mia akan marah dan membencinya.
Tapi Aris juga tidak mungkin pacaran dengan gadis ABG itu. Ia masih terlalu kecil.
Walau harus Aris akui, kalau Mia memang imut dan cantik. Aris memang menyukai Mia. Tapi hanya sebatas seorang guru kepada muridnya, atau seorang kakak terhadap adiknya. Tak lebih!

"kamu masih terlalu kecil, Mia. Belum boleh pacaran.." ucap Aris akhirnya masih dengan hati-hati.
"siapa bilang?!" potong Mia sedikit ketus.
"ya... siapa aja... lagi pula kalau mama papa kamu tahu, mereka pasti bakal marah.." Aris sedikit tergagap. Terus terang seumur-umur, ini baru pertama kalinya bagi Aris, seorang cewek mengungkapkan perasaannya duluan. Dan lebih parahnya lagi, cewek itu justru seorang gadis yang baru tumbuh remaja. Aris benar-benar dibuat kebingungan.

"yah, jangan sampai mereka tahu lah, kak..." balas Mia datar. "lagi pula yang Mia tanyakan itu, kak Aris mau gak jadi pacar Mia?" lanjutnya lagi.
"kalau kak Aris jawab gak mau...?"
"yah, Mia harus tahu dulu, kak Aris gak maunya kenapa.."
"karena itu tadi.."
"karena Mia masih SMP?!"
Spontan Aris mengangguk.
"berarti kalau Mia sudah SMA, kak Aris mau?"
"yah, belum tentu juga, Mia.."
"berarti bukan karena Mia masih SMP dong.." Mia berkata lagi sambil sedikit melotot.

Aris menarik napas kembali, kali ini lebih dalam.
"gini loh, Mia." ucapnya pelan, "kamu masih lima belas tahun, sedangkan kak Aris sudah dua puluh lima tahun. Beda usia kita itu sangat jauh loh. Sepuluh tahun. Kalau pun nanti Mia udah SMA, mungkin saja kak Aris sudah menikah.."
"emangnya kak Aris punya pacar sekarang?" tanya Mia penasaran.
"yah... belum sih.." jawab Aris terdengar sangat pelan.
"itu artinya masih ada kesempatan untuk Mia, kak.." Mia berkata dengan suara polosnya lagi.
"kak Aris gak harus jawab sekarang, kok. Mia bakal tunggu sampai kapan pun...." lanjutnya.
Aris menatap Mia lama. Ia tidak tahu lagi harus berkata apa. Mia sepertinya memang sangat serius dengan ucapannya.
"kak Aris orangnya ganteng, baik dan juga sangat pintar. Mia jatuh cinta sama kak Aris. Cinta pertama Mia." Mia berujar lagi. "Mia bakal tunggu, sampai kapan pun. Bahkan jika harus bertahun-tahun.." lanjutnya terdengar tegas.

**************

"ooh, sekarang pacarannya sama anak ABG ya?" Sebuah suara mengganggu gendang telinga Aris yang sedang sibuk memainkan laptop-nya.
Aris menoleh ke arah suara itu, ia lihat di sampingnya sudah berdiri seorang gadis dengan rambut panjangnya yang dibiarkan tergerai.
"Lisa?" kening Aris berkerut, "maksud kamu apa?"
Lisa duduk dihadapan Aris sambil berkata, "gak usah belagak bego deh, Ris. Saya lihat kok kamu kemarin di kafe.."
"oh... dia Mia..."
"saya juga gak peduli dia siapa!" potong Lisa sedikit sinis.
"Mia itu salah seorang murid les private-ku, Lis. Emang kenapa?"
"oh, jadi les-nya di kafe, ya?!"
"gak!" jawab Aris tegas. "kebetulan aja kami ketemu disana dan ngobrol. Lagi pula apa urusannya sama kamu, Lis. Saya mau ngobrol sama siapa! Kita kan sudah tidak punya hubungan apa-apa lagi.."
"iya, sih. Tapi saya kasihan aja sama kamu. Masa' pacarannya sama anak SMP, sih. Kayak gak ada cewek yang lebih dewasa aja.." suara Lisa semakin terdengar ketus.
"kamu jangan ngarang, Lis. Saya dan Mia tidak pacaran. Lagian kamu kenapa, sih? Kamu cemburu?" balas Aris sedikit sengit.
Lisa menatap Aris dengan sedikit melotot. "ngapain aku cemburu sama anak ABG! Kayak kurang kerjaan aja.." ucapnya tak kalah ketus.
"yah udah, kalau kamu gak cemburu. Lantas ngapain kamu kesini?"

Lisa terdiam sejenak. Lalu dari dalam tasnya ia mengeluarkan sebuah undangan.
"aku hanya mau ngasih ini sama kamu.." ucapnya.
Dengan sedikit ragu Aris menerima undangan itu.
"minggu besok saya dan mas Reyhan bakal nikah..."
"oh.." Aris hanya membulatkan bibir, dan meletakkan undangan tersebut di atas meja. Ia menelan ludah, tenggorokannya terasa kering.
"ya udah, aku pamit..." ucap Lisa lagi, sambil ia berdiri.
Aris menatap Lisa yang melangkah pelan keluar dari kamar kost-nya. Lisa memang sudah sering main ke kost Aris. Terutama saat mereka masih pacaran dulu.
Lima tahun mereka pacaran. Lima tahun hubungan mereka baik-baik saja. Sampai suatu hari...

"aku ingin kita putus, Ris.." begitu ucap Lisa waktu itu, sekitar enam bulan yang lalu.
Aris terdiam sesaat. Ia masih berpikir, kalau Lisa hanya bercanda. Ia tatap wajah gadis itu cukup lama. Tapi Lisa benar-benar serius dengan ucapannya.
"kenapa?" tanya Aris akhirnya. Perasaannya merasa tidak enak.
"aku gak bisa jelaskan, Ris. Tapi yang pasti, aku gak bisa lagi meneruskan semua ini. Melanjutkan hubungan kita.."
"setelah hampir lima tahun?" suara Aris tercekat.
"saya tidak berpikir tentang itu, Ris. Tapi rasanya hubungan kita terlalu datar dan terasa hambar. Saya tidak melihat masa depan yang baik untuk kita.."
"karena saya belum bekerja?"
"mungkin. Salah satunya.."
"aku akan cari kerja, Lis..."
"sudah terlambat, Ris.'
"maksud kamu?"
"nanti kamu juga bakal tahu..."

Aris menarik napas panjang, hatinya terasa sangat perih mengingat semua itu. Begitu mudahnya Lisa mencampakkannya. Sampai akhirnya Aris tahu, kalau Lisa sudah menjalin hubungan serius dengan Reyhan, sahabatnya sendiri. Dan bahkan sekarang mereka akan menikah.
Aris hanya sedang berusaha untuk terlihat tegar. Meski hatinya sangat sakit dan begitu terluka. Tapi ia tak mungkin memaksa Lisa untuk terus bersamanya. Biar bagaimana pun, Lisa benar, ia memang tidak punya masa depan yang jelas. Dan Reyhan punya segalanya. Lisa pantas untuk bahagia. Rintih hati Aris dalam kepasrahannya.

*****
Bersambung ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

Layanan

Translate