Misteri gadis yang hilang...

"toloooong....!! toloooong...!!!" Lila berteriak sekeras-kerasnya berkali-kali, tapi suara teriakannya hanya menggema kembali ke gendang telinganya.
Hampir satu jam ia terkurung disana, di dalam sebuah ruang pengap nan gelap.
Ruangan itu persegi empat, berukuran sekitar 2 x 3 meter persegi, dengan dinding tembok yang kokoh. Di bagian atasnya terdapat plafon dari kayu yang keras. Tinggi ruangan itu tidak kurang dari 2 meter.
Tidak ada sedikitpun cahaya yang masuk ke dalam, kecuali dari sebuah lubang kecil kunci pintu.
Pintu yang terbuat dari baja itu bertaut rapi dengan tembok pada setiap sisinya.
Pintu itu sudah terkunci dari luar sejak Lila sadarkan diri tadi.
Lila tidak begitu ingat kenapa dan bagaimana ia bisa berada di dalam ruangan sempit tersebut. Yang ia ingat, ia menjalani hari ini seperti hari-hari biasanya.

Sekitar jam enam pagi, alarm Lila berbunyi dan ia pun terbangun. Segera Lila mandi, sarapan dan berangkat kuliah.
Lila tinggal di sebuah rumah kost. Ia menyewa sebuah kamar disana. Sendirian. Karena memang kamar kost tersebut dirancang hanya untuk ditempati oleh satu orang.
Ada terdapat banyak kamar kost disana, menurut Lila ada sekitar lebih dari lima puluh kamar.
Setiap kamar di huni oleh satu orang, yang berasal dari berbagai daerah dan juga berbagai profesi.
Semua penghuni kost adalah cewek, karena memang disewakan khusus untuk cewek.
Lila menuju kampus dengan hanya berjalan kaki, seperti biasa. Karena memang jarak tempat kost Lila hanya berjarak lebih kurang tiga ratus meter dari kampus tempat ia kuliah.
Sudah lebih dari dua tahun Lila berada di kota tersebut, sementara kedua orangtua dan keluarganya tinggal di sebuah desa yang berjarak sangat jauh dari kota.

Sesampai di kampus Lila langsung menuju kelasnya. Ia mengikuti pelajaran seperti biasa. Pada jam istirahat, Lila berkumpul dengan teman-temannya, lalu membaca beberapa buku di perpustakaan.
Hingga siang Lila berada di kampus, lalu memutuskan untuk pulang setelah ia makan siang di kantin kampus.
'setidaknya sesampainya di kost, saya bisa langsung tidur' pikirnya. Karena Lila memang paling malas masak di kost. Bukan karena Lila malas masak, tapi Lila paling enggan harus berebut tempat masak dengan teman-teman kost lainnya, karena rumah kost itu hanya punya dua ruang untuk tempat masak. Satu berada di lantai atas dan satu lagi berada di lantai bawah cukup jauh dari kamar Lila.
Diperjalanan pulang, Lila bertemu dengan seorang laki-laki paroh baya, yang sedang atau menurut Lila seperti kebingungan.

"maaf, pak. Bapak mau kemana?" tanya Lila sedikit hati-hati.
Gang tempat biasa Lila lewat menuju kampus memang sedikit sepi. Hanya terdapat beberapa buah rumah disana, dan jarak setiap rumah cukup berjauhan. Jalannya kecil dan berlobang-lobang. Jarang ada orang yang lewat disana, kecuali bagi mereka yang ingin jalan pintas menuju kampus.
Laki-laki itu menatap Lila cukup lama,
"saya... saya... mungkin tersesat..." suara laki-laki itu terdengar berat dan sedikit serak.
"oh.." desah Lila, sambil berjalan mendekati laki-laki itu tanpa rasa curiga.
"emangnya Bapak mau kemana?" tanya Lila lagi, setelah cukup dekat.

Laki-laki itu hanya menatap sekeliling, lalu kemudian tiba-tiba tangannya yang sedari tadi berada di dalam saku jaketnya, ia keluarkan. Sebuah sapu tangan biru berada di tangan kanannya. Kemudian dengan sangat cepat, tangan itu mengarah ke wajah Lila.
Lila spontan kaget, namun ia sudah cukup terlambat untuk menyadarinya. Tangan laki-laki itu sudah berada di mulutnya, sapu tangan itu menutup mulut dan hidungnya.
Lalu tiba-tiba Lila merasa pusing, hingga tak lama kemudian ia tak sadarkan diri.
Setelah itu Lila tidak ingat apa-apa lagi.

************

Lila memegang keningnya, kepalanya terasa sangat sakit. Tubuhnya terasa lemas. Lila benar-benar tidak tahu apa yang telah terjadi.
Ia menyentuh hampir setiap jengkal tubuhnya, ia merasa semuanya masih baik-baik saja, terlepas dari kondisi dimana ia berada sekarang. Setidaknya laki-laki itu, tidak atau belum melakukan hal-hal buruk yang ia takutkan, padanya.
Lila mencoba menarik napas panjang, sekedar menenangkan pikirannya. Mencoba berpikir lebih jarnih. Namun suasana ruangan yang sangat gelap dan juga sempit, membuat Lila tidak bisa benar-benar berpikir.
Lila mencoba menggedor-gedor lagi pintu baja itu, tangannya sudah terasa sangat sakit. Suaranya sudah hampir hilang. Sudah tidak terhitung jeritan minta tolong yang Lila teriakan, namun semuanya hanya sia-sia. Laki-laki itu benar-benar mengurungnya sendirian disana.
Tiba-tiba Lila merasa sangat takut. Ia memeriksa kembali setiap saku celananya, namun ia tidak menemukan apa-apa. Semua, tas, handphone dan juga dompetnya sudah diambil laki-laki tersebut.

Lila menghempaskan tubuhnya di lantai keramik itu, ia merasa sangat lelah. Menurutnya mungkin sudah lebih dari enam jam ia berada di sana sendirian. Lila dapat merasakan hal itu, karena perutnya sudah mulai terasa lapar. Itu artinya sekarang hari sudah mulai malam, bathin Lila meringis.
Tiba-tiba ia merasa kangen dengan kamar kost-nya. Lila ingin istirahat dan tertidur lelap.
Tapi kenyataannya ia berada disini sekarang. Berada di sebuah ruangan yang sempit dan pengap, dengan perut yang semakin lapar.

Lila menatap sekeliling dalam gelap. Tidak ada ruangan lain disitu. Lila terpaksa menahan sesak dari dalam perutnya untuk buang air kecil yang tiba-tiba ia rasakan.
Lila benar-benar merasa tidak nyaman dan sangat tesiksa.
Air matanya terasa seakan kering karena menangis dari tadi.
Tapi Lila cukup sadar, saat ini tidak ada gunanya ia menangis atau pun berteriak. Karena mungkin menurut Lila, laki-laki itu mengurungnya disebuah tempat yang sangat jauh dari keramaian.
Karena menurut Lila, laki-laki tersebut tidak mengikatnya dan juga tidak membekap mulutnya dengan lakban, seperti yang pernah Lila lihat di film-film, itu artinya laki-laki itu yakin, bahwa teriakan sekeras apa pun sudah pasti tidak ada yang akan mendengarnya, apa lagi suara teriakan Lila harus tertahan oleh dinding tembok yang menurut Lila sangat tebal dan kokoh.
Saat ini tidak ada yang bisa ia lakukan, selain menunggu kedatangan laki-laki tersebut dan menunggu apa yang akan dilakukan laki-laki tersebut selanjutnya.
Lila sudah pasrah, hingga tanpa sadar ia pun tertidur.

***********

Piter adalah seorang laki-laki yang memiliki bentuk tubuh yang kekar. Tentu saja karena ia sangat suka olahraga. Ia juga seorang pelatih dan instruktur di sebuah tempat fitnes.
Ia seorang mahasiswa tingkat akhir. Piter mengenal Lila sudah cukup lama, sejak Lila mulai kuliah.
Selama ini Piter memang diam-diam menyukai sosok Lila, meski ia belum pernah mengungkapkan hal tersebut. Hubungan mereka selama cukup baik dan sangat dekat.
"kamu yakin tidak melihat ia pulang ke kost?" Piter bertanya pada Alena, salah seorang teman kost Lila yang paling dekat. Alena bekerja di sebuah super market.
"terakhir saya melihat Lila pagi tadi, saat ia berangkat ke kampus.." balas Alena yakin.
"kamu sudah coba hubungi handphone-nya?" lanjut Alena.
"sudah beberapa kali, tapi tidak pernah aktif.." jawab Piter.
"kamu gak jumpa Lila di kampus hari ini?" tanya Alena lagi, ia juga merasa cukup khawatir, karena hari sudah menunjukkan jam sembilan malam. Biasanya Lila tak pernah pulang lewat dari jam delapan malam.
Piter menggeleng, "hari ini saya cukup sibuk di tempat latihan. Dan saat saya sudah di kampus, Lila sudah tidak berada di sana. Kupikir ia sudah pulang.." ucapnya.

"lalu sekarang gimana?" tanya Alena lagi, "apa kita harus lapor polisi?"
"tidak! jangan dulu.." balas Piter cepat, "Lila hilang belum sampai dua puluh empat jam. Lagi pula kita tidak tahu pasti apa yang terjadi. Bisa saja Lila pergi bersama teman kampusnya dan mematikan handphone-nya karena tak ingin terganggu.." lanjutnya, meski tatapannya menyiratkan ke khawatiran.
Piter dan Alena duduk di bangku depan rumah kost, tempat biasanya mereka nongkrong malam-malam.
Sampai saat itu mereka belum berani menyimpulkan kemana Lila pergi. Mereka masih berharap Lila tiba-tiba muncul dan menjelaskan semuanya.
Namun jam sudah menunjukkan hampir jam sepuluh malam, Piter dan Alena mencoba menghubungi teman-teman Lila yang mereka tahu. Tapi tidak ada satu pun dari mereka yang tahu keberadaan Lila.
"tadi Lila pulang lebih awal kayaknya deh, Ter..." suara Andini dari seberang, "emangnya Lila gak ada di kost-nya ya..?" lanjutnya bertanya.
"itu dia masalahnya, Din. Lila belum pulang ke kost sejak pagi tadi. Gak ada seorang pun yang tahu ia kemana.." balas Piter dengan nada hati-hati.
"atau apa mungkin Lila pulang kampung?" lanjut Andini lagi.
"gak mungkin Lila pulang kampung tanpa membawa apa-apa. Menurut keterangan Alena, Lila ke kampus hanya membawa tas kecil. Lagi pula kalau Lila pulang kampung ia pasti cerita sama saya atau Alena. Dan gak mungkin juga handphone-nya gak aktif..." jelas Piter lagi panjang lebar.
"kamu udah coba hubungi orangtuanya di kampung?"
"kami gak punya nomor mereka, Din..." jawab Piter sedikit lemas. Pikiran Piter mulai merasa tidak enak, Ia merasa ada yang tidak beres. Lila gak mungkin menghilang begitu saja. Pasti ada sesuatu yang terjadi. Pikir Piter berprasangka.

"kita harus segera lapor polisi, Ter.." ucapan Alena membuat Piter sedikit kaget.
Ia menoleh kearah Alena sejenak, kemudian menarik napas dalam. Kedua tangannya mendekap erat di dadanya. Pikirannya menerawang, mencoba menebak kemana Lila pergi. Tapi rasanya semua terasa buntu. Selama ini Lila selalu terbuka padanya. Lila tak pernah pergi kemana-mana tanpa mengabarinya. Tapi sekarang Lila menghilang begitu saja, tanpa kabar!
Kemana dia? Piter membathin lagi.

****

Bersambung ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

Layanan

Translate