"kak Aris?" Mia mengerutkan dahi, menatap laki-laki yang berdiri dihadapannya.
"inikan bukan jadwal Mia les...?" ucapnya lagi.
"ya. Kak Aris tahu." jawab Aris dengan senyum yang mengembang.
"lalu ngapain kak Aris kesini?" tanya Mia dengan rasa penasaran.
"kak Aris cuma mau pamit...."
"pamit? emangnya kak Aris mau kemana?"
"kak Aris dapat tawaran kerja di kota Batam. Besok pagi kak Aris berangkat. Jadi mulai rabu depan kak Aris sudah tidak bisa mengajar les untuk Mia lagi..."
Wajah Mia tiba-tiba muram. Ia menunduk lesuh.
"berarti mulai besok Mia gak bisa ketemu kak Aris lagi?" suaranya parau.
"yap!" jawab Aris tegas, "tapi kamu jangan sedih gitu dong. Nanti kamu bakal dapat guru les yang baru, kok.." lanjutnya, mencoba menghibur.
Mia masih saja menekuk wajahnya, ia enggan menatap sekilas pun ke arah Aris.
Aris menyentuh lembut bahu Mia, "kamu belajar yang rajin ya, Mia!" ucapnya, "kak Aris pamit dulu.."
seusai berkata demikian, Aris memutar tubuhnya dan mulai melangkah pelan.
"kak Aris! Tunggu!" suara Mia, membuat Aris mengurungkan langkahnya. Aris memutar tubuhnya lagi. Ia menatap Mia yang berjalan menuju ke arahnya. Kali ini Mia menatapnya.
"Mia... Mia sayang sama kak Aris.." ucap Mia pelan, setelah ia berdiri hanya setengah meter dari Aris.
Aris tersenyum kembali. "kak Aris juga sayang sama Mia.."
Mia sedikit melebarkan senyumnya, "sebagai murid dan juga adik yang baik..." lanjut Aris cepat, yang membuat Mia membatalkan senyumnya.
"Mia pasti akan sangat merindukan kak Aris.." ucap Mia semakin pelan, matanya mulai berkaca.
Aris merasa kasihan melihat gadis itu, "iya. kak Aris juga pasti akan merindukan Mia..." ucapnya, kali ini lebih tulus.
"sebagai adik?" balas Mia.
Aris hanya mengangguk pelan.
"yah. Mia tahu kok, kak. Tapi Mia boleh minta sesuatu sama kak Aris?" Mia berucap dengan sedikit menunduk.
"apa?" tanya Aris.
"Mia... Mia boleh peluk kak Aris?"
Untuk sesaat Aris masih terdiam.
"sebagai adik.." ucap Mia mayakinkannya.
Tiba-tiba Aris tersenyum lebar. "oke! Boleh.." ucapnya.
Mia melangkah mendekat, kedua tangannya segera mendekap tubuh kokoh milik Aris.
Aris mencoba membalas pelukan itu dengan lembut. Dadanya tiba-tiba bergemuruh tak karuan.
Dengan segera ia melepaskan pelukan itu, ia lihat Mia meneteskan air matanya.
"kamu kenapa menangis?" tanya Aris.
Mia tidak menjawab. Ia hanya memutar tubuh dan segera berlari masuk ke dalam rumah.
Aris terdiam melongo. Tidak tahu harus berbuat apa saat itu. Lalu kemudian ia berjalan pelan keluar pekarangan rumah mewah itu.
************
"hei! kak Aris, kan?" sebuah suara mengagetkan Aris yang sedang menunggu antrian di sebuah pusat perbelanjaan.
Aris menoleh ke arah suara itu. Keningnya berkerut. Setengah tak percaya ia berseru, "Mia?!"
Gadis itu, Mia, mengangguk berkali-kali dengan senyum kegembiraan.
Dengan sedikit tergesa Aris melangkah mendekati gadis itu, ia meninggalkan barisan antriannya.
"hei... " ucapnya sambil menjabat tangan lembut milik Mia.
"apa kabar?" ucap mereka hampir serentak.
"hmmm.. oh, ya. Saya baik.. kamu?" Aris menjawab terlebih dulu, dengan sedikit canggung.
"baik...." jawab Mia singkat.
"ada apa dan kenapa bisa sampai ke Batam?" tanya Aris ringan, setelah mereka memesan sedikit cemilan dan minuman dingin. Mereka duduk di sebuah kafe yang berada di pusat perbelanjaan tersebut.
"ada tugas penelitian dari kampus..."
"oh.." Aris membulatkan bibir, "semester berapa sekarang?"
"lima.."
"Jurusan?"
"kedokteran. Seperti nasehat kak Aris.." jawab Mia tegas. Ia melirik sekilas.
Aris tersenyum menatapnya.
"berapa lama?" tanya Aris lagi.
"apanya?"
"penelitiannya..."
"oh. Sepuluh hari, kak.." kali ini Mia justru merasa gugup.
"gak terasa ya, udah lebih dari lima tahun kita gak ketemu.." Aris berbicara lagi, setelah pesanan mereka datang.
"iya. Tapi kak Aris gak berubah. Masih seperti dulu.." Mia sengaja menekan kalimatnya.
"masa' sih. Perasaan saya makin tua deh.."
"gak kok, masih terlihat muda.."
"kamu yang kayaknya banyak berubah, ya.."
"berubah apanya?" tanya Mia sedikit tertunduk.
"yah, makin dewasa, makin pintar dan makin .... cantik..." balas Aris canggung. Ia segera meneguk minumannya.
"ah, kak Aris bisa aja.." Mia masih menunduk, mukanya memerah.
"iya, bener. Tadi saya sempat pangling, loh.."
Mia mengambil cemilannya dan mengunyahnya perlahan. Ia berusaha bersikap wajar.
"selama lima tahun, kak Aris emang gak pernah pulang?"
Aris hanya menggeleng ringan.
"kenapa? Betah ya disini? Atau karena sudah punya seseorang disini? Atau malah sudah menikah?" tanya Mia penasaran.
Aris tersenyum simpul. Ia mengunyah cemilannya kembali.
"saya sudah tidak punya siapa-siapa lagi disana, Mia. Kamu kan tahu sendiri, kalau kedua orang tuaku sudah lama tiada. Kakak-kakakku juga sudah pindah kesini semuanya.." Aris menarik napas. "tapi saya masih belum laku, kok.." lanjutnya tegas.
"oh. Kenapa? Karena mbak Lisa?" tanya Mia lagi, kali ini lebih santai.
"kok kamu tahu?"
"tahu apa? tentang kak Aris yang belum bisa melupakan mbak Lisa...?"
"bukan!" jawab Aris cepat, "saya sudah lama melupakan tentang Lisa. Maksud saya, kok kamu tahu tentang Lisa?"
"apa sih yang Mia gak tahu tentang kak Aris dulu? Mia juga tahu, kalau mbak Lisa ninggalin kak Aris dan menikah dengan orang lain..."
Aris menatap Mia cukup lama. Aris tersadar, ternyata diam-diam dulu, Mia selalu menggali info tentang dirinya. Aris pikir, perasaan Mia padanya dulu, hanyalah sebuah rasa kagum.
Aris meneguk minumannya lagi.
"ya sudahlah. Semua itu sekarang hanyalah masa lalu. Lisa juga sudah bahagia dengan pilihannya.."
"siapa bilang.."
"maksud kamu?"
"dua tahun setelah kepergian kak Aris ke Batam ini, mbak Lisa dan mas Reyhan pun bercerai. Mia gak tahu pasti apa penyebabnya. Tapi menurut kabar yang beredar, mereka bercerai, karena mas Reyhan ketahuan berselingkuh.."
Aris membelalak. Setengah tak percaya mendengar cerita Mia barusan.
*****
Bersambung ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar