Pembantu baru ku yang cantik (bagian 1)

Aku seorang pria yang berusia 32 tahun saat ini, aku memiliki istri yang berusia 28 tahun. Kami menikah sekitar 6 tahun yang lalu, waktu itu usia ku masih 26 tahun, sedangkan istri ku masih 22 tahun. Kami menikah setelah hampir 3 tahun pacaran.

Dari hasil pernikahan kami, kami sudah mempunyai seorang anak laki-laki berusia 4 tahun lebih. Saat ini, istriku sedang hamil anak kedua kami, sudah 8 bulan.

Aku seorang pengusaha muda yang cukup sukses. Usaha properti ku terbilang cukup maju. Sehingga secara ekonomi, kehidupan kami memang serba berkecukupan.

Istriku sendiri hanya seorang Ibu rumah tangga, meski ia memiliki pendidikan sampai sarjana. Namun karena sudah menikah dengan ku, aku tidak memperbolehkan ia bekerja. Aku ingin ia menjadi Ibu rumah tangga yang baik. Mengurusi anak dan melaksanakan tugasnya sebagai seorang istri.

Meski terbilang masih muda, tapi kami sudah mempunyai rumah sendiri. Rumah yang aku beli dari hasil kerja keras ku selama ini. Rumah yang cukup mewah.

Dirumah kami, kami juga memperkerjakan beberapa orang pembantu.

Yang pertama ada Bi Ijah, yang bertugas mengurusi segala tetek bengek makanan di dapur dan juga mencuci pakaian. Sedangkan suami bi Ijah, pak Parno, bertugas membersihkan kebun dan pekarangan rumah. Kemudian ada Santo, yang bertugas menjaga keamanan rumah.

Dan Sidik, yang menjadi sopir pribadi istri ku. Serta ada Marni, yang bertugas membersihkan rumah dan kamar.

Mereka tinggal satu rumah dengan kami, Bi Ijah dan suaminya tidur di kamar paling belakang dekat dapur. Santo dan Sidik tidur satu kamar, karena mereka masih lajang, dan kamar mereka berada tidak jauh dari kamar Bi Ijah. Sementara Marni, tidur di salah satu kamar yang ada diruang tengah.

Marni adalah pembantu baru dirumah kami, ia baru bekerja dengan kami selama 4 bulan. Ia berasal dari kampung. Masih muda dan memiliki wajah yang lumayan cantik, meski tanpa make up.

Marni gadis yang lugu, usia nya masih 20 tahun. Ia hanya tamatan SD, karena memang ia berasal dari keluarga yang kurang mampu. Ia bekerja ke kota, untuk membiayai sekolah adik-adiknya di kampung. Begitu ceritanya, ketika ia pertama kali bekerja dengan kami. Bi Ijah yang memperkenalkan kami dengan Marni

Sebenarnya rumah tangga kami sangat bahagia, kami menikah atas dasar saling cinta. Apa lagi sejak anak pertama kami lahir, kebahagiaan kami semakin lengkap.

Istri ku seorang wanita yang sangat baik. Kami jarang sekali terlibat pertengkaran.

Namun beberapa bulan terakhir ini, sejak ia hamil anak kedua kami, istri ku sering sakit-sakitan dan sering sekali harus dirawat dirumah sakit.

Menurut keterangan dokter, itu merupakan bawaan dari kandungannya.

Sebenarnya tidak ada masalah yang perlu di kwatirkan, karena kondisi bayi dalam kandungan istriku masih dalam keadaan baik-baik saja.

Namun tentu saja, untuk urusan ranjang, istri ku tidak lagi bisa melayani ku seperti biasa.

Aku mencoba memahaminya, karena kadang aku merasa sangat kasihan melihat kondisi istri ku saat ini. Dia harus rutin pergi ke dokter kandungan hampir setiap minggu.

Dirumah pun ia tidak di perbolehkan bekerja terlalu berat.

Untung lah anak kami yang pertama, sudah cukup besar. Jadi ia tidak terlalu merepotkan istri ku, lagi pula di rumah ada pembantu yang mengurusinya.

Suatu pagi, aku bangun sedikit telat dari biasanya, karena tadi malam harus pulang larut. Ada pekerjaan kantor yang harus diselesaikan.

Saat aku bangun, aku sudah tidak melihat istriku di tempat tidurnya. Aku langsung mandi dan hendak berganti pakaian. Ketika tiba-tiba aku mendengar ketukan di pintu kamar. Dengan hanya memakai handuk yang terlilit di pinggangku dan bertelanjang dada, aku membukakan pintu kamar.

Di depan pintu kamar, sudah berdiri Marni dengan membawa nampan berisi sarapan dan segelas susu.

Aku sedikit heran, karena biasanya istriku yang melakukannya. Aku memang biasa sarapan di kamar, apa lagi kalau aku sedikit terlambat bangun pagi. Karena dengan begitu aku tak harus buang-buang waktu pergi ke dapur untuk sarapan.

Marni tersenyum tipis, sambil berkata, "ini sarapannya tuan.."

"Ibu mana?" tanya ku, tanpa memperdulikan ucapannya.

"Ibu sudah berangkat pagi tadi, katanya ia mau ke dokter." jawab Marni, "Ia berangkat diantar mas Sidik. Ia menyuruh saya untuk mengantarkan sarapan tuan ke kamar..." lanjutnya menjawab keheranan ku.

"oh.." desahku, "ya, udah! kamu taruh aja di atas meja itu!" lanjutku, sambil menunjuk sebuah meja yang memang disediakan untuk tempat aku sarapan di dalam kamar.

Dengan sedikit sungkan Marni masuk ke kamar dan menaruh nampan berisi sarapan tersebut di atas meja dengan sedikit menunduk.

Aku masih berdiri di dekap pintu sambil melihat ke arah Marni. Saat Marni menunduk, aku melihat belahan rok yang di pakai Marni sedikit tersingkap keatas. Marni hanya memakai rok mini ketat, yang memperlihatkan lekukan pinggulnya. Rok mini itu memiliki belahan di belakangnya, belahan yang cukup panjang, sehingga ketika Marni menunduk, kakinya akan kelihatan sampai ke atas.

Seketika dada ku berdegup kencang. Sebagai laki-laki normal, dan sebagai seorang suami yang sudah lima bulan lebih tidak mendapatkan jatah dari istri, karena sakit, tentu saja hal tersebut membuat hsrat ku tiba-tiba muncul.

Perasaan ku tiba-tiba saja menginginkan hal tersebut. Refleks aku menutup pintu kamar dan menguncinya dari dalam.

Marni kaget, mendengar suara pintu menutup, ia pun segera berbalik dan mulai melangkah menuju pintu untuk keluar.

Tapi dengan sedikit gemetaran aku mencoba menahan langkahnya.

"ada yang bisa saya bantu lagi, tuan...?" tanya nya dengan nada bergetar.

Aku tidak menjawab pertanyaannya, tapi justru semakin mendekat. Aku menrik tngan Marni dan menyretnya ke rnjang.

Marni berusaha mernta dan ingin bertriak. Namun secepatnya aku menbkap mulutnya dengan tngan ku.

"aku mengingnkn kamu pagi ini. Dan kamu tidak perlu melwan." bisik ku di telinganya dengan nada mengncam. "aku akan beri kmu uang yang banyak, jika kmu mau.." lanjutku. 

Cukup lama Marni terdiam dalam dekpanku, ia masih berusaha melpaskan diri, namun tenaga nya tidak cukup kuat. Ia akhirnya hanya psrah, ketika aku berhsil mendrong tbuh mngilnya ke atas rnjang. Ia menutup wjahnya dengan kedua tngannya sambil sedikit terisak.

Aku benar-benar sudah tidak bisa lagi menahan diri. Aku tak pedulikan isak Marni, aku hanya harus menylurkan keinginan ku yang sudah sangat lama terpndam.

"kamu tenang saja, aku pasti kasih kamu uang yang banyak.." ucapku, mencoba membuat Marni tenang.

Tapi Marni berusaha trus melwan. Aku hrus berusaha lebih keras agar bisa menaklukannya.

Hingga akhirnya Marni tidak berani mealwan lagi. Dan aku pun semkin leluasa mlakukn aksi ku.

Pagi itu, aku pun brhsil mrnggut keprwanan Marni. Aku kmbali mersakan sesuatu yg sdah beberapa bulan ini tdak aku rasakan. Marni menjdi tmpat penyluran segala keinginan ku yang slama ini trpndam.

Dan setelah perjuangn yang cukup pnjang, aku pun terhmpas di rnjang. Marni segera bngkit dan ia pun menngis tersdu-sedu di lantai. Aku pun berusaha membujuknya, aku takut bi Ijah mendngarnya.

Segera ku ambil sejumlah uang dalam laci dan ku berikan kepada Marni.

"kamu jangan sampai menceritakan kejadian ini kepada siapa pun, apa lagi kepada istriku.." ucapku sedikit mengncam. Marni berusaha menhan tangisnya, ia dengan sedikit berat mengmbil uang yang aku berikn. Ia pun berdiri dngan sedikit meringis, menahan skit.

Aku menyuruhnya untuk segera turun. Aku tak ingin bi Ijah curiga, karena Marni sudah cukup lama berada di lantai atas rumah kami.

"kamu harus berusaha bersikap biasa saja.." kataku, ketika Marni sudah berada di ambang pintu kamar. Dan ia pun melangkah keluar dan turun ke bawah.

Tiba-tiba saja, rasa bersalah merasuk ke dalam hatiku. Aku telah mengkhianati istriku yang begitu baik dan setia. Aku telah menodai pernikahan yang begitu bahagia.

Tapi jujur saja, aku tak bisa lagi membendungnya. Keinginan untuk melampiaskan hal tersebut, yang lama terpendam, tak bisa ku cegah lagi. Dan sebnarnya aku bgitu menikamti hal tersebut.

Meski aku tahu, apa yang lakukan barusan adalah sebuah kesalahan. Dan aku juga tahu, kelakuan ku barusan sudah sangat melampaui batas. Semua itu jelas akan ada resikonya. Akan ada balasan dari perbuatanku tersebut. 

*****

Beberapa hari kemudian, istriku memintaku untuk mengantarnya ke rumah orang tuanya yang berada cukup jauh dari kota.

"untuk sementara, sampai anak kita lahir, aku ingin tinggal bersama Ibu saja.." ucapnya. "dengan kondisiku seperti saat ini, rasanya aku akan jauh lebih aman, jika tinggal bersama Ibu.."lanjutnya.

Aku pun menyetujuinya. Dulu waktu anak pertama kami lahir, istriku juga tinggal bersama Ibunya.

Ibunya memang seorang bidan kampung, ia sudah terbiasa menangani orang yang melahirkan.

Aku pun mengantarkan istriku kerumah Ibunya, tapi aku tidak bisa menginap disana, karena aku harus bekerja. Istri ku mengerti dan membiarkan aku kembali ke rumah.

Aku berjanji untuk menjenguknya dua kali seminggu, sampai anak kami lahir nanti.

Malam itu, aku tidur sendirian di kamar. Anak pertama ku juga ikut Ibunya di kampung. Aku gelisah.

Tiba-tiba aku teringat kejadian pagi itu dengan Marni. Keinginan ku tiba-tiba datang lagi.

Keinginan untuk melakukan hal itu lagi datang begitu saja.

Aku akhirnya turun ke lantai bawah. Jam sudah menunjukkan pukul 1 dini hari. Aku berdiri di depan pintu kamar Marni, yang memang terletak disamping tangga turun. Aku melihat lampu dalam kamar Marni masih menyala, pertanda Marni belum tidur.

Pelan ku ketuk pintu kamar itu. Tak lama kemudian aku mendengar langkah kaki menuju pintu dan pintu itu pun terbuka pelan. Marni dengan wajah sedikit kaget menatapku.

"ada apa, tuan...?"tanyanya sedikit tertunduk.

Aku tidak menjawab pertanyaannya. Aku justru mendrong pintu itu sehingga terbuka lebar. Lalu aku msuk ke dalam kmar itu dan segera menutup dan menguncinya.

Marni hanya berdiri di samping pintu, aku mendekatinya.

"aku ingin melkukannya lagi dnganmu malam ini.." bisikku di telinga Marni.

Marni mundur selangkah dan berusaha mendrong tubuhku.

"aku akan memberimu uang lagi..." lanjutku.

Setelah terdiam cukup lama, Marni pun berucap, "aku memang lagi butuh uang yang sangat banyak..." katanya. "aku akan brsedia mnuruti keinginn tuan kapan pun tuan mau..." lanjutnya. "asal tuan mau memberi saya uang saat ini sebanyak seratus juta rupiah..." katanya lagi.

Aku tercenung sesaat, memikirkan tawaran Marni.

"untuk apa uang sebanyak itu?" tanyaku akhirnya.

"Ibu ku sakit di kampung, ia harus segera di operasi..." jelasnya singkat.

Aku hanya manggut-manggut mendengarnya. 

"oke...!" kataku, "besok aku akan transfer uang itu ke rekening kamu..." lanjutku.

"dengan syarat kamu bersedia mmenuhi keinginn saya, sampai istri saya kembali lagi ke rumah ini. Dan kamu jangan pernah menceritakan hal ini kepada siapa pun..." aku berucap lagi, sambil mulai mendkati Marni.

Marni hanya diam dan sedikit mengangguk tanda ia setuju.

Pelan ku trik tbuh mungil Marni ke rnjang. Marni pun menrutiku.

Kami dduk di sisi rnjang, dan aku mulai kemabli melakukan aksi ku.

Hanya saja kali ini, tdak ada lagi penolakan dari Marni. Ia brusaha mngikuti semua keinginn ku. Bhkan Marni jga berusaha utk mmbuat aku trkesan. 

Dan stelah prgulatn yang ckup pnjang dan pnuh kesan, segera aku bngkit dan memkai pkaianku lagi, lalu keluar dan lngsung naik ke atas ke kamarku untuk segera tidur. Hari sudah jam 3 pagi.

Esoknya aku pun mentransfer uang seratus juta ke rekening Marni. Sesuai perjanjian.

*****

Malam-malam berikutnya, aku mulai rutin msuk ke kmar Marni untuk mendpatkan 'jatah' darinya dan Marni pun membri kan hal itu dengan baik.

Marni benar-benar mmpu menggntikan 'posisi' istri ku untuk sementara, ia mmpu menggntikan 'tugas' istri ku, selama istriku tidak berada di rumah.

Dan aku benar-benar merasa terksan dengan Marni.  Aku juga tak segan-segan memberinya sejumlah uang, setiap kli aku selsai menunaikan 'tugas' ku pdanya.

Malam-malam menjdi berbeda bagi ku saat ini, aku merasa menemukan tmpat yang tepat utk mncurahkn sgala kesepian dan juga kekosangn malam-mlam ku.

Aku pun rutin menjenguk istri ku dua kali seminggu di rumah Ibunya, meski tak pernah menginap di sana.

*****

Sebulan kemudian, istriku pun melahirkan anak kedua kami secara normal. Seorang anak laki-laki lagi. Anak kami lahir dengan selamat dan sehat. Begitu juga istriku, ia kelihatan sangat sehat.

Seminggu kemudian kami pun kembali lagi kerumah kami.

Kami mulai menjalani kehidupan kami lagi seperti biasa.

Sekarang aku tak lagi bisa msuk ke kmar Marni, karena istri ku sudah berada di rumah. Meski terkadang keinginan itu ada. Tapi aku berusaha menhan keinginanku.

Marni pun bersikap biasa saja, ia mungkin mengerti, karena perjanjiannya memang seperti itu dari awal.

Dan sang waktu pun terus berlalu. Sudah dua bulan usia anak kedua ku sekarang.

Sampai tiba-tiba Marni menghampiri ku, dan mengatakan kalau ia sudah telat tiga bulan. Dan ia pun mengatakan kalau ia sudah melakukan tes menggunakan alat tes kesehatan yang ia beli di apotik.

Dan hasilnya ia positif hamil.

Aku hanya terpaku mendengar cerita Marni. Pikiran ku tiba-tiba kacau. Kepala ku terasa begitu sakit. Pandangan ku berkunang.

Marni pergi berlalu. Ia meminta aku untuk segera mengambil keputusan, sebelum perutnya semakin membesar.

Aku semakin trenyuh. Dan tidak tahu harus berbuat apa saat ini.

Tapi Marni benar. Aku harus segera bertindak. Karena semakin lama, perut Marni akan mulai membesar.

Apa pun resikonya nanti, aku harus bisa menyelesaikannya.

**** 

Bersambung ...

Pembantu baru ku yang seksi part 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

Layanan

Translate