Maafkan aku Ibu, aku terpaksa melakukannya!... (part 2)

Tubuhku terasa lemas tak berdaya. Mataku bengkak. Air mataku terus mengalir. Aku tak berdaya. Rasanya semua terjadi begitu cepat.
Yah, malam itu akhirnya aku menerima tawaran dari tante Lina. Biar bagaimana pun, kesehatan Ibuku jauh lebih penting dari apapun saat ini. Ini bukanlah pilihan yang mudah bagiku. Tapi semua memang harus aku lakukan.
Meski aku harus menelan semua kepahitan itu. Meski aku harus kehilangan harga diriku dan juga masa depanku.
Ibu mungkin akan mengutukku, seandainya ia tahu. Tapi Ibu tak boleh tahu, tak ada seorang pun yang boleh tahu.

Pagi itu aku bergegas menuju rumah sakit tempat Ibu dirawat. Aku segera melakukan pembayaran, agar Ibu bisa segera di operasi. Tante Lina memberikan uang lebih dari cukup kepadaku. Setelah aku selesai melaksanakan tugasku. Dengan sangat berat aku menerimanya. Ini semua demi Ibu! bathinku merintih.
Aku berusaha tetap tegar. Aku berusaha tetap terlihat baik-baik saja. Aku berusaha untuk terlihat kuat. Meski sebenarnya aku rapuh, tapi aku benar-benar tidak punya pilihan. Tidak banyak pilihan untuk orang-orang sepertiku.

"dari mana kamu dapatkan uang itu?" suara Reyhan mengagetkanku.
Ibu masih berada di ruang operasi. Aku berjalan mondar mandir di ruang tunggu rumah sakit itu. Aku menghentikan langkahku, kutatap Reyhan sejenak. Aku tidak tahu harus jawab apa. Selama ini aku dan Reyhan memang sangat dekat. Selama ini aku selalu terbuka padanya. Hampir tak ada rahasia diantara kami. Tapi kali ini, Reyhan tidak boleh tahu. Aku tak mungkin menceritakan ini semua pada Reyhan.
"uang apa?" tanyaku pura-pura tidak paham.
"kamu tahu persis apa yang aku tanyakan, El.." suara Reyhan.
Aku terdiam sesaat. Melangkah mendekati Reyhan. Aku duduk di sampingnya. Ku hembuskan napasku perlahan.
"kamu gak harus tahu, Rey.." desahku.
Reyhan menatapku, "kenapa?" tanyanya.
Aku hanya menggeleng.

"jangan bilang, kamu minjam uang sama rentenir, El.." ujar Reyhan lagi, ia masih menatapku.
Sekali lagi aku menggelengkan kepala. Aku tertunduk.
"jawab aku, El.." suara Reyhan mengeras.
Aku mendongak. Kutatap tajam mata Reyhan.
"harus ya itu di bahas sekarang?" tanyaku lantang, "Ibuku masih berjuang di ruang operasi, Rey. Kamu justru mempertanyakan hal itu sekarang.." suaraku semakin meninggi.
Reyhan terdiam. Ia sudah hafal watakku. Ia tahu betul, jika aku sedang marah. Ia menundukkan kepala.
Tiba-tiba perasaan bersalah menyeruak di hatiku. Tak tega melihatnya seperti itu. Selama ini Reyhan sangat baik padaku. Dia selalu ada untukku. Tapi kali ini ia memang tidak harus tahu!
"maaf, Rey.." ucapku pelan, "tapi aku belum bisa cerita sekarang..."
"yah.." desah Reyhan ringan.

*************

Ibu sudah mulai membaik. Operasinya berjalan lancar. Hari ini Ibu sudah diperbolehkan pulang.
"yuk!" ucap Ibu. Senyumnya mengembang. Ia menggandeng tanganku untuk masuk ke rumah, "Ibu rindu suasana rumah ini.." ujarnya lagi, setelah kami berada di dalam.
Aku hanya tersenyum menanggapinya, "sekarang Ibu istirahat ya.." ucapku ringan.
Ibu melangkah menuju kamar, dan segera ia berbaring di ranjang. Aku bergegas ke dapur, menyiapkan makan siang untuk kami.

"kamu gak kerja?" suara Ibu sedikit mengagetkanku yang sedang sibuk mengiris bawang.
"kenapa Ibu ke dapur? Ibu harusnya istirahat.." balasku, tak pedulikan pertanyaannya.
"Ibu gak apa-apa, El. Kamu kenapa gak kerja..?" tanyanya lagi.
"El libur hari ini, Bu.." jawabku ringan.
Ibu tersenyum  tipis. Ia duduk di sampingku. "Ibu boleh tanya?" ucapnya pelan.
Aku menangguk. Ku dengar Ibu menghela napas.
"kamu pinjam uang sama siapa, El?" tanya Ibu lagi, yang membuatku tertunduk. Aku tahu, Ibu pasti akan mempertanyakan hal itu. Tapi tetap saja aku belum siap untuk membohongi Ibu. Aku tidak mungkin mengatakan yang sejujurnya pada Ibu.
"Ibu masih ingat tante Lina..?" tanyaku tertahan.
Kulihat Ibu mengerutkan kening. Kemudian ia mengangguk.
"tante Lina yang meminjamkan El uang, Bu. El cerita tentang Ibu, makanya ia bersedia mencarikan pinjaman..."
"kamu dipinjamkan uang sebanyak itu oleh tante Lina?" Ibu menatapku tajam. Sorot matanya tak percaya.
Aku berusaha mengangguk. Aku tak punya alasan yang lebih baik dari itu. Aku yakin, Ibu tahu, kalau aku berbohong.

"kamu gak usah bohong sama Ibu, El.." ucap Ibu lagi, matanya masih menatapku.
"El gak bohong, Bu." belaku.
"tante Lina gak mungkin punya uang sebanyak itu, El. Ibu tahu persis hal itu.."
"bukan tante Lina, Bu. Tapi temannya. El gak tahu siapa. Tapi tante Lina bilang, itu uang ia pinjam dari temannya..." suaraku sedikit bergetar.
"siapa yang mau meminjamkan uang sebanyak itu di jaman sekarang, El. Kecuali ada apa-apa dibalik itu semua...." balas Ibu sedikit sengit.
Aku terdiam. Kepalaku tiba-tiba sakit. Mataku mulai berkaca.

"terserah Ibu mau percaya atau tidak! Tapi yang pasti apapun itu, uang itu sudah menyelamatkan nyawa Ibu..." ucapku akhirnya.
Aku berdiri tiba-tiba, lalu berjalan tergesa ke dalam kamar. Aku hempaskan tubuhku ke ranjang. Pikiranku benar-benar kacau. Semua penyesalan menjalar di benakku.
Aku tak tahu harus berbuat apa lagi. Cepat atau lambat Ibu pasti akan tahu. Aku tak punya alasan yang tepat, yang benar-benar bisa Ibu percaya. Ibu akan selalu tahu, kalau aku berbohong.

*************

"ada apa tante?" tanyaku. Kutatap wajah tante Lina penuh tanya. Ia memang sengaja mengajak aku bertemu di sebuah kafe. Tante Lina menghubungiku pagi tadi, aku berjanji akan menemuinya setelah pulang kerja.
Tante Lina menghirup minumannya. Ia balas menatapku.
"kamu cerita apa sama Ibumu?" ia bertanya, sambil memainkan sedotannya.
"seperti yang telah kita sepakati kemarin, tan.." jawabku.
"Ibumu percaya?"
Aku menggeleng berat.
"sudah kuduga.." ucap tante Lina lagi, kali ini dengan nada yang sedikit sinis.
"maksud tante?" tanyaku heran.
"harusnya kamu punya alasan yang lebih baik dari itu, El. Tante dan Ibumu sudah berteman sejak lama. Ia tahu persis bagaimana kehidupan tante. Sudah pasti ia gak akan percaya.." tante Lina menghirup minumannya lagi, ia kelihatan gelisah.

"kemarin Ibumu menemui tante.." ucap tante Lina hampir berbisik.
Aku memicingkan mata, "tante cerita?" tanyaku curiga.
Tante Lina menggeleng. Aku menarik napas lega.
"tante bilang kalau itu uang teman tante. Tapi Ibumu ingin tahu, siapa teman tante tersebut. Tante bilang kalau ia gak kenal."
"dan.."
"dan sepertinya Ibumu memang tidak percaya. Tapi tante berusaha meyakinkannya."
"lalu Ibu percaya?" aku penasaran.
"tante tidak tahu. Yang pasti setelah itu Ibumu langsung pergi, tanpa berkata apa-apa lagi..."
Aku terhenyak.
Bagaimana kalau akhirnya Ibu benar-benar tahu? Apa yang akan Ibu lakukan padaku?
Tiba-tiba aku merasa semakin kotor.

*****
Bersambung lagi...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

Layanan

Translate