Namaku Dapit. Aku sudah menikah sekitar 3 tahun yang lalu. Saat ini usia ku sudah 31 tahun.
Istriku seorang yang cantik dan seksi. Namanya Tina, usianya masih 25 tahun.
Meski pun kami sudah menikah selama 3 tahun, tapi kami belum dikaruniai anak.
Aku seorang pengusaha yang sukses. Aku punya beberapa perkebunan sawit yang sangat luas.
Pernikahanku dengan istriku sebenarnya baik-baik saja, meski pun kami menikah bukan atas dasar saling cinta. Kami menikah sebenarnya hanya karena di jodohkan oleh kedua orangtua kami.
Namun sebagai sepasang suami istri, kami tetap menjalankan tugas dan kewajiban kami sebagaimana layaknya pasangan suami istri. Melakukan hubungan seperti suami istri lainnya.
Namun demikian kami belum juga memiliki anak.
Karena kehidupan kami yang sangat mapan, kami juga memiliki rumah yang besar dan mewah. Kami juga punya beberapa orang pembantu di rumah dan juga seorang sopir pribadi.
Sopir pribadi ku itu bernama Udin. Ia seorang pemuda yang berasal dari desa dan baru beberapa bulan bekerja bersama kami.
Awalnya kehidupan keluarga kami berjalan dengan baik. Belum pernah ada masalah yang berarti yang kami hadapi.
Sebagai seorang suami, aku berusaha memberikan yang terbaik untuk istriku, terutama soal ekonomi.
Kebutuhan istriku selalu terpenuhi, terutama kebutuhan materinya.
Namun sebagai seorang pengusaha yang cukup sibuk, aku memang jarang berada di rumah. Aku lebih sering menghabiskan waktu ku, mengurusi segala pekerjaanku.
Karena itu juga mungkin, istriku mulai merasa kesepian.
Dan terjadilah kisah ini...
*****
Berawal dari istriku yang sering meminta Udin, si sopir pribadiku itu, untuk menemaninya belanja atau sekedar kumpul-kumpul dengan teman-temannya.
Setiap hari, Udin, setelah mengantarku ke kantor, ia akan kembali ke rumah, lalu kemudian pergi menemani istriku belanja atau pun keperluan lainnya.
Aku tidak menaruh curiga awalnya, meski pun Udin jadi sering terlambat menjemputku ke kantor.
Berbagai alasan yang Udin berikan atas keterlambatannya tersebut.
Aku masih mencoba untuk berpikir positif.
Udin memang laki-laki yang berasal dari kampung, usianya masih sekitar 21 tahun.
secara fisik, Udin memang menarik. Wajahnya tampan dengan postur tubuh yang atletis dan terlihat gagah. Meski ia memiliki kulit yang sedikit gelap.
Sejak awal Udin mulai bekerja denganku, aku memang sudah menyukainya.
Tapi selama ini, aku berusaha bersikap sewajarnya.
Namun semakin lama, aku semakin mengagumi sosok Udin. Aku semakin penasaran dengannya.
Sifat asli ku pun muncul. Aku jadi semakin sering memikirkan Udin dan mengkhayalkan tubuh kekarnya.
Hingga suatu hari, aku berniat untuk meminta Udin menemaniku ke luar kota, untuk melihat salah satu kebun sawitku.
Udin tentu saja tidak bisa menolak ajakan ku tersebut.
Jadilah kami berdua berangkat ke luar kota dengan mengendarai mobil. Padahal biasanya, jika aku pergi ke luar kota, aku selalu naik pesawt dan selalu pergi sendirian.
Namun kali ini, aku sengaja meminta Udin untuk menemaniku. Karena aku memang punya niat lain terhadapnya.
Sesampai di kota yang kami tuju, setelah melewati perjalanan lebih kurang sepuluh jam, aku pun mengajak Udin untuk menginap di sebuah hotel di kota tersebut.
Aku sengaja hanya menyewa satu kamar, agar Udin bisa tidur satu kamar denganku.
Malam itu, dengan sedikit ragu-ragu aku pun mulai bercerita kepada Udin.
Berawal dari cerita ku tentang rumah tanggaku yang sebenarnya tidak bahagia, karena belum memiliki keturunan.
Aku juga menceritakan bahwa kami menikah sebenarnya bukan karena kami saling mencintai, tapi karena di jodohkan.
Udin mendengarkan ceritaku dengan seksama. Pria tampan itu seperti tidak percaya dengan apa yang aku ceritakan. Karena setahunya selama ini, yang ia lihat rumah tangga kami baik-baik saja dan terlihat bahagia.
Sampailah akhirnya aku pun menceritakan tentang siapa aku sebenarnya.
Ya, aku adalah seorang gay, sudah sejak lama.
Dulu sebelum menikah, aku pernah pacaran beberapa kali dengan sesama pria. Meski pada akhirnya setiap hubungan percintaanku, selalu kandas.
Lalu kemudian aku pun menikah, untuk memenuhi keinginan kedua orangtua ku.
Setelah menikah, jujur, aku masih sering bermain api bersama lelaki di luar rumah. Namun aku tidak pernah lagi menjalin hubungan yang serius dengan para laki-laki tersebut.
Aku melakukannya hanya atas dasar suka sama suka, tanpa ada ikatan apa pun.
Dan kadang aku juga sering menyewa laki-laki bayaran, untuk memenuhi hasratku yang menyimpang tersebut.
Namun sejak Udin mulai bekerja bersamaku, aku mulai merasakan perasaan cinta itu kembali.
Hatiku selalu berbunga-bunga, saat bersama Udin. Aku semakin tergila-gila padanya.
Karena itu aku pun bertekad untuk bisa mendapatkan Udin, walau dengan cara apa pun.
Dan malam inilah kesempatan ku, untuk bisa mewujudkan hal tersebut.
Setelah aku menceritakan semuanya, aku pun kemudian menawarkan Udin sejumlah uang, agar ia mau bercocok tanam denganku malam itu.
Udin berusaha menolak, dan mengatakan kalau ia tidak tertarik pada laki-laki, ia hanya bisa tertarik pada perempuan.
Namun aku tidak menyerah, aku bahkan mengancam akan memecat Udin, jika ia masih saja menolak permintaanku tersebut.
Akhirnya meski dengan sangat terpaksa, Udin pun bersedia melakukan hal tersebut denganku. Tentu saja dengan syarat aku harus membayarnya mahal.
Aku tidak peduli, berapa banyak uangku habis, hanya untuk bisa menikmati malam itu bersama Udin.
Karena selama ini, aku juga sering membayar laki-laki lain untuk tidur bersamaku.
Jadi tidak ada salahnya, aku menghabiskan banyak uang, untuk seorang laki-laki setampan dan segagah Udin. Lagi pula aku memang mencintai Udin, dan yang penting ia adalah laki-laki normal.
Rasanya ada nilai plus tersendiri, saat aku berhasil menaklukan seorang laki-laki normal, meski dengan cara yang tidak baik.
Malam itu, kami pun bersimbah keringat. Mendayung biduk cinta berdua.
Udin yang awalnya ogah-ogahan, semakin lama justru semakin menikmati hal tersebut.
Sampai akhirnya, Udin pun harus mengakui, bahwa bercocok tanam dengan sesama pria, juga punya sensasi keindahan tersendiri.
Hal itu terlihat jelas dari raut wajah Udin yang begitu menikmati hal tersebut.
*****
Hari-hari selanjutnya, aku semakin sering meminta Udin untuk menemaniku ke luar kota melihat kebun sawitku, sekaligus untuk kami bercocok tanam berdua.
Aku memang memberi Udin sejumlah uang setiap kali kami selesai melakukannya.
Dan Udin sendiri terlihat mulai bisa menikmati hal tersebut.
Hari-hari pun berlalu, hingga berbulan-bulan hal itu terus terjadi.
Sampai akhirnya aku pun mengetahui, kalau ternyata istri ku juga menjalin hubungan gelap dengan Udin.
Hal itu aku ketahui, saat istriku mengaku kalau ia hamil. Padahal sekitar setahun yang lalu, aku sempat secara diam-diam,memeriksakan diriku pada seorang dokter.
Dan dokter itu mendiagnosa ku, kalau aku mengalami kemandulan. Tapi aku tidak pernah menceritakan hal tersebut kepada siapa pun, apa lagi kepada istriku.
Jika aku mandul, lalu bagaimana mungkin istriku bisa hamil?
Karena itu, aku pun memaksa istriku untuk jujur.
Dengan bersimbah air mata, istriku pun mengakui, kalau sebenarnya ia telah menjalin hubungan dengan Udin, si sopir pribadiku itu.
Dan istriku pun mengakui, kalau anak yang ia kandung memang anaknya Udin.
Aku tentu saja sangat marah mendengar itu semua.
Sejak aku mengetahui kalau aku mandul, aku memang jarang berada di rumah, dan aku juga memberi kebebasan penuh kepada istriku. Hanya saja, aku tidak menyangka kalau istriku akan bermain api dengan Udin, si sopir pribadiku tersebut, sekaligus orang yang aku cintai dan juga orang yang telah berkali-kali bercocok tanam denganku.
Tapi biar bagaimana pun, semua ini tidak sepenuhnya salah istriku.
Mungkin karena selalu merasa kesepian, istriku pun tergoda untuk melakukan hal tersebut.
Apa lagi Udin memang sangat menarik secara fisik. Wajar rasanya, kalau istriku akan tergoda.
Udin.... Udin... mengapa kau juga harus melahap istriku, di saat kau juga menikmati kebersamaan kita? Bathin ku penuh sesal.
Namun aku terlalu mencintai Udin. Aku tak bisa membencinya. Aku terlalu terlena dengan segala permainan indahnya. Sementara aku tidak mencintai istriku.
Jika harus memilih, aku lebih memilih Udin dari pada istriku.
Tapi aku tidak mungkin menceraikan istriku. Aku tidak ingin mengecewakan kedua orangtuaku.
Jadi aku memilih untuk membiarkan semuanya terjadi.
Aku memilih untuk merahasiakan semuanya.
Tak mengapa istriku hamil oleh Udin, karena aku tidak akan bisa memberinya keturunan.
Setidaknya di mata keluarga kami, kehamilan istriku tentu saja membuat mereka bahagia, terutama orangtuaku. Karena mereka sudah sangat lama menginginkan cucu dariku.
Mereka tidak perlu tahu apa yang terjadi sebenarnya. Biarlah mereka berpikir, bahwa anak yang ada dalam kandungan istriku adalah anakku.
Aku pun memilih untuk memaafkan istriku, namun aku memintanya untuk mengakhiri hubungannya dengan Udin.
Aku tidak memecat Udin. Aku berpura-pura tidak tahu, tentang hubungannya dengan istriku.
Aku masih ingin menikmati kebersamaanku dengan Udin. Dan aku tidak akan pernah melepaskannya, walau dengan alasan apa pun.
Aku mencintai Udin, dan akan selalu mencintainya.
Tapi aku tidak ingin ia menjalin hubungan dengan siapa pun, termasuk istriku. Aku hanya ingin Udin menjadi milikku seutuhnya.
*****
Hari-hari pun terus berlalu. Istriku sudah memutuskan hubungannya dengan Udin. Namun aku masih terus rutin mengajak Udin pergi ke luar kota bersamaku.
Aku masih terus meminta jatah padanya. Aku benar-benar merasa ketagihan dengannya.
Namun hal itu tidak berlangsung lama.
Istriku mulai curiga dengan kedekatan kami. Ia pun meminta seseorang untuk mengikuti kami ke luar kota. Tanpa kami sadari, orang suruhan istriku pun mengetahui hubungan kami dan menceritakan semuanya pada istriku.
Setelah mengetahui hal tersebut, istriku meminta cerai dariku dan ia pun pergi dari rumahku.
Sementara Udin, setelah mengetahui hal tersebut, juga memutuskan untuk pergi dan meninggalkan ku.
Ia mengatakan kalau ia telah lelah dengan semua yang terjadi diantara kami.
Aku pun harus merelakan kepergian dua orang yang sangat penting dalam hidupku.
Dalam kesendirianku, aku mulai berpikir untuk bisa mengubah diriku.
Mungkin selama ini, aku terlalu terlena dengan dosa-dosaku. Aku selalu mengikuti setiap keinginan dalam diriku. Aku terbuai dalam nafsu yang penuh dosa.
Kini aku mulai sadar, bahwa apa yang aku lakukan selama ini adalah sebuah kesalahan, dan aku berjanji tidak akan pernah mengulanginya lagi.
Hanya saja, ada satu beban yang tidak bisa lepaskan begitu saja. Sebuah beban yang harus aku tanggung seumur hidupku.
Aku harus menerima kenyataan bahwa aku tidak akan pernah bisa memiliki keturunan, karena aku seorang laki-laki mandul. Dan hal itu membuatku kian merasa terpuruk.
Namun aku sadar, bahwa semua itu bisa saja terjadi, karena selama ini, aku selalu berbuat dosa.
Mungkin itu adalah hukuman bagiku, yang harus aku terima dengan lapang dada.
Semoga saja ke depannya, aku bisa jadi lebih baik dan lebih bisa menahan diri.
Ya, semoga saja...
****
Selesai...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar