Nama ku Theo, sebut saja begitu.
Dan ini adalah kisah cinta ku bersama seorang laki-laki yang masih berstatus suami orang.
Sebuah kisah cinta yang penuh liku-liku, air mata, perjuangan dan pengorbanan.
Seperti apakah kisah cinta ku ini terjadi?
Simak kisah ini dari awal sampai selesai ya..
Namun sebelumnya bla..bla...
****
Aku bertemu bang Amrin hanyalah sebuah kebetulan.
Kami dipertemukan pada sebuah kegiatan pelatihan yang di selenggarakan oleh sebuah instansi pemerintah.
Pelatihan itu di ikuti oleh ratusan peserta yang berasal dari berbagai daerah.
Aku di utus oleh dinas kabupaten tempat aku bekerja, sebagai satu-satunya utusan dari kabupaten kami.
Setiap kabupaten atau kota memang di haruskan mengirim minimal salah seorang pesertanya.
Kegiatan pelatihan itu di laksanakan di sebuah hotel mewah di tangah-tengah kota Jogja.
Aku berasal dari pulau Sumatera sedangkan bang Amrin berasal dari pulau Kalimantan.
Dan kami di tempatkan dalam satu kamar selama pelatihan tersebut, yang di laksanakan lebih kurang sepuluh hari.
Dan dari situlah semua kisah ini berawal.
Aku seorang sarjana yang sudah bekerja selama lebih kurang tiga tahun pada sebuah dinas di kabupaten tempat aku tinggal.
Meski pun masih berstatus kontrak, tapi aku punya peran penting pada dinas tempat aku bekerja.
Dan aku memang sering di utus untuk mengikuti berbagai pelatihan, terutama bila pelatihan itu di laksanakan di luar daerah.
Seperti kali ini, dan kali ini juga sebuah moment terjadi dalam kisah hidup ku.
Karena di tempatkan dalam satu kamar, secara otomatis aku dan bang Amrin pun saling kenal.
Bang Amrin seorang laki-laki berwajah tampan dengan postur tubuh yang cukup atletis. Dan dari pengakuan bang Amrin sendiri dia sudah menikah dan sudah punya seorang putra.
Usia bang Amrin sendiri sudah 30 tahun, tiga tahun lebih tua dari ku.
Aku belum menikah dan masih betah dengan status lajang ku. Bukan karena aku tidak laku, tapi lebih karena aku tidak punya ketertarikan kepada perempuan.
Ya, aku adalah seorang gay. Aku sudah menyadari hal itu sejak lama, sejak aku remaja.
Tapi aku belum pernah menjalin hubungan dengan sesama laki-laki, meski pun aku sudah sering jatuh cinta kepada sosok laki-laki.
Sebagai anak tunggal yang di besarkan oleh ibu ku seorang diri, aku memang kurang kasih sayang dari sosok seorang ayah.
Ayahku meninggal pada saat aku masih berusia lima tahun. Sejak saat itu, Ibu membesarkan ku sendiri.
Karena kerinduanku akan sosok seorang ayah, aku jadi sering mengagumi laki-laki dewasa yang aku temui dalam perjalanan hidupku.
Dan beriring berjalannya waktu, aku tumbuh sebagai laki-laki yang terus mendambakan sosok laki-laki dalam hidupku.
Hingga aku sering mengalami perasaan jatuh cinta kepada laki-laki. Namun selama ini aku hanya memendamnya sendiri. Aku tidak pernah berani untuk mengungkapkannya.
Aku selalu berusaha untuk tetap terlihat normal di mata orang-orang. Menjalani kehidupan sebagai mana layaknya seorang laki-laki. Meski pun aku juga tidak pernah dekat atau pun berpacaran dengan perempuan.
Dan begitulah kehidupan yang aku jalani. Aku menghabiskan waktu ku dengan sekolah, belajar dan hingga akhirnya aku mulai bekerja.
****
Malam pertama.
Aku dan bang Amrin sama-sama terbaring di atas ranjang kami masing-masing. Kamar hotel itu memang menyediakan dua buah ranjang di dalamnya, yang di susun secara terpisah.
Kami sampai sore tadi di hotel, dan perjalanan panjang yang kami tempuh cukup membuat kami merasa sedikit lelah.
Karena itu, setelah melakukan perkenalan singkat, kami pun bergiliran untuk mandi.
Setelah makan malam di lantai bawah yang tentu saja sudah di sediakan oleh panitia, kami pun kembali ke kamar.
"sudah berapa lama kerja di dinas, bang?" tanya ku mencoba memecah keheningan.
Bang Amrin memutar kepalanya untuk menatap ku.
"sudah lumayan lama, sih. Mungkin sudah sekitar lima tahunan." jawabnya.
Suasana kembali hening, aku tidak tahu harus berbicara tentang apa lagi, kepada laki-laki yang baru aku kenal itu.
Pada perkenalan singkat kami sore tadi, bang Amrin juga sudah menceritakan beberapa hal tentang dirinya. Tentang dari mana asalnya, tentang statusnya yang sudah menikah dan sudah punya seorang putra, dan beberapa hal lainnya.
"kamu sendiri?" tiba-tiba bang Amrin mengeluarkan suara, setelah cukup lama kami saling terdiam.
"saya.. saya.. baru tiga tahun, bang." balasku sedikit tergagap.
"kamu udah nikah?" tanya bang Amrin lagi.
"belum, bang." jawabku lugas.
Bang Amrin hanya manggut-manggut sambil sedikit membulatkan bibir.
Untuk selanjutnya bang Amrin jadi sering berbicara, terutama tentang pelatihan yang kami ikuti saat ini dan juga tentang pekerjaan kami.
Karena sama-sama bekerja di bidang yang sama, pembicaraan kami jadi lebih cepat menyambung satu sama lain.
Hingga kami pun terus bercerita panjang lebar, saling berbagi pengalaman dan juga saling bertukar pikiran tentang pekerjaan kami.
Dan hal itu cukup mengurangi kekakuan di antara kami, sebagai dua orang yang baru saja saling kenal.
Kalimat demi kalimat yang terlontar dari mulut kami, membuat kami bak dua orang yang seperti sudah kenal lama.
Ternyata hanya butuh beberapa jam, untuk kami bisa merasa saling akrab.
Dan permbicaraan kami pun terus berlanjut, hingga hampir larut malam.
*****
Malam kedua.
Pelatihan di mulai jam delapan pagi, setelah sarapan. Dan selesai jam lima sore, dengan di selingi istirahat siang pada jam 12 sampai jam satu.
Sedangkan di malam hari tidak ada kegiatan sama sekali, kami di beri kesempatan untuk beristirahat.
Meski banyak dari peserta yang justru menghabiskan jam istirahat malamnya dengan ngobrol-ngobrol di lobi hotel, atau ada juga yang berjalan-jalan di sekitar hotel.
Aku dan bang Amrin, lebih memilih untuk menghabiskan waktu kami di dalam kamar. Sekedar ngobrol sambil menonton televisi.
"kamu gak jalan-jalan, Theo. Atau sekedar nongkrong di luar?" tanya bang Amrin, saat kami sudah berada di dalam kamar kembali, setelah makan malam.
"saya gak suka nongkrong, bang. Saya lebih suka di dalam kamar aja." jawab ku jujur.
Dari dulu aku memang tidak suka nongkrong-nongkrong apa lagi jalan-jalan. Aku lebih suka menghabiskan waktu di rumah, sekedar membaca buku atau menonton acara favorit ku.
"anak rumahan rupanya.." celetuk bang Amrin.
Aku hanya diam, tak berniat untuk membalas ucapan bang Amrin barusan. Karena bukan pertama kalinya aku mendengar hal tersebut.
"bang Amrin sendiri gak keluar?" tanya ku kemudian.
"aku sudah pernah ke Jogja sebelumnya, jadi aku gak terlalu tertarik untuk keluar saat ini. Lagi pula semenjak menikah, aku memang lebih sering di rumah." balas bang Amrin.
"sayang istri.." celoteh ku pelan.
"bukan karena itu juga sebenarnya. Hanya saja, aku sudah merasa bosan berada di luaran." balas bang Amrin lagi.
"dulu sebelum menikah, aku bahkan jarang di rumah. Aku lebih sering menghabiskan waktu di jalanan." lanjut bang Amrin berucap.
"aku lahir dari keluarga yang cukup sederhana. Ayahku hanya seorang guru honorer di sebuah sekolah swasta. Ibu ku hanya seorang ibu rumah tangga biasa. Aku dan tiga orang adik ku, memang sudah biasa hidup hemat sejak kecil."
"lulus SMA, aku coba bekerja menjadi seorang kernet bus untuk membiayai kuliah ku sendiri. Karena itu aku jadi jarang pulang. Aku bekerja sampai malam."
"hingga aku lulus kuliah dan kemudian mendapatkan pekerjaan di dinas ini. Setahun kemudian aku pun memutuskan untuk menikah." cerita bang Amrin panjang lebar.
"pasti istrinya cantik ya, bang?" tanyaku tanpa sadar, pertanyaan itu terlontar begitu saja mengikuti naluri kekaguman ku pada sosok bang Amrin yang memang tampan itu.
"cantik itu relatif, Theo. Tergantung dari sudut mana kita menilai seorang perempuan. Tapi sejujurnya istri ku memang termasuk wanita yang cantik menurutku." balas bang Amrin ringan.
"tapi ngomong-ngomong kenapa kamu menyimpulkan kalau istri ku cantik?" tanya bang Amrin melanjutkan ucapannya.
"karena... karena menurut ku bang Amrin orangnya tampan, sudah pasti istrinya cantik." jawabku sedikit ragu.
"ah, kamu bisa aja, Theo. Jarang-jarang loh ada orang yang memuji ku seperti itu." timpal bang Amrin sambil sedikit tersenyum.
"aku bukan memuji, bang. Hanya mencoba untuk jujur dengan penilaian ku." balas ku.
"iya, terima kasih atas penilaiannya. Kamu juga manis, Theo." bang Amrin membalas, sambil melirik ku sekilas.
Aku merasa tersipu. Tapi aku berusaha untuk bersikap sewajar mungkin.
Aku melirik bang Amrin. Ia telentang di atas kasurnya tanpa baju, hanya memakai celana pendek kaos bergambar pantai. Tubuh atletis nya sungguh membuat aku semakin terpesona dengannya.
Aku semakin mengagumi sosok bang Amrin. Kerinduanku akan kasih sayang seorang laki-laki kembali menghantui ku.
Bang Amrin memejamkan mata, sepertinya ia berusaha untuk tidur. Dan hal itu membuat aku semakin leluasa untuk menatapi wajah tampannya.
Pikiran ku sudah tidak bisa aku kontrol lagi. Aku ingin mengusap wajah tampan itu, wajah mulus tanpa bekas jerawat.
Aku ingin menyandarkan kepala ku di dadanya yang bidang. Merasakan kenyamanan dalam dekapan tubuh atletisnya.
Aku menarik napas berkali-kali. Menahan gejolak di dalam hatiku yang tiba-tiba saja bergelora.
Aku memang pernah jatuh cinta kepada laki-laki, tapi kali ini rasanya beda. Rasanya lebih indah.
Bukan saja karena bang Amrin memang tampan, tapi juga karena kami saat ini begitu dekat. Bang Amrin begitu nyata. Dan aku hanya butuh beberapa langkah untuk bisa menyentuhnya.
Aku memejamkan mata kembali, mencoba untuk tertidur. Namun justru pikiran ku terus berimajinasi tentang bang Amrin.
Ah, aku benar-benar telah jatuh cinta padanya. Dan itu terjadi hanya dalam hitungan jam.
Namun seperti biasa, aku hanya bisa memendam semua itu. Aku hanya bisa mengagumi sosok bang Amrin, tanpa ada harapan bagi ku untuk bisa memilikinya.
Dan aku pun terlelap dalam mimpi indah ku.
Lalu bagaimanakah kisah ku selanjutnya bersama bang Amrin?
Akankah aku punya kekuatan untuk bisa mengungkapkan perasaan ku kepada bang Amrin?
Dan seperti apakah sebenarnya masa lalu bang Amrin?
Simak kelanjutan kisah ini di channel ini ya, atau bisa klik link nya di deskripsi video ini.
Terima kasih sudah menonton video ini sampai selesai, semoga terhibur.
Sampai jumpa lagi di video selanjutnya, salam sayang selalu buat kalian semua.. muaaachhh..
****
Part 2
Detik demi detik berlalu, jarum jam terus berputar. Sudah memasuki hari kedua pelatihan.
Seperti hari pertama, pelatihan di mulai jam delapan pagi, setelah kami sarapan. Kemudian pada jam 12 siang, kami di beri waktu untuk beristirahat, makan siang atau sekedar merebahkan tubuh di dalam kamar kami masing-masing, hingga jam satu siang.
Jam satu siang pelatihan di mulai lagi, hingga sore.
Aku dan bang Amrin terasa semakin dekat. Karena selain satu kamar, kami juga duduk berdua pada saat pelatihan, atau pun pada saat makan.
Untuk menghilangkan kejenuhan, terkadang kami sering ngobrol berdua di belakang, saat para tutor berbicara di depan dengan bosan.
Keakraban kami justru semakin menumbuhkan rasa kagum ku pada bang Amrin. Aku merasa sangat bahagia bisa dekat dengannya. Apa lagi selama ini, aku jarang sekali berteman dekat dengan seorang laki-laki. Dan justru kali ini, aku dekat dengan laki-laki yang telah membuat aku jatuh cinta hanya dalam hitungan jam.
Lalu bagaimanakah akhirnya kisah ku ini?
Mungkinkah aku mampu memendam semua rasa itu?
Atau justru aku akan merasakan sebuah moment yang indah bersama bang Amrin, lelaki pujaan ku itu.
Dan seperti apa pula cerita dari masa lalu bang Amrin?
Simak kisah ini sampai selesai ya..
Namun sebelumnya bla..bla...
*****
Malam ketiga.
"capek ya.." celetuk bang Amrin.
Saat itu kami sudah berada di kamar kembali, setelah makan malam.
Aku melirik bang Amrin, yang seperti biasa terbaring di atas ranjangnya dengan hanya memakai celana pendek kaos. Kali ini berwarna coklat.
"masih dua hari loh, bang." balasku akhirnya.
"iya. Tapi rasanya sudah dua minggu." ucap bang Amrin lagi.
"pasti karena bang Amrin kangen sama istrinya." balas ku ringan.
"hmm.. gak juga sih. Aku lebih kangen anak ku. Tapi bukan itu alasan ku merasa bosan di sini. Mungkin lebih karena hal-hal seperti ini hanyalah sesuatu yang sia-sia. Bukankah pelatihan-pelatihan seperti ini sudah sering di laksanakan? Tapi hasilnya tetap aja sama." ucap bang Amrin.
"kegiatan seperti ini bukannya hanya untuk menghabiskan anggaran, dan menguntungkan beberapa pihak.." timpal ku menyambung kalimat bang Amrin.
"iya. aku setuju dengan pendapat mu itu, Theo." balas bang Amrin. Kali ini ia menatap ku.
Beberapa detik mata kami saling beradu pandang. Aku jengah. Dan segera memalingkan muka.
"jalan-jalan yuk.." ajak bang Amrin tiba-tiba, setelah untuk beberapa saat kami saling terdiam.
"kemana?' tanya ku ragu.
"kemana aja. sekedar keliling-keliling aja juga gak apa-apa. Dari pada bosan di kamar kan?!" balas bang Amrin.
"ayok lah.." ucapku penuh semangat.
Dan kami pun bersiap-siap untuk segera keluar dari kamar.
Kami berkeliling kota Jogja dengan menaiki sebuah taksi online. Mampir di beberapa tempat dan sekedar minum-minum di kafe, sambil kami terus bercerita banyak hal.
Aku bahagia melewati malam itu bersama bang Amrin. Rasanya begitu indah.
Berjalan berdua dengan orang yang aku kagumi, yang aku cintai dan yang ingin aku miliki. Sungguh menimbulkan kesan yang indah.
Mendengar tawa bang Amrin yang renyah, ceritanya yang blak-blakan dan apa adanya. Melihat senyumnya yang selalu manis, wajahnya yang begitu tampan.
Dia adalah sosok laki-laki sempurna yang pernah aku kenal. Dan aku merasa beruntung bisa dekat dengannya.
"makasih ya, Theo. Udah bersedia menemani ku berkeliling malam ini." suara bang Amrin sedikit parau.
Saat itu kami sudah berada di dalam kamar hotel lagi. Jarum jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam.
"ah, biasa aja, bang. Aku juga sangat menikmati perjalanan kita malam ini." timpal ku ringan.
"kamu gak berniat untuk cari pacar di sini, Theo?" tanya bang Amrin kemudian.
"cewek Jogja itu cantik-cantik loh.." lanjutnya dengan sedikit mengernyitkan mata.
Aku terdiam. Enggan untuk menjawab pertanyaan bang Amrin barusan. Bukan itu pertanyaan yang ingin aku dengar dari bang Amrin.
"atau sebenarnya kamu lebih suka cari cowok disini?" bang Amrin berucap lagi, melihat aku yang hanya terdiam.
Aku tahu, bang Amrin hanya berniat untuk sekedar bercanda, tapi tetap saja aku merasa tersipu tiba-tiba mendengar kalimatnya barusan. Kalimat itu seperti bisa menebak siapa aku sebenarnya.
"kenapa kamu jadi tersipu seperti itu?" tanya bang Amrin lagi.
"apa itu berarti ... kalau kamu memang gak suka cewek?" lanjut bang Amrin bertanya lagi.
Pertanyaan-pertanyaan itu semakin membuat ku merasa serba salah.
Di satu sisi, ingin sekali rasanya aku untuk jujur kepada bang Amrin. Namun di sisi lain, rasanya aku belum siap untuk itu. Aku masih takut harga diri ku akan jatuh, kalau bang Amrin mengetahui siapa aku sebenarnya.
Aku juga takut, dia akan menjauhi ku. Padahal waktu kami masih ada sekitar tujuh malam lagi di sini.
Aku ingin menikmati setiap malam ku bersama bang Amrin, meski hanya sebatas teman sekamar.
Akh, jatuh cinta itu memang rumit. Namun lebih rumit lagi, jika jatuh cinta kepada orang yang berjenis kelamin sama.
Jujur salah, gak jujur makin salah.
Dan akhirnya aku tidak menjawab satu pun dari semua pertanyaan-pertanyaan bang Amrin barusan. Aku lebih memilih untuk diam.
Aku segera menyelimuti tubuh ku dan berpura-pura hendak tertidur.
Sepertinya bang Amrin juga tidak berniat untuk melanjutkan pembicaraan kami.
Entah karena dia merasa bersalah dengan pertanyaannya sendiri, atau karena dia sudah punya kesimpulan sendiri akan sikap diam ku.
*****
Malam ke empat.
Hari ketiga pelatihan pun berlalu dengan cepat, malam pun kembali datang.
Aku dan bang Amrin jadi tidak terlalu banyak bicara sepanjang hari ini. Mungkin karena kami sudah kehabisan bahan untuk di bicarakan. Atau mungkin karena kami telah mulai lelah mengikuti setiap kegiatan selama pelatihan.
"saya minta maaf.." ujar bang Amrin, setelah kami selesai makan malam dan kembali ke kamar.
"bang Amrin minta maaf untuk apa?" tanyaku sedikit heran, karena aku tidak benar-benar tahu, entah bagian mana yang membuat bang Amrin merasa harus minta maaf padaku.
"saya minta maaf atas pertanyaan-pertanyaan ku malam kemarin. Tidak seharusnya aku bertanya seperti itu." balas bang Amrin.
"tidak ada yang perlu di maafkan, bang. Hanya saja aku merasa sedikit heran, kenapa bang Amrin bisa bertanya seperti itu." balas ku.
"karena sebenarnya aku tidak seperti yang kamu lihat, Theo. Aku punya cerita tersendiri di masa lalu ku. Aku punya rahasia dalam hidupku. Sebuah rahasia yang selama ini hanya aku pendam sendiri." jelas bang Amrin.
"rahasia apa, bang?" tanyaku ingin tahu.
"aku akan cerita. Tapi kamu harus janji, untuk bisa menjaga rahasia ini. Ini hanya antara kita berdua Theo." ucap bang Amrin pelan.
"bang Amrin cerita aja. Rahasia bang Amrin aman sama saya.." ucapku yakin.
"aku lahir, besar dan tumbuh dari keluarga yang sangat fanatik. Ayah ku adalah seorang guru di sebuah sekolah pesantren. Orang-orang lebih suka memanggilnya ustadz. Ibu ku juga seorang wanita yang rajin beribadah."
"kami tinggal di kawasan pesantren, karena ayah ku memang mendapatkan jatah sebuah rumah di situ. Karena itu juga aku dan adik-adik ku di tuntut untuk lebih taat beribadah. Walau pun aku sendiri lebih memilih untuk bersekolah di sekolah umum."
"karena hidup dalam keluarga yang taat, aku tidak pernah bisa menjadi diriku sendiri. Aku hidup bagai orang lain. Padahal aku punya sisi lain dalam diri ku yang selama ini hanya bisa aku tutup rapat-rapat."
"sejak tumbuh remaja, entah mengapa aku punya ketertarikan pada sesama jenis. Aku lebih suka memikirkan seorang laki-laki dari pada perempuan. Dan hal itu terus berlanjut hingga aku dewasa."
"namun selama bertahun-tahun aku hanya bisa memendam semua itu. Aku harus selalu berpura-pura menjadi seperti laki-laki pada umumnya. Aku pacaran dengan perempuan, meski aku tidak menginginkannya."
"hingga aku pun harus menikah dengan gadis pilihan orangtua ku. Bukan saja karena aku tidak ingin menjadi anak yang durhaka, tapi aku juga ingin tetap menutupi sisi gelap ku itu."
"apa jadinya jika ayah atau ibu ku tahu, kalau aku punya ketertarikan pada laki-laki? Aku harus tetap bisa menyimpan semua itu. Meski aku harus tersiksa, karena selalu menahan perasaan ku pada setiap laki-laki yang membuat aku jatuh cinta."
"sampai akhirnya kita bertemu disini, Theo. Di hotel ini. Kita di tempatkan dalam satu kamar. Dan sejak pertama mengenal kamu, aku sudah merasakan ketertarikan tersendiri pada kamu, Theo. Dan hanya dalam hitungan jam, aku pun menyadari kalau aku telah jatuh hati padamu."
"namun seperti biasa, aku tetap selalu berusaha menyembunyikan semua itu. Aku tidak ingin kamu tahu, Theo. Aku hanya bisa memendamnya. Tapi ketika aku menyadari kalau kamu sering memperhatikan ku diam-diam, entah mengapa aku memiliki keyakinan dalam hati ku, kalau kamu juga merasakan hal yang sama."
Bang Amrin bercerita panjang lebar padaku, yang membuatku merasa tidak menentu.
Ada rasa bahagia, ragu, takut dan berbagai perasaan berkecamuk di benakku mendengar itu semua.
Aku merasa bagai bermimpi.
"aku harap aku keliru, Theo. Tapi aku ingin kamu jujur padaku. Berkali-kali aku pernah jatuh cinta pada laki-laki, namun selama ini aku tidak pernah berani mengungkapkannya. Tapi kali ini rasanya beda. Aku seakan punya harapan untuk bisa memiliki kamu, Theo." bang Amrin berucap lagi.
"aku juga mencintai bang Amrin.." ucapku akhirnya, tanpa harus berpikir panjang untuk menjawab semua itu.
Tak ada lagi yang harus aku pikirkan. Jika bang Amrin berani untuk berterus terang padaku, kenapa aku tidak?
Aku juga tidak ingin kehilangan kesempatan untuk bisa mendapatkan bang Amrin.
Selama beberapa hari ini, aku harus memendam perasaan ku padanya. Dan sekarang aku punya kesempatan untuk mengungkapkannya.
Aku tak ingin melewatkan kesempatan itu.
"kamu serius?" tanya bang Amrin.
"aku serius, bang. Aku juga telah jatuh cinta pada bang Amrin bahkan sejak pertama kali kita bertemu." jawab ku jujur.
"tapi sama seperti bang Amrin, aku juga belum pernah pacaran dengan sesama laki-laki, bang. Belum pernah sama sekali, dan bahkan aku juga belum pernah pacaran dengan perempuan." ucapku melanjutkan.
"itu artinya, ini adalah kesempatan pertama bagi kita berdua, Theo? Apa kamu mau, kalau kita memulai hubungan ini sekarang?" tanya bang Amrin kemudian.
"iya. Aku mau, bang.." jawab ku lugas.
Dan mata yang semulanya malu-malu untuk saling bertatap, tak lagi punya alasan untuk menghindar.
Segala kekaguman yang selama beberapa hari ini hanya tersimpan di relung hati kami, kini seakan tercurah hanya dari semua tatapan itu.
Aku hanya tidak menyangka, kalau bang Amrin punya perasaan seperti itu padaku. Entah karena aku yang kurang peka, akan sikap nya selama ini padaku, atau mungkin karena bang Amrin yang terlalu cerdas untuk menyembunyikan perasaan nya.
Namun apa pun itu. Kini semua tanya telah terjawab. Semua rasa telah terungkap. Tak ada lagi rahasia. Tak ada lagi rasa yang terpendam.
Hanya saja kami masih bingung harus memulai nya dari mana.
Dan seperti apakah hal pertama yang akan terjadi pada kami berdua malam itu?
Setelah kami sudah saling mengetahui perasaan kami masing-masing.
Lalu seperti apakah kelanjutan dari kisah cinta kami berdua. Sementara kami hanya punya waktu beberapa hari lagi untuk bisa bersama?
Simak kelanjutan kisah ini di channel ini ya, atau bisa klik link nya di deskripsi video ini.
Terima kasih sudah menonton video ini sampai selesai, semoga terhibur.
Sampai jumpa lagi pada video berikutnya, salam sayang selalu untuk kalian semua.
***
Part 3
Kami duduk bersisian di tepi ranjang kamar hotel itu. Mata kami saling tatap. Kami hanya saling diam.
Tak perlu seribu kata untuk mengungkapkan rasa. Tak harus merangkai kalimat indah untuk melukiskan keindahan cinta.
Cinta adalah rasa. Ia hanya bisa di rasakan oleh dua hati yang bertemu melalui tatapan.
Aku dan bang Amrin. Hanya kami berdua malam itu. Hanya kami berdua yang mengerti setiap tatapan itu. Tatapan penuh kekaguman dan cinta.
"aku belum pernah melakukan ini dengan seorang laki-laki.." ucap bang Amrin pelan.
"aku bahkan belum pernah sama sekali melakukannya, bang.." balas ku lugu.
"lalu apakah kamu mau mencobanya?" tanya bang Amrin.
Aku hanya mengangguk, tanpa mengedipkan mata. Aku tak ingin memejamkan mata. Aku ingin menikmati indahnya wajah tampan milik bang Amrin, setiap centi nya.
Wajah itu sungguh tampan dan sangat dekat. Repleks aku mengusap wajah itu dengan pelan, penuh perasaan.
"bang Amrin begitu tampan. Aku sangat mencintai bang Amrin.." ucapku lembut.
"aku juga sangat mencintai kamu, Theo." balas bang Amrin tak kalah lembutnya.
Selanjutnya wajah kami pun kian mendekat. Aroma napas kami berpadu.
Dan akhirnya hal itu pun terjadi, untuk pertama kalinya dalam hidupku.
Hal yang hanya bisa anda saksikan jika anda menjadi pelanggan eksklusif channel ini.
Jadi silahkan berlangganan atau bergabung bersama channel ini, dengan cara klik tombol gabung di bawah ini, atau bisa langsung di deskripsi video ini.
Dapatkan berbagai keuntungan istimewa dengan berlangganan channel ini. Diantaranya bla..bla ..
Terima kasih bla..bla..
****
Malam kelima.
Tak cukup kata untuk mengungkapkan bahagia ku saat ini. Tak ada kalimat indah yang bisa mewakili perasaan bahagia ku saat ini.
Semuanya terasa begitu indah. Sangat indah.
Rasanya waktu bergulir terlalu cepat, hingga malam pun datang kembali.
Seharian kami selalu bersama. Meski tak banyak kata yang terungkap di antara kami, namun setiap tatapan kami punya seribu makna.
Bahkan saat istirahat siang pun, kami menyempatkan diri, untuk kembali ke kamar kami. Menikmati kebersamaan kami dengan sejuta rasa cinta yang ada.
Rasanya begitu sempurna. Kami benar-benar tak ingin melewatkan sedetik pun setiap kesempatan yang ada.
Makan malam pun selesai, kami pun kembali ke kamar.
Kali ini kami berbaring di satu ranjang. Aku merebahkan kepala ku di atas lengan kekar milik bang Amrin. Tangan ku melingkar di dadanya.
Dekapan itu terasa hangat. Menenangkan. Dan nyaman.
Bang Amrin membelai rambutku dengan lembut.
"kita hanya punya kesempatan beberapa malam lagi, Theo. Lalu apa yang akan kita lakukan selanjutnya?" ucap bang Amrin pelan.
"aku juga tidak tahu, bang. Rasanya aku ingin selamanya kita berada di sini." balasku berucap.
"aku juga ingin seperti itu, Theo. Tapi kita harus tetap realistis. Pada saatnya jarak akan membuat kita terpisah. Dan aku takut, aku tak sanggup berada di posisi seperti itu.." ucap bang Amrin.
"aku juga gak sanggup, bang. Tapi bukankah lebih baik, kita nikmati saja saat ini. Tak perlu kita memikirkan hari esok. Yang penting saat ini, kita masih punya waktu bersama." aku berujar, sambil sedikit tengadah, menatap kembali wajah tampan itu.
"iya, Theo. Kita akan menikmati malam ini dan malam-malam selanjutnya. Sampai waktu akan membuat kita sadar, kalau perpisahan itu ada. Perpisahan itu nyata." balas bang Amrin.
Dan untuk kesekian kalinya, kami pun mencoba merajut cinta kami. Menyatukan hati kami dalam sebuah rasa yang indah, bahkan jauh lebih indah dari cinta itu sendiri.
Kami mencoba mengikuti naluri yang ada. Menjadi diri kami yang seutuhnya. Tanpa topeng. Karena saat ini, kami benar-benar berada di dunia yang kami ciptakan sendiri.
Aku mencintai bang Amrin dengan segenap jiwa ku. Menyayanginya dengan sepenuh hati ku.
Wajah tampan itu. Senyum manis itu, dan tubuhnya yang kekar, adalah anugerah terindah yang pernah aku miliki dalam perjalanan hidupku.
Walau aku sadar, tidak ada kisah yang tak berujung. Semua kisah akan berakhir. Namun untuk saat ini, aku ingin memiliki bang Amrin seutuhnya. Dia hanya milik ku saat ini.
****
Malam keenam, malam ketujuh, malam ke delapan dan malam ke sembilan semua berjalan dengan begitu indah. Namun waktu tidak pernah memberikan kesempatan lebih kepada siapa pun.
Setiap orang punya waktu yang sama. Waktu tetap berjalan sesuai alur dan perputarannya.
Tapi beberapa hari terakhir ini, waktu terasa begitu cepat berlalu bagiku.
Terlalu singkat.
Hingga malam ke sepuluh pun tiba. Malam yang membuatku tiba-tiba saja merasa takut.
Aku takut dengan perpisahan. Aku takut dengan kata terakhir.
Namun tidak ada awal yang tak berakhir. Dan itu adalah sebuah kenyataan, yang tidak bisa di hindari.
"aku takut, bang.." suara ku parau.
Malam itu seperti biasa, sehabis makan malam kami kembali ke kamar.
"rasanya aku tak ingin malam ini berakhir.." lanjutku.
"aku juga tak ingin ini berakhir, Theo. Aku ingin bersama kamu selamanya.." balas bang Amrin.
"lalu bagaimana hubungan kita selanjutnya bang?" tanya ku pilu.
"aku juga tidak tahu, Theo. Jarak di antara kita terlalu jauh. Kita tidak mungkin bisa bertemu lagi. Dan aku belum siap untuk itu semua." ucap bang Amrin ikut pilu.
"aku juga tidak siap, bang. Tapi kita bisa apa? Sekali pun jarak tidak memisahkan kita, namun kodrat tetap akan membuat kita tidak bisa bersama selamanya, bang. Dan aku benci mengakui itu." suara ku kian parau.
Mata ku memerah. Hatiku perih. Sakit sekali rasanya. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku bisa merasakan indahnya di cintai oleh orang yang aku cintai. Tapi justru semua itu harus berakhir. Semuanya terjadi terlalu singkat.
Perlahan setetes air mata pun jatuh di pipiku. Aku menangisi perpisahan ini.
"kamu jangan menangis, Theo. Aku tak sanggup melihatnya.." ucap bang Amrin, suaranya pun mulai serak.
Bang Amrin menarik tubuhku dalam dekapannya. Air mata ku terus mengalir. Semuanya terasa pilu.
"kamu jangan menangis, Theo.." bang Amrin mengulangi ucapannya, suaranya semakin serak. Ia ikut menangis. Dekapannya pun semakin erat.
Dan malam terakhir itu pun kami habiskan dengan deraian air mata. Kami tak bisa memendung kesedihan kami.
Rasanya perpisahan itu terlalu berat, meski kebersamaan kami sangat singkat. Namun rasa yang tumbuh di antara kami begitu besar.
Moment-moment indah ku bersama bang Amrin selama sepuluh hari di kamar hotel itu, terus melintas di pikiran ku sepanjang perjalanan pulangku.
Kami memang saling mencintai, tapi waktu, jarak, keadaan dan kodrat tidak mengizinkan kami untuk bersama lebih lama lagi.
Cinta kami terjadi hanya sepuluh malam. Ya, hanya cinta sepuluh malam.
Namun itu adalah sepuluh malam terindah di sepanjang perjalanan hidupku. Aku tak akan pernah melupakannya.
"kita masih bisa terus berhubungan, Theo. Kita masih bisa saling telpon-telponan." terngiang kembali ucapan bang Amrin pagi tadi, sesaat sebelum akhirnya kami benar-benar terpisah.
"iya, bang. Meski raga kita tidak bisa selalu bersama, aku harap hati kita tetap bisa untuk saling mengingat.." balas ku lirih.
Dan perpisahan selalu menyakitkan. Seindah apa pun kisah yang terjadi di antara kami selama sepuluh malam itu, tetap saja rasa sakit karena perpisahan itu begitu menyiksa.
Kisah ku bersama bang Amrin, akan selalu terukir di sanubari ku. Selamanya.
Demikianlah kisah cinta ku selama sepuluh malam bersama bang Amrin.
Terima kasih sudah menyimak kisah ini dari awal sampai akhir.
Semoga terhibur.
Sampai jumpa lagi di cerita-cerita berikutnya, salam sayang selalu untuk kalian semua.. muuuaaachhh..
****
Selesai...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar