Jerman adalah negara tujuan saya. Meski dari awal aku tidak pernah bercita-cita untuk kuliah di luar negeri.
Tapi aku pergi hanya untuk melarikan diri, menghindar dari sebuah kenyataan.
Ya, akhirnya aku memutuskan untuk pergi.
Aku tak sanggup lagi menyaksikan kemesraan hubungan Nelson dan Dhena.
Nelson adalah sahabat ku sejak kecil, dan beriring berjalannya waktu, aku pun jatuh cinta padanya.
Namun tidak bagi Nelson, ternyata ia hanya menganggapku sebagai sahabat dan memutuskan untuk berpacaran dengan seorang gadis adik kelas kami, namanya Dhena.
Nelson dan Dhena memang pasangan yang cocok, jauh lebih cocok jika dibandingkan dengan aku dan Nelson.
Tapi sebagai orang yang sudah terlanjur jatuh cinta pada Nelson, tentu saja aku tidak rela jika ia menjadi milik orang lain.
Namun sebagai sahabat aku berusaha untuk selalu mendukung hubungan mereka. Meski hatiku sakit karenanya. Dan aku merasa hancur.
Nelson sempat tidak setuju dengan keputusan ku untuk kuliah ke luar negeri, tapi aku tetap tak peduli.
Aku tidak ingin menghabiskan waktu hanya untuk menyaksikan orang yang aku cintai berbahagia dengan orang lain.
Aku tidak menyalahkan Nelson apa lagi membencinya. Tapi aku juga tidak bisa terus berpura-pura kalau semuanya baik-baik saja. Dan dengan pergi, aku berharap aku bisa memupus segala rasaku pada Nelson.
*****
Sudah sebulan aku berada di Jerman. Menjalani kehidupan baruku. Bertemu dengan orang-orang baru dan lingkungan baru.
Memang tidak mudah bagiku untuk beradaptasi, apa lagi ini negara asing. Tapi aku harus kuat, aku tak ingin kembali ke Indonesia.
Di Jerman akhirnya aku bertemu dengan Fido, lelaki yang juga berasal dari Indonesia dan sudah dua tahun bekerja di Jerman.
Fido bekerja sebagai seorang delivery driver atau pengantar makanan di sebuah restoran mewah.
Aku bertemu dan berkenalan dengan Fido karena kebetulan tempat tinggal kami berdekatan, dan juga aku pernah memesan makanan di restoran tempat Fido bekerja, dan Fido yang mengantarnya ke alamat ku.
Karena tahu, kalau kami sama-sama orang Indonesia, membuat kami jadi cepat akrab.
Fido tidak terlalu tampan, meski juga tidak bisa di bilang jelek. Badannya bagus, terkesan atletis dan macho.
Sebenarnya Fido juga seorang mahasiswa di Jerman, tapi karena sudah lama tinggal di Jerman, ia jadi bisa bekerja di sana.
Fido sudah berumur dua puluh dua tahun, empat tahun lebih tua dariku.
Sebagai orang yang baru pindah ke Jerman dan baru saja mulai kuliah, kehadiran Fido cukup membantu, untuk aku lebih mengenal daerah tempat aku tinggal.
Dan beriring berjalannya waktu, aku dan Fido kian akrab dan dekat. Fido semakin sering datang ke tempatku, begitu juga sebaliknya.
Kedekatan ku dengan Fido perlahan mulai bisa membuatku menghapus bayangan Nelson dalam pikiranku. Meski harus aku akui, kalau aku masih mencintainya.
"aku suka sama kamu, Zaky.." ucap Fido cukup blak-blakan.
Meski pun kami sudah dekat dan akrab, namun ungkapan Fido barusan, mampu membuatku sedikit kaget dan setengah tak percaya.
"maksud kamu?" tanyaku sekedar meyakinkan diriku sendiri, kalau aku tidak salah dengar.
"aku suka sama kamu. Aku jatuh cinta sama kamu, bahkan mungkin sejak pertama kali kita bertemu.." balas Fido, yang membuatku tidak bisa berkata apa-apa lagi.
Fido memang terdengar blak-blakan, tapi ia terlihat serius.
Aku justru jadi bingung dengan semua itu. Biar bagaimana pun, sampai saat ini di dalam hatiku hanya ada nama Nelson.
Namun kehadiran Fido tidak bisa aku abaikan begitu saja. Fido cukup menarik secara fisik, dia juga orang yang baik. Dia sering membantuku selama di sini.
Tapi aku belum merasakan perasaan apa-apa padanya, selain menganggapnya sebagai teman baruku.
Aku merasa takut untuk menolak Fido. Aku takut, jika aku menolaknya, ia akan menjauh dariku, padahal saat ini aku masih membutuhkannya. Fido temanku satu-satunya saat ini. Apa lagi aku berada negara asing.
Aku memang punya teman selain Fido, tentu saja yang berasal dari Jerman dan juga negara-negara lainnya. Tapi dengan Fido aku lebih merasa nyaman, selain karena kami berasal dari negara yang sama, aku juga merasa Fido terlalu baik.
"kalau kamu gak bisa jawab sekarang gak apa-apa, Zak. Aku gak bakal nuntut, kok." ucap Fido kemudian, melihat aku yang hanya terdiam.
Aku menatap sekilas ke arah Fido, menatap matanya yang sendu, penuh pengharapan.
"sebenarnya... sebenarnya aku punya seseorang yang aku cintai di Indonesia, Do. Tapi selama ini aku hanya memendamnya.." ungkap ku akhirnya setelah kami terdiam beberapa saat.
Kemudian aku pun menceritakan kisahku. Kisahku yang telah jatuh cinta kepada Nelson, sahabatku sendiri. Sebuah kisah yang selama ini hanya aku pendam sendiri.
"jadi kamu ke sini, hanya untuk menghindar dari orang yang kamu cintai?" tanya Fido kemudian, setelah aku mengakhiri cerita ku.
Aku mengangguk ringan, meski aku sendiri tidak tahu pasti apa alasan ku yang sebenarnya.
******
Meski aku belum memberi jawaban apa-apa pada Fido, namun hubungan ku dan Fido justru semakin erat. Fido bahkan tidak segan-segan untuk sekedar mendekapku diam-diam.
Fido juga cukup berani untuk sering-sering menginap di tempat ku, meski sampai saat ini belum terjadi apa-apa di antara kami.
Fido selalu bersikap mesra kepada ku, seolah-olah ia menganggap kalau aku adalah kekasihnya.
Hubungan kami sudah menjadi seperti teman tapi mesra.
Aku tidak pernah mempermasalahkan sikap Fido tersebut, aku justru menikmati hal tersebut.
Entah mengapa aku justru merasa nyaman saat Fido memperlakukan ku dengan mesra dan penuh kasih sayang.
"maaf, Do. Aku belum bisa.." ucapku tertahan, ketika suatu malam Fido mencoba menciumi ku.
Fido memperlihatkan raut wajah kecewa nya.
Tapi aku memang belum bisa, bayangan wajah tampan Nelson masih terus menari-nari di benak ku.
Meski telah berbagai cara Fido lakukan untuk membuatku terkesan, aku masih saja belum bisa menerima kehadiran Fido sebagai seorang kekasih.
*****
"aku kangen kamu, Zak." lembut suara itu, suara seorang laki-laki yang hampir setahun ini aku coba menghapusnya.
Ya, Nelson akhirnya datang menemuiku, setelah setahun aku tinggal di Jerman ini. Setelah setahun, aku berusaha melupakannya. Setelah kehadiran Fido perlahan mulai membuatku merasa nyaman.
Nelson datang tiba-tiba. Menurut ceritanya dari awal, ia sudah tahu keberadaanku sejak lama dari mama ku tentunya.
Namun baru sekarang ia memberanikan diri untuk datang.
"setelah kamu pergi, aku merasa kesepian, Zak. Kehadiran Dhena tidak mampu menggantikan apa-apa tentang mu, Zak, Aku sangat membutuhkan kamu.." lanjut Nelson lagi.
"aku juga sudah memutuskan hubungan ku dengan Dhena, karena aku sebenarnya tidak bahagia dengan hubungan tersebut. Dan aku juga sudah memutuskan untuk pindah kuliah ke sini, Zak. Agar aku bisa selalu bersama kamu.." Nelson masih terus berucap.
Sementara aku masih terdiam. Aku masih tak percaya, kalau Nelson akan menyusul ku ke sini.
Aku bahagia bisa bertemu Nelson lagi. Tapi aku sedikit khawatir, karena kehadiran Nelson di sini, tentu saja akan menghambat perkembangan hubungan ku dengan Fido.
Padahal aku sudah berjanji dalam hatiku, akan belajar untuk bisa mencintai Fido.
Dengan adanya Nelson di sini, aku akan semakin berat untuk bisa melupakannya, dan tentu saja aku harus menjaga jarak dari Fido, agar Nelson tidak mencurigai hubungan kami.
Nelson ternyata sudah mengurus segala sesuatunya untuk pindah, dan dia menetapkan untuk tinggal bersama ku.
"karena dengan begitu, kita bisa terus bersama-sama setiap harinya, Zak. Dan selain itu, juga untuk menghemat biaya.." begitu alasan Nelson, saat aku mempertanyakan kenapa ia harus tinggal bersamaku.
Sebagai sahabat, tentu saja aku tidak bisa menolak, apa lagi kata Nelson hal itu juga telah ia bicarakan dengan mamaku.
****
"Nelson!" tegas suara itu, ketika akhirnya ia aku perkenalkan kepada Fido.
"Fido.." balas Fido lebih tegas lagi.
Aku menatap mereka berdua dengan perasaan penuh dilema.
Biar bagaimana pun, Fido sudah tahu tentang bagaimana perasaanku pada Nelson. Hal ini tentu saja membuat Fido merasa kurang nyaman saat bertemu Nelson.
"jadi itu pria yang selama ini kamu puja-puja? Pria yang membuat aku jadi sulit untuk masuk ke hati kamu?" bisik Fido bertanya, saat kami punya kesempatan untuk ngobrol berdua.
Aku hanya mengangguk ringan. Aku juga tidak tahu harus mengatakan apa.
Sejak saat itu, sikap Fido pada ku pun berubah. Ia tak lagi pernah mesra, bahkan cenderung terlihat lebih sering diam. Fido juga jadi jarang datang ke tempat ku.
Entah mengapa aku jadi merasa kehilangan dia. Hari-hari yang aku lewati bersama Fido setahun belakangan ini, cukup memberi warna dan kesan tersendiri dalam hatiku.
Tiba-tiba saja aku merindukan kemesraannya. Tiba-tiba saja aku merindukan gurau canda dan juga pujian-pujian cintanya padaku.
Ah, aku jadi semakin dilema. Perasaanku menjadi semakin kacau.
Kalau saja, Nelson tidak datang ke sini, menyusulku. Mungkin aku dan Fido bisa saja jadian. Mungkin aku bisa saja melupakan sosok Nelson.
"kamu kenapa sering melamun, sih?" tanya Nelson mengagetkan ku tiba-tiba.
Nelson memang tinggal bersamaku, kami tinggal sekamar dan juga tidur seranjang. Hal ini membuat aku jadi sedikit tidak punya privacy.
Namun harus aku akui, kalau aku suka tidur seranjang bareng Nelson. Aku bahagia bisa bersama Nelson lagi.
Tapi aku merasa sedikit tidak nyaman, karena perasaan cintaku kepada Nelson, membuatku jadi sering salah tingkah, apa lagi jika melihat Nelson bertelanjang dada.
"kamu gak suka, kalau aku tinggal bersama kamu?" tanya Nelson lagi, yang melihat aku masih terdiam.
Aku menatap wajah tampan Nelson untuk ke sekian kalinya. Jika dibandingkan dengan Fido Nelson memang jauh lebih tampan.
"kamu ngomong apa sih, Nel. Aku malah senang kamu akhirnya memutuskan untuk tinggal bersamaku.." jawabku jujur.
Nelson tiba-tiba memiringkan tubuhnya menatapku.
"kamu dengan Fido ada hubungan apa?" tanyanya tiba-tiba.
"gak ada hubungan apa-apa. Kami hanya berteman. Emangnya kenapa?" balasku sambil bertanya.
"gak kenapa-kenapa, sih. Aku perhatiin, sejak aku berada di sini, Fido jadi jarang datang ke sini. Kamu juga jadi sering melamun.." Nelson menjawab, sambil ia kembali menelentangkan tubuh kekarnya.
"emangnya kalau aku punya hubungan khusus dengan Fido, kenapa?" tanyaku mencoba memancing perasaan Nelson yang sebenarnya.
"kamu jangan macam-macam deh, Zak. Aku jauh-jauh nyusul kamu ke sini, kamu malah bersama orang lain.." suara itu terdengar sedikit ketus.
"kita kan cuma sahabat, Nel. Kamu gak bisa dong melarang aku untuk dekat dengan siapa pun.." balasku lagi masih mencoba untuk memancing perasaannya.
"karena itu, Zak. Karena kita bersahabat terlalu dekat. Aku jadi tidak bisa mendefenisikan perasaanku yang sebenarnya kepada kamu.." ucap Nelson mulai lembut.
"aku sayang sama kamu, Zak. Tapi aku tidak tahu rasa sayang seperti apa sebenarnya yang aku rasakan untuk kamu. Namun yang pasti aku selalu merasa nyaman saat bersama kamu." lanjut Nelson, yang membuatku jadi punya sedikit harapan.
"lalu bagaimana dengan Dhena dan cewek-cewek lain yang pernah kamu cerita kan padaku dulu?" tanyaku masih terus memancing kejujuran Nelson.
"aku mendekati cewek-cewek itu, hanya untuk memastikan perasaanku yang sebenarnya. Aku pikir aku bisa jatuh cinta pada mereka. Tapi kenyataannya, yang ada dalam pikiranku cuma kamu, Zak."
"aku juga ingin tahu reaksi kamu, saat aku cerita soal cewek dan aku bahkan mencoba jadian dengan Dhena, hanya supaya kamu bisa cemburu. Tapi nyatanya kamu malah biasa saja." jelas Nelson panjan lebar.
Aku kembali menatap cowok tampan itu, sekedar meyakinkan bahwa Nelson tidak sedang mengarang cerita.
"setelah kamu pergi, aku baru sadar, kalau aku ternyata sangat membutuhkan kamu. Dan lebih parahnya, aku ternyata telah jatuh cinta padamu, Zak. Namun karena yang telah pergi dan sepertinya tidak menginginkanku, aku justru belajar untuk melupakan kamu.." Nelson melanjutkan.
"tapi semakin aku mencoba melupakanmu, semakin bayangan mu kerap hadir menghiasi mimpiku. Aku tidak bisa memungkirinya lagi. Aku mencintai kamu, Zak. Karena itu, aku memutuskan untuk menyusul kamu ke sini.." lanjut Nelson lagi.
Terus terang aku merasa bahagia mendengar semua itu. Tapi di sisi lain, ada rasa bersalah yang aku rasakan untuk Fido. Meski selama ini, aku tidak pernah memberi harapan apa-apa pada Fido. Dan lagi pula Fido juga sudah tahu, semua tentang Nelson.
"lalu bagaimana dengan kamu, Zak? Apa kamu juga mencintaiku? Atau kamu sudah pacaran dengan Fido?" pertanyaan penuh dengan nada cemburu itu, membuatku jadi sedikit menyunggingkan senyum.
"aku juga sayang kamu, Nel. Aku pergi juga karena tidak sanggup lagi melihat kamu bersama Dhena." ucapku akhirnya, yang membuat Nelson tertawa ringan.
"jadi benar kan dugaanku, kamu berubah dan pergi karena aku jadian sama Dhena? Ternyata kamu cemburu karena Dhena?" ucap Nelson kemudian.
"kamu juga cemburu karena aku dekat dengan Fido, Nel. Itu artinya kita impas." timpal ku sengit.
"ya sudahlah, yang penting sekarang kita sudah tahu perasaan kita masing-masing. Jadi tidak ada lagi rahasia antara kita." ucap Nelson akhirnya.
Kemudian kami sama-sama tersenyum. Saling tatap dan mulai saling mendekat.
Cinta yang selama ini hanya kami pendam, akhirnya tercurah sudah. Cinta yang selama ini hanya menjadi rahasia, kini terungkap sudah.
Aku dan Nelson akhirnya memutuskan untuk menjalin hubungan asmara.
Hubungan kami bukan lagi sekedar hubungan dua orang sahabat, tapi sudah menjadi hubungan dua orang kekasih.
Hanya saja masalahnya, aku harus melukai hati seorang Fido. Meski aku yakin, Fido sangat mengerti akan hal tersebut.
Biar bagaimana pun Nelson jauh lebih dulu hadir di hidup dan di hatiku.
Nelson adalah sahabat sekaligus cinta pertamaku, dan aku berharap ia adalah pelabuhan terakhirku.
Semoga saja..
****
Selesai...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar