Sebuah Cerpen : Cinta Pertama Aga...

Aga selesai mengemasi barang-barangnya. Kemudian ia terduduk di atas lantai kamar kost itu. Badannya terasa capek, meski barang-barang yang ia packing tidak seberapa. Hanya beberapa pakaian dan perlengkapan aksesorisnya. Tapi bagi Aga, itu cukup membuat ia lelah.
Harusnya ini menjadi hari terakhir bagi Aga untuk tinggal di kost mungil itu. Ayahnya sudah berjanji menjemputnya hari ini. Masa-masa indah SMA nya sudah berakhir. Aga memang sudah diterima kuliah di salah satu kampus favorit di kota itu, namun untuk sementara menjelang kuliah di mulai, ia harus balik dulu ke kampung. Dan saat kuliah di mulai, ia harus pindah kost ke lokasi terdekat dengan kampus tempat ia kuliah nanti.

Aga pun berbaring di atas lantai keramik itu, sekedar melepas lelah. Ia berusaha memejamkan matanya. Sekilas bayangan masa tiga tahun ia di sini terlintas.
Berawal dari keinginan Ayah dan Ibunya, untuk memintanya melanjutkan sekolah tingkat atas di kota. Selepas SMP, Aga pun pindah ke kota, dengan menyewa sebuah kamar kost, tak jauh dari tempat ia bersekolah.
Tinggal sendirian di antara hiruk pikuknya kota besar, awalnya membuat Aga gamang dan takut. Namun beriring berjalannya waktu, ternyata semua tak seburuk yang Aga pikirkan selama ini. Apa lagi semenjak masuk SMA, Aga mulai mengenal beberapa orang teman, yang diantara mereka ada juga yang harus terpisah dari keluarga demi mendapatkan pendidikan yang lebih baik.

Seminggu masuk sekolah, Aga pun berkenalan dengan seorang gadis imut nan cantik. Namanya Desy. Gadis kota yang sopan dan baik. Kebetulan sekali mereka satu kelas, yang membuat mereka jadi cepat akrab dan saling mengenal pribadi masing-masing.
Di mata Aga, Desy seorang gadis yang baik dan ramah. Selain itu ia juga pintar dan rajin. Beberapa bulan berkenalan, Aga mulai merasakan perasaan suka dan kagum kepada Desy.
Aga senang bisa menjadi dekat dengan Desy. Ia merasa nyaman. Kehadiran Desy dalam hidupnya, membuat Aga merasakan sesuatu yang sebelumnya tidak pernah ia rasakan. Yah, Aga jatuh cinta kepada Desy. Cinta pertamanya.
Namun demikian, Aga tidak pernah berani mengungkapkan perasaannya. Ia cukup sadar, terlalu banyak cowok di sekolahnya yang mencoba mendekati Desy. Dan ia hanya seorang cowok kampung.
Baginya, bisa berteman dengan Desy sudah lebih dari cukup, untuk membuat ia merasa bahagia. Meski tak bisa ia pungkiri, dari semua sikap Desy padanya selama ini, kadang ia merasa kalau Desy juga menyukainya. Namun tetap saja, baginya Desy terlalu tinggi untuk bisa ia raih.

"Desy itu, anak seorang konglomerat bro! Anak seorang pengusaha kaya di kota ini.." celetuk Hardi, salah seorang teman Aga, pada suatu hari. "kamu beruntung bisa dekat sama dia.."
Aga hanya tersenyum menanggapi hal itu. Harus ia akui, kalau ia memang sangat beruntung. Bukan karena Desy anak orang kaya, tapi lebih karena Desy gadis yang spesial baginya.
"kamu enggak ada niat, Ga. Buat macarin dia?" ucap Hardi lagi, melihat Aga hanya tersenyum.
"ha! Apa?.." Aga cukup kaget mendengar pertanyaan Hardi, "ya enggaklah.." lanjutnya.
"kenapa? Jangan bilang kalau kamu enggak tertarik sama dia?" tanya Hardi lagi.
Kembali Aga tersenyum. "cowok mana yang enggak bakal tertarik pada cewek secantik Desy, Har." jawabnya akhirnya. "tapi saya cukup sadar diri, kok. Dia siapa dan saya ini siapa.."
"tapi keliatannya, Desy juga suka sama kamu.."
"ah, siapa bilang?"
"yah, dari perlakuannya selama ini sama kamu, Ga. Kamu enggak merasa apa. Betapa Desy begitu perhatian dan baik sama kamu selama ini. Kamu gak hadir satu hari aja, dia udah merasa kehilangan dan bertanya-tanya." Hardi berujar lagi, "dari sekian banyak cowok yang berusaha mendekatinya, dia memilih untuk tetap dekat sama kamu. Apa itu tidak membuktikan kalau Desy sebenarnya suka sama kamu!"
Aga hanya terdiam. Ia tidak bisa memungkiri semua ucapan Hardi barusan. Tapi tetap saja, ia hanya seorang anak desa. Ia merasa tidak pantas untuk cewek seperti Desy. Meski hatinya begitu ingin bisa menjadi kekasih hati Desy.

*******************************

"aku mau ngomong, Des. Boleh?" ucap Aga bergetar. Hubungannya dengan Desy kian dekat, apa lagi setelah lebih dari dua tahun mereka berteman. Sekarang mereka sudah kelas tiga. Sebentar lagi mereka akan meninggalkan sekolah ini.
"ya. ada apa, Ga? ngomong aja."
"tapi bukan disini!"
"lantas dimana?" tanya Desy dengan ekspresi herannya.
"Disana aja yuk!" Aga menunjuk kearah taman sekolah.
Desy hanya mengangguk. Di hatinya timbul berbagai pertanyaan. Tak biasanya Aga mengajaknya ke taman, berduaan lagi. Meski dalam hatinya, Desy sudah menduga apa yang ingin Aga katakan, namun tetap saja ia tidak yakin.

"mau ngomong apa sih, Ga? pakai acara di taman segala." ucap Desy setelah mereka duduk berdampingan di bangku taman. Suasana taman pagi itu memang agak sepi.
Sesaat Aga menarik napas.
"aku mau ngomong. kalau aku sebenarnya suka sama kamu, Des. Bahkan sejak pertama kali kita kenalan." Aga berkata sambil menundukkan kepalanya, ia tak berani menatap mata Desy yang indah itu. "hanya saja, selama lebih dari dua tahun ini, aku berusaha memendamnya. Karena aku takut, akan merusak persahabatan kita. Dan lagi pula, aku cukup sadar diri. Aku hanya seorang cowok kampung, yang mengharapkan cinta dari seorang bidadari secantik kamu, Des. Aku gak berani berharap lebih selama ini. Namun sekarang, aku tak kuat lagi memendam semua rasa ini. Aku hanya ingin kamu tahu, kalau aku jatuh cinta padamu, Des.." Aga melanjutkan kalimatnya panjang lebar. Tanpa melihat reaksi raut muka Desy yang berubah memerah.
Desy tahu, ini bakal terjadi. Tapi tetap saja Desy belum siap mendengarnya.
"aku tahu.." suara Desy serak.
Spontan Aga melirik kearah Desy, yang menatap jauh kedepan. "kamu tahu?" tanyanya.
"ya. aku tahu. Dua tahun lebih kita berteman, Ga. Aku tahu dari sikapmu padaku selama ini. Tapi maaf, Ga. Aku gak bisa.." balas Desy, suaranya semakin serak. Hatinya terasa sakit mendengar ucapannya sendiri.

Aga hanya terpaku mendengar ucapan Desy barusan. Tiba-tiba harapannya punah. Ternyata ia telah salah menyikapi perlakuan Desy selama ini padanya. Ia pikir selama ini, Desy juga merasakan hal yang sama dengannya. Tapi ternyata Desy tidak bisa menerima cintanya. Aga kembali menarik napas, lebih panjang. Hatinya terasa hancur. Ia hanya berharap, bisa memutar waktu kembali. Dan melupakan semua kebodohannya, tentang keinginannya mengungkapkan perasaannya pada Desy. Karena jelas, setelah ini, hubungan persahabatannya dengan Desy akan renggang.
Harusnya ia sadar, kalau Desy gak mungkin jatuh cinta kepada cowok kampung seperti dirinya.

"maaf, Ga.." Desy berujar lagi, setelah cukup lama mereka terdiam.
"ya. gak apa-apa, Des." balas Aga lirih. "aku cukup tahu diri, kok. Kamu itu siapa dan aku ini siapa.."
"bukan itu masalahnya, Ga!" spontan Desy memotong kalimat Aga.
"lantas?!"
"aku gak bisa jelasin sekarang, Ga. Tapi yang pasti ini gak seperti yang kamu pikirkan. Ini bukan karena status sosial kita yang kamu anggap berbeda. Sama sekali bukan karena itu.." Desy memalingkan wajahnya dari tatapan Aga. Suaranya bergetar. Bathinnya merintih. Ia berusaha menahan air matanya sendiri, agar tidak tumpah. Ia tidak ingin Aga tahu. Untuk itu segera ia berdiri dan berjalan cepat menuju toilet sekolah.
Aga hanya melongo bingung. Dia terdiam. Hatinya kian hancur.

Berbulan-bulan setelah kejadian itu, seperti yang Aga perkirakan, hubungan mereka menjadi renggang. Tiba-tiba saja, tercipta jarak yang begitu jauh diantara mereka. Desy selalu berusaha menghindar, setiap kali Aga berusaha mendekatinya. Aga hanya ingin meminta maaf. Itu saja!
Tapi Desy tidak pernah memberinya kesempatan. Aga semakin terluka.

Namun akhir-akhir ini, Aga sering memperhatikan Desy yang terlihat murung dan menyendiri. Kadang ingin Aga menghampirinya, tapi Aga takut itu hanya akan membuat Desy semakin membencinya.
Sampai akhirnya sudah hampir seminggu Aga tidak melihat Desy sekolah. Tiba-tiba saja Desy menghilang.
"Desy sakit, Ga." Santi salah seorang teman Desy menjawab pertanyaan Aga.
"sakit apa?" tanya Aga lagi.
"gak tahu, Ga. Ibu nya kemarin cuma bilang kalau Desy gak bisa sekolah, karena sakit. Tapi gak bilang sakit apa.." Jawab Santi sedikit cuek.

Aga merasa kehilangan sosok Desy dalam hidupnya. Semangatnya memudar. Ingin rasanya ia datang ke rumah Desy, sekedar menjenguknya. Tapi Aga takut, Desy tidak mau menerima kehadirannya.


*******************************




"Hei! Kamu Aga, kan..?!" sebuah suara menghentikan langkah kaki Aga, yang berjalan gontai menuju kostnya. Terik mentari siang itu, cukup membuat Aga gerah. Meski jarak dari sekolah ke kostnya hanya berkisar 500 meter.
Aga menoleh ke arah suara itu. Seorang pemuda tergesa melangkah menuju ke arahnya.
"maaf. Saya Dion. Abangnya Desy.." ucap pemuda itu lagi, setelah ia berdiri tepat di depan Aga, yang masih kebingungan.
"oh..." Aga membulatkan bibir. "ada apa ya?" tanyanya.
"kamu ada waktu? Saya mau ngomong! Ini tentang Desy.." pemuda itu berujar lagi.
Aga hanya mengangguk.
"oke. Kalau begitu, bagaimana kalau kita ngobrol di sana aja.." pemuda itu menunjuk sebuah kafe yang ada di ujung gang.
Aga mengangguk kembali. Ia masih bingung. Di benaknya ada seribu tanya. Namun ia mencoba melangkah mengikuti pemuda itu, Dion, abang Desy. Begitu pengakuannya.

"Desy sakit.." Dion memulai pembicaraan, setelah mereka memesan minuman dingin, untuk mengimbangi panasnya cuaca sore itu.
"ya. Aku tahu. Sudah seminggu lebih dia tidak sekolah. Ada teman yang bilang kalau dia sakit." jawab Aga.
"Maksud saya bukan itu. Desy sakit setiap hari.."
"Maksudnya?" Aga makin bingung.
"Desy menderita penyakit leukemia limfositik kronis. Sejenis kanker darah akut." ucapan Dion yang pelan, mampu menembus tulang belulang Aga. Tiba-tiba ia merasa begitu lemas. Ia hampir tak percaya dengan apa yang barusan ia dengar. "Desy sudah menderita penyakit ini sejak lama, hanya saja kami baru menyadarinya satu tahun belakangan ini. Itu karena Desy sering merasa sesak dan pendarahan pada hidungnya. Setelah melakukan pemeriksaan, akhirnya dokter memvonis kalau Desy menderita leukemia." Dion terus melanjutkan.
"Sekarang Desy dimana?" suara Aga terdengar parau, hatinya terasa perih.
"Desy sudah diberangkatkan ke Singapur pagi tadi untuk menjalani pengobatan, bersama papa mama. Sebelum berangkat Desy menitipkan surat ini padaku. Katanya aku harus memberikannya langsung padamu.." Dion menyerahkan sebuah surat berwarna ungu. Aga segera menerimanya dan hendak membacanya. "Desy berpesan, agar kamu membacanya saat kamu sendirian.." lanjut Dion lagi, yang membuat Aga mengurungkan niatnya. Segera Aga masukkan surat itu ke dalam sakunya. "oke. kalau begitu aku permisi...." Dion berdiri dan segera menuju kasir.

Aga menghempaskan tubuhnya diatas kasur tempat tidurnya. Ada yang terasa sakit dihatinya. Tangannya dimasukkan ke dalam saku tempat surat tadi ia taroh. Ia sudah tidak sabar, untuk membacanya. Segera ia buka surat itu dan mulai membacanya pelan. Hatinya semakin teriris. Matanya berkaca. Tangannya mengepal menahan gejolak di hatinya.
Ia mencoba membacanya lagi, ia tidak percaya ini semua bisa terjadi. Mengapa ia baru mengetahuinya sekarang? Mengapa Desy tak jujur padanya selama ini? bathinnya meringis.

"Dear Aga..."
Sebelumnya Desy mohon maaf. Jika kehadiran surat ini, mengganggu konsentrasi Aga untuk persiapan ujian akhir sekolah. Desy do'a kan semoga Aga lulus dengan hasil terbaik ya. Dan semoga Aga mendapatkan Beasiswa untuk melanjutkan kuliah. Aamiin.
Saat Aga membaca surat ini. Mungkin saat ini Desy sudah berada di tempat yang sangat jauh. Bahkan mungkin sudah berada di dunia yang berbeda. Maafkan Desy ya, Ga. Kalau waktu itu sempat nolak Aga, tanpa alasan yang jelas. Karena Desy bingung, harus jawab apa. Desy sebenarnya juga suka dengan Aga. Desy juga menyayangi Aga. Tapi Desy gak bisa, karena Desy sakit Ga. Dan Aga enggak boleh tahu.
Desy gak mau, nanti kalau kita jadian, justru akan terasa sangat menyakitkan. Karena Desy tidak tahu berapa lama lagi mampu bertahan dengan kondisi Desy saat ini. Desy harap Aga mengerti.
Desy mencintai Aga. Tapi Desy gak mau memberi harapan apa-apa pada Aga. Karena Desy takut, Aga akan terluka lebih parah lagi. Dan Desy gak mau Aga merasa iba dengan kondisi Desy seperti saat ini. Kini biarlah cinta Desy kepada Aga, Desy bawa pergi.
Do'a kan Desy ya, Ga. Semoga kita bisa bertemu kembali dengan waktu dan keadaan yang berbeda.
Dari :
"Desy"
Aga meremas surat itu. Hatinya terasa perih. Untuk pertama kalinya ia jatuh cinta. Tapi justru rasa sakit yang harus ia telan. Bukan karena cintanya tidak berbalas. Tapi karena ia tidak bisa berbuat apa-apa, ketika ia tahu, gadis yang dicintainya membutuhkan dukungan darinya. Maafkan aku, Des. Semoga saja kita bisa bertemu kembali. Rintih hati Aga berharap.

Sekian...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

Layanan

Translate