Kisah ini berawal dari perkenalan ku dengan seorang gadis desa yang masih polos dan lugu. Namanya Desi. Dia gadis yang cantik dan lembut. Kecantikannya terlihat sangat alami.
Kami kenal tak sengaja, karena kebetulan Desi adalah seorang pembantu baru di rumah tetangga ku. Aku sering melihat Desi, terutama saat pagi hari ia berbelanja sayur-sayuran pada tukang yang memang setiap pagi lewat di kompleks perumahan kami.
Karena sering melihatnya, aku pun jadi penasaran. Apa lagi Desi memang sangat cantik.
Aku pun nekat mengajaknya berkenalan, saat Desi sedang berbelanja di warung depan rumah ku. Aku berpura-pura memebeli sesuatu di sana, agar aku punya alasan untuk mendekatinya dan mengajaknya berkenalan.
Kami pun akhirnya berkenalan, dan aku sengaja meminta nomor hendphone nya. Meski dengan sedikit berat Desi pun bersedia bertukar nomor handphone dengan ku.
Desi berasal dari kampung. Orangtua dan semua keluarganya tinggal di kampung. Menurut cerita Desi, dia baru pertama kali datang ke kota. Dia hanya seorang lulusan SD, karena itu ia hanya bisa menjadi seorang pembantu. Desi ternyata baru berusia 19 tahun.
Desi juga bercerita, kalau dia merupakan anak sulung dari empat bersaudara. Ketiga adik-adiknya masih kecil dan masih bersekolah. Orangtuanya yang hanya petani biasa di kampung. Penghasilan mereka juga terbilang cukup pas-pasan. Karena itu juga, Desi mau bekerja menjadi pembantu, untuk membantu keuangan orangtuanya.
Selain lewat handphone, aku dan Desi sekarang juga sering ngobrol secara langsung. Aku sengaja datang menemui Desi di rumah majikannya, saat majikannya tersebut tidak sedang berada di rumah. Kami biasanya ngobrol di teras belakang rumah tersebut.
Selain Desi, sebenarnya ada satu orang pembantu lagi di rumah tersebut. Namanya sebut saja bi Ijah. Namun kalau pagi dan siang hari, bi Ijah memang di tugaskan untuk mengantar dan menjemput anak majikan di sekolah.
Suami istri majikan Desi tersebut, keduanya memang sama-sama bekerja. Karena itu mereka berdua sangat jarang berada di rumah, terutama saat siang hari. Mereka memiliki dua orang anak, yang satu sudah kelas lima SD dan satu lagi masih kelas satu SD. Dan bi Ijah yang di percaya untuk menjaga kedua anak tersebut. Sementara Desi di tugaskan untuk memasak, mencuci dan membersihkan rumah.
Setidaknya begitulah yang Desi ceritakan padaku, tentang kegiatannya sehari-hari di rumah juragannya tersebut.
*****
Hari-hari pun berlalu, aku dan Desi pun semakin dekat dan akrab. Kata Desi dia senang bisa mengenal ku, karena ia memang tidak punya teman lain di kota ini.
Saat waktu-waktu senggangnya, aku juga sering mengajak Desi berkeliling kota. Desi tentu saja merasa bahagia dengan semua itu, karena ia memang tidak pernah ke kota sebelumnya.
Aku memang selalu berusaha untuk berbuat baik padanya. Karena aku memang sudah jatuh hati padanya, bahkan sejak pertama kali melihatnya. Namun aku tidak ingin buru-buru mengungkapkan perasaanku padanya. Aku ingin mendekatinya secara perlahan. Aku ingin Desi membuka hatinya untuk ku secara suka rela, tanpa ada paksaan.
Setelah merasa cukup yakin, aku pun kemudian berniat untuk mencurahkan isi hatiku pada Desi.
Kebetulan malam itu malam minggu, aku sengaja mengajak Desi jalan-jalan naik motor ku. Kami nonton di bioskop, lalu kemudian makan malam di sebuah kafe. Kemudian aku pun mengajak Desi untuk ngobrol di sebuah taman.
Saat itulah aku pun mengungkapkan perasaan ku padanya. Desi tidak menerimanya awalnya, karena ia merasa tidak pantas untuk ku.
"aku hanya seorang pembantu, mas." begitu alasannya.
Tapi aku terus berusaha untuk meyakinkan Desi, kalau aku benar-benar tulus mencintainya. Hingga akhirnya Desi pun luluh, dan kami pun resmi berpacaran.
****
Sejak berpacaran, kami kian dekat dan semakin terbuka dengan perasaan kami masing-masing.
Sampai suatu saat, aku nekat mengajak Desi masuk ke kamar ku. Aku memintanya diam-diam keluar dari rumah majikannya malam-malam, kemudian kami pun menyelinap ke kamarku. Saat itu orangtua ku memang sedang tidak berada di rumah.
Sesampai di kamar, kami pun mulai mengobrol. Berawal dari obrolan yang biasa, lalu kemudian menjurus kearah yang lebih sensitif. Hingga lama kelamaan, aku pun mulai berani untuk melakukan kontak fisik dengan Desi.
Desi berusaha menolak awalnya, namun aku terus membujuknya untuk mau melakukan hal tersebut dengan ku. Akhirnya Desi pun bersedia.
Desi benar-benar sangat lugu dan polos. Dia benar-benar sosok gadis desa yang belum tersentuh oleh tangan laki-laki mana pun. Bahkan menurut Desi, aku adalah pacar pertamanya. Dan aku juga laki-laki pertama yang berhasil menyentuh hatinya.
Aku pun berhasil menjadi laki-laki pertama yang bisa menciumnya. Bahkan bukan cuma sampai di situ. Aku semakin berani untuk meminta hal yang lebih pada Desi. Meski pun malu-malu dan masih terasa kaku, Desi pun mulai terbawa suasana.
Pelan namun pasti, kami pun mulai terhanyut dengan suasana romantis malam itu. Hingga akhirnya aku pun berhsil mer3nggutt k3suc!an Desi mlam itu. Desi sempat menangis beberapa saat, namun aku kembali berhasil membujuknya. Desi pun kembali bsa m3n!km4tti p3rm4!nan itu lagi. Dia bahkan beursaha untk mmblas setipa tndakanku padanya.
Hingga kmi pun sama-sma trhemp4s, dlam lautan keindhan cinta yng penuh wrna.
****
Sejak malam itu, kami pun semakin sering mlakukan hal trsebut. Kami semakin terlena dengan cinta yang hadir di antara kami. Aku semakin tak ingin melepaskan Desi. Bukan saja karena aku memang mencintainya. Tapi juga karena aku jadi merasa ket4gihan dengannya.
Aku memang pernah pacaran sebelumnya. Namun aku belum pernah sampai melewati batas dengan pacarku, seperti yang aku lakukan dengan Desi. Namun dengan Desi aku mendapatkan segalanya. Karena itu juga, aku tak ingin melepaskannya.
Desi memang bukan pacar apa lagi cinta pertamaku. Tapi dia adalah gadis pertama yang mampu memberikan aku kesan yang indah. Kesan pertama yang tak akan pernah aku lupakan.
Aku memang masih kuliah saat ini. Masih semester lima. Aku juga merupakan anak tunggal. Papa ku seorang karyawan di sebuah bank swasta, sedangkan ibu ku adalah seorang guru. Sebagai anak tunggal, aku memang hidup serba berkecukupan. Hampir semua keinginan ku selalu dipenuhi oleh orangtua ku.
Saat mengetahui, kalau aku punya hubungan istimewa dengan Desi. Orangtua ku tentu saja menolak hal tersebut. Mereka sangat marah padaku. Mereka meminta aku untuk meninggalkan Desi dan mencari gadis lain yang sepadan dengan kehidupan kami secara ekonomi maupun pendidikan.
Aku tidak menerimanya begitu saja. Aku berusaha meyakinkan orangtua ku, kalau aku dan Desi benar-benar saling mencintai. Tapi orangtua ku tetap tidak ingin aku berhubungan dengan Desi.
Hubungan ku dengan orangtua ku menjadi renggang. Aku jadi tidak mau berbicara dengan mereka. Sementara aku dan Desi terus melakukan pertemuan diam-diam. Meski pun Desi terus berusaha mengingatkan ku akan ketidaksetujuan orangtuaku.
Desi memang merasa takut akan hal tersebut. Ia jadi tidak untuk menemui ku lagi. Tapi aku terus mendesak. Aku terus berusaha untuk menemuinya. Bahkan aku pernah nekat untuk menyelinap ke kamar Desi malam-malam.
Sampai akhirnya orangtua ku pun benar-benar turun tangan untuk memisahkan aku dan Desi. Mereka diam-diam meminta majikan Desi untuk memecat Desi dan memintanya untuk bekerja di tempat lain. Tempat yang sangat jauh dari rumah kami.
Hal itu aku ketahui dari cerita bi Ijah, saat aku berusaha menemui Desi suatu pagi. Karena sudah beberapa hari ini aku tidak melihatnya.
Bi Ijah mengatakan, kalau Desi sudah tidak bekerja di rumah itu lagi, dan sudah pindah menjadi pembantu di tempat lain. Tapi bi Ijah tidak tahu, Desi di pindahkan kemana. Nomor handphone Desi pun sudah tidak aktif lagi.
Aku merasa sangat kehilangan. Aku juga membenci kedua orangtuaku. Aku masih berusaha untuk mencari tahu dimana Desi sekarang. Namun tidak satu pun info yang aku dapat tentang Desi. Dia benar-benar menghilang tanpa jejak. Dan aku merasa sangat terluka akan hal tersebut.
Aku telah kehilangan Desi. Namun kenangan yang ia tinggalkan, akan selalu tersimpan di hatiku yang paling dalam. Semoga saja, suatu saat nanti aku dan Desi akan kembali bertemu.
Ya, semoga saja.
****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar