Rahasia terkelam dua laki-laki bersaudara

Nama saya Khan. Dan saya bukan orang India, juga bukan keturunan India.

Saya hanya suka dipanggil Khan. Itu aja.

Khan dalam bahasa India berarti seseorang yang mulia atau seseorang dari tingkat atas.

Saya tidak mulia, tapi saya berasal dari keluarga konglomerat.

Saya lahir dari keluarga yang punya garis keturunan para bangsawan.

Orantua saya sangat kaya, mereka punya banyak perusahaan yang merupakan warisan turun temurun keluarga kami.

Saya anak kedua dari dua bersaudara. Kami dua bersaudara keduanya laki-laki. 

Meski pun saya lahir dari keluarga yang serba berkecukupan dan merupakan anak bungsu, tapi saya tidak manja. Saya biasa melakukan semuanya sendiri.

Saya menjalani hidup sebagaimana mestinya, seperti orang-orang pada umumnya.

Namun kedua orangtua saya sangat otoriter terhadap saya dan juga kakak saya.

Kakak saya, namanya Christian, adalah seorang yang penurut. Dia selalu mengikuti setiap aturan yang telah dibuat oleh orangtua kami secara jelas.

Karena itu Christian tumbuh sebagai seorang laki-laki yang hampir tidak punya prinsip. Dia hanya hidup mengikuti kemauan orangtua kami.

Christian adalah seorang laki-laki yang tampan, kulitnya putih dan bersih. Dia juga seorang yang pendiam.

Saat ini Christian sudah memasuki tahun terakhir kuliah. Dia juga seorang anak yang cerdas, sejak SD selalu juara kelas.

Rutinitas nya setiap hari tidak begitu banyak namun terkesan monoton. Dia melakukan hal yang sama hampir setiap hari.

Kuliah, pulang, belajar bisnis dari papa kami dan membaca buku hampir sepanjang harinya.

Bertolak belakang dari sifat kakakku, aku adalah seorang pemberontak. Aku selalu melanggar setiap peraturan dari orangtuaku. Aku suka bolos sekolah, jarang belajar dan sering membuat kegaduhan di sekolah.

Orangtuaku sudah sering menghukumku, tapi aku tidak jera.

Aku bosan hidup dalam keterkurungan. Aku ingin bebas. Aku ingin bebas menjadi diriku sendiri.

Aku sering lari dari kejenuhanku. Berkumpul dengan para preman dan menikmati hariku bersama mereka.

Aku pernah beberapa kali harus berurusan dengan polisi, dan orangtuaku selalu membantuku untuk bebas dari jeratan hukum.

Sampai akhirnya orangtuaku benar-benar bosan mengurusi kehidupanku. Aku diberi kebebasan penuh. Aku diusir dari rumah, tanpa diberi bekal apapun.

Aku tinggal di jalanan. Menjadi seorang gelandangan.

Aku menikmati hidupku, aku menikmati kebebasanku.

Untuk bertahan hidup, aku bekerja serabutan. Mulai jadi kuli bangunan, kuli angkut bahkan jadi pengamen.

Aku bukan lagi seorang anak bangsawan. Aku adalah diriku yang sebenarnya, dengan semua kebebasan yang aku dambakan selama ini.

*****

Sampai suatu saat, aku bertemu Christian. Bukan. Christian yang menemukanku. Dia sengaja mencariku, setelah aku tidak pulang selama berbulan-bulan.

"aku merindukanmu..." suara Christian sendu.

"kita tidak begitu dekat, lalu mengapa kamu merindukanku?" tanyaku sinis.

"kita terlahir dari rahim yang sama, dari darah yang sama. Itu yang mengikat kita. Itu yang membuat kita dekat, meski kamu tak pernah setuju dengan apa yang aku lakukan dalam hidup." ringkih suara Christian membalas.

"kamu juga tidak setuju dengan apa yang aku lakukan dalam hidup.." balasku mulai melunak.

"siapa bilang? Aku setuju. Akhirnya ada orang yang berani mengubah tradisi keluarga kita." balas Christian antusias.

"tapi orangtua kita tidak setuju.." ucapku ikut pilu.

"tidak ada orangtua yang ingin anaknya sengsara. Mereka hanya ingin yang terbaik kita." balas Christian.

"yang terbaik bagi kita adalah kebebasan. Kebebasan untuk memilih jalan hidup kita sendiri. Bukan jalan hidup yang telah mereka atur." ucapku sinis lagi.

Aku memang selalu sinis, bila berbicara tentang orangtuaku.

Bagiku, mereka telah merenggut masa kecil dan masa remajaku. Aku tak pernah menikmati masa-masa itu. Aku membenci diriku yang itu.

"aku ngerti. Aku juga tidak ingin hidup seperti itu. Sebelum kamu lahir, aku adalah anak satu-satunya harapan orangtua kita untuk mewarisi semua perusahaan keluarga kita. Jadi aku tidak punya pilihan selain mengikuti semua aturan yang ada."

Christian menarik napas beratnya. Dua kali.

"setelah kamu lahir, aku jadi punya harapan untuk menjadi diriku sendiri. Tapi ternyata aku salah. Melihat kamu yang tumbuh menjadi anak yang suka memberontak, aku kembali mengubur harapanku. Aku masih satu-satunya harapan orangtua kita."

"aku bisa melihat, kalau kamu pasti akan menjadi anak yang selalu melanggar setiap aturan yang ada. Dan jika aku juga melakukan hal tersebut, maka orangtua kita akan kehilangan harapan. Aku hanya ingin membuat mereka merasa berguna menjadi orangtua. Karena itu, aku memutuskan menjadi anak yang penurut.." cerita Christian panjang lebar.

Aku memang lahir, saat Christian sudah berusia delapan tahun. Tentunya sebagai anak yang pintar, di usia itu, Christian sudah memikirkan banyak hal.

Dan semua cerita Christian bagi ku cukup masuk akal. Christian memilih untuk mengalah, demi kebebasanku.

****

"kamu tidak ingin pulang?" tanya Christian, saat akhirnya kami duduk di sebuah bangku taman.

Aku dan Christian memang tidak terlalu dekat. Selain karena sifat kami yang berbeda, Christian selama ini juga jarang menegurku.

Usia kami juga terpaut sangat jauh, mungkin hal itu juga yang membuat kami jarang saling mengobrol.

"kamu tidak pulang?" Christian mengulangi pertanyaannya.

Aku hanya menggeleng. Aku memang tidak punya rencana untuk pulang.

"sampai kapan?" tanya Christian ringan.

"apanya?" tanyaku balik, keningku mengerut.

"sampai kapan kamu tidak akan pulang? Sampai kapan kamu akan hidup seperti ini? Sampai kapan kamu akan berjalan tanpa tujuan?" tanya Christian lagi lebih jelas.

"sampai aku menemukan apa yang aku cari.." balasku sendu.

"emangnya apa yang kamu cari?" Christian bertanya lagi.

Kali ini aku terdiam. Aku tidak benar-benar tahu, apa yang aku cari selama ini. Jika aku memang mencari kebebasan, aku sudah menemukannya.

Tapi entah mengapa hatiku masih merasa kosong.

"entahlah. Aku akan mengetahuinya, saat aku sudah menemukannya." balasku akhirnya, suaraku lirih.

"kamu tidak akan menemukan apa-apa, jika kamu tidak punya tujuan. Kamu tidak akan menemukan apa-apa, jika kamu sendiri tidak tahu apa yang ingin kamu temukan." balas Christian.

"lalu apa kamu sudah menemukan apa yang kamu cari?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.

"sudah. Tapi aku tidak dapat menggapainya." jawab Christian terdengar pilu.

"kenapa?" tanyaku penasaran.

"karena... karena aku tidak berhak memilikinya.." balas Christian sedikit terbata.

"apa yang kau maksud itu adalah seseorang? Seseorang yang kamu cintai?" tanyaku lagi.

"yah, mungkin seperti itu. Tapi aku tidak tahu pasti, apa itu sebenarnya yang aku inginkan." balas Christian lagi.

"kalau kamu mencintai seseorang, kenapa kamu tidak berani mencapainya? Bukankah kamu punya segalanya, wajah tampan, anak orang terpandang. Wanita mana yang akan mampu menolakmu?" ucapku kemudian.

"mungkin belum saatnya, dia masih terlalu muda untuk mengerti. Mungkin suatu saat...." balas Christian getir.

****

Part 2

Empat tahun berlalu. Sekarang aku sudah berusia delapan belas tahun.

Aku tumbuh dan besar dijalanan.

Aku sudah sangat terbiasa dengan semua itu. Aku sudah terbiasa dengan kehidupanku.

Orangtuaku tak pernah mencariku. Mungkin mereka sudah merasa cukup dengan Christian. Mungkin juga mereka menyesal telah melahirkanku.

Christian juga tak pernah lagi menemukanku. Aku sengaja menghindar.

Aku berpindah dari satu kota ke kota lainnya. Aku mencari sesuatu. Aku ingin menemukan sesuatu.

Tapi apa? bathinku pilu.

Aku mulai merasakan kehampaan. Aku mulai merasakan kejenuhan.

Kerja keras telah membuatku jera. Aku lelah. Tapi aku enggan pulang.

"seseorang mencarimu.." ucap salah seorang rekan kerjaku.

Aku bekerja di sebuah rumah makan kecil sekarang.

"siapa?" tanyaku penasaran.

Laki-laki rekan kerjaku itu hanya mengangkat bahu, lalu segera berlalu.

Aku melangkah keluar rumah makan itu. Seorang laki-laki parlente berdiri menatapku.

"kamu sudah besar sekarang.." suara laki-laki itu dengan senyum tipis.

"Christian?" ucapku berpura-pura tidak terkejut dengan kedatangannya.

"dari mana kamu tahu, aku disini?" tanyaku melanjutkan.

"aku selalu tahu dimana kamu berada, Khan. Aku selalu memperhatikanmu dari kejauhan. Selain karena orangtua kita yang memintanya, aku juga memang ingin melakukannya." jelas Christian.

"lalu kenapa kamu tidak pernah menegurku?" tanyaku lagi.

"untuk apa? Kamu juga tidak menginginkan hal itu bukan? Kamu butuh kebebasanmu, dan aku tidak ingin mengganggunya." balas Christian.

"lalu mengapa sekarang kamu datang?" aku bertanya lagi.

Ada banyak pertanyaan sebenarnya di benakku. Tapi aku mengabaikannya.

"karena sudah saatnya kamu pulang, Khan. Kamu sudah belajar banyak di jalanan." balas Christian mantap.

"aku tidak ingin pulang." tegasku.

"lalu apa yang kamu inginkan?" tanya Christian.

"entahlah. Aku juga tidak tahu. Karena itu aku ingin mencari tahunya." suaraku pelan, lebih kepada diriku sendiri.

"mungkin yang kamu inginkan adalah pulang, Khan. Kamu boleh mencobanya. Dan jika kamu rasa itu bukan yang kamu inginkan, kamu boleh untuk pergi lagi.." Christian berucap, sambil ia memutar tubuh untuk segera berlalu.

"tunggu.." pintaku menahan langkah Christian.

"apa orangtua kita masih marah padaku?" tanyaku akhirnya, sebuah pertanyaan yang sudah lama aku simpan.

"mereka tidak pernah marah padamu, Khan. Mereka hanya tidak setuju dengan pilihan hidupmu. Tapi mereka tetap membiarkan kamu hidup dengan pilihanmu. Mereka sangat menyayangimu, Khan. Karena kamu adalah anak mereka satu-satunya." jelas Christian, yang membuatku mengerutkan kening.

"maksud kamu?" tanyaku dengan nada heran.

"banyak yang belum kamu ketahui, Khan. Dan semua jawabannya ada di rumah kita." ucap Christian, sambil mulai melangkah lagi.

Aku terpaku. Aku tidak mengerti maksud Christian. Aku ingin bertanya lebih lanjut. Tapi Christian sudah melangkah terlalu jauh, menaiki mobilnya dan berlalu dengan cepat.

****

 Mamaku memelukku, papaku juga. Mereka memelukku erat.

"akhirnya kamu pulang, nak." suara mamaku ringkih.

"aku tidak pulang. Aku hanya ingin jawaban.." suaraku sinis, berusaha untuk tidak merasa terharu dengan pertemuan itu.

Aku memang selalu sinis, jika mengenai orangtuaku.

Lima tahun, aku tidak bertemu mereka, aku masih saja merasa sinis.

Aku memang memutuskan untuk kembali ke rumah. Bukan karena aku kangen, tapi aku ingin tahu apa maksud ucapan Christian tempo hari.

"kamu anak mereka satu-satunya, Khan." terngiang kembali ucapan Christian.

Aku selalu bertanya-tanya, jika aku anak satu-satunya orangtuaku, lalu siapa Christian?

"jawaban apa yang kamu inginkan, Khan?" papaku membuka suara juga akhirnya, setelah ia terhanyut dengan keharuannya.

"tentang ucapan Christian tempo hari yang mengatakan kalau aku adalah anak satu-satunya mama dan papa. Apa maksud dari semua itu?" ucapku, sambil menatap Christian yang juga ikut duduk bersama kami di ruang keluarga.

"kamu memang satu-satunya anak kandung kami, Khan. Tapi kami sangat menyayangi kalian berdua. Christian kami angkat sebagai anak, saat ia baru berusia tiga tahun. Kami mengadopsi Christian, karena kami sudah menikah lebih dari lima tahun, namun belum juga memiliki anak. Dan lima tahun kemudian, mamamu akhirnya hamil.." papa menjelaskan dengan suara seraknya.

Aku terhenyak.

"setelah kamu pergi dari rumah. Kami selalu memantau perkembangan kamu, Khan. Kami tidak membiarkanmu. Tapi kami tahu, kamu tidak ingin diganggu. Kami hanya ingin kamu mendapatkan kebebasan yang kamu inginkan." kali ini mama yang berbicara.

"kami tahu, kalau kamu merasa terkekang dengan segala peraturan kami. Tapi itu semua kami lakukan, karena kami sangat menyayangimu, Khan. Kami hanya ingin yang terbaik buat kamu." lanjut mama lagi.

"dan ketika kami menyadari, kalau kamu adalah anak yang butuh kebebasan, kami pun memberikan kamu kesempatan untuk kamu hidup dengan kebebasanmu. Tapi kami selalu memperhatikanmu, Khan. Kami ingin kamu belajar dari kehidupan ini. Kami ingin kamu tahu, bahwa hidup di jalanan itu, bukanlah pilihan yang baik. Kami ingin kamu sadar, bahwa betapa pentingnya sebuah keluarga." mama berucap lagi.

Aku masih terdiam.

Terlepas dari apapun penjelasan mama, terlepas dari apapun alasan dari semua itu. Aku tidak begitu memikirkannya.

Aku memang telah belajar banyak dari kehidupan. Aku memang telah belajar banyak dari jalanan.

Terus terang, memang ada kerinduan yang aku rasakan, saat aku berada di jalanan. Tapi aku tidak ingin memikirkannya, aku hanya ingin bebas.

Aku selalu membayangkan, jika aku berada di rumah, maka aku akan hidup dengan tersiksa, karena harus mengikuti semua aturan yang ada.

Itu satu-satunya alasan, mengapa aku tidak ingin pulang selama hampir lima tahun hidup di jalanan.

Dan sekarang...

Sekarang aku merasakan kerinduanku yang ku pendam selama ini, telah terlepaskan.

Aku siap kembali disini. Di rumah ini.

"mama harap kamu tidak pergi lagi, Khan. Kami tidak akan memberi peraturan apa-apa lagi buat kamu. Kamu tetap mendapatkan kebebasan kamu disini. Kamu bebas mengejar mimpi kamu sendiri. Kamu tidak harus menjadi pewaris perusahaan keluarga, karena sudah ada Christian." ucap mama kemudian.

Ya, mungkin memang sudah saatnya, aku kembali berada di rumah. Dan aku pun mengangguk setuju.

****

Aku kembali tinggal di rumahku. Bersama mama, papa dan juga Christian.

Aku mulai kuliah, dengan mengandalkan ijazah paket C, yang di dapatkan papaku entah dari mana.

Aku mulai mengatur ulang hidupku. Membuka hatiku kembali untuk kehadiran mama, papa dan juga Christian.

Aku dan Christian juga mulai dekat. Kami jadi sering ngobrol sekarang.

Meski pun Christian hanya kakak angkatku, tapi aku tetap merasa kalau Christian adalah saudara kandungku.

"aku jadi ingat cerita kamu lima tahun yang lalu." ujarku pada suatu kesempatan, kami ngobrol di kamar ku untuk kesekian kalinya.

"cerita yang mana?" tanya Christian.

"apa kamu sudah berhasil menggapai apa yang kamu inginkan?" tanyaku, mengingatkan Christian tentang pernyataannya lima tahun lalu.

"belum." jawabnya singkat.

"kenapa belum? Apa masih belum saatnya? Bukankah seharusnya sekarang dia sudah dewasa?" tanyaku bertubi-tubi.

"dia memang sudah dewasa sekarang, bahkan aku juga sudah sangat dekat dengannya. Tapi aku masih belum berani untuk menggapainya." jawab Christian.

"kenapa?" tanyaku penasaran.

"karena.... karena aku takut, dia tidak menyukaiku. Jika aku nekat menggapainya, aku takut dia akan menjauh dan membenciku." balas Christian.

"bagaimana kamu tahu, kalau dia menyukai kamu atau tidak, kalau kamu tidak pernah berani untuk mengungkapkannya?" ucapku lagi.

"entahlah, Khan. Aku juga bingung, bagaimana cara memulainya..." keluh Christian sendu.

"emangnya siapa orang yang telah membuat kamu mencintainya begitu dalam, bahkan hingga bertahun-tahun?" aku bertanya kembali.

"kamu yakin ingin tahu, Khan?" Christian balik bertanya.

Aku mengangguk yakin.

"tapi kamu harus janji, Khan. Bahwa kamu tidak akan marah." lanjut Christian melihat anggukanku.

"marah? kenapa aku harus marah?" tanyaku dengan kening berkerut.

"aku tidak tahu, tapi aku hanya ingin kamu tidak marah, jika aku mengatakan yang sebenarnya." balas Christian.

"katakanlah, Chris. Dan aku tidak akan marah." ucapku yakin, karena aku merasa tidak ada yang akan membuat aku marah pada Christian.

"orangnya adalah kamu, Khan..." bergetar suara Christian berucap.

"maksud kamu?" tanyaku membelalakkan mata.

"yah, aku mencintai kamu, Khan. Aku mengagumimu sejak kamu kecil. Khan yang lincah, pemberani, Khan yang penuh pemberontakan, Khan yang selalu ceria, hal yang tidak pernah bisa aku lakukan selama hidupku. Aku mengagumi kamu, Khan. Dan perlahan rasa kagum itu pun tumbuh menjadi sebuah perasaan suka, lalu kemudian aku menyadari kalau aku telah jatuh cinta padamu. Cinta pertamaku." jelas Christian, yang membuatku merasa sangat syok.

"sebenarnya aku ingin mengatakan ini sejak lima tahun lalu, Khan. Tapi saat itu kamu masih sangat muda, kamu pasti akan membenciku seumur hidup, kalau aku mengungkapkannya saat itu. Tapi sekarang, aku yakin kamu sudah cukup dewasa untuk memahaminya.." lanjut Christian lagi, yang membuatku kian syok.

Aku tertegun. Menatap Christian lama. Lalu segera bangkit dan melangkah keluar dari kamar itu. Aku sedikit membanting pintu. Entah apa yang ingin aku hempaskan.

Hatiku bingung. Ragu. Marah, dan berbagai perasaan berkecamuk di dalam benakku.

Christian mencintaiku? Tanyaku membathin.

Lalu apa yang salah dengan semua itu?

Hatiku atau cinta Christian?

Akh... aku benar-benar bingung.

*****

Part 3

Perlahan aku menghempaskan tubuhku di atas ranjang tempat tidurku. Berkali-kali aku menghempaskan napas berat.

Pernyataan Christian tentang perasaan cintanya padaku terus menghantui pikiranku.

Tak ku sangka Christian ternyata diam-diam mencintaiku selama ini.

Ku pikir perasaan itu hanya aku yang merasakannya.

Tapi ternyata Christian juga, yang membuatku jadi membencinya saat ini.

Ya, aku memang mengagumi sosok Christian selama ini.

Christian yang baik, sopan, penurut, wataknya yang berbanding terbalik denganku telah membuatku sangat mengaguminya.

Christian yang tampan, gagah, putih dan terlihat indah dimataku, telah membuatku sering memikirkannya.

Sebenarnya salah satu alasanku pergi dari rumah saat itu, adalah untuk menghindari pesona Christian yang kian hari kian menyiksaku.

Dan itu adalah rahasia terkelam ku selama ini.

Aku mencintai Christian, kakakku sendiri. Meski akhirnya aku tahu, kalau Christian hanyalah kakak angkatku. Tapi tetap saja, rasanya mustahin bisa memilikinya sebagai kekasih.

Aku berusaha memendam semua rasaku itu. Aku menyimpannya rapi di dalam lubuk hatiku yang terdalam. Aku tak ingin mengungkapkannya, aku tak ingin seorang pun mengetahuinya.

Aku tetap mencintai Christian selama bertahun-tahun, meski pun kami sempat terpisah.

Tapi aku tidak pernah berniat sekali pun untuk menyatakan pada Christian.

Rasa itu hanya untuk aku nikmati sendiri.

Tapi sekarang...

Sekarang, tiba-tiba Christian dengan terang-terangan mengungkapkan perasaan cintanya padaku.

Sungguh hal itu tidak bisa aku terima.

Rahasia hatiku yang selama ini hanya aku pendam, seakan terbongkar oleh pernyataan cinta Christian tersebut.

Dan karena itu aku membencinya.

Seharusnya Christian tidak mencintaiku. Seharusnya dia hanya menganggapku sebagai adik.

Karena dengan begitu, aku akan tetap mampu menyimpan perasaanku padanya.

Aku akan tetap menjaga rahasia hatiku selamanya.

Namun karena aku akhirnya tahu kalau Christian juga mencintaiku, aku jadi berpikir untuk tidak lagi merahasiakan hal tersebut.

Aku juga ingin mengungkapkannya pada Christian. Aku juga ingin Christian tahu, kalau aku juga sangat mencintainya.

Tapi mungkinkah aku mampu untuk berkata jujur pada Christian?

Mungkinkah aku bisa berterus terang padanya?

Tapi untuk apa?

Sekali pun kami saling cinta, hubungan kami jelas bukan sesuatu yang bisa dengan mudah dijalin.

Akan banyak halangan yang akan kami hadapi.

Akh.... aku semakin bingung.

*****

"aku minta maaf, Christian..." suara ku pelan. Ketika akhirnya aku nekat menjumpai Christian di kamarnya.

"kamu tidak salah apa-apa, Khan. Kamu tidak harus minta maaf. Aku yang harusnya minta maaf sama kamu. Aku minta maaf, karena terlanjur mencintai kamu..." balas Christian datar.

"aku minta maaf, karena aku tidak jujur padamu waktu itu. Aku justru memilih untuk pergi, karena aku takut akan sebuah penolakan.." ucapku lagi, seakan mengabaikan pernyataan Christian barusan.

"maksus kamu apa, Khan?" tanya Christian.

"aku... aku juga mencintai kamu Christian. Aku sudah jatuh cinta padamu, sudah sejak lama. Kamu adalah cinta pertamaku. Aku mencintai kamu sejak aku remaja. Dan itu adalah salah satu alasanku mengapa aku harus pergi waktu itu. Aku takut, aku tidak bisa menahan perasaanku padamu. Namun aku juga takut untuk jujur, aku takut justru kamu akan membenciku..." jelasku panjang lebar.

Christian menatapku. Ia menatapku sangat lama. Dia seperti mencoba mencerna setiap kalimatku. Dia sepertinya tidak percaya.

"lalu sekarang, apa kamu masih takut?" tanya Christian akhirnya, setelah sangat lama ia berpikir.

"entahlah, Chris. Seandainya saja kita tidak sejenis, mungkin ceritanya akan berbeda.." suaraku lirih.

"cinta itu buta, Khan. Ia tidak memandang jenis kelamin. Ia tidak memandang apa pun. Cinta adalah sesuatu yang unik, kita tidak pernah tahu, kapan ia akan datang dan kepada siapa ia akan berlabuh." balas Christian puitis.

"tapi kita juga bersaudara, Chris. Itu juga merupakan hal yang harus kita pertimbangkan, sebalum kita melangkah lebih jauh.." ucapku lagi.

"kita hanya saudara angkat, Khan. Kita tidak sedarah dan tidak serahim. Dan itu bukan alasan untuk kita menyiksa diri kita, dengan berusaha membunuh perasaan kita yang sebenarnya. Jika memang kita saling mencintai, kita berhak untuk bahagia.." balas Christian.

"tapi kebahagiaan yang ingin kita gapai, bukanlah sesuatu yang wajar, Chris. Hubungan kita tidak akan diterima. Kebahagiaan kita tidak akan pernah utuh.." ucapku membalas.

"tidak ada kebahagiaan yang utuh. Khan. Bahkan hubungan yang berbeda jenis kelamin pun, juga tidak sempurna. Kita hanya harus mencobanya, dan resiko apa pun yang akan terjadi setelah kita mencobanya, kita harus kuat menghadapinya.." suara Christian tegar.

"aku sangat mencintai kamu, Chris. Tapi aku takut kita tidak akan mampu menghadapinya. Terlalu berat, Chris..." suara ku lemah.

"bukankah kamu adalah seorang anak yang suka memberontak, Khan? Kamu selalu suka melanggar aturan. Tapi mengapa sekarang kamu lemah? Mengapa kamu takut melanggar aturan dalam dunia percintaan?" ucap Christian lagi.

"bukan aku yang aku takutkan, Chris. Tapi kamu.. Kamu adalah kebanggaan orangtua kita. Kamu adalah masa depan keluarga ini. Apa jadinya jika mama papa tahu tentang semua ini? Kamu akan kehilangan semuanya. Mereka juga akan kehilangan semuanya.." suaraku masih lemah.

"jika kehilangan semuanya, adalah harga yang harus aku bayar, untuk bisa bersama kamu, Khan. Aku rela. Karena kebahagiaanku adalah kamu, bukan semua kemewahan ini.." ucap Christian lugas.

"tapi tetap saja semua ini tidak mudah, Chris..." suaraku semakin lemah.

"perdebatan kita terlalu panjang, Khan. Dan kita tidak juga menemukan titik temu dari semuanya. Yang aku inginkan adalah kita mencobanya, tak peduli apa pun resikonya.." ucap Christian lugas lagi.

"maukah engaku berjanji, Chris. Tidak akan pernah meninggalkanku? Karena jika kita tetap nekat melanjutkan hubungan ini, kita harus bisa saling mengandalkan." ucapku, sambil mulai melangkah mendekat.

"aku akan berjanji apa pun untuk mu, Khan. Aku sangat mencintai kamu. Aku tidak akan pernah meninggalkan kamu. Kita akan saling menjaga. Kita akan selalu bersama.." balas Christian.

****

Aku berdiri tepat dihadapan Christian dengan perasaan penuh debaran di jantungku.

Aku tidak pernah sedekat ini dengan Christian. Wajahnya sungguh sangat mempesona. Dia sangat tampan.

Perlahan aku mengangkat tangan dan menyentuh pipi Christian dengan lembut. Aku mengelus wajah mulus tanpa jerawat itu.

Christian begitu indah. Sangat indah.

Christian menarik tanganku dan menenggelamkan tubuhnya ke dalam dekapanku.

"aku sayang kamu, Khan." bisiknya lembut.

Kepala Christian terbenam di dadaku. Aku memeluknya erat, seakan tak ingin melepaskannya.

Perlahan kembali mata kami saling bertemu. Wajah kami kian mendekat.

Aroma napas Christian begitu wangi tercium di hidungku. Aku menahan napas dan memejamkan mata.

Sesaat aku tersengal, tubuhku bergetar. Sebuah getaran yang indah.

Aku tidak ingin melewatkan malam itu.

Kami bersama mengarungi lautan lepas, menerobos hutan belantara. Terjun ke lembah penuh warna.

Tubuh kami diterpa angin pegunungan. Dingin namun terasa membakar.

Kami berjalan bersama, menuju puncak gunung tertinggi.

Sebuah tempat terindah yang di impikan semua orang.

Tempat dimana hanya ada aku dan Christian.

Kami tidak ingin saling mendahului. Kami ingin mencapai keindahan itu bersama-sama.

Kami berjalan beriringan, berusaha untuk saling menguatkan. Kami tak ingin terlepas.

Semuanya terasa indah. Sangat indah. Dan kami terbuai dengan keindahan itu.

Hingga kami pun sama-sama terhempas dalam guyuran air yang penuh keindahan.

Kami sama-sama tersenyum penuh kelegaan.

*****

Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

Layanan

Translate