Namaku Daffa. Sebut saja begitu.
Aku bekerja sebagai salah seorang staff di kantor Camat. Aku bekerja disana sudah hampir dua tahunan, sejak aku lulus kuliah.
Sebagai anak baru di kantor tersebut, dan juga sebagai seorang honorer, aku memang sering jadi orang yang di suruh-suruh, terutama oleh para seniorku.
Aku sering mendampingi pak Camat untuk turun ke desa-desa.
Dan jika ada tamu dari Kabupaten atau pun pusat, yang ingin berkunjung ke desa-desa, biasanya mereka akan mampir di Kecamatan.
Saya sering di suruh oleh pak Camat untuk menemani para tamu tersebut turun ke desa-desa.
Pada suatu hari, seorang dokter hewan ingin berkunjung ke sebuah desa di Kecamatan kami.
Namanya dokter Mulyono.
"panggil dokter Mul aja.." ucap pria paroh baya itu, saat ia memperkenalkan dirinya padaku.
Seperti biasa, pak Camat kali ini juga memintaku untuk menemani dokter tersebut.
"kita pakai mobil saya aja.." dokter itu berucap lagi, ketika kami hendak berangkat.
Jarak desa yang ingin dituju oleh dokter Mul, sekitar 15 kilo meter dari kantor Camat.
"dalam rangka apa dokter Mul ingin berkunjung ke desa itu?" tanyaku berbasa-basi, saat kami sudah berada di dalam mobil.
"sebenarnya ini kunjungan rutin. Tapi kali ini, dokter yang biasa datang sudah pindah. Jadi saya diminta untuk menggantikan dokter tersebut." jelas dokter Mul pelan.
"kami punya jadwal kunjungan ke desa-desa, terutama desa-desa yang memiliki banyak hewan ternak." dokter Mul melanjutkan.
Ya, sebenarnya saya juga sudah tahu hal tersebut. Tapi biasanya dokter yang berkunjung akan langsung datang ke desa, tanpa melalui Kecamatan.
Tapi mungkin karena dokter Mul baru di daerah ini, ia meminta pihak Kecamatan untuk menemaninya.
Berada berdua di dalam mobil bersama dokter Mul, membuat jantung saya tiba-tiba berdegup kencang.
Bukan karena aku yang baru pertama bertemu dokter Mul, tapi karena memang dokter Mul memiliki tampang yang sangat menarik.
Wajah dokter Mul cukup tampan. Meski usianya tidak lagi muda.
Hidungnya mancung, matanya teduh dengan bibirnya yang tipis.
Rahangnya kokoh dengan kulit wajahnya yang putih terawat.
Badannya tegap dengan postur tubuhnya yang terlihat atletis.
Jarang-jarang saya bertemu pria paroh baya seperti dokter Mul.
"dokter Mul... udah berapa anaknya?" tanyaku berbasi-basi lagi sekedar menghilangkan debaran di jantungku.
"oh, saya belum menikah.." jawab dokter Mul dengan suara sedikit pelan.
Saya terdiam kembali. Saya tidak menyangka kalau dokter Mul yang katanya sudah berusia 40 tahun itu belum pernah menikah.
Padahal menurut saya, dokter Mul sangat menarik secara fisik. Apa lagi kehidupannya juga sudah sangat mapan.
Tapi kenapa ia belum manikah? tanyaku membathin.
Ingin rasanya aku mempertanyakan hal tersebut, tapi karena kami baru saja saling kenal, rasanya kurang sopan harus bertanya hal pribadi seperti itu. Untuk itu saya hanya terdiam.
"kamu gak percaya kalau saya belum menikah?" tiba-tiba dokter Mul berucap, setelah untuk beberapa saat kami saling terdiam.
"ya... emang gak bisa dipercaya, sih.." jawabku jujur.
"kenapa kamu gak percaya? Karena saya udah kelihatan tua ya?" dokter Mul bertanya lagi.
"bukan. Bukan karena itu. Tapi menurut saya dokter Mul kan orangnya ganteng, gagah, kehidupannya juga udah mapan. Masa' iya orang seperti dokter Mul belum menikah?!" ujarku sedikit blak-blakan.
"banyak yang bilang seperti itu, sih. Tapi kenyataannya saya memang belum menikah sampai saat ini." balas dokter Mul terlihat santai.
"kalau boleh tahu, kenapa dokter masih betah melajang?" tanyaku akhirnya memberanikan diri.
Dokter Mul melirikku sekilas, sambil ia tetap fokus menyetir mobilnya.
Kudengar dokter Mul menarik napas panjang, lalu ia pun berucap,
"saya juga gak tahu kenapa. Tapi setiap kali saya mencoba menjalin hubungan yang serius dengan perempuan, hubungan saya selalu kandas." suara itu terdengar serius.
"sudah berkali-kali saya patah hati karena perempuan. Dan sepertinya saya mulai lelah mencari jodoh saya." lanjutnya lagi.
"sekarang saya sudah mulai pasrah. Dan sepertinya saya juga sangat menikmati kesendirian saya saat ini. Hidup saya baik-baik saja, meski tanpa seorang pendamping.." dokter Mul berucap lagi.
Beberapa saat kemudian, kami pun sampai ke desa yang kami tuju. Kami mampir di kantor desa, untuk memperkenalkan dokter Mul pada aparat desa yang ada di kantor.
Setelah perbincangan basa-basi, kami pun mohon izin untuk mendatangi penduduk yang memiliki hewan ternak di desa tersebut.
Ada beberapa orang warga yang kami kunjungi sekedar wawancara formal untuk menanyakan keadaan hewan ternak mereka.
Dari beberapa orang tersebut, ada satu orang peternak yang mengadu bahwa ada seekor sapinya yang sedang sakit.
Dokter Mul mengajak orang tersebut untuk menengok sapi yang sakit itu.
Sesampai di tempat peternakan, dokter Mul terlihat sangat cekatan memeriksa sapi tersebut.
Dokter Mul mengeluarkan peralatan medisnya. Sebuah jarum suntik dikeluarkan dokter Mul.
Sebuah jarum suntik yang cukup besar.
Saya baru tahu, kalau jarum suntik untuk hewan ternyata berbeda dengan jarum suntik yang digunakan untuk manusia.
Saya hanya berani memperhatikannya dari kejauhan.
Setelah selesai memeriksa sapi tersebut, dan sedikit memberi penjelasan kepada si peternak, kami pun segera pamit.
Hari sudah mulai sore waktu itu. Dokter Mul menyetir mobilnya dengan mulai terlihat lelah.
Kami memang memutuskan untuk segera kembali ke Kecamatan.
******
"ternyata jarum suntik untuk hewan itu besar ya, dok.." ucapku sekedar memecah keheningan.
"kenapa? kamu takut di suntik ya?" tanya dokter Mul menjawab basa-basiku.
"kalau jarumnya sebesar itu, ya... saya takutlah, dok." balasku ringan.
"jarum saya lebih besar dari itu, kamu takut gak?" ucapan dokter Mul itu membuat saya memutar kepala untuk menatapnya.
"jarum yang mana maksudnya, dok?" tanyaku dengan sedikit tersenyum.
Bukannya menjawab, dokter Mul justru menghentikan mobilnya.
Suasana di jalan saat itu memang sedang sepi, tidak ada kendaraan yang berlalu lalang. Apa lagi saat itu sudah menjelang senja.
"jarum yang ini.." ucap dokter Mul kemudian, sambil ia mengarahkan telunjuknya ke bawah.
"ah, dokter bisa aja.." balasku tersipu.
"tapi kamu suka kan?" suara dokter Mul menggoda.
Aku tersipu kembali. Tidak sanggup menentang tatapan mata teduh milik dokter Mul.
"udah... kamu gak usah malu. Saya tahu, dari tadi kamu sering memperhatikan saya, kan?!" dokter Mul berucap lagi.
"kalau kamu suka, saya mau, kok.." lanjut dokter Mul, yang membuat saya mendongak kembali untuk menatap wajahnya.
Kali ini saya beranikan diri untuk menentang mata teduh itu. Saya hanya ingin memastikan, kalau dokter Mul serius dengan ucapannya barusan.
"dokter Mul serius?" tanyaku sekedar meyakinkan diriku sendiri.
"menurut kamu saya belum menikah hingga saat ini, itu karena saya gak laku?" tanya dokter Mul balik.
Repleks saya pun mengangguk menjawab pertanyaannya.
"jelas bukanlah. Salah satu penyebab hubunganku dengan perempuan sering kandas, itu karena aku sebenarnya tidak pernah benar-benar tertarik pada perempuan." ucap dokter Mul lagi.
"dan yang membuatku patah hati sebenarnya bukan karena hubunganku yang selalu kandas, tapi terlebih karena aku yang tak kunjung bisa jatuh cinta sama perempuan.." lanjutnya.
Aku terdiam kembali. Mencoba mencerna penjelasan dokter Mul barusan.
Meski aku tidak begitu paham. Tapi setidaknya aku bisa menyimpulkan, bahwa dokter Mul sebenarnya adalah seorang gay.
Dan kesimpulan itu, membuat hati berteriak senang.
Amat jarang saya bisa bertemu laki-laki setampan dan segagah dokter Mul.
Dan yang membuatku semakin merasa senang ialah ketika dokter Mul dengan terang-terangan menawarkan dirinya padaku.
"jadi gimana? Kamu mau gak?" pertanyaan dokter Mul itu membuatku sedikit terkaget.
Namun repleks aku pun menganggukkan kepala, pertanda aku memang menginginkannya.
Ku lihat dokter Mul menyunggingkan senyum manis. Lalu ia pun perlahan mulai menarik tanganku mendekatinya.
"kita melakukannya di dalam mobil ini, dok?" tanyaku ragu.
Aku bukannya gak mau melakukan hal tersebut di dalam mobil dokter Mul. Tapi aku takut, bisa saja ada orang yang lewat dan memergoki kami.
"tenang aja. Gak bakal ada yang lewat, kok. Kan udah hampir malam juga. Lagi pula kalau pun ada yang lewat mereka gak bakal berani untuk singgah." ucap dokter Mul mencoba meyakinkan saya.
Saya cukup setuju dengan ucapannya. Karena biasanya, kalau sudah malam, hampir tidak ada lagi orang yang lewat di jalan ini.
Dan lagi pula, kami melakukannya di dalam mobil. Sudah pasti tidak akan kelihatan dari luar, kalau orang cuma sekedar lewat.
Karena itu akhirnya aku pun membiarkan dokter Mul terus menarik tanganku.
"kamu gak takut di suntik, kan?" tanya dokter Mul tiba-tiba, saat tanganku mulai beraksi.
"kalau jarumnya seperti ini, saya gak bakalan takut, dok." balasku sambil tersenyum manja.
Dokter Mul kembali tersenyum. Ia terlihat memejamkan mata, mencoba menikmati apa yang aku lakukan padanya.
Perlahan namun pasti, kami akhirnya benar-benar terlena. Kami tak pedulikan lagi keadaan di sekeliling kami yang mulai gelap.
Dan senja itu, untuk pertama kalinya, aku dan dokter Mul yang tampan itu, pun melakukan hal tersebut.
Sebuah pengalaman yang sangat indah bagiku.
Sebuah pengalaman yang luar biasa.
Dokter Mul pun sepertinya sangat menyukai hal tersebut.
******
Sejak kejadian senja itu, aku tidak pernah lagi bertemu dengan dokter Mul.
Aku juga tidak berani untuk menghubunginya.
Aku cukup sadar diri, kejadian itu hanyalah sebuah kebetulan belaka.
Dokter Mul melakukannya bukan karena ia tertarik padaku. Tapi karena suasana saat itu memang membuatnya sedikit bergejolak.
Dokter Mul memanfaatkanku yang memang diketahuinya sudah tertarik padanya dari awal.
Tapi aku tidak mempermasalahkannya.
Dalam dunia pelangi, hal-hal seperti itu memang sering terjadi.
Kebanyakan dari kaum gay, hanya sekedar menikmati cinta satu malam. Atas dasar suka sama suka.
Lalu kemudian saling menghilang.
Dan aku sendiri, bukan sekali dua kali mengalami hal tersebut.
Dan kejadian dengan dokter Mul, bukanlah hal yang baru bagiku.
Aku sudah terbiasa dengan semua itu. Karena itu juga, aku tidak pernah berniat untuk menjalin hubungan yang serius dengan siapa pun.
Hanya saja, kesan yang diberikan dokter Mul padaku cukup mendalam.
Apa lagi sebelumnya aku belum pernah melakukan hal tersebut, di dalam sebuah mobil.
Setiap laki-laki yang singgah dalam hidupku, selalu punya cerita tersendiri.
Dan aku harus bisa merelakan mereka pergi.
Meski kadang, ada rasa sakit di hatiku. Apa lagi jika aku sudah terlanjur suka pada laki-laki tersebut.
Seperti halnya dokter Mul.
Dokter hewan yang punya jarum suntik yang tajam dan besar itu.
*****
Selesai ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar