Menunggu saat romantis tiba...

Aku pacaran dengan bang Ilham, sudah hampir setahun.

Namun jujur saja, selama setahun hubungan kami hanya berjalan biasa saja.

Tidak ada hal istimewa yang terjadi selama ini.

 

Cerpen gay (menunggu saat romantis tiba)

Kami hanya sekedar bertemu seminggu sekali, yakni setiap malam minggu. Dan itu pun kami cuma mengobrol, makan bareng, atau sekali-kali nonton bareng.

Sungguh sebuah hubungan yang sangat membosankan.

Mungkin tidak ada yang akan percaya, jika kami bahkan belum pernah berciuman sama sekali.

Bang Ilham terlalu sopan. Ia bahkan tidak berani walau hanya sekedar menyentuh tanganku.

Sebenarnya aku sangat menyayangi bang Ilham. Selain tampan dan kekar, bang Ilham juga sangat baik padaku.

Bang Ilham seorang pilot. Karena itu juga kami jadi jarang bertemu.

Namun bang Ilham selalu menyempatkan waktu untuk bertemu denganku setiap malam minggu, kecuali ketika ia sedang bertugas.

Bang Ilham tidak romantis. Ia amat jarang mengucapkan kalimat-kalimat indah tentang perasaannya padaku. Tapi aku tahu, kalau ia juga menyayangiku.

Hubungan kami yang terkesan datar dan sedikit hambar, tidak membuatku mencoba berhenti mencintainya.

Mencintai bang Ilham adalah sebuah keindahan tersendiri dalam perjalanan hidupku.

Dan memilikinya adalah sebuah anugerah.

Aku bertemu bang Ilham, melalui media sosial.

Berawal dari saling komen status, lalu kemudian chatingan dan kami pun melakukan pertemuan di sebuah kafe.

"Sandi.." ucapku pelan, ketika kami saling berjabat tangan.

Bang Ilham menyebutkan namanya dengan tegas, dengan karakter suara yang terdengar maskulin.

Pertemuan pertama itu, telah menumbuhkan rasa suka ku pada bang Ilham. Aku terkesan dengan penampilan bang Ilham yang sederhana.

Dan aku pun jatuh cinta padanya.

Gayung bersambut. Bang Ilham ternyata juga menyukaiku, bahkan sejak kami saling chating di media sosial.

Aku sendiri yang masih kuliah semester awal, mencoba menyambut kehadiran bang Ilham.

Jujur, bang Ilham adalah pacar pertamaku. Meski ia bukan cinta pertamaku.

Sebagai seseorang yang baru pertama kali berpacaran dengan sesama jenis, tentu saja aku masih sangat awam dalam menjalin hubungan tersebut.

Bang Ilham sendiri, sepertinya juga tidak ingin terburu-buru melangkah lebih jauh lagi dalam hubungan kami.

Ia seperti sengaja menjaga jarak denganku. Dan aku juga tidak berani untuk memulai apa lagi meminta bang Ilham, walau hanya sekedar untuk sebuah ciuman.

Namun sebagai laki-laki yang mulai tumbuh dewasa, aku juga ingin merasakan hal tersebut.

Aku juga ingin merasakan kehangatan cinta dari bang Ilham. Aku juga ingin memeluknya, mengecupnya dan bahkan aku juga ingin melakukan hal yang lebih dari itu.

Aku selalu menunggu bang Ilham mengajakku melakukannya. Menunggu bang Ilham, setidaknya mengajakku bertemu di hotel atau pun di tempat kost-ku.

Aku selalu menunggu untuk bisa berduaan dengan bang Ilham di tempat yang sepi.

Tapi setelah hampir setahun berjalan, penantianku seakan sia-sia.

Bang Ilham tak kunjung menyentuhku. Padahal aku sangat menginginkannya.

"apa bang Ilham gak bosan dengan hubungan kita saperti ini?" tanyaku memberanikan diri, ketika suatu malam kami bertemu lagi di sebuah bangku taman.

"bosan bagaimana maksud kamu?" bang Ilham bertanya balik.

"yaa.. bosan.." ucapku hati-hati, "kita bertemu hanya sekali seminggu, dan hanya sekedar mengobrol seperti ini.." lanjutku masih dengan nada hati-hati.

"jadi kamu maunya gimana?" tanya bang Ilham lagi.

"aku juga pengen bermesraan kayak orang-orang, bang. Berduaan di tempat sepi, dan saling berpelukan.." jawabku berusaha santai.

"kamu yakin ingin melakukan hal tersebut?" bang Ilham bertanya kembali.

"yaa... yakin gak yakin sih, bang. Tapi apa salahnya kita mencoba hal tersebut. Kita udah setahun loh bang pacaran. Masa' iya, kita bahkan belum pernah berciuman.." jawabku mulai sedikit berani.

Aku memang harus lebih berani. Aku tidak ingin hubungan kami hanya berlalu begitu saja, tanpa ada kesan yang lebih mendalam lagi.

"aku bukannya gak mau, San. Tapi aku tidak ingin kamu menyesal akhirnya nanti.." ucap bang Ilham selanjutnya.

"menyesal kenapa, bang? Kenapa aku harus menyesal?" tanyaku penasaran.

"hubungan di dunia pelangi ini, tidak ada yang bertahan lama, San. Apa lagi jika tujuannya hanya sekedar kepuasan lahir."

"apa yang kamu inginkan tersebut, semua hanyalah karena rasa penasaran. Nanti jika kamu sudah bisa merasakannya, aku takut kamu akhirnya tetap merasa bosan."

ucapan bang Ilham barusan, membuatku terpana seketika.

Tak kusangka bang Ilham punya pemikiran sejauh itu. Seakan ia sudah pernah mengalami hal tersebut.

"keinginan dan rasa penasaranmu itu, hanya akan membawa kamu pada penyesalan akhirnya. Karena bisa saja semua itu, tidak seindah yang kamu harapkan.." bang Ilham melanjutkan.

"tapi apa aku salah, bang. Jika aku hanya sekedar ingin merasakan sebuah pelukan hangat dari abang.." ucapku membalas.

"tidak. Itu tidak salah. Hanya saja, sebuah pelukan biasanya adalah awal untuk melakukan sesuatu yang lebih dari itu. Dan aku tidak ingin kamu terjerumus di dalamnya..." balas bang Ilham ringan.

"lalu, sebenarnya bang Ilham ingin hubungan kita ini seperti apa?" tanyaku.

"entahlah, San. Aku kadang juga bingung dengan semua ini. Aku sangat menyayangi kamu. Dan seperti halnya kamu, aku juga ingin merasakan hal tersebut bersama kamu." bang Ilham menarik napas sejenak.

"tapi aku tidak ingin menodai hubungan kita. Aku ingin mencoba menjalin hubungan yang bersih, tanpa ada unsur seks di dalamnya." lanjut bang Ilham pelan.

"aku ingin kita saling support, saling dukung dan tetap menjaga kesetiaan kita. Dan yang paling kita tetap bisa menjaga hubungan kita agar tetap berada di jalur yang seharusnya." kali ini bang Ilham menarik napas lagi.

"kalau boleh jujur, sebenarnya aku ingin kita bisa menikah, San. Tapi kamu sendiri tahu, kalau hal itu jelas tidak mungkin terjadi." bang melanjutkan kalimatnya lagi.

Dan aku masih terdiam. Aku terpaku, mendengar penuturan bang Ilham. Cara berpikirnya tentang hubungan kami, benar-benar di luar nalarku.

Yang aku pikirkan, tentang hubungan sejenis ialah hubungan yang menghadirkan kepuasan lahir dan bathin. Tentang bagaimana kita bisa bermesraan dengan orang yang kita cintai dan kita inginkan.

Karena jelas hubungan seperti ini, tidak akan pernah sampai kemana-mana. Jadi lebih baik kita menikmatinya, dan jika pun harus berakhir nantinya, setidaknya aku pernah merasakan hal tersebut.

Namun jelas bang Ilham tidak menginginkan hal tersebut.

Mudah bagi bang Ilham mungkin, untuk mencoba membangun hubungan yang bersih. Karena aku yakin, bang Ilham sudah pasti pernah melakukan hal tersebut dengan orang lain.

Setidaknya sebelum ia bertemu denganku.

Tapi aku? Aku bahkan belum pernah dipeluk oleh laki-laki manapun. Walau aku sangat menginginkannya.

Aku bisa saja melakukan hal tersebut dengan laki-laki lain. Tapi aku tidak cukup berani, untuk mengkhianati bang Ilham.

*****

Setahun hubunganku dengan bang Ilham yang berjalan sangat datar.

Aku mencoba untuk tetap bersabar dan menunggu sampai bang Ilham mau melakukannya denganku.

Tapi sepertinya penantianku tidak berujung. Bang Ilham masih bertahan dengan segala prinsipnya.

Dan aku akhirnya menyerah...

Suatu malam aku dengan cukup berani, mengajak bang Ilham bertemu di sebuah kamar hotel.

"kenapa kamu mengajak aku bertemu di sini?" tanya bang Ilham, ketika akhirnya kami sudah masuk ke dalam kamar hotel tersebut.

"aku ingin merasakan suasana yang berbeda, bang. Bosan juga kita selalu bertemu di taman.." jawabku santai.

Bang Ilham tak berkata apa-apa lagi. Ia kemudian duduk di sampingku di sisi ranjang.

Aku sudah bertekad, malam ini aku harus mendapatkan kehangatan dari bang Ilham. Dan jika ia menolak, aku akan meminta ia memutuskanku.

Karena itu, aku pun memberanikan diri, untuk mulai meraih tangan bang Ilham dan menggenggamnya erat.

Bang Ilham terlihat kaget, tapi ia masih membiarkannya.

"aku ingin memeluk abang. Boleh?" ucapku dengan hati-hati.

Sementara tanganku berusaha meremas jemari bang Ilham yang kekar itu.

"kalau hanya sekedar peluk, gak apa-apa, San. Tapi jangan minta lebih ya.. karena aku gak bisa.." jawab bang Ilham akhirnya, setelah untuk sesaat ia terlihat berpikir.

Aku pun segera melingkarkan tangaku di tubuh kekar nan atletis itu. Tubuh itu terasa begitu hangat dan menenangkan.

Aku semakin terbuai dengan perasaanku. Aku semakin memberanikan diri untuk mulai mendekatkan wajahku ke wajah tampan milik bang Ilham.

Melihat tindakanku tersebut, bang Ilham spontan mendorong tubuhku agar menjauh.

"kamu sudah janji untuk tidak melakukan hal lebih dari itu, San.." suara bang Ilham sedikit meninggi.

"tapi aku menginginkannya, bang..." suaraku sedikit mendesah.

"maaf, San. Aku gak bisa. Aku harus pergi sekarang, sebelum semuanya semakin parah.." suara bang Ilham masih tinggi.

"tapi kenapa bang Ilham gak mau? Apa bang Ilham tidak mencintaiku?" tanyaku berusaha pelan.

"justru karena aku sangat mencintai kamu, San. Aku tidak ingin membuat kamu semakin terluka nantinya.." kali ini suara bang Ilham mulai memelan.

"maksud bang Ilham apa?" tanyaku dengan sedikit mengerutkan kening.

"nanti juga kamu pasti mengerti. Yang jelas saat ini, aku tidak bisa melakukan hal tersebut dengan kamu, San. Aku harap kamu mengerti.." suara itu semakin pelan.

"aku benar-benar gak ngerti, bang. Aku benci bang Ilham..." suaraku bergetar.

"aku gak bisa menjelaskannya sekarang, San. Tapi aku harap, kamu jangan memaksaku melakukannya." balas bang Ilham.

Aku tak mengeluarkan suara lagi. Aku benar-benar kecewa dengan sikap bang Ilham.

"maaf, San. Tapi aku benar-benar harus pergi sekarang..."

setelah berucap demikian, bang Ilham pun melangkah untuk segera keluar dari kamar tersebut.

Aku masih terpaku. Aku pun tak berniat untuk mencegah kepergian bang Ilham.

Aku memang tidak bisa memaksa bang Ilham. Meski aku tak bisa mengerti mengapa bang Ilham begitu keras untuk menolakku malam itu.

Aku masih terpaku dalam kesendirianku, setelah kepergian bang Ilham.

Rasa lapar menyerangku tiba-tiba. Untuk itu aku pun mencoba menghubungi petugas hotel untuk mengantar makanan ke kamarku.

Setengah jam kemudian, sebuah ketukan ringan terdengar di pintu kamarku.

Dengan rasa malas aku pun membukakan pintu. Seorang laki-laki paroh baya berdiri di depan pintu.

Laki-laki itu terlihat tersenyum. Wajahnya sangat tampan, dengan postur tubuh yang sangat atletis dan gagah.

"pesanannya mas.." suara laki-laki itu sedikit parau.

"eh.. iya.. taruh aja di meja.." ucapku setengah kaget.

Laki-laki itu melangkah masuk, dan meletakkan pesanan makananku diatas meja.

"ada lagi yang bisa saya bantu, mas?" tanya laki-laki itu ramah, masih dengan senyum khas-nya.

Aku menatap laki-laki itu lama. Tidak tahu juga harus mengucapkan apa saat itu.

"jika mas butuh teman untuk sekedar mengobrol, saya bisa menemani mas.." laki-laki itu melanjutkan lagi, melihat aku yang hanya terdiam.

"biasanya banyak tamu yang meminta aku untuk menemaninya mengobrol, atau bahkan ada yang ..." lanjut laki-laki itu, seperti sengaja menggantung kalimatnya.

"ada yang apa?" tanyaku penasaran.

"ada juga yang meminta ditemani tidur, dan minta pelayanan plus.." suara parau itu terdengar tegas.

"pelayana plus maksudnya?" tanyaku masih belum begitu mengerti.

"ya. .pelayanan plus.. seperti.... seperti berhubungan intim misalnya.." jawab laki-laki itu dengan sedikit ragu.

"oh.." aku membulatkan bibir. Aku hanya tidak menyangka kalau pelayan tersebut akan menawarkan hal tersebut.

"tapi kalau mas nya gak mau, juga gak apa-apa. Kalau begitu saya permisi.." laki-laki itu berucap lagi.

"eh.. tunggu.. " cegatku cepat.

"mas... siapa namanya?" lanjutku bertanya.

"Nama saya Derry. Dan saya seorang room service di sini. Saya sudah sering melayani para tamu laki-laki yang meminta pelayanan lebih padaku. Karena itulah salah satu kelebihan hotel ini.." jelas laki-laki itu.

Aku terdiam kembali. Aku mulai mengerti maksud dari tawaran laki-laki yang bernama Derry tersebut.

Hasratku yang terlanjur terpacu bersama bang Ilham tadi, tiba-tiba menemukan tempat untuk berlabuh.

Kehadiran mas Derry benar-benar tepat pada waktunya. Jika aku tidak bisa menumpahkan segala gejolakku kepada bang Ilham, mungkin bersama mas Derry aku bisa menyalurkannya.

"oke. Aku mau mas Derry menemani saya mengobrol.." ucapku akhirnya.

"tapi untuk mendapatkan pelayanan lebih, mas harus membayar lebih juga.." balas mas Derry.

"iya, aku mengerti. Tapi panggil Sandi aja ya, gak usah panggil mas, karena aku masih muda." ucapku pelan.

Mas Derry pun mulai melangkah mendekat. Ia pun duduk di sampingku di sisi ranjang.

Sepertinya mas Derry memang sudah sangat biasa menghadapi para tamu, ia terlihat sangat rileks.

"sejujurnya aku belum pernah melakukan hal ini dengan siapa pun, jadi aku pengen mas Derry melakukannya pelan-pelan saja.." ucapku kemudian.

"oke. Saya cukup mengerti. Karena kamu bukan satu-satunya tamu, yang mengaku baru pertama kali melakukannya." balas mas Derry masih terdengar santai.

*****

Aku menahan napas. Tubuhku terasa bergetar, saat akhirnya mas Derry mulai mendekatkan wajahnya.

Selain bersama bang Ilham, aku belum pernah sedekat ini dengan laki-laki.

Tapi mas Derry seperti tak pedulikan reaksiku yang sedikit ketakutan. Ia terus saja kian mendekat, hingga akhirnya bibir itu pun mendarat di tujuannya.

Aku menahan napas sekali lagi. Kali ini aku pun memejamkan mata. Mencoba menikmati sesuatu yang memang baru pertama kali aku rasakan tersebut.

Mas Derry sangat pandai membuatku terbuai. Aku semakin terbuatnya terlena.

Kekecewaanku terhadap bang Ilham, seakan menemukan tempat untuk aku menumpahkannya.

Kekecewaanku terhadap bang Ilham, membuatku jadi semakin memasrahkan diri kepada mas Derry.

Jika aku tidak bisa merasakannya dari bang Ilham, orang yang sangat aku cintai tersebut, setidaknya aku bisa melakukannya dengan mas Derry, yang harus aku akui tidak kalah menariknya dari bang Ilham.

Mas Derry juga sangat tampan dan juga sangat kekar.

Dan yang paling penting, ia mau melakukannya denganku, meski aku harus membayarnya.

Dan yang paling penting lagi, ia memperlakukanku dengan sangat baik dan penuh perasaan.

Mas Derry mengajariku banyak hal malam itu. Hal-hal yang selama ini hanya ada dalam anganku, akhirnya bisa aku rasakan secara nyata.

Dan harus aku akui, kalau semua itu terasa begitu indah.

"pelan-pelan ya, mas.." ucapku yang lebih terdengar seperti sebuah desahan tersebut, ketika akhirnya mas Derry berusaha menembus dinding pertahananku.

Mas Derry sepertinya sangat mengerti. Seperti yang ia katakan tadi, aku bukan satu-satunya yang belum pernah melakukan hal tersebut.

Pelan namun pasti, pertahananku pun akhirnya berhasil di tembus dengan lembut oleh mas Derry.

Ada rasa perih yang aku rasakan. Rasa perih seperti sayatan luka kecil.

Namun mas Derry mampu membuatku melupakan rasa perih itu, dengan permainan indahnya.

Dan lama kelamaan, aku pun mulai bisa menikmati hal tersebut.

Aku mulai merasakan sensasi keindahan yang tiada tara. Sungguh semua itu, jauh lebih indah dari yang pernah aku khayalkan selama ini.

Aku pun mulai mengikuti gerakan demi gerakan yang di lakukan mas Derry.

Gerakan-gerakan itu, benar-benar membuatku melayang. Mas Derry benar-benar sangat berpengalaman. Dan aku menyukainya.

Setelah pelayaran yang hampir setengah jam tersebut, kami pun akhirnya sama-sama berlabuh di tepian mahligai keindahan itu.

Sebuah pelayaran yang indah, yang memberikan kesan yang sangat dalam padaku.

Seandainya saja, aku melakukannya dengan bang Ilham, pasti semua ini akan jauh lebih indah. Aku membathin, saat akhirnya mas Derry terhempas di sampingku.

Dan seperti yang di ucapkan bang Ilham, bahwa sebenarnya aku hanya penasaran. Saat akhirnya aku bisa merasakan hal tersebut, dan berhasil mencapai tujuannya, yang tersisa hanyalah sebuah penyesalan.

Aku menyesal, bukan saja karena rasa penasaranku telah terjawab, tapi juga karena aku merasa telah mengkhianati bang Ilham.

Namun semua sudah terjadi. Dan aku berusaha untuk tidak menyesalinya.

Setidaknya apa yang mas Derry berikan padaku malam itu, terasa cukup indah dan berkesan.

*****

"aku minta maaf soal semalam, San.." suara bang Ilham parau, ketika keesokan sorenya, ia datang menemuiku ditempat kost-ku.

Aku tidak tahu, entah bagian yang mana yang membuat bang Ilham harus meminta maaf. Untuk itu, aku hanya terdiam.

"sekarang aku ingin jujur sama kamu, San. Dan semoga saja kejujuranku bisa menjawab pertanyaan-pertanyaanmu selama ini, tentang mengapa aku tidak mau melakukan hal tersebut.." bang Ilham melanjutkan ucapannya, melihat aku yang hanya terdiam.

"bang Ilham mau jujur tentang apa?" aku mengeluarkan suara juga akhirnya.

"sebenarnya.... sebenarnya aku sudah ditunangkan oleh orangtuaku di kampung. Dan beberapa hari lagi aku akan segera menikah, dengan gadis pilihan orangtuaku.." pelan suara itu, namun mampu menembus relung hatiku yang terdalam.

Aku benar-benar merasa terluka mendengarnya.

"aku minta maaf, San. Karena tidak berani untuk jujur sama kamu selama ini.." bang Ilham melanjutkan lagi.

"sebenarnya saat pertama kali kita bertemu setahun yang lalu, aku sudah bertunangan. Tapi aku sengaja menutupinya dari kamu, karena sejujurnya aku masih berharap pertunanganku akan dibatalkan.." bang Ilham menarik napas berat.

"aku sejak awal tidak menginginkan pertunangan tersebut, tapi orangtuaku terus memaksaku, mengingat usiaku yang semakin dewasa."

"dan akhirnya aku tidak bisa menolak lagi. Padahal aku sudah terlanjur jatuh cinta sama kamu, San."

"karena itu juga, aku tidak ingin menodai hubungan kita. Aku takut, jika kita berhubungan terlalu dalam, dan akhirnya kamu tahu, kalau aku akan menikah, kamu pasti akan sangat berat melepaskanku."

"aku tahu kamu pasti akan terluka, tapi setidaknya jika hubungan kita tetap bersih, kamu tidak akan terluka terlalu parah.."

bang Ilham mengakhiri ceritanya dengan sebuah helaan napas yang sangat berat.

Ah... aku memang terluka. Hatiku terasa begitu perih.

Aku tidak ingin mempercayainya, tapi tak ada alasan bang Ilham untuk membohongiku.

"aku sangat mencintai kamu, San. Aku berharap bisa bersama kamu selamanya. Tapi aku juga tidak kuasa menolak keinginan orangtuaku.." bang Ilham berucap lagi, kali ini suara kian parau kudengar.

Suara parau itu membuat hatiku kian pedih.

Mengapa kisah cinta pertamaku harus berakhir sesakit ini? Bathinku meringis menahan tangis.

"aku mencintai kamu, San. Aku mencintai kamu secara sederhana. Seperti hasrat yang tak tersampaikan oleh kayu kepada api yang menjadi abu, seperti hasrat yang tak tersampaikan oleh awan kepada hujan yang menjadi butiran-butiran mutiara di dasar lautan.."

"aku mencintaimu secara sederhana. Seperti lilin yang rela hancur demi menerangi kegelapan, atau seperti mentari yang selalu setia menanti pagi."

"tapi semua itu hanya ada dalam anganku, karena aku tidak mampu mewujudkannya..."

Kalimat puitis bang Ilham barusan, membuatku akhirnya meneteskan air mata.

"cinta tak selamanya harus menyatu, San. Karena tidak semua harapan harus menjadi nyata. Mungkin hanya satu dari seribu mimpi yang bisa terwujud. Dan mimpiku tentang kamu, tidak termasuk dalam golongan yang satu tersebut.."

Dan akhirnya aku pun terisak. Aku tak sanggup lagi menahan perih di hatiku.

Bukan saja karena aku akan kehilangan orang yang paling aku cintai, tapi juga karena aku telah mengkhianati cinta tulus seorang Ilham.

Tiba-tiba saja aku merasa jahat.

Dan karena itu juga, aku harus merelakan bang Ilham untuk hidup bersama orang lain.

Bukan saja karena kami memang tidak mungkin bersatu. Tapi juga karena aku memang tidak pantas untuk orang sebaik bang Ilham.

Meski berat, aku harus bisa mengikhlaskannya.

Dan seperti yang bang Ilham katakan, bahwa aku bisa saja akan terluka lebih parah lagi, jika saja hubungan kami menjadi lebih dalam.

Setidaknya dengan tidak merasakan kehangat dari bang Ilham, rasa sakit yang aku rasakan bisa sedikit lebih terasa ringan.

"mungkin ini adalah pertemuan terakhir kita, San. Aku harap kamu tidak membenciku karena ini.." ucap bang Ilham selanjutnya, setelah cukup lama kami saling terdiam.

Setelah berucap demikian, bang Ilham pun berdiri lalu segera berlalu dari hadapanku.

Aku merasa hatiku kian perih. Aku belum sanggup kehilangan bang Ilham.

Aku terlalu mencintainya.

Namun semua memang harus terjadi. Aku harus bisa mengikhlaskannya.

Karena biar bagaimana pun, bang Ilham memang tidak ditakdirkan untukku.

Seperti yang pernah dikatakannya, bahwa hubungan percintaan di dunia pelangi, memang tidak akan pernah sampai kemana-mana.

Dan disinilah akhirnya. Akhir dari sebuah kisah cinta yang terasa datar awalnya, namun meninggalkan luka yang teramat dalam.

Setahun lebih aku menunggu saat romantis itu tiba, tapi yang aku dapatkan hanyalah segumpal rasa perih yang begitu  menyakitkan.

Semoga saja, aku bisa melanjutkan hidupku, meski tanpa bang Ilham di sisiku lagi.

Ya, semoga saja...

****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

Layanan

Translate