Namanya bang Indra.
Dan ia adalah seorang polisi.
Bang Indra adalah seorang Bhabinkamtibmas di desaku. Setidaknya begitulah yang aku ketahui tentang bang Indra.
Sebagai seorang Bhabinkamtibmas, tentu saja bang Indra sering datang ke desaku untuk menjalankan tugasnya.
Karena sering datang ke desa, aku pun jadi sering bertemu dengan bang Indra.
Dan karena sering bertemu, aku dan bang Indra pun jadi sering ngobrol dan menjadi sedikit akrab.
Bang Indra memang berwajah tampan, dengan postur tubuh yang atletis.
Matanya teduh, hidungnya sedikit mancung, dengan senyumnya yang manis dari bibirnya yang tipis.
Bang Indra terlihat sangat gagah dengan seragam polisinya.
Terus terang, sejak pertama kali melihat bang Indra, aku sudah jatuh hati padanya.
*****
Namaku Bastian. Biasanya orang-orang memanggilku Bas.
Dan saat ini aku sudah berusia 28 tahun.
Aku bekerja di kantor desa, sudah hampir lima tahun.
Karena itulah aku jadi sering bertemu bang Indra setiap kali ia berkunjung ke desa kami. Setidaknya dua atau tiga kali dalam seminggu bang Indra datang ke desaku.
Sebenarnya bang Indra orang baik, hanya saja terkadang sebagai seorang polisi, bang Indra memang terlihat sedikit angkuh.
Namun karena aku yang sudah sering ngobrol dengannya, dan karena aku juga telah jatuh hati padanya, bang Indra terlihat menjadi sosok yang sempurna di mataku.
Bang Indra sudah menikah, dan sudah punya dua orang anak. Usianya sudah hampir 35 tahun.
Bang Indra sering mengajakku naik motornya untuk berkeliling kampung dan juga berkeliling kebun masyarakat yang berada di belakang desa. Sebagai salah satu tugasnya jika ia turun ke desa.
Berada satu motor dengan bang Indra, membuat jantungku selalu berdebar-debar hebat. Walau hal itu bukan satu dua kali terjadi.
Aku memang telah jatuh kepada bang Indra.
Namun selama ini aku hanya memendamnya. Karena jelas hal itu tidak mungkin aku ungkapkan.
Meski kadang, ada saat dimana aku tidak bisa menyembunyikan perasaanku, terutama saat kami sedang ngobrol berdua.
Aku sering merasa tersipu malu, saat bang Indra dengan terang-terangan memujiku.
Meski kadang sikap bang Indra sangat baik padaku, namun aku tidak berani berharap lebih padanya. Mengingat bang Indra sudah punya istri dan anak. Jelas ia adalah laki-laki normal. Setidaknya begitulah kesimpulanku pada bang Indra.
Sudah hampir enam bulan, aku dan bang Indra saling kenal.
Hingga pada suatu sore...
*****
Sore itu, seperti biasa bang Indra mengajakku berkeliling kampung naik motornya.
Kami berkeliling kampung selama beberapa menit, lalu kemudian melanjutkan untuk berkeliling kebun-kebun masyarakat yang berjarak sekitar dua kilo meter di belakang desa.
Pada sebuah kebun karet, bang Indra menghentikan motornya di dekat sebuah pondok yang berada di dalam kebun tersebut.
"saya mau buang air dulu sebentar.." jelas bang Indra, ketika motor itu sudah parkir di depan pondok tersebut.
Tanpa menunggu persetujuanku, bang Indra langsung menuju ke belakang pondok untuk menunaikan hajatnya.
Beberapa saat kemudian, bang Indra muncul kembali, sambil masih berusaha memasang celananya.
Dadaku kian berdebar menyaksikan hal tersebut. Namun bang Indra terlihat santai berjalan mendekatiku yang sudah duduk di tangga pondok tersebut.
Bang Indra kemudian turut duduk di sampingku.
Tubuh kami berdempetan, karena tangga itu memang sangat kecil.
"kamu kenapa belum nikah sih, Bas?" tanya bang Indra tiba-tiba, sambil ia menatapku tersenyum.
Aku menjadi kikuk tiba-tiba. Bukan karena pertanyaan bang Indra barusan, tapi terlebih karena tatapan matanya yang teduh itu tepat menghujam mataku.
"mungkin karena belum ketemu yang cocok, bang.." jawabku akhirnya, dengan segera memalingkan wajah.
Aku memang tidak berani menatap mata bang Indra lebih lama lagi.
Bukan saja karena ia seorang polisi, tapi juga karena mata itu terlalu indah.
"pasti karena kamu terlalu pemilih ya, Bas. Padahal kamu manis loh. Pasti banyak cewek-cewek di kampung yang naksir sama kamu..." ucap bang Indra kemudian, sambil terus menatapku.
"gak juga, bang. Biasa aja, kok." jawabku semakin grogi.
Terus terang aku memang merasa tersanjung dengan kalimat bang Indra barusan. Belum pernah sebelumnya bang Indra memujiku seperti itu.
"atau karena kamu memang tidak suka perempuan?!" ucapan bang Indra kali ini membuatku kembali menatapnya.
"maksud bang Indra apa?" tanyaku dengan suara sedikit meninggi.
Aku tidak tersinggung dengan pertanyaan bang Indra. Tapi aku justru merasa takut, kalau bang Indra sebenarnya sudah tahu tentang siapa aku sebenarnya.
"maksud saya, ya ....bisa saja kan, kalau kamu itu penyuka sesama jenis..." balas bang Indra terlihat santai.
Oh, aku terenyuh. Kenapa bang Indra bisa sampai berpikir seperti itu?
Apa karena selama ini, aku terlalu sering memperlihatkan kesukaanku terhadap bang Indra?
"udah gak usah malu. Di sini hanya ada kita berdua, kok. Kamu jujur aja, kalau sebenarnya kamu suka kan sama saya?!" bang Indra berujar kembali, setelah melihat reaksi saya yang semakin salah tingkah.
"aku tahu, kok. Selama ini, kamu sering kan memperhatikan saya diam-diam. Kamu juga jadi malu-malu, kalau kita lagi ngobrol berdua." lanjutnya.
Kali ini aku benar-benar dibuat tidak berkutik oleh bang Indra. Ternyata dari sikapku selama ini terhadap bang Indra, telah mampu menunjukkan perasaanku yang sebenarnya.
Aku hanya tertunduk. Aku benar-benar merasa malu.
Tiba-tiba bang Indra menyentuh pundakku ringan.
"kamu gak usah malu. Lebih baik kamu jujur saja dengan perasaanmu.." ucapnya pelan.
"emangnya kalau saya suka sama bang Indra, bang Indra gak marah?" tanyaku dengan suara bergetar dan masih dalam keadaan menunduk.
"kenapa saya harus marah? Justru saya suka, kalau kamu juga suka sama saya.." balas bang Indra, yang membuat saya jadi berani menatap matanya kembali.
Juga? Bukankah itu artinya bang Indra juga suka sama saya? Aku membathin.
"bang Indra juga suka sama saya?" tanyaku dengan nada ragu.
Bang Indra tersenyum manis. Tatapannya semakin sendu.
"iya. Aku juga suka sama kamu, Bas." deg! Jantungku berdegup seketika mendengat jawaban tegas bang Indra.
"tapi kan bang Indra sudah punya istri dan anak? Kok bisa?" tanyaku semakin berani.
Setidaknya saya ingin memastikan, kalau bang Indra tidak sedang mengerjai saya.
"kenapa? Kamu gak suka cowok yang udah menikah?" balas bang Indra bertanya balik.
"bukan. Bukan itu maksud saya. Tapi masa' iya bang Indra juga penyuka sesama jenis? Bukankah bang Indra sudah berkeluarga?" tanyaku lagi.
"dulu sebelum menikah, saya juga sama seperti kamu, Bas. Pernah jatuh cinta dengan seorang laki-laki. Bahkan saya pernah beberapa kali pacaran dan berhubungan dengan laki-laki." bang Indra menarik napas sejenak.
"namun sebagai laki-laki dan juga karena tuntutan keluarga, aku memang harus menikah. Bukan karena aku menginginkannya, tapi memang begitulah kodrat kita sebagai seorang laki-laki." lanjut bang Indra.
Kali ini ia tidak lagi menatapku. Pandangannya jauh ke depan, menatap jalanan yang mulai sepi.
Pondok tempat kami singgah memang berada di tengah-tengah sebuah kebun karet. Jalanan terlihat dari tempat kami duduk, namun orang-orang dari jalan tidak akan bisa melihat kami dengan jelas, karena terhalang oleh pohon-pohon karet yang tersusun acak di depan pondok tersebut.
"setelah menikah, saya memang sempat vakum dari dunia gay. Apa lagi setelah saya punya anak." bang Indra melanjutkan lagi.
"saya mulai terbiasa dengan kehidupan baru saya sebagai seorang kepala rumah tangga. Meski tidak bisa saya pungkuri, kadang keinginan untuk menjalin hubungan dengan laki-laki lagi, sering datang menghantui saya."
"tapi saya berusaha sekuat mungkin untuk melawan semua keinginan itu. Dan berharap saya bisa selamanya hidup sebagaimana layaknya laki-laki normal pada umumnya."
Bang Indra menghela napas sejenak. Ia menatapku sekilas, kemudian berujar lagi,
"namun semenjak saya bertemu kamu, semua harapan itu kian punah. Aku tidak bisa lagi menolak hadirnya rasa suka di hatiku padamu, Bas. Kamu terlalu menarik, untuk bisa saya abaikan begitu saja.."
"mulanya saya berharap, semua itu hanyalah sebuah kekaguman sesaat, yang akan segera menghilang."
"namun semakin saya mengenali kamu, rasa itu kian lama kian berkembang. Dan ketika saya melihat, bahwa kamu juga sepertinya punya perasaan yang sama. Saya semakin yakin, untuk mewujudkan impian saya tentang kamu.."
bang Indra mengakhiri kalimatnya dengan menghempaskan napas berat.
Aku tersenyum. Benar-benar tersenyum.
Aku merasa sangat bahagia. Tak kusangka kalau bang Indra juga menyukaiku selama ini.
Ternyata cintaku tidak bertepuk sebelah tangan.
Repleks aku pun menyandarkan kepalaku di bahu kekar bang Indra.
"aku juga sangat mencintaimu, bang Indra.." ucapku pelan.
Bang Indra segera menarik kepalaku agar berada dalam dekapannya. Aku merasa hangat.
Aku merasa nyaman. Sebuah kenyamanan yang belum pernah aku rasakan seumur hidupku.
"tapi aku sudah menikah loh.." ucap bang Indra tiba-tiba.
"aku tahu, bang. Dan aku tidak peduli. Bahkan jika abang menjadikan aku yang kesepuluh sekalipun, aku juga rela, asal abang masih punya waktu untukku.." ucapku jujur.
Aku memang mencintai bang Indra. Namun aku juga sadar, aku tidak mungkin bisa memilikinya seutuhnya.
Tapi setidaknya, aku masih bisa merasakan kehangatan cinta dari bang Indra.
Bang Indra semakin mengeratkan dekapannya. Perlahan sebuah kecupan singgah dirambutku.
"aku sayang kamu, Bas. Selalu dan selamanya.." bisik bang Indra mesra.
Sesaat kemudian, mata kami kembali saling tatap. Tanganku pun repleks menyentuh pipi pria tampan itu. Hal yang sudah sangat lama ingin aku lakukan.
"makasih yang, bang. Sudah memberikan aku kesempatan untuk merasakan ini semua..." ucapku lembut.
Bang Indra kembali tersenyum. Senyum yang sangat manis. Bahkan kali ini teramat manis. Karena aku melihatnya dari jarak yang sangat dekat.
Sedekat hatiku saat ini, bersama bang Indra, sang polisi ganteng itu.
*****
Aku dan bang Indra akhirnya menjalin hubungan asmara secara diam-diam. Hati kami menyatu dalam sebuah ikatan cinta yang indah.
Setiap kali bang Indra berkunjung ke desa, kami selalu bertemu.
Kami bertemu dan memadu asmara di pondok-pondok kebun masyarakat, terutama saat sore hari. Karena jika sore, orang-orang tidak lagi berasa di kebun.
Aku juga sering mengajak bang Indra ke rumahku, terutama jika keadaan rumah sedang sepi.
Kami semakin terlena dengan hubungan indah kami.
Hingga hampir setahun kami menjalin hubungan tersebut.
Sampai akhirnya bang Indra di pindah tugaskan ke daerah lain.
Daerah yang cukup jauh dari desa tempat saya tinggal.
Setelah bang Indra pindah tugas, secara otomatis hubungan kami pun terputus.
Saya sempat mengalami patah hati selama beberapa minggu, karena harus berpisah dengan bang Indra, sang polisi yang sangat saya cintai itu.
Namun kemudian saya sadar bahwa ikatan cinta kami, tidak mungkin selamanya akan bertahan.
Meski pun sebenarnya kami saling menyayangi, namun jarak yang jauh membuat kami harus bisa saling melupakan.
Kisahku bersama bang Indra, polisi bhabinkamtibmas itu, adalah sebuah kisah terindah yang pernah terukir di dalam perjalanan hidupku.
Seperti kata bang Indra, bahwa pada akhirnya, kami memang harus menjalankan kodrat kami sebagai seorang laki-laki.
Hanya saja saya tidak yakin, jika saya akan mampu menjadi laki-laki seutuhnya.
Karena setelah hampir setahun saya tidak bertemu lagi dengan bang Indra, namun saya masih terus memikirkannya. Dan masih berharap, jika suatu saat nanti kami akan bertemu kembali.
Semoga saja bang Indra masih punya harapan yang sama denganku.
Ya, semoga saja...
****
Sekian...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar