Ketika sang Mentari Terbenam di Ufuk (part 2)

"saya mau ngomong sesuatu sama kamu, Nic.." ucap Arini perlahan, pada suatu hari. Seperti biasa mereka pulang bareng dengan menaiki mobil mewah milik Nico.
"saya juga mau ngomong sesuatu sama kamu, Rin." balas Nico cepat. "tapi bukan di sini.." lanjutnya.
Tak lama kemudian, Nico pun membelokkan mobilnya menuju arah sebuah kafe yang berada tak jauh dari jalan yang biasa mereka lewati.
"kita ngobrolnya di dalam saja ya, Rin..." Nico berujar lagi, sambil tangannya ia arahkan ke dalam kafe.
Dengan sedikit enggan, Arini pun mengikuti langkah Nico menuju kafe tersebut. Arini merasa tidak enak, namun ia harus berbicara dengan Nico tentang Keyla.

"kamu mau ngomong apa, Rin?" tanya Nico setelah mereka mengambil tempat duduk dan memesan dua minuman.
"kamu ngomong duluan aja, Nic..." balas Arini dengan nada lemah. Sebenarnya ia tidak benar-benar yakin tentang apa yang ingin ia sampaikan kepada Nico.
Nico mengangguk setuju.
"saya... saya sebenarnya suka sama kamu, Rin. Bahkan sudah sejak lama..." ucap Nico dengan mimik serius, matanya menghujam ke arah Arini yang tiba-tiba tertunduk mendengarkannya.
Arini semakin terpaku. Ia tidak pernah menyangka jika Nico akan mengucapkan hal tersebut. Semua itu sungguh di luar dugaannya.

Arini memberanikan diri menatap kembali mata Nico. Ia masih tidak percaya dengan apa yang barusan ia dengar. Namun dari tatapan mata itu, ia melihat jika Nico bersungguh-sungguh dengan ucapannya.
Arini kembali tertunduk, tidak berani menatap lebih lama mata sendu milik Nico.
"kenapa saya?" tanya Arini akhirnya, setelah cukup lama ia terdiam.
"karena kamu beda, Rin." jawab Nico tanpa melepaskan tatapannya. "kamu tidak seperti cewek-cewek lainnya yang ada di sekolah kita, yang kebanyakan suka pamer, sok cantik dan juga suka tebar pesona. Kamu cantik dengan caramu sendiri, Rin. Kamu cewek sederhana dan juga pintar. Hal itu yang membuat saya jatuh cinta sama kamu..." lanjutnya dengan penuh perasaan.

Arini makin tertunduk mendengar semua itu. Ia memang menyukai sosok Nico, namun untuk berharap bisa bersama Nico, adalah sesuatu yang mustahil bagi Arini. Dan sekarang, Nico dengan terang-terangan mengungkapkan perasaannya. Hal itu justru membuat Arini merasa semakin serba salah.
"saya hanya cewek miskin, Nic. Saya hanya anak seorang pembantu..." suara Arini perlahan.
"saya gak peduli hal itu, Rin. Sebenarnya kita sama. Apa yang saya punyai saat ini, bukanlah seutuhnya milik saya. Itu semua adalah milik orangtua saya. Kita saat ini sama-sama tidak punya apa-apa." balas Nico ringan, "jika kamu bersedia, kita akan berjuang bersama menggapai apa yang menjadi impian kita..." lanjut Nico lagi, yang membuat Arini kian tersentuh.

Sungguh ia tak pernah menyangka, jika seorang Nico punya jalan pikiran yang sebijak itu. Hal itu justru membuat rasa kagum Arini semakin besar kepada Nico.
Tapi...
"maaf, Nic. Saya gak bisa jawab sekarang...." hanya itu yang keluar dari bibir Arini yang kering.
"yah, saya tahu. Kamu gak harus jawab sekarang, kok. Saya hanya ingin kamu tahu, kalau saya mencintai kamu..." balas Nico.

*******

"waktu sebulanmu sudah habis, Rin!" suara Keyla kasar, "jangankan mendekat, justru Nico semakin jauh dari saya! Kamu harus terima akibatnya sekarang!" lanjut Keyla, suaranya semakin meninggi.
"maafkan saya, Key. Saya...."
"cukup! Kamu gak usah ngomong lagi!" potong Keyla cepat, yang membuat Arini tertunduk.
"sekarang kamu ikut kami!" ucap Keyla lagi, kali ini ia menyuruh ketiga temannya yang lewat untuk menarik tangan Arini dengan kasar.
"kalian mau bawa saya kemana?" tanya Arini dengan nada menghiba.
"udah diam! Kamu ikut saja!" salah seorang yang memegang tangan kanan Arini mengeluarkan suara.
Dengan langkah terseret, mereka berhasil membawa Arini sampai ke toilet sekolah. Sesampai di dalam toilet, Keyla dan ketiga temannya mengunci pintu dari dalam.
"maafkan saya, Key..." suara Arini masih menghiba.

Tapi Keyla tidak memperdulikan ucapan Arini. Ia meminta ketiga temannya untuk memegang kembali kedua tangan Arini. Dengan tenaga lemas Arini mencoba meronta. Namun semuanya sia-sia. Keyla mengambil air dengan sebuah gayung, lalu menyiramkan air tersebut ke tubuh Arini. Keyla melakukan hal itu berkali-kali, hingga seluruh tubuh dan pakaian Arini basah kuyub. Arini terus saja meronta, namun pegangan di kedua tangannya sangat kuat. Arini hanya bisa menangis tersedu.
"ini pelajaran pertama buat kamu!" ucap Keyla, "setiap kali Nico mengabaikan saya, maka setiap kali pula kamu akan mendapatkan hukuman yang sama atau bahkan lebih parah lagi.." lanjutnya.
Setelah berkata demikian, Keyla dan ketiga temannya melangkah keluar meninggalkan Arini sendirian. Arini menangis tersedu-tersedu sendirian di dalam toilet. Ia menangisi nasibnya. Ia tidak bisa melawan Keyla dan teman-temannya. Ia tahu siapa Keyla. Seorang gadis manja anak seorang juragan kaya yang sangat berpengaruh. Percuma saja Arini melawan. Ia hanya bisa pasrah. Keyla akan melakukan apa saja untuk membuat Arini menderita.

Dengan langkah gontai, Arini keluar dari toilet. Ia menyelusuri tembok sekolah menuju pintu keluar. Ia hanya ingin pulang, tubuhnya terasa dingin karena basah kuyub.
"kamu kenapa, Rin?" sebuah suara menghentikan langkah Arini tiba-tiba.
Arini menoleh kearah suara itu. Nico sudah berdiri di dekatnya.
"gak... gak kenapa-kenapa." suaranya terbata, sekuat mungkin ia menahan air matanya. "saya terpeleset di toilet..." lanjutnya.
"terpeleset di toilet? Kamu jangan bohong, Rin! Kalau cuma kepeleset, gak mungkin kamu basah kuyub seperti ini...." ucap Nico tak percaya.
"saya gak bohong, Nico! Saya kepeleset, kemudian embernya tumpah..." jelas Arini berusaha meyakinkan Nico.
"saya gak percaya, Rin! Siapa yang melakukan ini sama kamu?" tanya Nico sambil memegang pundak Arini.

Arini menepis tangan Nico, "saya gak apa-apa, Nic..." ucapnya, kemudian dengan tergesa melangkah meninggalkan Nico.
"Arini! Tunggu!" Nico sedikit berteriak, mengejar langkah Arini yang sudah berada di luar pagar.
Tapi Arini semakin melebarkan langkahnya, air matanya tumpah kembali. Sebuah angkot melintas di dekatnya, segera Arini menghentikannya, kemudian dengan terburu ia menaiki angkot tersebut.
Nico tidak bisa berbuat apa-apa lagi, ia hanya berdiri terpaku melihat kepergian Arini.

********

"Keyla!" sebuah suara memaku langkah Keyla yang hendak menuju kelasnya.
"eh..Nico..." jawab Keyla dengan suara manja. "ada apa?" lanjut Keyla menatap Nico dengan senyum centilnya.
"kamu apa kan Arini?" tanya Nico dengan nada kasar.
"Arini? Kenapa Arini?" Keyla balik nanya masih dengan nada manjanya.
"kamu gak usah pura-pura gak tahu, Key. Arini sakit..."
"oh, Arini sakit? terus apa hubungannya dengan saya?" Keyla masih dengan suara manjanya.
"kemarin saya lihat Arini pulang dengan keadaan basah kuyub. Pasti kamu kan, yang mengerjai Arini?" Nico menatap tajam kearah Keyla.

Kali ini Keyla tertunduk.
"saya gak tahu, Nic.." ia berkata sedikit sengit. "lagian sebegitu pedulinya kamu sama Arini.."
"Arini gadis baik. Ia pantas mendapatkan perlakuan yang baik pula..." balas Nico tak kalah sengitnya.
"atau karena kamu sebenarnya mencintai dia..?"
"ya. Saya memang mencintai Arini! Kenapa? Kamu ada masalah?"
Keyla terdiam lagi. Ia tidak percaya jika Nico akan berkata demikian.

"kamu bodoh, Nico!" ujar Keyla akhirnya, "kenapa kamu justru suka sama Arini? Apa sih hebatnya Arini? Sampai kamu mengabaikan cewek seperti saya?" suara Keyla makin lantang. Beberapa pasang mata menatap mereka dari kejauhan.
"kamu mau tahu kenapa?" Nico ikut mengeraskan suara, "karena Arini tidak suka pamer kayak kamu. Arini tak pernah sok cantik kayak kamu!" setelah berkata demikian, Nico membalikkan badan dan segera melangkah meninggalkan Keyla.
"kamu bodoh, Nico! Arini tidak pernah menyukai kamu! Ia mendekati kamu, karena saya yang memintanya. Saya yang meminta Arini untuk mendekati kamu, agar kamu jatuh cinta pada Arini. Dan saat kamu jatuh cinta padanya, ia akan mencampakkan kamu, Nico..!!" Keyla berkata dengan sedikit berteriak.

Nico menghentikan langkahnya.
"kamu bohong, Keyla. Saya tidak percaya sama ucapanmu!"
"kamu boleh gak percaya sama saya! Tapi kamu bisa tanya langsung sama Arini..." balas Keyla, ia kemudian melangkah pergi.
Nico masih terpaku. Ia mencoba untuk tidak percaya dengan yang Keyla ucapkan barusan. Perlahan ia pun melangkah menuju kelasnya, tak pedulikan beberapa pasang mata menatapnya penuh tanya.

*****

Bersambung ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

Layanan

Translate