Sebuah Cerpen jadul "TENTANG MU"

"aku lagi jatuh cinta, Mar..." begitu ucapmu, waktu itu, padaku. Aku hanya terdiam, tak bisa menanggapi ucapan mu barusan. Kamu sudah terlalu sering mengatakan hal itu padaku. Bukan suatu hal yang aneh lagi bagiku, kalau kamu jatuh cinta.
"sekali ini aku benar-benar serius, Mar.." ucapmu lagi, dan aku sedikit terperangah, karena kata-kata ini baru kali ini aku dengar dari kamu.

"oh, ya? dengan siapa?" tanyaku, mencoba untuk antusias.
"sudahlah. Nanti kamu juga tahu..." ucapmu pelan. Yang membuatku menatapmu tak mengerti. Kamu tertunduk dalam tatapanku.
"Oh, ya. Bagaimana dengan kamu?" kamu bertanya kemudian padaku. Setelah kulihat, kamu berusaha menutupi mendung yang tiba-tiba nampak terlintas di wajah tampan mu.

"aku? Kenapa aku?"
"bagaimana kabar hubunganmu dengan teman cowok mu itu?"
"Oh, Hendri.."
Kamu mengangguk.
"Hubungan kami baik-baik saja. Kenapa emangnya?" kataku balik nanya.
"Oh, gak apa-apa.." jawab mu pelan.




Tak lama kemudian kamu pun pamit. Aku masih melihat mendung itu di wajah mu.

Hari berikutnya kamu datang lagi ke rumah. Seperti biasa, aku menyambut mu dengan senyum. Lalu mempersilahkan kamu masuk, tapi kamu lebih memilih untuk duduk di teras depan.
"disini lebih nyaman.." ucapmu beralasan.
"kamu gak kuliah hari ini, Her..?" tanyaku, ketika aku sudah duduk di kursi samping kamu. Setelah tadi aku juga membawakan minuman buatmu.
"Ah, gak. Hari ini aku gak ada jadwal kuliah..."
"oh.."
"kalau kamu..?" tanya mu kemudian.
"aku ada jadwal nanti siang.."

Kamu mengangguk. Dan kucoba lagi menatap wajah tampan  mu itu. Aku masih melihat mendung itu. Kamu tersenyum dalam tatapanku.
"bagaimana kabar cewek itu?" tanyaku memecah keheningan.
"cewek? cewek yang mana?" kamu malah balik nanya dan menatapku heran.
"cewek yang kamu omongkan kemarin, Her. Masa' kamu lupa, sih..." kataku kemudian menjawab keheranan mu. "baru kemarin kamu cerita sama aku, kalau kamu lagi jatuh cinta," sambungku memperjelas. Yang membuat kamu memalingkan wajah, menghindari tatapanku.
"ah, gak jadi...!" kata mu sedikit pelan. "cewek itu sudah punya cowok..." sambungmu lebih pelan lagi. Kamu tertunduk. Aku semakin jelas melihat mendung itu. Ah, benarkah kamu kecewa karena cewek itu sudah punya cowok? Ataukah ada hal lain?
Siang. Kamu pamit. Dan aku masih belum bisa mengerti kemurungan di wajah mu itu.
Ada apa dengan mu?

*****************************

Hampir setahun yang lalu, aku bertemu kamu pertama kali nya di perpustakaan kampus. Waktu itu, aku lagi gak ada mata kuliah. Tapi karena aku suntuk di rumah, aku akhirnya datang juga ke kampus. Tepatnya ke perpustakaan kampus.

Tanpa sengaja, aku bertabrakan dengan kamu. Ketika aku hendak menuju meja baca, setelah aku mendapatkan buku yang aku cari.
"eh, maaf.." kataku saat itu. Untung saja buku yang aku pegang gak jatuh.
"oh, gak apa-apa. Aku yang salah..." ucapmu sambil tersenyum. Dan jujur waktu itu, aku terkesima melihat ketampanan wajahmu, kemanisan senyum dan tubuh mu yang terlihat begitu atletis. Tapi, aku berusaha secepat mungkin bersifat wajar. Ada bayangan lain yang melintas di benak ku. Bayangan yang mungkin melebihi kamu.

Kamu mengulurkan tangan mu, meminta maaf, sekaligus mengajak berkenalan. "namaku Herman, anak sosial." ucapmu. "kalau kamu?" tanya mu melanjutkan.
"oh, iya. Namaku Marisa, panggil saja Imar..." jawabku, sambil menjabat tanganmu. "aku di fakultas hukum..." lanjutku, sambil melepaskan tangan.

Cukup lama kita berbincang di perpustakaan itu. Yang membuatmu jadi sering main ke rumah dan juga menelpon. Setelah kamu, seakan memelas, meminta alamat dan nomor telponku.
Satu bulan, dua bulan, tiga bulan dan seterusnya. Kita mulai akrab. Namun selama itu, pembicaraan kita masih biasa-biasa saja. Kamu tak pernah mempertanyakan tentang status ku, atau hal lain yang berhubungan dengan masalah itu. Kamu lebih sering bercerita tentang pengalaman mu.

Sampai cerita tentang kamu yang lagi jatuh cinta itu menjadi pembicaraanmu. Awalnya aku merasa cukup antusias, medengar cerita cewek incaran mu itu. Tapi beberapa hari kemudian, kamu akan berkata, "ternyata cewek itu, gak punya perasaan apa-apa padaku, Mar..."
Setelah itu, kamu sering tak muncul lagi ke rumah, tidak menelpon dan di kampus pun sulit di temui.
Beberapa minggu kemudian kamu akan datang lagi. Cerita lagi, kalau kamu sedang jatuh cinta. Lalu kalau aku bertanya lagi tentang cewek itu, beberapa hari kemudian, kamu akan bilang kalau kamu bertepuk sebelah tangan.

Akan selalu saja begitu. Sudah teramat sering. Hingga aku tak ingat lagi, kapan terakhir kali nya kamu jatuh cinta.

Hingga suatu hari, kamu datang lagi ke rumah. Dan aku melihat keterkejutanmu, saat kamu melihat aku sedang duduk berdua di ruang tamu dengan seorang  cowok.
"Eh, Herman.." ucapku dalam keterkejutanku akan kehadiranmu yang tiba-tiba. "kenalkan ini Hendri..." lanjutku, setelah mempersilahkan kamu masuk.
"oh, ya. " jawabmu, "saya Herman!" lanjutmu menjabat tangan Hendri.
"saya Hendri, pacar Marisa.." ucapan Hendri yang tegas membuat mu kaget. Aku melihat keheranan di wajah mu, ketika kamu melepaskan tangan mu dari tangan Hendri.
Mungkin karena selama ini, aku memang belum bercerita sama kamu tentang Hendri

"pacar..?!" tanyamu akhirnya. Setelah lama kamu mengernyitkan kening.
"iya!" Hendri menjawab.
"tapi, kamu..."
"oh, maaf, Her." potongku cepat, ketika kulihat ada gelagat tak suka dari mata mu, dan aku tahu, kata-kata mu itu kamu tujukan pada ku. "selama ini aku memang belum sempat cerita sama kamu, kalau aku punya cowok yang kuliah di luar kota.." lanjutku menjelaskan.

Sebenarnya aku yang meminta Hendri untuk pulang dan datang ke rumah ku. Karena aku gak tahu harus bagaimana menjelaskannya ke kamu, bahwa aku udah punya cowok. Kamu belum pernah bertanya tentang itu. Sementara hubungan kita semakin dekat, aku hanya tak ingin kamu berharap banyak.

"kami sudah hampir dua tahun pacaran..." Hendri berbicara lagi, "selama ini kami selalu berhubungan melalui telpon atau pun surel. Dan kalau liburan saya pulang kesini..." lanjut Hendri serius. Dan kamu tertunduk. "oh, ya. Imar sudah sering cerita sama aku tentang kamu." kamu mendongak lagi, mendengar penjelasan Hendri selanjutnya. Kamu menatapku. Kemudian menunduk lagi.

Tak lama kemudian kamu pamit, dan untuk pertama kali nya, hari itu, aku melihat mendung di wajahmu. Entah kenapa?!

***************
Beberapa minggu lamanya kamu menghilang, setelah kejadian hari itu. Kamu tak lagi datang ke rumah. Kamu tak lagi menelpon, dan kalau aku hubungi kamu selalu sibuk. Di kampus pun kamu sulit ditemui.

Aku pun tak memikirkan  kamu lagi. Aku jalani hari ku seperti biasa. Seperti hari-hari yang ku lalui, sebelum aku mengenal kamu. Walau kadang tak bisa aku pungkiri, ada saat dimana aku teringat akan dirimu. Ingat akan pertemanan kita. Aku pun masih menjalani hubungan ku dengan Hendri seperti biasa, saling telpon-telponan. Dan kadang Hendri juga bertanya tentang kamu. Aku mencoba menjelaskan apa adanya. Dan Hendri sangat mengerti.

Dan tiba-tiba kamu muncul agi, setelah hampir tiga bulan kamu menghilang tanpa kabar.
"maafkan aku, Mar.." ucapmu mengawali pembicaraan, yang terasa jadi kaku. "Aku tak memberi mu kabar..." lanjutmu.
Aku terdiam. Aku merasa kamu tak melakukan kesalahan. Tapi aku ngerti, kalau kamu merasa bersalah setelah kamu lama menghilang, tanpa kabar.

Setelah itu seperti biasa, kamu sering main ke rumah lagi. Sering nelpon lagi. Dan kalau di kampus kamu sering menampakkan diri lagi. Semua nya kembali seperti biasa lagi. Dan kebiasaan mu pun datang lagi.
"aku sedang jatuh cinta, Mar..." ucapmu suatu hari, entah untuk yang ke berapa kalinya. Aku sudah terlalu sering mendengarnya. Aku menanggapinya biasa saja.

Lalu seperti biasa, beberapa hari kemudian, kamu akan datang dengan murung dan berkata, "aku salah, Mar. ternyata cewek itu sudah ada yang punya..." alasan yang sama, yang sudah sering aku dengar.
Hari beriktunya, kamu tak lagi datang ke rumah, tidak menelpon. Di kampus pun tak kutemui.
Mungkin karena sudah terbiasa seperti itu, aku tak lagi menanggapi kehadiran maupun kepergian mu yang selalu tiba-tiba. Entah sudah berapa lama kamu menghilang. Aku tak ingat lagi. Namun aku yakin, kamu akan datang lagi. Tiba-tiba!

******************


Sudah dua hari ini, kamu datang lagi ke rumah. Dan ini adalah hari ketiga kamu datang. Setelah cukup lama kamu menghilang tanpa kabar. Kamu datang sore tadi, setelah pulang kuliah.
"aku sudah lelah, Mar..." ucapmu pelan. Mengawali pembicaraan. Seperti biasa, kamu lebih memilih duduk di teras depan. "aku tak sanggup lagi, membohongi diri ku sendiri..." sesaat kamu menarik nafas panjang, lalu melanjutkan, "aku... aku jatuh cinta pada mu, Mar..." tatapan mu tepat menghujam mataku, seperti kata-kata mu yang juga menghujam ke hati ku.

Walau sudah ku duga, tetap saja aku merasa terkejut. Dan aku hanya terdiam tertunduk, tak berani lagi menatap mata tajam mu itu.
"dari awal kita berkenalan, aku tahu, ada perasaan suka hadir di hati ku," kamu melanjutkan, "dan berharap bisa memilikki mu suatu saat kelak, tapi kemudian harapanku akhirnya patah. Setelah aku tahu, kamu sudah punya cowok..."

"maafkan aku, Her..."suaraku terdengar berat.
"oh, tidak! kamu gak salah, Mar.."balas mu cepat. "kamu gak perlu minta maaf. Aku yang salah! aku yang tak bisa membendung hadirnya perasaan itu..." lanjutmu.
"selama ini aku selalu membohongi mu, dengan mengatakan aku jatuh cinta pada gadis lain. Berharap kamu cemburu..." Sekali lagi kamu menarik nafas panjang, "tapi ternyata aku malah semakin tersiksa..." sambung mu lagi, yang membuat aku jadi serba salah.

Aku beranikan diri menatap ke arah mu. Aku melihat kamu menatap lurus ke depan. Mendung itu semakin jelas ku lihat di wajah mu. Seperti senja yang sudah mulai datang. Sekarang aku tahu, apa arti mendung itu.

"sekarang aku tak akan lagi mengganggu mu, Mar..." ucapmu kemudian, sambil tetap menatap ke depan, setelah cukup lama kamu terdiam. "karena aku sadar, kalau kamu terlalu jauh untuk dapat aku gapai..." kata-kata mu membuat aku semakin terenyuh.
Kemudian kamu tertunduk. Keheningan tercipta lagi. Aku tetap tak mampu berkata-kata. Senja pun akhirnya datang dengan utuh. Keremangannya menghiasi alam. Dan kamu akhirnya pamit pulang. Aku masih melihat mendung itu di wajah mu, meski kamu berusaha untuk tersenyum.

Sebelum pamit, kamu menyerahkan selembar kertas pada ku. Selembar kertas berisikan sebuah tulisan yang sempat membuat ku hampir menangis,

Dear Marisa..
Tak pernah terpikir olehku, jika aku harus mencintaimu begitu dalam. Semua itu baru aku sadari, setelah lama kita bersama. Kebersamaan kita, telah mampu membuatku bisa mendefenisikan sikapmu. Kamu orang yang baik, hanya saja terkadang sikapmu yang cuek, membuatku harus menelan ludah pahit dengan getir , setiap aku mengingat asa yang ada dihatiku. Asa untuk memilikki mu...! entah sudah berapa banyak perhatian yang aku berikan padamu dan entah sudah beribu makna yang aku ungkapkan padamu, tapi kamu tak pernah mau bergeming. Kau tetap bertahan dalam sikap diam mu.

Dari sikapmu, terkadang aku harus yakin, jika sebenarnya jauh dilubuk hatimu, kaupun merasakan hal yang sama. Tapi mengapa, kau tetap menutup rapat dirimu, sehingga tak menyisakan sedikit celah dihatimu untuk memberikan ku kesempatan. Aku tak malu mengakui ini semua, karena ini adalah kodrat. Perasaan telah berperan dalam kisah ku ini, yang telah mampu merubah sikapku...

Perlahan aku harus menyadari jika asa ku memang harus berakhir disini. Ketika kusadar kamu semakin jauh dariku.
Pelan ku menghindar, menjauh, bahkan membuang jauh-jauh bayangmu yang kerap muncul disetiap langkah kehidupanku. Namun semuanya hanya meninggalkan perih yang sangat dalam, karena aku tak bisa melupakanmu.

Jujur kuakui, kehadiranmu telah membelenggu jiwaku. Kehadiranmu ibarat pelita bagiku yang kadang membuatku redup seandainya sehari tak temukan dirimu. Namun aku akan kembali bersinar jika kamu membalut hari-hariku dengan tawamu.

Jujurlah padaku, jangan pernah membohongi dirimu sendiri!
Karena kejujuranmu adalah sebuah kepastian bagiku.
Sekarang aku seakan berdiri dalam ketidakpastian dan kebingungan yang terus menerus menghimpit perasaanku.
Kini, aku tak tahu harus melangkah kearah mana. Akupun tak mengerti, hanya kegalauan dan kegundahan yang harus memaksaku tenggelam didalamnya. Sekarang aku hanya bisa menutup rapat hatiku. Menambal celah-celah kecil yang koyak akibat luka yang kau torehkan dihatiku. Mungkin tanpa pernah kau sadari...!!

From,
your friend...

Segelintir perasaan bersalah hadir di hati ku. Melepas kepergian mu. Karena aku yakin, kali ini kamu akan menghilang sangat lama.

Seandainya saja aku tahu, dari awal, kamu punya harapan pada ku. Mungkin dari awal perkenalan kita, aku sudah jujur pada mu. Kalau aku sudah punya pacar. Maafkan aku, Her. Semoga kamu menemukan kebahagiaan mu. Do'a ku.

Senja pun hilang, berganti malam. Seperti kebiasaanmu yang selalu datang dan menghilang. Namun aku tak tahu, kali ini, apa mungkin kita bisa bertemu kembali?!
Suara dering telpon mengagetkan ku. Aku bergegas ke meja telpon. Pasti dari Hendri! Bathinku sedikit lega. 

sekian.. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

Layanan

Translate