Istriku pergi saat aku sedang terpuruk.. (part 4) sahabatku menggantikannya

Semenjak anakku, aznah yang baru berusia empat tahun itu meninggal, kehidupan rumah tanggaku dan Airin benar-benar menjadi kacau.

Aku kehilangan gairah. Aku kehilangan semangat hidup. Begitu juga istriku, Airin.

Airin sekarang jadi jarang berada di rumah. Ia banyak menghabiskan waktunya untuk berkumpul bersama teman-temannya di luar.

Sang Penuai mimpi

Airin benar-benar berubah, ia tak lagi selembut dulu. Kami bahkan sangat jarang berbicara.

Kami takut setiap kata yang keluar hanya akan membangkitkan kenangan kami akan kematian anak kami yang tiba-tiba.

"sampai kapan kamu akan seperti ini, Lif?" suara Bayu sahabatku yang selalu ada menemaniku, bahkan di saat-saat terpahit dalam hidupku.

Aku hanya menatapnya dengan mata yang memerah. Hatiku memang selalu terasa perih.

"setiap orang pernah gagal, Lif. Setiap orang pernah kehilangan sesuatu yang berharga dalam hidupnya. Namun itu bukan alasan untuk mereka berhenti dan menyerah.." Bayu melanjutkan.

"aku tahu ini semua sangat berat bagimu, Lif. Tapi sudah saatnya kamu bangkit lagi, Lif. Memulai lagi semuanya dari awal. Kamu pernah melewati yang lebih menyakitkan dari ini, Lif. Dan saya yakin kamu pasti bisa bangkit.."

Aku hanya menghela napas berat. Aku tak tahu lagi apa yang harus aku lakukan saat ini. Kegagalan demi kegagalan terus menghantui sepanjang perjalanan hidupku.

Aku putus asa.

Hingga akhirnya aku dan Airin memutuskan untuk berpisah. Kami memilih untuk menjalani kehidupan kami masing-masing.

Semua itu kami lakukan, agar kami bisa melupakan tentang kematian anak kami satu-satunya.

Mungkin ini bukan yang terbaik, tapi aku sendiri tidak benar-benar tahu apa yang terbaik untuk hidupku sebenarnya.

"kamu yakin ingin berpisah dari istrimu, Lif?" serak suara Bayu menanyaiku.

"iya, Bay. Karena setiap kali aku melihat istriku hanya rasa sakit yang aku rasakan.." suaraku lirih.

"kami juga memutuskan untuk menjual rumah kami. Dan sekarang aku tidak punya tempat untuk sekedar berteduh.." lanjutku masih dengan nada lirih.

"kamu tahu, Lif. Aku akan selalu ada untuk kamu. Rumahku juga selalu terbuka buat kamu.." balas Bayu ringan.

"tapi saya gak enak sama istri kamu, Bay. Saya gak mungkin tinggal bersama kalian." jawabku.

"jadi apa rencana kamu sekarang?" Bayu bertanya kembali.

"saya gak tahu pasti, Bay. Namun saya akan mencoba mencari rumah kontrakan, untuk sementara.." jawabku lagi.

Aku memang masih bekerja bersama Bayu. Meski akhir-akhir ini aku jarang berada di tempat kerja. Dan beruntunglah Bayu sangat mengerti keadaanku.

Bayu membantuku mencarikan rumah kontrakan, yang berada tidak terlalu jauh dari tempat aku bekerja.

Bayu memang selalu ada untukku. Ia selalu bisa memberikan jalan keluar dari setiap persoalan yang aku hadapi.

Bayu selalu baik padaku. Kadang aku merasa tidak enak hati, harus selalu menerima bantuan darinya.

"itulah gunanya sahabat, Lif. Saling membantu dan saling menguatkan.." begitu selalu alasan Bayu, setiap kali aku membahas tentang segala kebaikannya.

Kadang aku merasa kebaikan Bayu padaku, sedikit berlebihan. Tapi sekali lagi, aku memang selalu membutuhkan Bayu.

Hingga suatu saat, Bayu mendapat sebuah musibah yang cukup tragis.

Istrinya mengalami sebuah kecelakaan dan akhirnya meninggal.

Sebagai sahabat tentu saja aku turut berduka dan berusaha menghibur Bayu.

"sekarang aku bisa merasakan apa yang kamu rasakan selama ini, Lif..." ratap Bayu terdengar pilu.

"sekarang aku bisa merasakan bagaimana rasanya kehilangan orang yang kita sayangi. Sakit, Lif.." lanjutnya.

Aku merasa perihatin melihat kondisi Bayu. Namun ia masih cukup beruntung, anaknya masih bersamanya dan kedua orangtuanya selalu memberi dukungan lebih padanya.

Meski demikian, terlihat sekali kalau Bayu begitu terpukul dengan kematian istrinya.

****

Hari-hari berlalu, tanpa bisa dicegah atau pun dipacu.

Aku dan Bayu sudah mulai pulih kembali. Kami sama-sama saling menguatkan agar bisa bangkit dari segala keterpurukan kami.

Hubunganku dengan Bayu juga terasa semakin erat. Kami sering menghabiskan waktu berdua.

Sebagai dua orang yang sama-sama kesepian, kami memang saling membutuhkan.

Semakin lama kedekatan kami seperti sudah melebihi kedekatan dua orang sahabat.

Aku selalu merasa nyaman saat berada di dekat Bayu. Aku merasa bahagia bisa selalu bersamanya.

Perasaan itu kian hari kian berkembang dan semakin membuatku bingung.

Aku selalu merasakan getar-getar aneh, saat dekat-dekat dengan Bayu.

Tiba-tiba saja wajah Bayu jadi begitu tampan di mataku. Tiba-tiba saja wajah itu selalu menghiasi angan dan mimpiku.

Oh, tidak. Apa yang aku rasakan ini?

Kenapa Bayu selalu jadi buah pikiranku?

Kenapa aku selalu memikirkannya?

Mungkinkah karena selama ini Bayu begitu baik padaku?

Mungkinkah karena selama ini Bayu selalu ada untukku?

Munkinkah karena aku yang telah dua kali ditinggal istriku dan selalu merasa kesepian?

Atau sebenarnya perasaan ini sudah ada sejak lama, bahkan mungkin sejak kami masih sama-sama SMA?

Ahk, aku benar-benar bingung dengan perasaanku saat ini.

*****

Suatu saat, aku dan Bayu merencanakan sebuah perjalanan ke sebuah daerah yang sama-sama belum pernah kami kunjungi.

Hanya kami berdua..

"sekedar untuk melepas penat, karena telah lelah bekerja beberapa bulan ini.." begitu alasan Bayu, dalam rangka usahanya untuk mengajakku.

Aku pun akhirnya setuju. Dan kami pun berangkat dengan menggunakan mobil Bayu.

Selama perjalanan Bayu terus bercerita tentang kisah-kisah kami di masa SMA dulu.

Kami menginap di sebuah hotel, sebelum esoknya kami merencanakan perjalanan kami di sebuah pantai.

Malam itu, sebelum tidur Bayu kembali mengajakku ngobrol, sambil berbaring di ranjang.

"dulu, aku sangat mengagumi kamu, Lif.." ucap Bayu di sela-sela ceritanya.

"hingga sekarang.." lanjutnya pelan.

Aku melirik Bayu. Aku ingat dulu Bayu pernah cerita kalau aku salah satu inspirasinya untuk belajar, hingga ia bisa lulus kuliah di luar negeri.

Aku pikir Bayu mengagumiku karena aku memang termasuk anak yang pintar ketika sekolah dulu.

"aku mengagumi kamu, Lif. Bukan saja karena kamu pintar, tapi juga karena kamu selalu terlihat keren. Kamu tampan dan terlihat macho. Kadang aku iri sama kamu, yang disukai banyak orang dan begitu mudah mendapatkan pacar."

Tiba-tiba Bayu terdengar menarik napas dalam.

"saya mau jujur sama kamu, Lif." ucapnya pelan.

"sebenarnya sudah sejak SMA aku suka sama kamu, Lif." suara Bayu masih pelan, namun mampu membuatku sedikit kaget dengan kalimatnya barusan.

"aku suka sama kamu dengan segala kelebihanmu itu, Lif. Dan diam-diam aku jatuh cinta sama kamu.." Bayu terus melanjutkan kalimatnya.

"namun kemudian aku sadar, bahwa apa yang aku rasakan padamu, adalah sebuah kesalahan. Karena itu setelah lulus SMA, aku pun memutuskan untuk menerima tawaran papa, untuk aku kuliah di luar negeri."

"aku berharap dengan tidak pernah bertemu kamu lagi, segala rasa cintaku padamu akan ikut sirna."

"namun aku salah, setiap hari yang ada dalam anganku hanyalah dirimu, Lif. Dan ketika akhirnya kita bisa bertemu lagi tanpa sengaja, perasaan itu kian kuat aku rasakan."

"namun aku selalu berusaha memendamnya sekuat mungkin. Apa lagi ketika kita bertemu kembali, saat itu aku sudah ditunangkan dan kamu sendiri juga sudah menikah dan memiliki anak."

"aku mencoba mengabaikan segala perasaanku padamu. Berusaha menganggap kamu hanyalah seorang sahabat.."

Bayu mengakhiri kalimatnya dengan sebuah helaan napas berat.

Aku terdiam. Benar-benar terdiam. Aku tidak tahu, apa yang harus yang aku katakan saat itu.

Tapi yang pasti segala kejujuran Bayu barusan, benar-benar membuatku tergugah.

"lalu mengapa saat itu, kamu malah menjodohkanku dengan Airin?" tanyaku akhirnya, setelah kami terdiam beberapa menit.

"sejujurnya setiap hari aku selalu berusaha untuk bisa memupus segala harapanku padamu, Lif. Aku tidak ingin kamu tahu, tentang bagaimana perasaanku padamu. Aku hanya ingin kamu bahagia, meski kadang aku harus menelan kepahitan karenanya.." suara Bayu terdengar serak.

Aku menarik napas berat. Aku benar-benar tidak tahu apa yang aku rasakan saat ini.

Aku memang merasa nyaman saat bersama Bayu. Aku merasa bahagia saat bersamanya.

Tapi apakah itu cinta?

"aku minta maaf, Lif. Karena telah jatuh cinta padamu. Hal ini tentu saja akan merusak persahabatan kita. Tapi aku tidak mampu lagi memendamnya. Aku tidak ingin kehilangan kesempatan untuk mengungkap ini semua padamu, Lif."

"setelah bertahun-tahun aku berusaha memendamnya. Maafkan aku untuk semuanya.." lirih suara bayu, yang membuatku merasa tersentuh.

"lalu sekarang, kamu mau aku bagaimana, Bay?" tanyaku kemudian.

"aku mengatakan ini hanya sekedar ingin kamu tahu, Lif. Aku mengatakan ini, hanya untuk membuat hatiku menjadi lega, karena sudah jujur padamu. Meski sejujurnya aku juga berharap, kamu bisa mencintaiku dan kita bisa menjalin hubungan yang lebih erat dari sekedar sebuah persahabatan.." jawab Bayu.

"maksud kamu, kamu ingin kita pacaran?" tanyaku terdengar lugu.

"begitulah tepatnya, Lif. Tapi aku tidak akan memaksa kamu. Semua terserah padamu, Lif. Namun yang pasti, aku sangat mencintamu dan berharap bisa memilikimu lebih dari sekedar sahabat..." jawab Bayu lagi.

Sekali lagi aku menarik napas dalam.

"sebenarnya.... sebenarnya... akhir-akhir ini aku memang sering memikirkan kedekatan kita, Bay. Aku memang mulai merasa nyaman saat bersama kamu. Aku juga sering berkhayal tentang kamu. Tapi aku sendiri tidak yakin, apa yang sebenarnya aku rasakan.."

"selama ini kamu begitu baik padaku, Bay. Kamu selalu ada untukku. Hal itulah yang akhirnya menyadarkanku bahwa sebenarnya aku sangat membutuhkanmu, bahkan mungkin lebih dari sekedar sahabat.." ucapku kemudian dengan nada sedikit terbata.

Bayu tiba-tiba duduk dari rebahannya, kemudian ia menatapku dengan pandangan yang sulit aku pahami.

Tapi yang pasti mata itu terlihat begitu indah. Apa lagi Bayu menatapku dengan mengembangkan senyumnya. Senyum yang tiba-tiba terlihat begitu manis di mataku.

Ahk, mengapa semua harus seperti ini?

Setelah semua yang terjadi dalam perjalanan hidupku yang panjang. Sekarang aku justru terjebak dalam cinta pada sahabatku sendiri.

Mungkin kebersamaan kami selama ini dan segala kebaikan Bayu padaku telah mampu mengubah perasaanku yang sesungguhnya.

Atau mungkin inilah aku yang sebenarnya?

Aku memejamkan mataku beberapa saat, membayangkan hari-hari yang telah aku lewati.

Tak pernah aku sangka, setelah kegagalan demi kegagalan yang aku lalui dengan para mantan istri-istriku, justru sekarang aku jadi tertarik dengan laki-laki.

Sebenarnya aku cukup dilema.

Antara menerima ajakan Bayu untuk menjalin hubungan asmara dengannya atau berusaha menghindar dari pesona Bayu yang terus saja membayangiku.

Aku tahu, aku tidak bisa begitu saja menghindar dari Bayu. Biar bagaimana pun hingga saat ini aku masih bekerja bersama Bayu.

Dan harus aku akui, kalau Bayu adalah satu-satunya orang yang paling dekat denganku saat ini.

Selain Bayu, aku memang tidak punya siapa-siapa lagi di sini.

Kecuali kak Ning, kakakku satu-satunya yang masih tinggal di kampung. Namun kehidupannya tidaklah cukup baik, aku bahkan sering mengiriminya uang untuk membantu kehidupannya.

Jika aku harus melepaskan Bayu dan memilih jalanku sendiri, itu artinya aku harus siap kehilangan segalanya.

Aku tidak ingin terpuruk lagi. Aku tidak ingin merasakan lagi pahitnya sebuah penderitaan.

Jika dengan menerima ajakan Bayu bisa menyelamatkan hidupku, tak ada salahnya aku memberi Bayu kesempatan.

Dan lagi pula sebenarnya perasaanku pada Bayu, juga sudah mulai berkembang.

Hanya saja aku takut, jika kami menjalin hubungan asmara, lalu bagaimana masa depan kami?

Mungkinkah kami akan tinggal serumah layaknya kehidupan sepasang suami istri?

Lalu bagaimana dengan anak-anak kami?

Berbagai pertanyaan terus menghantui pikiranku.

Namun pada akhirnya aku hanya bisa pasrah. Membiarkan perjalanan nasib membawaku pada sebuah kenyataan.

Kenyataan bahwa aku dan Bayu memang sudah ditakdirkan untuk tetap bersama.

Semoga saja ini adalah yang terbaik.

Dan aku sadar, bahwa ini bukanlah akhir dari perjalanan hidupku.

Akan begitu banyak peristiwa yang akan terus terjadi sepanjang perjalanan hidupku ke depannya.

Semoga saja aku selalu kuat menghadapinya.

Ya, semoga saja..

****

Sekian...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

Layanan

Translate