Saat aku sedang mabuk ...

Untuk kesekian kalinya, aku menghempaskan napas berat. Rasanya ini semua sangat berat bagiku.

Aku ingin menyerah, aku ingin berhenti.

Tapi waktu terus berputar, hidup akan terus berjalan. Tak peduli kita siap atau tidak.

Bayangan peristiwa menyakitkan itu, melintas kembali di benakku. Walau aku sudah berusaha untuk melupakan semuanya. Tapi tetap saja, semua itu terlalu berat untuk aku lupakan.

Beberapa tahun silam, aku berkenalan, dekat dan jatuh cinta kepada seorang gadis manis bernama Dinda.

Setelah lebih setahun pacaran, kami pun menikah.

 

Cerita gay sang penuai mimpi

Dinda seorang guru, meski masih berstatus honorer. Sedangkan aku sendiri bekerja di sebuah perusahaan swasta, sebagai seorang karyawan biasa.

Kehidupan kami secara ekonomi boleh dibilang cukup sederhana. Kami merasa bahagia, meski kami masih tinggal di rumah kontrakan.

Hingga anak pertama kami pun lahir. Seorang anak laki-laki. Kebahagiaan kami pun semakian terasa lengkap.

Hari-hari berlalu seperti biasa. Aku menjalankan kewajibanku sebagai seorang suami dan juga seorang ayah tentunya. Demikian juga Dinda, sebagai seorang istri dan Ibu, Dinda cukup perhatian dan penuh kasih sayang.

Rumah tangga kami baik-baik saja, tidak pernah ada masalah yang terlalu berarti.

Kebutuhan biologis kami juga terpenuhi dengan baik.

Tapi, setelah hampir empat tahun, usia pernikahan kami. Tiba-tiba sebuah peristiwa hebat menggoncang keutuhan rumah tangga kami.

Tak pernah kusangka sebelumnya, kalau ternyata Dinda telah mengkhianatiku.

Ternyata diam-diam istriku sudah punya selingkuhan. Seorang rekan kerja sesama gurunya.

Dan yang lebih parah lagi, laki-laki selingkuhannya itu juga sudah punya istri dan anak.

Aku tak sengaja memergoki mereka saat sedang berduaan di rumah.

Peristiwa tersebut tentu saja mengguncang semuanya, terutama jiwaku sebagai seorang suami.

Terlalu berat rasanya untuk menceritakan kembali peristiwa itu. Terlalu menyakitkan bagiku.

Namun yang pasti, aku telah menceraikan istriku. Dan aku membawa serta anakku dari rumah kontrakkan itu.

Aku tinggal untuk sementara di rumah orangtuaku, yang merasa turut perihatin atas peristiwa yang aku alami.

Hari-hariku jadi terasa gelap. Aku seperti kehilangan separoh napasku.

Biar bagaimana pun aku sangat mencintai istriku, namun perbuatannya sungguh sudah tidak bisa dimaafkan lagi.

Karena frustasi, aku jadi sering menghabiskan malam-malamku dengan minum minuman keras bersama beberapa orang teman.

Aku jadi sering masuk bar, dan keluar dalam keadaan mabuk parah.

Pernah pada suatu malam, aku minum terlalu banyak, hingga aku benar-benar mabuk dan tak sadarkan diri.

Saat terbangun dan setengah sadar aku sudah berada di dalam sebuah kamar hotel.

Aku dalam keadaan setengah telanjang, dan di sampingku terbaring seorang pria masih muda. Pria itu juga dalam keadaan tanpa baju. Ia terlihat tertidur pulas.

Aku coba berusaha mengingat peristiwa yang aku lalui malam itu.

Terlintas kembali di pikiranku, saat seeorang coba membawaku keluar dari bar, lalu membawaku masuk ke dalam sebuah mobil.

Tak lama kemudian, orang itu membawaku masuk ke dalam sebuah gedung. Menurut perkiraanku, gedung itu, adalah sebuah hotel.

Lalu kemudian pria tersebut, melucuti pakaianku satu persatu.

Aku hanya pasrah tak berdaya. Sampai akhirnya aku merasakan tubuhku melayang. Ada sebuah sensasi keindahan yang aku rasakan.

Sebuah keindahan yang sudah sangat lama tidak aku rasakan, semenjak aku bercerai dengan istriku.

Semakin lama aku semakin terasa melayang. Pria itu terus berada diatasku, dengan penuh senyuman.

Aku merasakan keindahan itu sungguh luar biasa, meski aku hanya terbaring pasrah.

Sampai akhirnya, aku benar-benar terkulai lemas tak berdaya. Hingga akhirnya aku pun tertidur pulas.

Aku menatap pria yang tertidur di sampingku. Pria itu berwajah manis, dengan tubuh yang berotot kekar.

Karena merasa masih sangat mengantuk, aku mencoba memejamkan mata kembali, dan tertidur lagi.

Saat terbangun lagi beberapa saat kemudian, aku melihat pria tadi sudah berpakaian rapi sehabis mandi.

"kamu siapa?" tanyaku penasaran.

"aku Hendrik, bang. Aku yang bawa abang kesini." jelas pria itu.

"tadinya aku ingin antar abang pulang ke rumah, tapi kondisis abang sangat parah. Jadi aku membawa abang kesini.." lanjut pria itu menjelaskan.

"lalu apa yang kamu lakukan sama saya?" tanyaku lagi.

Dalam pikiranku terlintas kembali peristiwa semalam bersama pria kekar itu.

"maaf, bang. Aku gak bisa menahan diri. Habisnya abang ganteng, sih. Dan juga sangat atletis. Aku jadi terbawa suasana.." jawab Hendrik, sambil tertunduk.

"maksud kamu? Kita...?" tanyaku lagi, dengan menggerakkan tanganku seperti dua paruh burung yang sedang berlaga.

"iya, bang. Dan sepertinya abang juga menikmatinya.." balas Hendrik terdengar lugu.

Aku menghempaskan napas berat. Aku hampir tak percaya dengan apa yang aku dengar.

Bagaimana mungkin aku bisa melakukan hal tersebut?

Sebegitu frustasikah aku? Hingga bisa menikmati hal itu?

Kepala terasa pusing tiba-tiba. Aku memijat kepalaku sendiri beberapa kali.

Lalu kemudian, segera bangkit dan berjalan menuju kamar mandi.

*********

Hari-hari berikutnya, pikiranku justru dihantui oleh peristiwa manisku bersama Hendrik.

Entah mengapa bayangan itu selalu melintas.

Awalnya aku merasa marah pada Hendrik, karena telah memanfaatkan kesempatan itu.

Namun lama-kelamaan aku justru merasa menginginkannya kembali.

Untuk itu, aku mencoba menghubungi Hendrik kembali.

Kami minum bersama di sebuah bar, tempat biasa aku nongkrong.

Setelah setengah mabuk, kami pun sepakat untuk pindah ke sebuah hotel yang berada tidak begitu jauh dari bar tersebut.

Malam itu, aku membiarkan Hendrik, melakukan keinginannya padaku. Aku bahkan sangat menikmatinya.

Berkali-kali aku dan Hendrik melakukan pendakian bersama. Hendrik cukup pandai membuatku terbuai. Rasanya memang beda. Sensasi yang aku rasakan jauh berbeda dan lebih indah dari pada saat aku bersama istriku dulu.

Aku merasa seperti menemukan sesuatu yang baru. Aku merasa seperti menemukan sisi lain dari diriku yang selama ini aku pendam.

Kehadiran Hendrik benar-benar merubah diriku.

Dan sejak saat itu, aku dan Hendrik jadi semakin sering bertemu. Kami jadi semakin sering melakukannya.

Kini hari-hariku jadi terasa berbeda. Entah mengapa aku merasa bahagia bersama Hendrik.

Kami bahkan sekarang, tidak perlu minum-minum dulu, untuk melakukan hal tersebut.

Hubunganku dan Hendrik, semakin serius. Perlahan rasa sayang pun hadir di hatiku untuk Hendrik. Aku mulai menyukainya. Bukan lagi sekedar pelepas dahaga bagiku.

Hendrik orang yang baik dan juga sabar.

Dia ternyata seorang koki di sebuah restoran terkenal. Penghasilannya pun lumayan, hingga ia sudah bisa membeli rumah sendiri.

Hendrik sering mengajakku main di rumahnya. Rumah yang sederhana namun cukup nyaman.

"Setelah lulus kuliah lima tahun lalu, aku pun merantau ke kota ini, bang. Kebetulan aku memang sudah diterima kerja di sebuah restoran. Orangtua dan keluargaku semuanya ada di kampung, jadi aku hanya tinggal sendirian disini.." jelas Hendrik, saat pertama kali ia mengajakku ke rumahnya.

Sekarang Hendrik memang sudah berusia hampir kepala tiga, sedangkan aku sendiri sudah berusia 38 tahun.

Jarak usia kami, tidak menjadi penghalang bagi kami untuk tetap saling tertarik.

Aku pun menceritakan semua peristiwa yang terjadi dalam hidupku pada Hendrik.

"jadi sekarang anak abang dimana?" tanya Hendrik.

"dia bersama orangtuaku. Aku juga tinggal disana sebenarnya, namun aku memang jarang pulang. Aku lebih sering menghabiskan waktu di luar. Pulang kerja, aku langsung menuju bar untuk minum-minum." aku menjelaskan lagi.

"abang mau gak? Janji untuk gak minum-minum lagi.." ujar Hendrik tiba-tiba, saat kami terdiam beberapa saat.

Hari itu hari minggu, aku sengaja bertamu ke rumah Hendrik. Selain merasa kangen, aku juga sebenarnya merasa sangat nyaman saat bersama Hendrik.

"kamu sendiri kenapa suka minum-minum?" tanyaku seakan mengabaikan ucapannya.

"sebenarnya aku gak suka minum, bang. Cuma saat itu, sudah beberapa malam, aku sering melihat abang keluar masuk bar tersebut. Restoran tempat aku bekerja tidak jauh dari situ, bang. Jadi kalau pulang aku selalu lewat situ."

"setiap malam aku melihat abang keluar dalam keadaan mabuk parah. Hingga suatu malam, aku nekat masuk ke dalam, dan melihat abang lagi minum sendirian. Aku yakin, abang pasti sedang bermasalah. Tapi aku tidak berani untuk mendekat."

"hingga akhirnya, abang pun tak sadarkan diri karena terlalu mabuk. Saat itulah, aku menghampiri abang dan membawa abang keluar dari situ. Hingga peristiwa di hotel itu terjadi.." ucap Hendrik menjelaskan.

"tapi selanjutnya kamu juga ikut minum sama saya?" tanyaku lagi.

"iya. Itu karena saya mencoba menghargai abang. Dan lagi pula, jujur ya, bang. Sejak peristiwa pertama kali kita di hotel itu, aku semakin tertarik pada abang. Jadi jika dengan minum-minum bersama abang, bisa membuat kita menjadi dekat, aku pun menurutinya." Hendrik menarik napas sejenak.

"lagi pula, sehabis minum, aku juga akan mendapat jatah dari abang. Sesuatu yang sangat aku dambakan, semenjak pertama kali kita melakukannya. Dan lama-kelamaan aku menjadi sayang sama abang.." lanjut Hendrik kembali, yang membuatku menjadi tak menentu.

"aku juga sayang sama kamu, Hend.." ucapku tanpa sadar. Tapi aku merasa lega mengungkapkannya, karena memang itu yang aku rasakan saat ini.

"aku ingin kita menjalin hubungan yang lebih serius, bang. Tapi abang harus janji untuk tidak minum-minum lagi. Aku akan berusaha menjadi yang terbaik abang. Dan mengobati semua luka di hati abang.."

ucapan Hendrik itu, benar-benar membuatku tersanjung.

Meski aku sadar, hubungan kami tidak akan mendapat restu dari siapapun. Tapi kami saling menyayangi, dan hal itu tentu saja membuat kami bahagia.

Tak penting orang lain setuju atau tidak, yang penting kami bahagia dengan hubungan kami.

Dan itu sudah cukup bagiku.

Rasa perih karena dikhianati istriku, kini mulai menghilang. Kehadiran Hendrik, benar-benar membuat aku bahagia.

Hendrik mampu memberiku sesuatu yang luar biasa. Dan aku tidak akan pernah menyia-nyiakannya.

Meski tak sempurna, cinta ini terasa begitu indah bagiku.

Aku ingin selamanya bersama Hendrik. Dan aku yakin, Hendrik tidak akan pernah mengkhianatiku.

Kami pun saling mendekap erat, menyatu dalam cinta yang indah.

****

Sekian ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

Layanan

Translate