Kisah cowok BO (part 3) di BO sang aktor tampan

Hari berganti, detak jam terasa begitu lambat bagiku.

Aku ingin semua ini segera berlalu. Aku merasa lelah dengan semua ini. Aku rapuh.

Rasanya aku sudah tidak sanggup lagi menjalani semua ini.

Tapi... saat ini Ibu dan adikku sangat membutuhkanku. Aku satu-satunya harapan mereka.

Apa lagi mengingat kondisi Ibu saat ini. Penyakit beliau semakin parah.

Meski pun Ibu masih rutin melakukan cuci darah dua kali seminggu, namun itu tidak menjamin jika beliau akan sembuh kembali. Jalan satu-satunya ya hanya operasi.

Sementara saat ini, uang yang aku kumpulkan masih jauh dari cukup untuk biaya operasi Ibu.

Aku masih harus tetap bekerja keras, untuk bisa mendapatkan uang untuk biaya operasi Ibu.

Dan satu-satunya pekerjaan yang bisa aku lakukan saat ini, hanyalah menjadi seorang cowok BO.

Sudah sejak pagi, aku menunggu panggilan dari pelanggan. Namun hingga sore ini, tidak ada satu pun pesan yang masuk ke ponsel ku.

Jika aku tidak mendapatkan pelanggan malam ini, maka aku akan semakin membutuhkan banyak waktu untuk mengumpulkan uang.

Harapanku semakin sirna, saat hari sudah menjelang malam. Aku masih belum juga mendapatkan pelanggan.

Untuk menghibur diri, aku mencoba berkeliling sambil berjalan kaki. Saat akhirnya ketika jam sudah hampir pukul delapan malam. Sebuah pesan masuk ke ponsel ku.

Sebuah pesan dari calon pelanggan. Tanpa identitas. Orang tersebut hanya memintaku datang ke sebuah hotel, dan menjanjikan bayaran yang cukup besar.

Dengan sedikit ragu, aku mencoba menerima tawaran tersebut. Aku segera mencari ojek online untuk menuju hotel yang telah disebutkan calon pelanggan ku tersebut.

Dan ini adalah kisah ku bersama pelanggan ketiga ku.

Bagaimanakah kisah ku kali ini?

Simak kisah ini sampai selesai ya..

Terima kasih banyak kepada seluruh subscriber setia saya, terima kasih atas segala masukan, saran, motivasi dan dukungannya selama ini.

Terkhusus untuk pelanggan channel ini, terima kasih sudah berlangganan. Semoga kalian semua selalu berbahagia.

Bagi yang ingin berlanggagan dan bergabung bersama channel ini silahkan klik tombol gabung di bawah ini, atau bisa juga di deskripsi video ini.

Dapatkan berbagai keuntungan istimewa dengan berlangganan channel ini, diantaranya kalian bisa mendapatkan nomor whatsapp khusus dari kami, untuk bisa berkomunikasi langsung dengan admin.

Sekali lagi terima kasih dan selamat menikmati, semoga terhibur...

****

Aku memasuki sebuah kamar hotel mewah. Mungkin dibandingkan dengan dua pelanggan ku sebelumnya, hotel ini lebih mewah dan sangat nyaman.

Selain suasananya yang cukup sepi, hotel ini juga menyediakan berbagai fasilitas yang sangat lengkap. Kamarnya juga sangat luas.

Namun terlepas dari itu semua, ada seorang laki-laki tampan yang menyambutku dengan senyumnya yang ramah.

Kami berjabat tangan, "apa kabar?" tanya laki-laki itu sopan.

"baik, mas.." jawabku ringan.

Laki-laki jangkung itu pun mengajakku untuk duduk di kursi tamu dalam kamar hotel tersebut.

Di sana ia sudah menyediakan beberapa makanan ringan dan juga beberapa minuman.

Dan satu hal yang menjadi pertanyaanku sejak awal melihat laki-laki tersebut ialah aku merasa sangat tidak asing dengan wajah laki-laki tersebut.

Namun aku tidak berani bertanya lebih lanjut.

"kamu kenapa melihat saya seperti itu?" tanya laki-laki itu kemudian, saat kami sudah duduk saling berhadapan.

"gak kenapa-kenapa, mas. Saya hanya merasa kalau wajah mas sudah sangat familiar bagi saya.." jawabku mencoba jujur.

"kamu benaran gak tahu saya?" tanya laki-laki itu lagi.

"kalau kenal sih gak mas. Tapi .... bukannya mas yang aktor itu ya...? Atau hanya mirip aja ya?" tanyaku akhirnya dengan nada ragu-ragu.

Wajah laki-laki itu memang sangat mirip sekali dengan seorang aktor yang menurutku cukup terkenal. Meski aku tidak begitu suka menonton, apa lagi menonton entertainment.

Tapi aku yakin, kalau laki-laki di hadapanku saat ini adalah seorang aktor terkenal.

Wajahnya sering muncul di televisi mau pun media sosial. Karena itu juga aku merasa tidak asing dengan wajah tersebut.

"iya. Saya Shandy. Pemain film dan juga membintangi beberapa iklan.." jawab laki-laki itu terdengar santai.

Dan itu tepat sekali seperti yang aku duga. Laki-laki yang bersama ku saat ini, memang seorang aktor yang terkenal dengan nama Shandy Purnawan.

Aku merasa sangat tersanjung bisa bertemu langsung dengan seorang aktor. Meski aku tidak punya aktor atau pun aktris favorit. Aku memang tidak terlalu suka dengan dunia hiburan seperti itu.

Tapi bisa berduaan dengan seorang aktor di dalam sebuah kamar hotel, tentunya punya kebanggaan tersendiri bagiku.

"makanya tadi saya tidak menyebutkan identitas saya. Saya hanya akan menyewa orang yang tentu saja bisa menjaga rahasia..." laki-laki itu, mas Shandy, melanjutkan ucapannya.

Meski pun jujur saja ada rasa bangga dalam hatiku, namun aku mencoba bersikap biasa saja.

Aku hanya tidak menyangka sama sekali, kalau seorang aktor setampan mas Shandy adalah seorang laki-laki penyuka sesama jenis.

"kamu pasti tidak menyangka kan, kalau saya adalah seorang gay?" tanya mas Shandy kemudian, melihat saya yang hanya terdiam. Ia seperti mencoba menebak apa yang sedang saya pikirkan tentangnya.

"iya, mas. Itu makanya tadi, saya sempat ragu, kalau mas adalah mas Shandy sang aktor tersebut.." balasku akhirnya.

"kita gak usah bahas soal itu sekarang ya.. Malam ini saya hanya ingin hepi-hepi aja, menikmati hidup dengan cara saya sendiri." ucap mas Shandy lagi, sambil ia meneguk botol minumannya.

"iya, mas. Saya juga gak terlalu peduli dengan hal itu. Saya hanya ingin mendapatkan uang.." balasku.

"baguslah. Yang penting kamu bisa jaga rahasia. Dan kita bermain aman aja.." balas mas Shandy ringan.

"tapi ngomong-ngomong, kenapa kamu harus jadi cowok BO? Padahal saya lihat di profil kamu, kamu itu bukan cowok gay.." tanya mas Shandy kemudian, setelah beberapa saat kami saling terdiam.

Dengan sedikit berat aku pun menceritakan dengan singkat kenapa aku harus menjadi seorang cowok BO. Mas Shandy terlihat serius mendengarkan aku bercerita.

"lalu bagaimana dengan mas Shandy sendiri? Sejak kapan mas Shandy menyukai seorang cowok?" tanyaku selanjutnya, sekedar ingin tahu.

"panjang ceritanya, Zal. Tapi yang pasti, aku tidak pernah ingin terlahir seperti ini.." balas mas Shandy, wajahnya tiba-tiba muram.

"dulu aku sebenanrya adalah laki-laki normal. Setidaknya aku pernah merasakan jatuh cinta pada seorang perempuan. Bahkan aku pernah pacaran beberapa kali dengan perempuan yang aku sukai." mas Shandy memulai ceritanya.

"namun saat aku melakukan sebuah casting, untuk mendapatkan peran utama dalam sebuah film, aku terjebak. Seorang produser menawarkanku sebuah peran utama, dengan syarat aku harus memenuhi keinginannya." lanjut mas Shandy bercerita.

"produser itu meminta aku untuk memenuhi hasratnya yang menyimpang..." mas Shandy menghela napas berat, seperti ingin melepaskan sebuah beban yang berat dalam hatinya.

"awalnya aku ingin menolak, namun karena aku sangat membutuhkan peran tersebut, untuk menunjang karir ku sebagai aktor pendatang baru di dunia hiburan, aku akhirnya dengan sangat terpaksa menerima tawaran produser tersebut."

"beberapa kali produser itu memintaku untuk memenuhi keinginannya, dan seperti yang ia janjikan, aku pun mendapatkan peran utama pertama ku. Namun tidak cukup hanya sampai di situ, produser tersebut terus memintaku untuk memenuhi keinginannya, dan berjanji akan terus memberikan peran utama pada setiap film yang dia produksi."

"bahkan produser tersebut juga memperkenalkan ku pada beberapa orang teman-temannya yang punya selera yang sama dengannya. Dan aku dengan terpaksa harus menerima semuanya."

"hal itu terus terjadi selama bertahun-tahun. Meski pun akhirnya karir ku pun meningkat berkat hal tersebut. Tapi hati kecil ku tetap merasa tidak bisa menerima semuanya."

Mas Shandy meneguk minumannya kembali, sesaat ia memejamkan mata sambil menarik napas dalam.

"namun sesuatu yang dilakukan terus menerus itu ternyata, mampu mengubah selera ku dalam berhubungn. Aku sepertinya jadi ktagihan akan hal tersebut. Hingga aku merasa kalau hal itu sudah menjadi kebutuhan bagiku."

"aku memang masih tertarik pada perempuan, namun terkadang ada keinginan muncul dalam diriku untuk terus merasakan hal tersebut dengan seorang laki-laki. Dan itulah yang aku alami sampai saat ini."

Mas Shandy mengakhiri ceritanya.

Setelah bercerita cukup panjang lebar, kami pun akhirnya sepakat untuk memulai 'pergelaran' kami malam itu.

Sebuah pergelaran yang membuatku cukup terkesan. Bukan saja karena mas Shandy adalah seorang aktor, tapi juga karena ia sangat mahir dalam hal tersebut.

Dan aku berusaha memberi kesan yang indah kepada mas Shandy. Membuatnya merasa kalau ia tak sia-sia membayarku mahal.

Aku melihat senyum mas Shandy mengembang malam itu. Senyum yang penuh makna..

****

Keesokan paginya, sesuai yang ia janjikan, mas Shandy pun memberi aku tip yang sangat banyak.

"mudah-mudahan ini bisa membantu untuk menambah biaya operasi ibu mu.." begitu ucap mas Shandy, saat ia selesai mentrasfer uang tersebut ke rekening ku.

"terima kasih banyak, mas Shandy.." balasku ringan.

"aku yang harus berterima kasih sama kamu, Zal. Terima kasih untuk keindahan yang telah engkau berikan tadi malam. Kamu hebat.." bisik mas Shandy, sambil ia mengecup keningku lembut.

"sama-sama, mas... Mas Shandy juga hebat.." balasku sambil tersenyum manis.

Setelah berucap demikian, aku pun segera pamit. Aku harus segera ke kampus.

Diperjalanan aku sempatkan untuk menanyakan kabar ibu ku kepada adik ku. Aku memang selalu beralasan, kalau aku tidak bisa pulang karena harus kerja lembur dan harus tidur di tempat kerja ku.

Kepada ibu dan adikku, aku memang mengatakan kalau aku bekerja di sebuah kafe yang buka 24 jam.

Karena itu, aku selalu tidak bisa pulang ke rumah setiap malamnya.

Aku tidak tahu, entah sampai kapan kebohongan ini akan terus berlanjut. Aku tahu, aku salah. Jalan yang aku pilih adalah sebuah kesalahan. Tapi tidak banyak pilihan untuk orang-orang seperti ku.

Aku hanya ingin mengumpulkan untuk biaya operasi ibu ku, meski dengan cara yang aku sendiri tidak menginginkannya.

Aku hanya berharap, semoga semua ini cepat berlalu. Dan aku hanya berharap, semoga aku bisa secepatnya mengumpulkan uang untuk biaya operasi ibu.

Aku tidak ingin selamanya seperti ini, terjebak pada yang namanya kehidupan.

*****

Bersambung ...

Teman SMA ku yang hetero

Aku selalu merasa tertarik dengan cerita, film atau pun novel-novel yang bertema tentang cinta yang tak terucap. Karena hal tersebut sering aku alami pada laki-laki hetero yang aku temui dalam kehidupanku.

Aku sering mengalami cinta yang tak terucap, karena gak mungkin kan aku mengungkapkan cinta ada teman pria ku, apa kata dunia???

Apa lagi aku tumbuh sebagai pribadi yang cukup tertutup. Aku seperti memiliki dunia ku sendiri, tanpa satu orang pun memahami riak yang bergejolak deras di hatiku.

Dan aku hanya menjadi penonton saja. Pecundang sejati lebih tepat di alamat kan padaku.

Namun itu lah cinta, tak peduli apapun label yang melekat padanya, ia tetap indah terukir di sanubari.

Dan inilah kisah cinta tak terucapku, yang aku alami saat aku SMA dulu.

Bagaimanakah kisah ku kali ini?

Simak cerita ini sampai selesai ya..

Terima kasih sudah mampir, terima kasih sudah subscribe, udah like, udah komen and udah share.

Terima kasih banyak kepada seluruh subscriber setia saya, yang selalu setia, terima kasih atas segala dukungan, motivasi, saran dan masukannya selama ini

Terkhusus buat pelanggan channel ini, terima kasih sudah berlangganan, semoga silahturrahmi di antara kita semakin terjalin erat.

Dan tak lupa pula saya ingatkan kembali, untuk berlangganan atau pun bergabung bersama channel ini, untuk mendapatkan keuntungan istimewa dari kami, salah satunya ialah dengan mendapatkan nomor whatsapp khusus dari kami dan berbagai fitur menarik lainnya.

Terima kasih.

Selamat menikmati, dan semoga terhibur..

Salam sayang untuk kalian semua..

****

Namanya Zuldharma. Biasa di panggil Dharma. Seorang laki-laki tampan, dengan tubuh sedikit kurus, tinggi dan berhidung mancung.

Aku bertemu Dharma tidaklah sengaja ketika ingin mendaftarkan diri ke SMA favoritku. Aku menatap dari ujung kaki sampai ke muka tirusnya yang mempesona. Aku silau, aku galau.

Ku coba bersikap biasa, tanpa bertanya, pura-pura buang muka, lalu mencuri-curi pandang. Itulah cinta pada pandangan pertama.

Alamak! Aku mabuk dibuatnya. Tapi apalah daya, aku juga berkelamin sama dengannya. Kesadaran manamparku keras, namun aku enggan sadar, aku masih ingin mabuk.

Mungkin aku lagi mabuk jeruk, sehingga warna langit kala itu orange semua. Cerah sekali!

Begitu dahsyatnya pesona seorang Dharma laki-laki pujaanku itu.

Dua minggu kemudian, aku diterima di SMA favoritku dan mengikuti OSPEK. Aku mencari-cari dimana Dharma? Aku tidak menemukannya di kelasku.

Langit hitam pekat, Dharma tak tampak, seperti bersembunyi di awan gelap dan hatiku mendung. Begitulah cinta.

Harapanku tinggi ia diterima di SMA ku, dan satu kelas denganku. Tapi kenyataan ia tidak terlihat.

Teng! Teng! Suara lonceng berbunyi pertanda kegiatan Ospek di mulai. Seperti mimpi aku melihat bayang-bayang Dharma berjalan di kejauhan

Ini bukan mimpi, itu benar-benar Dharma, ternyata dia diterima di SMA ku, namun beda kelas.

Namun sayang seribu sayangnya pacarnya satu kelas denganku.

Antara senang, sedih, marah, cemburu, bahagia dan entah apa namanya, tak dapat kugambarkan perasaanku. Namun masih ada harapan untukku bisa terus melihat laki-laki pujaanku tersebut.

Gairah hidupku bangkit kembali, seperti ada aliran energi dari langit yang memberikan aku sedikit tenaga. Aku sering melihatnya dari kejauhan.

Jam istirahat dia ke kelasku, pulang sekolah dia juga ke kelasku.

Tapi bukan menemuiku, melainkan menemui Sari, kekasihnya.

Dia tidak mengenalku, aku pun tidak punya cara untuk berkenalan dengannya. Tapi aku punay cara yang lihai mencuri-curi pandang padanya, namun sepertinya ia mengabaikan ku begitu saja.

Aku sangat paham sekali cara ia berjalan, cara dia merapikan rambut, cara dia tersenyum, tertawa, bahkan bunyi langkah kakinya pun aku hafal.

Aku bahagia. Namun kebahagiaan itu kunikmati sendiri dari kejauhan.

****

Setahun kemudian, ternyata Tuhan mengabulkan salah satu do'a ku di malam sepi.

Dharma akhirnya satu kelas denganku, dan duduknya tepat di depanku.

Aku ingat pada saat itu, melihatnya dari dekat, melihatnya dari punggung, kebiasaan dia menertawakan guru, kebiasaan dia tidur dan kebiasaan dia menyontek pelajaran Bahasa Inggris di kelas.

Sebulan kemudian dia semakin dekat, mendekat, dan kita menjadi sahabat. Erat sekali.

Aku sangat suka sekali kalau pak Afli, guru bahasa Inggris memberikan PR diakhir pelajaran, karena ada alasan dia ke rumahku untuk belajar bersama.

Hari-hariku penuh warna. Walau pun Sari kadang mengalah karena waktu Dharma banyak dihabiskan denganku.

Oh, Sari betapa beruntungnya dirimu memiliki Dharma tanpa syarat dan batas. Aku iri padamu, karena aku pengagum rahasia pacarmu.

Aku tidak bisa berbicara dan berbagi perasaan dengan orang lain tentang perasaanku kepada Dharma.

Aku lebih suka menyendiri, aku lebih suka mengabadikan kebersamaan kamidi buku diary. Indah sekali.

****

Setahun kebersamaan dan kedekatan ku dengan Dharma, setahun pula aku menulis moment-moment indah di diary ku.

Sampai suatu saat, Dharma curhat padaku. Hari itu, menjelang dua bulan ujian akhir nasional.

Sari, pacar Dharma, meminta Dharma untuk tidak mengganggunya, dan meminta putus sementara, di karenakan Sari ingin fokus ujian dan ingin mendapatkan nilai tertinggi agar bisa mendapatkan beasiswa Universitas terkemuka di Jakarta.

Dharma dengan berat hati menerima keputusan sepihak yang diajukan Sari, karena kebersamaan mereka sejak kelas 2 SMP, bukanlah waktu yang singkat untuk Dharma bisa melupakannya.

Namun demi cita-cita kekasihnya Dharma pun bersedia. Seperti salah satu lirik lagu dari Chrisye "pergilah kasih, kejarlah keinginanmu, selagi masih ada waktu.." begitulah cinta dua anak manusia.

Lagi-lagi aku bergumam, Seandainya Sari tahu betapa kecewanya Dharma, dan aku tidak tega melihatnya.

Aku bahagia, Dharma jadi sering menemuiku. Dan saat itu tidak ada lagi Sari yang diantar jemput ke sekolah, maupun les tambahan menjelang akhir ujian nasional.

Tapi aku yang dianggapnya sahabat setia ini, selalu bersamanya.

Langit benar-benar cerah, aku benar-benar mabuk jeruk. Sampai aku lupa kalau warna langit itu  biru.

Pagi sekolah, siang les, malam belajar bersama. Hampir 24 jam Dharma bersamaku. Hanya waktu tidur saja Dharma pulang ke rumah.

Kami benar-benar dekat. Namun aku tetap tidak bisa menjangkaunya.

Saat-saat bahagia adalah ketika aku berada di belakangnya, pada saat ia mengendarai motor bututnya. Saat-saat dia mengajakku makan martabak India di akhir pekan. Saat-saat dia memintaku menemaninya ke bengkel. Terasa indah, bahkan teramat indah. Itulah cinta.

****

Dua minggu ketidakbersamaan Dharma dan Sari, seperti ada gemuruh , topan badai memporak porandakan hubungan mereka.

Ternyata Sari selama ini memiliki hubungan dengan lelaki lain tanpa sepengetahuan Dharma. Hubungan perselingkuhan Sari terjalin sudah enam bulan dengan lelaki pembalap dari SMA lain, dan alasan menjelang ujian menjadi alasan yang tepat untuk memutuskan Dharma.

Betapa hancurnya hati Dharma mengetahui dari sumber gosip terpercaya dan teraktual, tajam menyayat-nyayat hati Dharma.

Dia mengigau, dia galau, dia marah, dia merah membara. Langit Dharma runtuh seketika. Semangatnya pudar, karena wanita yang di cintainya telah mengkhianatinya.

Dua hari dia tidak ke sekolah. Dua hari tidak ada kabar. Aku panik, aku gelisah, aku galau.

Ku beranikan diri untuk ke rumahnya. Dia meracau sakit hati, dia curhat. Dari mulutnya selalu keluar kata-kata, mengapa, mengapa oh mengapa.

Aku diam, aku mendengar, aku merasakan Dharma ku sayang di sakiti orang. Aku tidak terima, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa, karena aku hanya pengagum rahasia.

Aku mencintai mu Dharma, tapi apa daya aku berkelamin sama denganmu. Cukuplah aku jadi sahabatmu dan pengagummu.

Dharma mencoba bangkit dan mencoba melupakan Sari. Semua pemberian Sari diberikan padaku. Sapu tangan hitam berlogo motor harley, topi putih, sarung tangan motor dan satu kaset Dewa 19, semua dihibahkan kepadaku. Katanya sayang dibuang, tapi dengan syarat, jangan tampakan benda-benda itu di depan matanya. Aku menerimanya, dengan perasaan tak menentu.

Dharma tertidur lelap. Dia lelah meracau. Aku hanya diam.

Dalam gelap, aku coba memutar kaset Dewa 19 di walkman ku. Aku tiba pada lagu "cinta" liriknya dalam sekali, dan aku benar-benar jatuh cinta tanpa dia mengetahuinya. Aku sedih.

Keesokan harinya, saat itu hari minggu. Aku ke pasar. Dharma kubiarkan tertidur di kamarku.

Setelah pulang dari pasar, wujud Dharma tidak terlihat. Buku diary ku tergeletak di atas kasur, padahal aku menyimpannya di lemari. Aku cemas.

Mudah-mudahan Dharma tidak membacanya.

Tapi apa daya Dharma telah mengetahuinya dan meninggalkan sepucuk memo yang berbunyi "maafkan aku, ternyata aku salah menilaimu, Bas. Maafkan aku hanya bisa menjadi sahabatmu, bukan kekasihmu. Dan kali ini pun, aku tidak bisa menjadi sahabatmu lagi.."

Aku diam. Kini tiba giliran langitku runtuh. Cahaya ku sirna dan semuanya kembali gelap seperti semula, seperti aku belum mengenalnya.

Aku mengutuk diriku yang ceroboh membiarkan lemariku tanpa di kunci. Aku mengutuk diriku yang tidak bisa menyimpan diary ku dengan benar.

Tapi semua sudah terjadi. Dharma pun sudah mengetahui. Topengku retak. Aku ditelanjangi oleh cinta terlarangku. Aku dicibir oleh langit orange, tanpa aku diberi kesempatan untuk membela diri.

Aku malu bertemu dia, dan malu kalau semua orang di kelas tahu. Dharma patah hati dengan kekasihnya Sari dan kecewa dengan sahabatnya.

Dharma tidak menegurku lagi, tidak ada jemputan lagi. Motor Dharma dibiarkan kosong tanpa kekasih maupun sahabat yang di bonceng.

Aku lesuh ke sekolah. Ujian sebentar lagi. Aku ingin segera lulus. Dharma pun demikian. Dan Sari berbahagia dengan selingkuhannya.

Begitulah cinta. Manis karena ada pahit terkandung di dalamnya. Seperti mengkonsumsi gula, manis awalnya tetapi beracun membunuh perlahan.

Namun aku percaya cintaku pada Dharma tulus adanya. Karena cinta tidak memandang apa-apa, maupun kelamin.

Namun Dharma diciptakan Tuhan bukan seorang pecinta sejenis. Itu masalahnya.

****

Sepuluh tahun sudah aku melalang buana. Aku menemukan Dharma di kampung telah berbahagia dengan istrinya, bukan Sari, dan tiga orang anaknya. Sedangkan aku masih sendiri, sampai aku menemukan cinta sejatiku.

Sepeti kata Katty perry "one day my princess will come, so I will wait for that day". Aku masih bermimpi. Namun pada kenyataannya cinta seorang gay memang kebanyakan "No happy ending".

Tapi aku yakin, suatu hari nanti aku akan menemukan kebahagiaanku. Walau saat ini aku bahagia dengan keadaan yang lain.

Aku mensyukuri setiap yang terjadi, dan aku tidak memakai topeng lagi....

***

Sekian..

Cerita cowok BO (part 2) di BO tuan muda

"berapa semalam?" sebuah pesan masuk ke aplikasi whatsapp ku. Itu adalah pesan dari salah seorang pelanggan yang ingin memakai jasaku.

"sepuluh juta.." balasku singkat.

"servis nya di jamin gak?" balas orang itu lagi.

"pastinya. Tapi kalau gak percaya lebih baik tidak usah.." balasku cepat.

Aku memang sedikit berlagak sok jual mahal, padahal saat ini aku sangat membutuhkan uang.

 

Cerpen sang penuai mimpi

Penyakit ibu semakin parah dan ia harus segera di operasi. Untuk sementara Ibu harus melakukan cuci darah dua kali seminggu, dan hal itu membutuhkan uang yang sangat banyak.

Aku memang harus lebih rutin menerima pelanggan, agar uang yang aku butuhkan bisa terkumpul dengan cepat.

"kamu lagi chatting sama siapa sih, Zal?" tanya Andi, teman kampusku, sesaat membuatku harus melupakan pembicaraanku dengan calon pelanggan tersebut.

"adikku, Ndi. Katanya obat Ibu habis lagi. Jadi sehabis kuliah nanti aku akan pulang duluan.." balasku berbohong.

Andi memang tidak tahu, apa pekerjaanku sebenarnya. Selama ini aku hanya cerita kalau aku bekerja separoh waktu di sebuah kafe.

Andi tahu keadaan Ibu, dan ia juga tahu kalau aku sedang membutuhkan uang saat ini.

Tapi ia tidak tahu, jalan apa yang aku tempuh untuk mengumpulkan uang.

Tidak ada seorang pun yang tahu.

"oke.." sebuah pesan masuk lagi.

Aku membalas dengan cepat dan meminta alamat yang harus aku tuju nantinya, untuk bisa bertemu pelangganku.

Setelah menerima alamat yang di kirimkan calon pelanggan ku itu, aku segera mengajak Andi untuk masuk ke kelas.

Ini adalah kisah kedua ku menjadi cowok BO.

Bagaimanakah kisah ku kali ini?

Simak video ini sampai selesai..

Dan jangan lupa bagi yang baru mampir, untuk subscribe channel ini dan klik tanda lonceng, untuk menyaksikan video-video menarik lainnya.

Terima kasih udah mampir, terima kasih juga udah subscribe, udah like, udah share and udah komen.

Terkhusus untuk subscriber setia saya, terima kasih atas segala dukungan, motivasi, saran dan masukannya.

Jangan lupa untuk berlangganan dan bergabung dengan channel ini, untuk mendapatkan berbagai fitur-fitur istimewa dari kami, diantaranya mendapatkan video eksklusif dan juga nomor whatsapp admin.

Klik tombol gabung atau bisa juga dengan klik link di deskripsi video ini.

Terima kasih dan selamat menikmati, semoga terhibur.

Salam sayang untuk kalian semua..

*****

Aku memasuki sebuah hotel sesuai dengan alamat yang di kirimkan oleh pelangganku tadi.

Sesampai di dalam hotel, aku langsung menuju kamar tempat pelangganku telah menunggu.

Sesampai di dalam kamar hotel, aku disambut oleh seorang laki-laki muda yang memiliki wajah yang lumayan tampan.

'syukurlah..' bathinku, setidaknya pelanggan kedua ku ini, tidak setua pelanggan pertamaku.

"saya boleh mandi dulu..?" tanyaku hati-hati saat aku sudah berada di dalam kamar tersebut.

Laki-laki muda itu tidak menjawab, ia hanya melemparkan sebuah handuk padaku.

Aku memang harus mandi, bau keringat akan membuat pelangganku merasa mual.

Aku harus tetap wangi dan berpenampilan menarik.

Sehabis mandi, aku pun mendekati pelanggan ku tadi, hanya dengan memakai handuk.

"gagah sih..." ucap laki-laki itu pelan.

"makasih, mas.." balasku merasa sedikit tersanjung.

"jangan panggil aku mas, aku tidak suka dipanggil mas.." suara laki-laki itu tiba-tiba kasar.

"oh, maaf," ucapku cepat, "lalu saya harus panggil apa?" tanyaku melanjutkan.

"panggil aku tuan muda.." jawab laki-laki itu dengan nada suara sedikit angkuh.

"baik... baiklah tuan muda, sekarang saya harus gimana?" tanyaku terasa sedikit kaku.

Sikap laki-laki yang lebih suka di panggil tuan muda itu, memang sedikit angkuh dan terkesan merendahkan.

Jauh berbeda dengan pelanggan pertamaku, yang lebih sering memujiku dan bersikap sangat lembut padaku.

"kamu tampan.." ucap tuan muda itu tiba-tiba.

Aku ingin segera mengucapkan terima kasih, namun tuan muda itu segera melanjutkan kalimatnya.

"tapi sayang murahan..." lanjutnya, yang membuatku merasa sangat tersinggung.

Tapi aku hanya diam. Sebagai seseorang yang dibayar, aku memang di haruskan untuk tidak membantah setiap kalimat dari pelangganku.

Tugas ku adalah memuaskan mereka dalam segala hal, termasuk cara mereka memandangku.

Karena kalau tidak, bayaranku tidak akan dilunasinya.

Uang sebesar lima juta memang sudah di transfer ke rekeningku, dan lima juta nya lagi, akan di transfer, setelah aku menyelesaikan tugasku dengan baik.

"kamu kenapa memilih untuk menjual diri?" tanya tuan muda dengan suara yang masih angkuh.

"karena saya butuh uang, tuan muda.." balasku.

"kamu butuh uang berapa? Sampai harus menjual diri segala?" tanya tuan muda lagi.

Aku pun menjelaskan dengan singkat dan jujur tentang masalah yang sedang aku hadapi saat ini.

Aku tidak berharap apa pun dengan menceritakan hal tersebut. Setidaknya aku memang harus menjawab pertanyaan tersebut, dan lagi pula tak ada salahnya aku untuk jujur dalam hal tersebut.

"jadi sebenarnya kamu bukan seorang gay?" tanya tuan muda kemudian setelah saya selesai bercerita.

Aku menggeleng ringan menjawab pertanyaan tersebut.

"kalau bukan gay, kenapa kamu gak jual dirinya sama tante-tante kaya aja?" tanya tuan muda lagi.

"aku sebenarnya gak berniat untuk jual diri, kok. Lebih tepatnya aku terjebak. Dan lagi apa bedanya, di BO laki-laki atau di BO perempuan, tujuan saya cuma satu, yaitu mendapatkan uang, bukan kepuasan." balasku diplomatis.

"oke. Saya setuju untuk yang itu. Tapi jelas ada perbedaan kan? Melakukan hal tersebut dengan perempuan dan melakukannya dengan laki-laki?" tuan muda berucap lagi.

"saya gak tahu, karena saya belum pernah merasakannya dengan perempuan. Lagi pula untuk mencari pelanggan perempuan akan lebih sulit, karena saingannya banyak. Sementara untuk mencari pelanggan laki-laki gay jauh lebih gampang, karena pria gay biasanya lebih suka laki-laki normal. Dan yang pasti, saingannya tidak begitu banyak..." jelasku panjang lebar.

"ternyata ... selain tampan dan gagah, kamu juga pintar ya.." ucap tuan muda lagi. Kali ini lebih lembut.

"saya termasuk 10 besar mahasiswa berprestasi di kampus.." balasku dengan sedikit menyombongkan diri. Aku gak mau di pandang terlalu rendah oleh orang yang mengaku tuan muda itu.

"lalu bagaimana pandanganmu dengan kaum gay itu sendiri?" tanya tuan muda lagi, ia seperti mencoba menguji intelektual ku.

"aku belum bisa menyimpulkan apa-apa sampai saat ini. Karena jujur saja, ini baru kedua kalinya aku di BO laki-laki gay. Namun menurutku tidak ada yang salah dalam hal tersebut. Hanya saja tidak mudah bagi orang-orang untuk menerima sesuatu yang memang dianggap tabu sejak dulu.." jawabku seadanya.

"apa kamu membenci kaum gay?" tanya tuan muda lagi.

"membenci sih tidak. Karena menurutku itu pilihan hidup. Dan saya yakin, tidak seorang pun dari kaum gay itu, ingin terlahir menjadi seorang gay. Tapi apa pun itu, jelas hal itu sebuah kesalahan, dan mereka punya kesempatan untuk berubah.." aku mencoba menjawab semampuku.

Karena memang aku tidak begitu paham tentang dunia gay. Aku dulunya justru tidak peduli akan hal tersebut, dan menganggapnya sesuatu yang menyimpang. Namun sekarang aku justru terjebak di dalamnya.

"setiap orang mungkin punya kesempatan untuk berubah, namun untuk mengubah sesuatu yang sifatnya mendasar seperti itu, butuh perjuangan lebih dan kadang butuh waktu yang lama. Hal itu jelas tidak mudah, dan banyak dari para kaum gay yang akhirnya memutuskan untuk menyerah dan menerima semua itu dengan lapang dada serta memilih untuk terus menjalaninya, meski pun bertentangan dengan hati nuraninya.." ucap tuan muda panjang lebar.

"apa tuan muda sendiri sudah pernah mencobanya?" tanyaku cukup berani.

"saya selalu mencobanya setiap saat. Tapi seperti yang saya katakan, bahwa hal itu tidak mudah. Dan saat ini pun saya masih dalam proses mencoba hal tersebut. Karena itu juga, saya tidak ingin bertemu dengan sembarang laki-laki. Untuk memenuhi hasrat saya yang menyimpang tersebut, saya lebih memilih untuk menyewa laki-laki seperti kamu. Agar saya tidak terikat dengan perasaan apa pun." jawab tuan muda dengan suara mulai terdengar lirih.

"itu karena tuan muda punya uang. Lalu bagaimana dengan mereka yang tidak punya? Apa mereka sanggup menahan hasrat mereka? Jika tidak, jelas mereka akan berusaha menemukan laki-laki gay lainnya, yang tentunya tidak membutuhkan uang. Mereka akan melakukan hal tersebut, dengan dasar suka sama suka.." balasku mencoba memahami pergulatan bathin para laki-laki gay tersebut.

"itu yang saya maksud. Tidak semua laki-laki gay, berhasil terlepas dari belenggu tersebut. Sebagian besar dari mereka justru memilih untuk tetap menjalaninya dan menikmatinya.." tuan muda membalas perkataanku dengan cepat.

Perbincangan kami malam itu memang cukup panjang, hingga jam hampir menunjukkan pukul dua belas malam.

Tuan muda juga telah memesan beberapa menuman dan makanan untuk kami nikmati sambil kami berbincang.

*****

"saya terlahir dari keluarga kaya. Papa ku seorang pengusaha sukses dan mama ku juga seorang wanita karir. Karena itu juga aku jadi sering merasa kesepian, karena mama dan papa terlalu sibuk di luar rumah..." ucap tuan muda melanjutkan perbincangan kami.

"sebagai anak tunggal dari orantua yang kaya raya, aku memang hampir punya segalanya. Tapi kehidupan yang mewah tidak benar-benar membuat aku bahagia.." lanjut tuan muda lagi, nada bicaranya pun sudah mulai melunak,sudah tidak angkuh lagi.

"aku selalu merasa kesepian. Meski pun aku punya banyak teman, namun aku merasa kehilangan kasih sayang dari kedua orangtua ku, sudah sejak aku kecil. Sejak kecil aku di besarkan oleh pengasuhku, yang membuatku seperti anak yang tidak di inginkan."

"kadang aku merasa benci dengan hidupku. Tapi setelah mendengar cerita kehidupan kamu tadi, aku merasa kalau aku mungkin jauh lebih beruntung, dalam beberapa hal. Namun hal itu tidak membuatku merasa lebih baik. Aku tetap saja merasa kesepian."

"karena itu aku butuh seseorang untuk tempat aku melampiaskan segala kesepianku. Namun sampai saat ini, aku belum pernah menemukan orang yang benar-benar tulus. Sebagian besar orang-orang mau berteman denganku, hanya karena aku anak orang kaya. Tidak ada yang tulus."

"untuk itu, aku lebih suka membayar orang, untuk bisa mengikuti semua keinginanku. Dengan dibayar, orang tidak akan berani menolak apa pun yang aku inginkan." cerita tuan muda panjang lebar.

"jadi... selain mendengarkan cerita tuan muda, apa yang tuan muda inginkan dariku?" tanyaku setelah beberapa saat kami terdiam.

"aku bayar kamu untuk melayaniku. Tapi aku ingin melakukannya sesuai dengan keinginanku. Dengan caraku." balas tuan muda terdengar santai.

"aku akan melakukan apa pun untuk tuan muda, selama hal itu bisa membuat tuan muda senang dan tentu saja selama tuan muda mau membayar saya..." ucapku.

"aku pasti bayar kamu, kok. Bahkan aku akan memberi tip yang besar, jika kamu benar-benar bisa membuatku merasa puas. Uang bukan masalah bagiku.." balas tuan muda.

"oke. Tapi seperti yang aku katakan, aku belum begitu berpengalaman dalam hal ini.." aku membalas, sambil mulai mendekati tuan muda.

"aku akan perlihatkan sebuah video, dan aku ingin kita melakukannya sesuai dengan semua adegan yang ada dalam video tersebut." ucap tuan muda, sambil ia mulai membuka handphone nya, untuk memutar video yang ia maksud.

Kami mulai menonton video itu berdua. Adegan dalam video tersebut, memang cukup sedikit ekstrim bagiku. Namun demi memenuhi keinginan dari tuan muda, aku pun mulai mengikuti adegan demi adegan yang ditayangkan dalam video tersebut.

Perlahan namun pasti, kami berdua pun larut dalam suasana setiap adegan yang ada dalam video itu.

Tidak ada satu gerakan pun yang kami lewati untuk mengikutinya. Tuan muda terlihat sangat senang melakukannya. Namun aku tetap saja merasa semua itu, terlalu berlebihan yang membuat aku harus berkali-kali memejamkan mata, menahan rasa jijikku.

Ada beberapa adegan, yang membuatku ingin muntah. Namun demi uang yang ingin aku dapatkan, aku harus menahan semua itu.

Dan akhirnya malam itu, setelah perjuangan yang panjang dan sangat melelahkan, aku pun berhasil membuat tuan muda merasa happy ending.

****

Pagi nya, saat aku selesai mandi dan memakai pakaianku kembali, aku pun pamit kepada tuan muda, karena aku harus segera ke kampus.

Tuan muda pun mengucapkan terima kasih padaku, dan berjanji akan kembali menyewa ku, dalam waktu dekat ini. Tuan muda juga memberi tip yang sangat banyak padaku.

"terima kasih, ya. Kamu benar-benar hebat.." ucap tuan muda, saat aku mulai melangkah keluar.

Aku hanya mengangguk, sambil tersenyum membalas ucapan tersebut.

Aku melangkah dengan sedikit tergesa keluar dari hotel tersebut. Selain karena aku memang sudah terlambat untuk kuliah, aku juga takut ada orang yang akan mengenaliku di hotel tersebut.

Sesampai di luar, aku segera mencari taksi untuk pergi ke kampus secepatnya.

Dan begitulah kisahku di BO oleh laki-laki yang mengaku tuan muda.

Ada banyak perbedaan antara pelanggan kedua ku ini dengan pelanggan pertamaku.

Selain usia mereka yang terpaut jauh, mereka juga punya gaya bermain yang berbeda.

Namun terlepas dari semua itu, yang pasti aku selalu mendapatkan tip yang besar, dari kedua pelangganku tersebut.

Untuk selanjutnya aku siap di BO lagi oleh laki-laki selanjutnya.

Siapakah laki-laki selanjutnya yang akan menjadi pelanggan saya?

Bagaimana pula kisah ku dengan pelanggan ketiga ku nantinya?

Tetap simak kisahku di channel ini ya..

Terima kasih udah menyimak kisahku ini sampai selesai.

Salam sayang untuk kalian semua..

****

Bersambung ...

Aku dan abang si alkoholic

Ini adalah kisah nyata yang aku alami beberapa tahun silam. Saat itu aku masih berusia 20 tahun.

Kisah berawal dari pertemuan dan perkenalanku dengan seorang laki-laki bernama Andi. Bang Andi, begitu aku biasa menyapanya.

Bang Andi tidak tampan, tapi memiliki tubuh yang kekar. Ia benar-benar laki-laki biasa, dengan penampilan yang sederhana.

Awal bertemu bang Andi aku tidak merasa begitu tertarik padanya. Perasaanku biasa saja.

Aku dan bang Andi memang tinggal satu komplek, setidaknya sejak aku pindah ke kota ini.

Dulu aku tinggal di kota yang berbeda, namun karena papa ku pindah tugas ke kota ini, aku mau tidak mau harus ikut pindah ke sini.

Bang Andi adalah seorang alkoholic, setidaknya begitulah yang aku ketahui tentangnya pada awal aku mengenalnya.

Dia sering mabuk-mabukan dan membuat kegaduhan di komplek tempat kami tinggal.

Namun begitu ia juga punya sisi kebaikan dalam dirinya. Hal itu aku buktikan ketika suatu malam, aku di ganggu oleh beberapa orang preman di ujung gang, yang meminta uang padaku dengan paksa.

Bang Andi tiba-tiba muncul dan segera membantuku menghadapi para preman tersebut. Namun karena para preman itu sudah tahu siapa bang Andi, mereka pun tidak berani, dan dengan tergesa segera meninggalkan kami.

Bang Andi memang cukup di segani oleh para preman di gang tersebut, tapi bang Andi juga ditakuti oleh para warga, karena sering membuat kegaduhan.

Singkat cerita, sejak malam itu, aku dan bang Andi tiba-tiba saja menjadi dekat. Aku yang sangat berterima kasih kepada bang Andi, jadi sering mentraktirnya makan.

Meski pun terlihat sangar dan nakal, bang Andi ternyata punya hati yang sangat lembut. Dia menjadi seorang alkoholic karena ia memiliki kehidupan yang cukup tragis.

Saat ia masih berusia 5 tahun ayahnya meninggal, dan lima tahun kemudian ibunya pun meninggal. Sejak saat itu bang Andi hanya tinggal berdua bersama kakak perempuan satu-satunya, yang bernama Dila.

Mereka berdua harus berjuang keras untuk tetap bisa bertahan hidup. Sampai akhirnya kakak perempuannya pun dinikahi oleh seorang juragan kaya, bernama Toni. Tapi kakak bang Andi hanyalah seorang istri kedua.

Abang ipar bang Andi, Toni, memang seorang juragan kaya, tapi ia bukanlah orang yang baik. Ia sering berbuat kasar kepada kak Dila, istri keduanya itu.

Bang Andi awalnya mencoba membiarkan sikap kasar sang abang ipar terhadap kakaknya. Namun lama kelamaan ia merasa tidak tahan, sehingga ia pun memukuli abang iparnya itu hingga sekarat, yang membuat bang Andi harus tinggal di bui selama dua tahun.

Setelah keluar dari penjara itulah, sikap bang Andi pun berubah. Apa lagi sejak ia tahu, kalau Toni, abang iparnya itu, akhirnya meninggalkan kakaknya.

Sebagai seorang janda muda yang cantik, kak Dila memang sering di goda oleh para pria hidung belang. Namun bang Andi selalu menjaga kakaknya itu dengan baik.

Tapi, ya itu tadi, bang Andi jadi semakin tak terkontrol. Ia merasa hidupnya selalu gagal, karena itu ia melarikan semua kekecewaannya terhadap hidup, dengan sering minum-minum.

Kak Dila memang sudah bekerja di sebuah supermarket, sementara bang Andi terus tenggelam dalam dunia kelamnya.

Kak Dila sendiri sebenarnya sudah sering menasehati bang Andi untuk bisa berubah menjadi lebih baik, namun karena bang Andi sudah kecanduan minuman, ia merasa sulit untuk lepas dari semua itu.

Apa lagi setiap kali ada orang yang coba mengganggu kakaknya, bang Andi akan minum-minum lalu kemudian ia akan mencari orang yang mengganggu kakaknya tersebut dan menghajarnya habis-habisan.

Setidaknya begitulah yang bang Andi ceritakan padaku, saat kami akhirnya menjadi akrab.

****

Hari berlalu, bulan pun berganti. Aku dan bang Andi semakin dekat dan akrab. Aku jadi sering main ke rumah bang Andi, dan juga sudah mulai biasa dengan kak Dila, kakak perempuan bang Andi tersebut.

Kak Dila bahkan berterima kasih padaku, karena mau berteman dengan bang Andi. Karena menurutnya, sejak bang Andi dekat denganku, bang Andi sudah mulai ada perubahan, menjadi lebih baik.

Harus aku akui, kalau bang Andi sekarang memang jadi jarang minum-minum, setidaknya saat bersamaku.

Karena sudah semakin dekat dan semakin mengenal sosok bang Andi, aku diam-diam mulai menyukainya.

Ada rasa kagum tiba-tiba hadir di hatiku kepada bang Andi. Aku mulai menyayanginya.

Dan perlahan rasa cinta pun tumbuh di hatiku untuk bang Andi.

Bang Andi dengan segala kesederhanaannya telah mampu membuatku semakin memujanya.

Hampir setiap malam, aku selalu berkhayal tentang bang Andi. Meski tidak tampan, namun bang Andi mempunyai tubuh yang kekar dan berotot.

Aku selalu membayangkan bisa berada dalam dekapan hangat tubuh kekar itu.

Selama denganku bang Andi memang tidak pernah pacaran, bahkan ia tidak pernah bercerita tentang perempuan padaku.

Mungkin bang Andi masih merasa sungkan untuk bercerita padaku tentang hal tersebut, atau memang sebenarnya bang Andi tidak punya pacar.

Entahlah, aku juga tidak peduli tentang semua itu. Yang aku tahu, aku mencintainya dan berharap suatu saat kelak kami bisa bersatu dalam sebuah ikatan cinta.

Namun akhirnya harapanku itu kandas, saat aku mengetahui kalau ternyata bang Andi punya seorang kekasih.

Pacarnya itu bernama Gina, seorang gadis cantik anak seorang pengusaha kaya. Ternyata hubungan mereka berdua tidak di restui oleh kedua orangtua Gina, karena bang Andi yang seorang pengangguran dan juga seorang preman.

Tapi bang Andi dan Gina, tetap menjalin hubungan secara diam-diam, tanpa diketahui siapa pun. Karena itu juga ternyata bang Andi tak berani bercerita padaku tentang hubungannya itu. Ia takut hubungannya dengan Gina akan diketahui oleh orangtua Gina.

Namun akhirnya aku pun mengetahuinya, saat aku memergoki mereka berdua, sedang berduaan di rumah bang Andi, saat kak Dila sedang bekerja. Mereka memang sudah biasa bertemu di rumah bang Andi secara sembunyi-sembunyi.

Karena terlanjur aku pergoki, bang Andi pun mengakui semuanya padaku dan memperkenalkan Gina padaku. Bang Andi juga berharap, agar aku bisa menjaga rahasia mereka berdua.

"lalu sampai kapan, bang Andi akan menjalin hubungan diam-diam dengan Gina?" tanyaku, ketika kami tinggal berdua. Gina sudah terlebih dahulu pamit pulang.

"entahlah, Bay. Saya juga gak tahu sampai kapan. Namun yang pasti saat ini, kami sedang berusaha untuk mendapatkan restu dari kedua orangtua Gina." jawab bang Andi terdengar lemah.

"bagaimana abang akan bisa mendapatkan restu dari orangtua Gina, kalau abang masih saja sering minum-minum dan juga belum punya pekerjaan.." ucapku lagi.

"itu dia masalahnya, Bay. Aku sudah berusaha untuk berhenti minum, tapi selalu saja aku tidak mampu menahan keinginanku tersebut. Dan aku juga sudah berusaha mencari pekerjaan, namun sebagai seorang mantan narapidana dan juga hanya bermodal ijazah SMP, pekerjaan apa yang bisa aku dapatkan di kota yang penuh persaingan ini.." cerita bang Andi lagi.

"kalau abang memang serius dengan Gina, dan juga untuk membuktikan kepada orangtua Gina, sepertinya abang memang harus berusaha lebih keras lagi.." saranku sok bijak.

Padahal sebenarnya hatiku merasa terluka, setelah mengetahui hubungan bang Andi dan Gina.

Aku merasa cemburu dan kecewa. Karena itu artinya kesempatanku untuk bisa mendapatkan bang Andi jadi terasa tidak mungkin.

*****

Meski pun aku sudah tidak punya harapan lagi untuk bisa mendapatkan bang Andi, namun aku tetap setia menemaninya.

Bang Andi bahkan sekarang sering mengajakku menemaninya mencari pekerjaan.

"jika aku bersama kamu, aku selalu bisa menahan keinginanku untuk tidak minum-minum lagi.." ucap bang Andi suatu hari, saat kami berkeliling mencari lowongan pekerjaan.

"sementara kalau aku sendirian atau sedang bersama teman-teman nongkrongku, aku pasti selalu kepikiran untuk minum-minum.." lanjutnya.

"karena itu, aku ingin kamu lebih sering menemaniku..." ucapnya lagi, yang membuatku merasa sedikit tersanjung.

Beberapa hari aku menemani bang Andi berkeliling mencari lowongan pekerjaan, dan juga mencari pekerjaan melalui internet, namun hasilnya selalu gagal, karena bang Andi sangat tidak memenuhi syarat.

Bang Andi sendiri pun sepertinya sudah mulai putus asa. Hingga suatu malam, aku memergoki bang Andi sedang minum sendirian di rumahnya, malam itu kak Dila sedang kerja lembur.

Sepertinya bang Andi sudah minum terlalu banyak, saat aku sampai di rumahnya. Aku datang ke rumah bang Andi malam itu, karena ia menelpon dan memintaku untuk datang.

"Gina akhirnya memutuskanku, Bay.." celoteh bang Andi dengan keadaan setengah mabuk. Kami tepat berada di dalam kamarnya saat itu.

"dia lebih memilih untuk menerima perjodohan dari orangtuanya, dari pada harus mempertahankan hubungan kami.." lanjutnya lagi.

Aroma minuman menyeruak di rongga hidungku, aku merasa sedikit mual. Namun melihat kondisi bang Andi yang mulai mabuk parah, aku jadi tak tega meninggalkannya sendirian.

"kenapa hidupku harus seperti ini sih, Bay." bang Andi mengoceh lagi.

Aku hanya diam memperhatikannya. Aku merasa perihatin melihat keadaan bang Andi malam itu.

Selama berteman dengan bang Andi, baru kali ini aku melihatnya begitu mabuk.

Setelah menghabiskan minuman terakhirnya, bang Andi segera merebahkan tubuh kekarnya di atas ranjang reot dalam kamar itu.

Bang Andi hanya memakai anak baju putih dan celana pendek kaos malam itu. Tubuhnya yang kekar dan berotot terlihat jelas.

Aku menelan ludah memperhatikan pemandangan indah di depanku, saat bang Andi terbaring telentang di ranjang tersebut.

Betapa gagahnya tubuh itu. Ingin rasanya aku berada di atasnya dan mendekapnya dengan erat.

Apa lagi saat itu, bang Andi sedang mabuk parah. Ia pasti akan pasrah jika aku mau melakukan hal tersebut padanya.

Tapi segera ku tepis segala keinginan itu, aku tidak mau memanfaatkan kesempatan, hanya untuk memuaskan diriku sendiri.

Bang Andi butuh dukunganku saat ini. Dan sebagai teman sekaligus sebagai orang yang mencintai bang Andi dengan tulus, aku harus bisa membuatnya bangkit kembali.

Karena itu, aku hanya membiarkan bang Andi terus terbaring diatas tempat tidurnya, sementara aku duduk di sebuah kursi di sudut kamar itu, sambil terus memperhatikan tubuh kekar bang Andi.

Bang Andi terus saja berceloteh tak jelas, mengungkapkan kekecewaannya terhadap Gina dan juga terhadap kehidupan ini.

Sampai tiba-tiba ia bangkit dan berjalan mendekatiku.

"hanya kamu, Bay. Yang mau menemaniku dan menerima aku apa adanya.." ucap bang Andi, sambil ia duduk bersimpuh di depanku. Wajahnya ia sandarkan di kakiku.

Aku merasa risih sebenarnya, tapi aku hanya diam membiarkannya. Aku tahu, saat ini bang Andi, butuh tempat untuk bersandar.

Dengan sedikit ragu, aku mulai menyentuh kepala bang Andi sambil sedikit membelai rambutnya lembut.

"bang Andi harus kuat..." ujarku ringan.

"tapi aku sudah tidak sanggup lagi menjalani hidup ini, Bay. Aku lelah menghadapi kenyataan setiap hari. Aku ingin mengakhiri semua ini, Bay.." suara bang Andi sangat lemah dan mulai terdengar sedikit parau.

"abang gak boleh berkata seperti itu," ucapku sambil terus membelai rambut bang Andi yang ikal tersebut. "semua pasti ada jalannya, bang. Semua pasti ada hikmahnya. Karena hidup ini pilihan.." lanjutku dengan gaya sok bijakku.

"hidup ini memang pilihan, Bay. Tapi aku memilih untuk tidak memilih apapun, selain yang telah di takdirkan untukku." balas bang Andi, yang sebenarnya tidak aku mengerti apa maksudnya.

Bang Andi kemudian tengadah, ia menatapku dengan senyum manisnya. Aroma minuman kembali merasuki hidungku.

"aku boleh peluk kamu gak, Bay?" tanya bang Andi tiba-tiba, yang membuat jantungku berdegup tiba-tiba.

Aku tahu maksud bang Andi sebenarnya. Ia ingin memelukku sekedar melepaskan kelelahan di dalam hatinya. Saat-saat seperti itu, kita memang butuh dekapan dari seseorang. Kalau aku biasanya sih, sering minta dipeluk sama ibuku, saat aku sedang merasa lemah dan lelah.

Namun yang aku takutkan, jika aku dipeluk bang Andi, aku takut tidak bisa menahan perasaanku nantinya. Aku takut, aku akan terbawa suasana. Tapi aku juga tidak mungkin menolak permintaan bang Andi tersebut, karena itu aku pun mengangguk.

Bang Andi segera berdiri, dan menarik tanganku untuk ikut berdiri di depannya.

Tubuh kekar itu, akhirya mendekapku dengan erat. Aku merasa hangat tiba-tiba. Aku merasa tenang dan nyaman.

Aroma minuman yang sejak tadi mengganggu hidungku sudah tidak aku pedulikan lagi.

"makasih ya, Bay. Kamu benar-benar teman yang baik, yang selalu ada kapan pun aku membutuhkanmu. Aku tidak tahu, bagaimana caranya membalas itu semua.." bisik bang Andi, sambil terus memelukku.

Repleks aku pun menciumi bahu kokoh bang Andi. Seperti yang aku takutkan, aku mulai terbawa suasana.

Meski bang Andi tak berkomentar apa-apa tentang tindakan spontan ku itu, aku tetap saja merasa bergetar, dan berniat untuk mengulangnya kembali.

Tapi..

Tiba-tiba bang Andi melepaskan dekapannya, lalu tanpa berucap sekata pun, ia pun memutar tubuhnya dan berjalan kembali ke ranjang.

Bang Andi kembali membaringkan tubuh kekarnya itu di atas ranjang. Ia telentang, dengan kedua tangannya berada diatas kepalanya. Hal itu justru membuat ia semakin terlihat gagah.

"andai saja kamu seorang perempuan, Bay. Aku pasti sudah menikahi kamu.." ucap bang Andi berceloteh lagi, matanya terpejam.

Aku tidak tahu, apa bang Andi sadar telah mengucapkan kalimat tersebut, atau hanya karena ia dalam pengaruh minuman.

Namun yang pasti hatiku merasa sedikit berbunga mendengar kalimat tersebut.

Tak lama berselang, kak Dila pun pulang. Aku pun segera pamit untuk pulan ke rumahku. Sementara bang Andi sepertinya, sudah terlelap.

****

Hari-hari terus berlalu, aku masih saja terus mencintai bang Andi dalam diam. Sementara bang Andi sudah mulai pulih kembali. Sepertinya ia sudah mulai bisa melupakan Gina.

Aku masih saja selalu setia menemaninya dan memberikan dukungan dan dorongan semangat untuknya.

Sampai setahun kemudian, karena bang Andi yang tak kunjung mendapatkan pekerjaan, aku pun berinisiatif untuk membuka usaha bersama bang Andi.

Aku dengan sedikit memohon, meminta modal kepada ayahku.

"emangnya kamu mau buka usaha apa?' tanya ayahku di sela-sela permohonanku.

"saya mau buka usaha minuman kekinian, Yah.." jawabku sedikit manja.

Aku memang anak satu-satunya ayah dan ibuku, karena itu juga ayah atau ibu biasanya jarang tidak memenuhi keinginanku.

"tapi kamu kan kuliah, Bay.." sela ayah lagi.

"iya.. karena itu aku ingin kerja sama dengan bang Andi. Jadi saat aku kuliah, bang Andi yang akan berjualan.." balasku menjelaskan.

"kamu yakin, mau kerja sama dengan Andi si pemabuk itu?" ucap ayah sedikit kasar. Dari awal ayah dan ibu memang tidak begitu suka melihat kedekatanku dengan Andi. Tapi aku berusaha mengabaikannya.

"Bayu yakin, yah. Lagian bang Andi sekarang juga sudah berubah. Ia tak pernah minum-minum lagi. Itung-itung sebenarnya Bayu juga ingin membantu bang Andi. karena selama ini bang Andi sudah coba cari pekerjaan, namun gak pernah dapat. Karena itu aku ingin membuka usaha bersamanya.." jelasku lagi panjang lebar.

Dan akhirnya setelah perdebatan yang cukup panjang, ayah pun menyetujui permohonanku. Tantu saja dengan beberapa syarat. Diantaranya, aku harus tetap mengutamakan kuliahku dan juga aku harus bisa mengembalikan pinjaman tersebut dalam jangka waktu yang telah ditetapkan.

Setelah mendapatkan pinjaman dari ayah, aku dan bang Andi pun segera mengatur segala sesuatunya.

Kami membuka gerai kecil di rumah bang Andi, untuk tempat kami berjualan minuman yang sedang tren saat itu.

Aku juga membuat situs khusus untuk penjualan minuman kami secara online.

Awalnya semua tidak berjalan dengan baik. Karena untuk mendapatkan pelanggan itu ternyata tidak mudah. Butuh usaha yang keras dan perjuangan yang panjang.

Berbagai cara kami lakukan untuk bisa mempromosikan dagangan kami. Hingga akhirnya pelan-pelan minuman kami mulai di kenal orang-orang, terutama para kaum muda.

Kombinasi antara kekekaran tubuh bang Andi dan di dukung oleh wajahku yang lumayan tampan, akhirnya kami punya banyak pelanggan.

Setelah perjuangan yang gigih dan tak kenal lelah, usaha kami pun mulai menuai hasil.

Aku dan bang Andi pun kian dekat dan akrab. Hubungan kami sudah seperti dua orang adik kakak.

Cinta ku kepada bang Andi pun masih sama. Masih seutuh dulu. Namun aku tak pernah memperlihatkannya kepada bang Andi, apa lagi mengungkapkannya.

Aku hanya bisa mencintainya dalam diam, mengaguminya dalam relung hatiku dan mengkhayalkannya di setiap malam-malam ku.

Karena usaha kami yang kian berkembang, kami pun membuka beberapa cabang dan mempekerjakan beberapa orang pekerja untuk membantu kami.

Hingga bertahun-tahun, bang Andi pun akhirnya menemukan tambatan hatinya dan memutuskan untuk segera menikah.

Antara kecewa dan bahagia aku menyadari hal tersebut. Kecewa karena akhirnya, setelah bertahun-tahun, bang Andi ternyata hanya menganggapku sebagai sahabat, ia tidak berhasil aku miliki sebagai kekasih.

Dan aku juga merasa bahagia, karena kini bang Andi sudah benar-benar berubah. Ia tidak lagi seorang alkoholic seperti awal aku mengenalnya.

Meski pun akhirnya, ia memutuskan untuk menikah dengan gadis yang ia cintai.

Aku turut bahagia untuk itu.

Aku memang merasa kecewa, karena aku tidak bisa mendapatkan cinta bang Andi.

Namun seperti yang bang Andi pernah katakan, bahwa hidup ini adalah pilihan dan aku memilih untuk tidak memilih, sesuatu yang tidak ditakdirkan untukku. Aku tidak memilih, kecuali yang sudah ditakdirkan untukku.

Ya, bang Andi memang tidak ditakdirkan untuk aku miliki sebagai kekasih, tetapi ia telah ditakdirkan untuk aku miliki sebagai sahabat dan juga sebagai saudara.

Semoga saja bang Andi juga bahagia dengan pernikahannya.

Dan semoga saja, aku juga bisa menemukan kebahagiaanku yang lain.  Sebuah kebahagiaan yang mungkin telah ditakdirkan untukku.

Ya, semoga saja..

****

Namun takdir adalah takdir. Ada takdir yang bisa kita ubah, namun ada juga takdir yang tidak bisa kita ubah.

Takdirku sebagai seorang laki-laki, adalah sesuatu yang tidak akan pernah bisa diubah.

Dan untuk memenuhi takdirku tersebut, setelah lulus kuliah dan dengan tetap masih membuka usaha bersama bang Andi, aku pun memutuskan untuk menerima perjodohanku dengan gadis pilihan orangtuaku.

Meski pun sejujurnya aku tak pernah mencintai gadis itu. Namun demi memenuhi keinginan kedua orangtuaku, aku pun menyetujui pernikahan tersebut.

Takdir ku sebagai seorang laki-laki juga lah yang akhirnya membuat aku, setahun kemudian, menjadi seorang ayah.

Dan bang Andi sendiri juga sudah punya dua orang putra.

Meski pun sudah memiliki keluarga masing-masing, aku dan bang Andi masih terus bersama. Terutama karena kami masih bekerja sama dalam menjalankan usaha kami.

Sebenarnya aku masih mencintai bang Andi. Bang Andi adalah cinta sejati dalam hidupku. Walau pun takdir tidak membuatku bisa memilikinya sebagai pasangan hidup. Tapi setidaknya, aku masih bisa terus bersamanya, menjadi sahabatnya dan melewati hari-hari bersama.

Hingga suatu saat, dan ini adalah bagian penting dari kisah ku ini.

"saya mau cerai dari istriku, Bay.." begitu bang Andi memulai curhatannya.

Aku dengan sedikit mengerutkan kening pun menatapnya, "kenapa?" tanyaku.

"kami sudah tidak sejalan lagi, Bay. Istriku sudah mulai berubah. Ia tak lagi seperti dulu.." balas bang Andi, suaranya terdengar lemah.

"tapi apa harus bercerai, bang. Bukankah sebaiknya abang bicarakan dulu dengan istri abang.." ucapku ringan. Kami ngobrol di salah satu gerai usaha kami. Saat itu sudah jam sepuluh malam, gerai kami sudah tutup.

"saya udah coba bicara baik-baik dengan istri saya, tapi sepertinya ia juga tidak berniat untuk mempertahankan rumah tangga kami.." balas bang Andi lagi.

"pasti ada penyebabnya kenapa istri bang Andi berubah. Abang sudah mempertanyakan hal tersebut?" tanyaku.

"katanya sih, karena aku terlalu sibuk kerja dan juga jarang berada di rumah. Tapi aku tahu, kalau istri ku sudah punya pria lain di hatinya. Karena itu juga ia sudah sering meminta cerai dariku.." cerita bang Andi lagi.

"aku sudah berusaha untuk mempertahankan rumah tangga kami, tapi seperti yang pernah aku katakan, bahwa aku tidak akan memilih sesuatu yang sudah tidak ditakdirkan untukku lagi. Mungkin takdir jodoh kami hanya sampai disini.." lanjut bang Andi.

"lalu bagaimana dengan anak-anak, bang?" tanyaku lagi.

"istriku bersedia membawa anak-anak bersamanya. Sebenarnya aku merasa berat harus melepaskan anak-anak, tapi rasanya lebih baik, kalau anak-anak ikut bersama ibunya. Karena aku juga tidak punya banyak waktu untuk mengurus mereka.." balas bang Andi.

Sepertinya keputusan bang Andi dan istrinya untuk berpisah sudah sangat bulat. Hanya saja aku tidak pernah menyangka, kalau ternyata rumah tangga bang Andi selama ini tidak benar-benar bahagia. Bang Andi tidak pernah cerita hal ini sebelumnya padaku.

Aku merasa perihatin melihat bang Andi, seperti yang ia katakan, hidupnya selalu dipenuhi dengan kepahitan. Padahal baru beberapa tahun ini, hidup bang Andi sudah cukup membaik.

Sekarang ia harus kehilangan istri dan juga anak-anaknya. Aku yakin bang Andi pasti sangat terpukul dengan semua itu.

Dan aku juga merasa takut, kalau bang Andi akan kembali menjadi seorang alkoholic seperti dulu, karena kejadian tersebut.

Untuk itu, aku berusaha tetap menemani bang Andi, aku berusaha menjaganya agar ia tidak larut dalam kesedihannya.

*****

"aku sudah tidak punya tujuan lagi, Bay." keluh bang Andi suatu malam, saat ia sudah benar-benar bercerai dari istrinya.

Sekarang bang Andi tinggal sendiran di rumahnya. Istri dan kedua anaknya sudah pindah ke rumah orangtua istrinya.

"abang gak boleh ngomong seperti itu. Setidaknya sekarang abang sudah punya dua orang anak, yang harus abang pikirkan. Dan jadikan mereka sebagai tujuan hidup abang.." ucapku sok bijak.

Bang Andi memang sudah bercerai dari istrinya. Namun ia masih diizinkan untuk menemui anak-anaknya kapan pun ia mau.

"iya, Bay. Hanya mereka berdua lah yang membuatku tetap bertahan hingga saat ini. Tapi tetap saja aku merasa hampa, Bay." ucap bang Andi kemudian.

"abang tenang aja. Aku akan selalu ada untuk abang, dalam kondisi apa pun." ucapku penuh keyakinan, dan sebenarnya juga tidak bermaksud apa-apa.

"tapi kamu kan juga punya istri dan anak, Bay. Kamu harus lebih sering menghabiskan waktu bersama mereka. Jangan sampai kejadian yang aku alami, akan menimpa kamu juga.." balas bang Andi.

"entahlah, bang. Aku juga mulai merasa jenuh dengan hidupku. Aku tidak benar-benar merasa bahagia saat bersama istriku. Justru aku lebih merasa nyaman saat bersama bang Andi." ucapku mencoba utnuk jujur dengan perasaanku sendiri.

"tapi keluarga itu penting loh, Bay. Terutama anak kamu.." balas bang Andi.

"abang juga penting bagi saya.." ujarku tanpa sadar.

Bang Andi menatapku dengan tatapan penuh selidik, yang membuatku merasa jengah.

"aku juga sayang sama kamu, Bay. Aku juga merasa nyaman saat bersama kamu. Kamu satu-satunya sahabat yang selalu ada kapan pun aku membutuhkanmu. Tapi sayangnya, kamu tidak ditakdirkan untukku...." ucap bang Andi akhirnya, yang membuatku kembali menatap wajah sendunya.

"kalau kita mau, kita bisa mengubah takdir itu, bang." balasku ringan.

"maksud kamu?" tanya bang Andi dengan kening berkerut.

"aku mencintai bang Andi sudah sejak dulu. Dan jika bang Andi juga sayang padaku, mengapa kita tidak mencoba untuk menjalin hubungan yang lebih serius?" ucapku akhirnya dengan cukup berani.

Bertahun-tahun memendam perasaan pada bang Andi, membuat aku merasa jadi punya keberanian untuk jujur, apa lagi kami juga sudah sangat dekat.

"sekali pun kita saling sayang, Bay. Kita tak mungkin menyatu seperti yang kita harapkan. Itulah yang dinamakan takdir, Bay. Dan kita tidak mungkin bisa mengubahnya. seperti yang selalu aku katakan, bahwa pilihan apa pun yang kita pilih dalam hidup ini, janganlah sekali-kali kita memilih sesuatu yang tidak ditakdirkan untuk kita, karean pasti akan berakhir dengan sangat menyakitkan.." ucap bang Andi panjang lebar, yang membuatku akhirnya terdiam.

Apa yang dikatakan bang Andi memanglah sesuatu yang masuk akal. Tidak ada seorang manusia pun, yang bisa melawan takdir.

"aku sering mengatakan, bahwa aku tidak akan memilih sesuatu yang tidak ditakdirkan untukku. Sebenarnya kalimat itu khusus aku tujukan buat kamu, Bay." ucap bang Andi kemudian.

"sebenarnya sudah sejak lama juga, aku menyukai kamu, Bay. Namun aku sadar, kalau kita tidak akan pernah bisa menyatu lebih dari sekedar sahabat. Kita ditakdirkan untuk bertemu, dan mungkin juga ditakdirkan untuk saling tertarik. Tapi kita tidak ditakdirkan untuk bisa saling memiliki.." lanjut bang Andi lagi.

"aku memilih untuk memendam perasaanku padamu, Bay. Karena menurutku percuma, sekalipun aku jujur tentang perasaanku, dan sekalipun kamu juga menyukaiku, namun sekali lagi kita tidak ditakdirkan untuk bersama, kecuali hanya sekedar sebagai sahabat." bang Andi berucap lagi.

"tapi gak ada salahnya kan, bang? Kalau kita mencobanya?" aku berucap kembali.

"untuk apa, Bay? Untuk apa kita mencoba sesuatu yang kita sudah tahu akhirnya seperti apa? Untuk apa kita mencoba sesuatu yang pada akhirnya akan membuat kita terluka? Kita tidak akan bisa bersama selamanya, Bay. Sebesar apa pun cinta yang kita miliki berdua. Takdir pada akhirnya akan memisahkan kita jua.." balas bang Andi terdengar lirih.

"seperti bang Andi yang memilih untuk menikah dengan gadis yang sebenarnya tidak abang cintai, lalu kemudian takdir juga yang membuat bang Andi memilih untuk bercerai? Apa seperti itu?" ucapku sedikit kasar.

"tidak ada sebuah hubungan apa pun di dunia ini, yang akan menyatu selamanya, bang. Bahkan pasangan yang menikah dengan dasar saling cinta, pada akhirnya juga akan terpisahkan oleh takdir, kalau tidak perceraian ya kematian.." lanjutku lagi.

"tapi setidaknya mereka tidak melawan takdir, Bay. Seorang laki-laki yang menikahi seorang perempuan itu adalah sebuah takdir yang seharusnya. Tapi kita? Kita ini sama-sama laki-laki, Bay. terlalu banyak takdir yang akan kita lawan. Dan aku gak sanggup, Bay. Aku gak sanggup memulai sesuatu yang sudah jelas tidak diperbolehkan.." balas bang Andi.

"tapi setidaknya beri aku kesempatan, bang. Untuk bisa merasakan bagaimana rasanya dicintai oleh orang yang juga mencintaiku. Selama ini aku hanya mencintai bang Andi, sementara aku hidup bersama orang yang tidak aku cintai. Aku merasa tersiksa, bang. Apa takdir seperti itu yang harus kita jalani?" aku membalas dengan sedikit sengit.

"terkadang dalam hidup, kita juga harus mengikuti ego kita, bang. Kita tidak harus hidup hanya mengikuti apa yang orang lain inginkan. Menikah dengan seorang perempuan memang sudah menjadi takdir seorang laki-laki. Tapi hidup bersama orang yang kita cintai, merupakan sesuatu yang harus kita rasakan juga. Tak peduli orang lain setuju atau tidak. Karena yang tahu apa yang membuat kita bahagia hanyalah diri kita sendiri, bang. Bukan orang lain.." aku melanjutkan lagi.

"lalu kamu mau nya gimana?" tanya bang Andi dengan suara lembut, setelah untuk beberapa saat kami saling terdiam.

"aku ingin kita hidup bersama, bang. Aku ingin menghabiskan waktu bersama abang. Menjalani hari-hari berdua. Menikmati indahnya cinta kita. Aku ingin hidup bahagia selamanya bersama abang, sampai maut memisahkan kita." balasku yakin.

"kamu yakin?" tanya bang Andi.

"saya yakin, bang. Kita sudah mencoba menjalankan takdir kita sebagai laki-laki, menikah dan punya anak. Mungkin kini saatnya kita menjalankan hidup kita seperti yang kita inginkan.." balasku cepat.

"lalu bagaimana dengan istri dan anakmu, Bay?" tanya bang Andi lagi.

"kalau abang berani memilih untuk berpisah dari istri abang, kenapa aku gak? Aku akan bercerai dari istriku dengan cara baik-baik, bang. Dan setelah itu, kita akan hidup bersama selamanya, bang." jawabku dengan penuh keyakinan.

"lalu bagaimana dengan orangtua kamu?" bang Andi bertanya lagi.

"kita sudah cukup dewasa, bang. Untuk menentukan jalan hidup kita sendiri dan memilih apa pun yang kita inginkan. Aku juga sudah memenuhi keinginan mereka, untuk menikah dan punya keturunan. Jadi aku rasa mereka juga tidak akan bisa mengatur hidupku sepenuhnya. Meski tentu saja, mereka tidak harus tahu apa yang terjadi diantara kita berdua sebenarnya." balasku.

"terserah kamu aja, Bay. Aku juga sangat mencintai kamu. Aku juga sebenarnya sangat ingin merasakan hidup berdua bersama kamu. Seperti yang pernah aku katakan, jika saja seandainya kamu adalah perempuan, maka sudah sejak lama aku akan menikahi kamu, walau apa pun rintangannya." ujar bang Andi, sambil kali ini ia menggenggam tanganku erat.

Aku merasakan begitu hangatnya genggaman tangan itu. Aku merasa begitu bahagia.

Mungkin keputusan kami adalah sebuah kesalahan, namun untuk merasakan sebuah kebahagiaan, terkadang kita memang harus mengorbankan banyak hal.

Takdir mungkin menginginkan kami untuk bersama, tapi kami tidak ingin terus memasrahkan diri kepada takdir.

Mungkin dunia dan seisinya menolak hubungan kami, tapi sekali lagi, kami juga ingin merasakan hidup yang bahagia, bersama orang yang benar-benar kami cintai.

Sudah bertahun-tahun kami mencoba mengikuti takdir yang telah di tetapkan untuk kami, namun kami tidak pernah merasakan bahagia seperti yang kami harapkan.

Untuk pertama kalinya dalam hidup kami, kami mencoba memilih sesuatu yang tidak ditakdirkan untuk kami.

Aku tahu, seperti yang bang Andi katakan, bahwa akhir dari kisah kami sudah cukup jelas, namun selagi kami masih punya waktu untuk terus bersama, kami akan tetap terus bersama.

Dan begitulah kisahku bersama bang Andi, si alkoholic tersebut. Sebuah kisah yang selama ini hanya menjadi rahasia antara aku dan bang Andi.

Aku dan bang Andi memang memutuskan untuk hidup bersama. Namun kami tidak ingin siapa pun tahu, tentang hubungan kami. Di mata orang-orang kami hanyalah dua orang sahabat, yang bekerja sama dalam menjalankan sebuah usaha.

Kami bahagia dengan hidup kami saat ini. Dan semoga kami tetap bisa bahagia selamanya, sampai maut memisahkan kami.

Terima kasih sudah menyimak kisahku ini sampai selesai, salam sayang untuk kalian semua.. Muuuaach..

*****

Selesai..

Aku dan istriku mencintai pria yang sama

Namaku Dapit. Aku sudah menikah sekitar 3 tahun yang lalu. Saat ini usia ku sudah 31 tahun.

Istriku seorang yang cantik dan seksi. Namanya Tina, usianya masih 25 tahun.

Meski pun kami sudah menikah selama 3 tahun, tapi kami belum dikaruniai anak.

Aku seorang pengusaha yang sukses. Aku punya beberapa perkebunan sawit yang sangat luas.

Pernikahanku dengan istriku sebenarnya baik-baik saja, meski pun kami menikah bukan atas dasar saling cinta. Kami menikah sebenarnya hanya karena di jodohkan oleh kedua orangtua kami.

Namun sebagai sepasang suami istri, kami tetap menjalankan tugas dan kewajiban kami sebagaimana layaknya pasangan suami istri. Melakukan hubungan seperti suami istri lainnya.

Namun demikian kami belum juga memiliki anak.

Karena kehidupan kami yang sangat mapan, kami juga memiliki rumah yang besar dan mewah. Kami juga punya beberapa orang pembantu di rumah dan juga seorang sopir pribadi.

Sopir pribadi ku itu bernama Udin. Ia seorang pemuda yang berasal dari desa dan baru beberapa bulan bekerja bersama kami.

Awalnya kehidupan keluarga kami berjalan dengan baik. Belum pernah ada masalah yang berarti yang kami hadapi.

Sebagai seorang suami, aku berusaha memberikan yang terbaik untuk istriku, terutama soal ekonomi.

Kebutuhan istriku selalu terpenuhi, terutama kebutuhan materinya.

Namun sebagai seorang pengusaha yang cukup sibuk, aku memang jarang berada di rumah. Aku lebih sering menghabiskan waktu ku, mengurusi segala pekerjaanku.

Karena itu juga mungkin, istriku mulai merasa kesepian.

Dan terjadilah kisah ini...

*****

Berawal dari istriku yang sering meminta Udin, si sopir pribadiku itu, untuk menemaninya belanja atau sekedar kumpul-kumpul dengan teman-temannya.

Setiap hari, Udin, setelah mengantarku ke kantor, ia akan kembali ke rumah, lalu kemudian pergi menemani istriku belanja atau pun keperluan lainnya.

Aku tidak menaruh curiga awalnya, meski pun Udin jadi sering terlambat menjemputku ke kantor.

Berbagai alasan yang Udin berikan atas keterlambatannya tersebut.

Aku masih mencoba untuk berpikir positif.

Udin memang laki-laki yang berasal dari kampung, usianya masih sekitar 21 tahun.

secara fisik, Udin memang menarik. Wajahnya tampan dengan postur tubuh yang atletis dan terlihat gagah. Meski ia memiliki kulit yang sedikit gelap.

Sejak awal Udin mulai bekerja denganku, aku memang sudah menyukainya.

Tapi selama ini, aku berusaha bersikap sewajarnya.

Namun semakin lama, aku semakin mengagumi sosok Udin. Aku semakin penasaran dengannya.

Sifat asli ku pun muncul. Aku jadi semakin sering memikirkan Udin dan mengkhayalkan tubuh kekarnya.

Hingga suatu hari, aku berniat untuk meminta Udin menemaniku ke luar kota, untuk melihat salah satu kebun sawitku.

Udin tentu saja tidak bisa menolak ajakan ku tersebut.

Jadilah kami berdua berangkat ke luar kota dengan mengendarai mobil. Padahal biasanya, jika aku pergi ke luar kota, aku selalu naik pesawt dan selalu pergi sendirian.

Namun kali ini, aku sengaja meminta Udin untuk menemaniku. Karena aku memang punya niat lain terhadapnya.

Sesampai di kota yang kami tuju, setelah melewati perjalanan lebih kurang sepuluh jam, aku pun mengajak Udin untuk menginap di sebuah hotel di kota tersebut.

Aku sengaja hanya menyewa satu kamar, agar Udin bisa tidur satu kamar denganku.

Malam itu, dengan sedikit ragu-ragu aku pun mulai bercerita kepada Udin.

Berawal dari cerita ku tentang rumah tanggaku yang sebenarnya tidak bahagia, karena belum memiliki keturunan.

Aku juga menceritakan bahwa kami menikah sebenarnya bukan karena kami saling mencintai, tapi karena di jodohkan.

Udin mendengarkan ceritaku dengan seksama. Pria tampan itu seperti tidak percaya dengan apa yang aku ceritakan. Karena setahunya selama ini, yang ia lihat rumah tangga kami baik-baik saja dan terlihat bahagia.

Sampailah akhirnya aku pun menceritakan tentang siapa aku sebenarnya.

Ya, aku adalah seorang gay, sudah sejak lama.

Dulu sebelum menikah, aku pernah pacaran beberapa kali dengan sesama pria. Meski pada akhirnya setiap hubungan percintaanku, selalu kandas.

Lalu kemudian aku pun menikah, untuk memenuhi keinginan kedua orangtua ku.

Setelah menikah, jujur, aku masih sering bermain api bersama lelaki di luar rumah. Namun aku tidak pernah lagi menjalin hubungan yang serius dengan para laki-laki tersebut.

Aku melakukannya hanya atas dasar suka sama suka, tanpa ada ikatan apa pun.

Dan kadang aku juga sering menyewa laki-laki bayaran, untuk memenuhi hasratku yang menyimpang tersebut.

Namun sejak Udin mulai bekerja bersamaku, aku mulai merasakan perasaan cinta itu kembali.

Hatiku selalu berbunga-bunga, saat bersama Udin. Aku semakin tergila-gila padanya.

Karena itu aku pun bertekad untuk bisa mendapatkan Udin, walau dengan cara apa pun.

Dan malam inilah kesempatan ku, untuk bisa mewujudkan hal tersebut.

Setelah aku menceritakan semuanya, aku pun kemudian menawarkan Udin sejumlah uang, agar ia mau bercocok tanam denganku malam itu.

Udin berusaha menolak, dan mengatakan kalau ia tidak tertarik pada laki-laki, ia hanya bisa tertarik pada perempuan.

Namun aku tidak menyerah, aku bahkan mengancam akan memecat Udin, jika ia masih saja menolak permintaanku tersebut.

Akhirnya meski dengan sangat terpaksa, Udin pun bersedia melakukan hal tersebut denganku. Tentu saja dengan syarat aku harus membayarnya mahal.

Aku tidak peduli, berapa banyak uangku habis, hanya untuk bisa menikmati malam itu bersama Udin.

Karena selama ini, aku juga sering membayar laki-laki lain untuk tidur bersamaku.

Jadi tidak ada salahnya, aku menghabiskan banyak uang, untuk seorang laki-laki setampan dan segagah Udin. Lagi pula aku memang mencintai Udin, dan yang penting ia adalah laki-laki normal.

Rasanya ada nilai plus tersendiri, saat aku berhasil menaklukan seorang laki-laki normal, meski dengan cara yang tidak baik.

Malam itu, kami pun bersimbah keringat. Mendayung biduk cinta berdua.

Udin yang awalnya ogah-ogahan, semakin lama justru semakin menikmati hal tersebut.

Sampai akhirnya, Udin pun harus mengakui, bahwa bercocok tanam dengan sesama pria, juga punya sensasi keindahan tersendiri.

Hal itu terlihat jelas dari raut wajah Udin yang begitu menikmati hal tersebut.

*****

Hari-hari selanjutnya, aku semakin sering meminta Udin untuk menemaniku ke luar kota melihat kebun sawitku, sekaligus untuk kami bercocok tanam berdua.

Aku memang memberi Udin sejumlah uang setiap kali kami selesai melakukannya.

Dan Udin sendiri terlihat mulai bisa menikmati hal tersebut.

Hari-hari pun berlalu, hingga berbulan-bulan hal itu terus terjadi.

Sampai akhirnya aku pun mengetahui, kalau ternyata istri ku juga menjalin hubungan gelap dengan Udin.

Hal itu aku ketahui, saat istriku mengaku kalau ia hamil. Padahal sekitar setahun yang lalu, aku sempat secara diam-diam,memeriksakan diriku pada seorang dokter.

Dan dokter itu mendiagnosa ku, kalau aku mengalami kemandulan. Tapi aku tidak pernah menceritakan hal tersebut kepada siapa pun, apa lagi kepada istriku.

Jika aku mandul, lalu bagaimana mungkin istriku bisa hamil?

Karena itu, aku pun memaksa istriku untuk jujur.

Dengan bersimbah air mata, istriku pun mengakui, kalau sebenarnya ia telah menjalin hubungan dengan Udin, si sopir pribadiku itu.

Dan istriku pun mengakui, kalau anak yang ia kandung memang anaknya Udin.

Aku tentu saja sangat marah mendengar itu semua.

Sejak aku mengetahui kalau aku mandul, aku memang jarang berada di rumah, dan aku juga memberi kebebasan penuh kepada istriku. Hanya saja, aku tidak menyangka kalau istriku akan bermain api dengan Udin, si sopir pribadiku tersebut, sekaligus orang yang aku cintai dan juga orang yang telah berkali-kali bercocok tanam denganku.

Tapi biar bagaimana pun, semua ini tidak sepenuhnya salah istriku.

Mungkin karena selalu merasa kesepian, istriku pun tergoda untuk melakukan hal tersebut.

Apa lagi Udin memang sangat menarik secara fisik. Wajar rasanya, kalau istriku akan tergoda.

Udin.... Udin... mengapa kau juga harus melahap istriku, di saat kau juga menikmati kebersamaan kita? Bathin ku penuh sesal.

Namun aku terlalu mencintai Udin. Aku tak bisa membencinya. Aku terlalu terlena dengan segala permainan indahnya. Sementara aku tidak mencintai istriku.

Jika harus memilih, aku lebih memilih Udin dari pada istriku.

Tapi aku tidak mungkin menceraikan istriku. Aku tidak ingin mengecewakan kedua orangtuaku.

Jadi aku memilih untuk membiarkan semuanya terjadi.

Aku memilih untuk merahasiakan semuanya.

Tak mengapa istriku hamil oleh Udin, karena aku tidak akan bisa memberinya keturunan.

Setidaknya di mata keluarga kami, kehamilan istriku tentu saja membuat mereka bahagia, terutama orangtuaku. Karena mereka sudah sangat lama menginginkan cucu dariku.

Mereka tidak perlu tahu apa yang terjadi sebenarnya. Biarlah mereka berpikir, bahwa anak yang ada dalam kandungan istriku adalah anakku.

Aku pun memilih untuk memaafkan istriku, namun aku memintanya untuk mengakhiri hubungannya dengan Udin.

Aku tidak memecat Udin. Aku berpura-pura tidak tahu, tentang hubungannya dengan istriku.

Aku masih ingin menikmati kebersamaanku dengan Udin. Dan aku tidak akan pernah melepaskannya, walau dengan alasan apa pun.

Aku mencintai Udin, dan akan selalu mencintainya.

Tapi aku tidak ingin ia menjalin hubungan dengan siapa pun, termasuk istriku. Aku hanya ingin Udin menjadi milikku seutuhnya.

*****

Hari-hari pun terus berlalu. Istriku sudah memutuskan hubungannya dengan Udin. Namun aku masih terus rutin mengajak Udin pergi ke luar kota bersamaku.

Aku masih terus meminta jatah padanya. Aku benar-benar merasa ketagihan dengannya.

Namun hal itu tidak berlangsung lama.

Istriku mulai curiga dengan kedekatan kami. Ia pun meminta seseorang untuk mengikuti kami ke luar kota. Tanpa kami sadari, orang suruhan istriku pun mengetahui hubungan kami dan menceritakan semuanya pada istriku.

Setelah mengetahui hal tersebut, istriku meminta cerai dariku dan ia pun pergi dari rumahku.

Sementara Udin, setelah mengetahui hal tersebut, juga memutuskan untuk pergi dan meninggalkan ku.

Ia mengatakan kalau ia telah lelah dengan semua yang terjadi diantara kami.

Aku pun harus merelakan kepergian dua orang yang sangat penting dalam hidupku.

Dalam kesendirianku, aku mulai berpikir untuk bisa mengubah diriku.

Mungkin selama ini, aku terlalu terlena dengan dosa-dosaku. Aku selalu mengikuti setiap keinginan dalam diriku. Aku terbuai dalam nafsu yang penuh dosa.

Kini aku mulai sadar, bahwa apa yang aku lakukan selama ini adalah sebuah kesalahan, dan aku berjanji tidak akan pernah mengulanginya lagi.

Hanya saja, ada satu beban yang tidak bisa lepaskan begitu saja. Sebuah beban yang harus aku tanggung seumur hidupku.

Aku harus menerima kenyataan bahwa aku tidak akan pernah bisa memiliki keturunan, karena aku seorang laki-laki mandul. Dan hal itu membuatku kian merasa terpuruk.

Namun aku sadar, bahwa semua itu bisa saja terjadi, karena selama ini, aku selalu berbuat dosa.

Mungkin itu adalah hukuman bagiku, yang harus aku terima dengan lapang dada.

Semoga saja ke depannya, aku bisa jadi lebih baik dan lebih bisa menahan diri.

Ya, semoga saja...

****

Selesai...

Cari Blog Ini

Layanan

Translate