Security tampan itu, pacarku... (part 1) Abe version

Abe ...

Namanya Ardio. Biasa dipanggil Dio.

Dia seorang security di sebuah kebun sawit milik sebuah perusahaan besar.

Sementara saya adalah seorang mandor panen di kebun sawit tersebut.

Aku mengenal Dio, karena sering mampir di pos nya saat ia sedang bertugas.

Dio seorang pemuda yang ramah. Usianya masih dua puluh tiga tahun, empat tahun lebih muda dari ku.

Wajahnya tampan dengan rambutnya yang ikal, serta postur tubuhnya yang lumayan kekar.

Sejak mengenal Dio, aku jadi punya semangat baru untuk bekerja.

Aku bekerja sudah lebih dari empat tahun di perusahaan sawit tersebut. Sementara Dio, baru bekerja selama satu tahun belakangan ini.

Sejak pertama melihat dan kenal dengan Dio, aku merasa sudah tertarik dengannya.

Aku jatuh cinta pada Dio. Ingin sekali rasanya bisa memilikinya.

Namun aku cukup sadar, kalau hal itu terasa mustahil bagiku.

Biar bagaimana pun aku dan Dio berjenis kelamin yang sama. Sulit rasany mewujudkan impian ku untuk bisa mendapatkan Dio.

Tapi aku tetap setia dengan perasaanku padanya. Aku tetap tulus mencintainya.

Bagi ku, bisa melihat ia tersenyum saja itu sudah cukup membuat aku bahagia.

Bagaimanakah kisah ku dengan Dio terjalin?

Simak kisah ini sampai selesai ya..

Namun sebelumnya......bla..bla..

****

Hari-hari terus berlalu. Aku tetap bekerja seperti biasa. Dan sekali-kali aku sempatkan untuk mampir di pos Dio, jika ia masuk kerja.

Sebagai security Dio memang tidak setiap hari masuk kerja. Dalam seminggu biasanya Dio masuk kerja siang selama dua hari, kemudian masuk kerja malam selama dua malam pula. Selebihnya Dio off kerja.

Sementara aku sebagai mandor panen, memang setiap hari masuk kerja, kecuali hari minggu.

Aku masuk kerja dari pagi sampai sore hari, dan terkadang juga sampai malam.

Aku tinggal di perumahan yang memang disediakan oleh perusahaan untuk tempat tinggal para karyawan.

Aku tinggal sendiri, karena aku adalah seorang perantau. Orangtua dan semua keluargaku tinggal di kampung yang cukup jauh dari perusahaan tempat aku bekerja.

Sedangkan Dio sendiri tinggal bersama keluarganya di sebuah desa yang hanya berjarak lima kilometer dari perusahaan sawit tersebut.

Karena sering ngobrol, aku dan Dio pun kian dekat dan akrab.

Dari Dio, aku tahu, kalau ia adalah anak kedua dari tiga bersaudara.

Kakak pertamanya seorang laki-laki dan sudah menikah, sedangkan adiknya seorang perempuan yang masih SMA saat ini.

Ayahnya adalah seorang nelayan, sedangkan ibunya hanya seorang ibu rumah tangga biasa.

Kehidupan Dio secara ekonomi memang tidak terlalu baik. Namun Dio punya semangat yang kuat dalam bekerja.

"orang seperti saya, memang harus kerja keras, bang Abe.." ucap Dio suatu senja.

Saat itu aku hendak pulang ke rumah, dan aku sempatkan untuk mampir di pos penjagaan yang memang berada di jalan menuju perumahan tempat aku tinggal. Kebetulan saat itu Dio baru saja datang, karena ia memang bertugas malam itu.

"bukan hanya kamu Dio, setiap orang memang harus bekerja keras kan?" balasku ringan.

"gak semua orang, bang Abe. Ada orang yang terlahir dari keluarga yang serba ada. Mereka hanya sekolah, lalu kemudian setelah lulus kuliah, mereka pun bekerja pada perusahaan orangtuanya. Mereka tidak harus memikirkan tentang biaya sekolah apa lagi biaya hidup..." ucap Dio kemudian, yang membuatku sedikit mengangguk setuju.

Dio memang hanya lulusan SMA, tapi cara dia berpikir tentang hidup ini, terdengar sangat luas dan dewasa.

Hal itu justru menambah rasa kagumku padanya. Selain fisiknya yang memang menarik, sikapnya juga sangat mengagumkan.

****

Suatu malam aku dengan cukup nekat mengajak Dio mampir ke rumahku.

Saat itu, Dio baru saja selesai tugas dan digantikan oleh security lainnya.

Biasanya kalau masuk kerja siang, Dio mulai bekerja dari jam delapan pagi sampai jam delapan malam.

Sedangkan jika masuk malam, Dio mulai bekerja dari jam delapan malam sampai jam delapan pagi.

Waktu itu, Dio masuk kerja siang dan hendak pulang ketika sudah jam delapan malam.

Namun aku mencoba berbasa-basi padanya, dan mengajaknya singgah di rumahku.

Dio tidak keberatan. Apa lagi selama kami saling kenal, Dio belum pernah sekali pun mampir ke rumahku.

"enak ya jadi bang Abe. Kerja nya santai, gajinya besar dan di kasih rumah juga sama perusahaan.." ucap Dio, saat kami sudah berada di dalam rumahku.

"gak juga, Dio. Rumah ini kan cuma pinjaman. Nanti kalau aku sudah gak kerja di sini lagi, pasti bakal diambil alih lagi oleh perusahaan.." balasku berusaha santai.

"emangnya ada rencana bang Abe untuk berhenti kerja dari sini?" tanya Dio kemudian.

"ya gak juga sih. Tapi kan mungkin saja suatu saat nanti perusahaan sudah tidak membutuhkan aku lagi..." balasku seadanya.

"sayanglah kalau gitu..." ucap Dio tiba-tiba.

"kok sayang?" tanyaku dengan kening sedikit berkerut.

"kalau bang Abe berhenti, aku jadi gak bisa ketemu bang Abe lagi dong..." balas Dio lugas.

"emang kenapa kalau gak bisa ketemu saya lagi?" tanyaku dengan sedikit memancing.

"yah... gak kenapa-kenapa, sih. Mungkin bakalan kangen aja.." balas Dio dengan sedikit menunduk.

"ah.. kamu bisa aja, Dio. Ngapain kamu kangen sama saya? Kita kan cuma berteman.." balasku dengan sedikit menekan suara.

"emang gak boleh ya, kalau aku kangen sama bang Abe...?" tanya Dio kemudian.

"ya bolehlah. Masa' gak? Tapi itu kan belum terjadi, Dio. Sekarang aku kan masih disini.." balasku.

"iya, bang. Tapi aku benaran loh. Gak bertemu bang Abe satu hari aja, aku sudah kangen.." suara Dio bergetar. Dan getaran suara itu sampai menyentuh jantungku.

Dio kangen samaku? Apa itu berarti kalau Dio juga suka padaku? tanyaku membathin.

"aku suka sama bang Abe. Bang Abe baik, manis lagi. Aku suka kalau melihat bang Abe tersenyum.." ucap Dio, setelah beberapa saat kami terdiam.

"aku juga suka sama kamu, Dio. Kamu sangat tampan dan juga sangat gagah. Aku bahkan sudah sangat lama menyukai kamu.." balasku dengan suara bergetar.

"tapi kenapa selama ini bang Abe hanya diam-diam saja. Bahkan terkesan cukup cuek padaku.." timpal Dio kemudian.

"ya, aku kan gak berani berterus terang sama kamu, Dio. Aku takut kamu nantinya malah menjauh dariku.." balasku mulai terasa santai.

"aku juga suka sama bang Abe. Aku cinta sama bang Abe..." ucap Dio penuh perasaan.

"aku juga mencintai kamu, Dio." balasku lembut.

Tanganku perlahan mulai menyentuh lembut tangan kekar Dio.

"sudah sangat lama aku ingin sekali memelukmu, Dio." ucapku pelan, "jadi sekarang boleh kan aku peluk kamu?" lanjutku sopan.

"boleh aja sih, bang. Aku juga pengen di peluk bang Abe. Tapi aku belum mandi loh, bang.." balas Dio, sambil tersenyum manis.

"kamu gak mandi sepuluh hari juga gak apa-apa, Dio. Di mataku kamu selalu terlihat sempurna.." aku berucap, sambil mulai mendekatkan tubuhku.

"ah, bang Abe bisa aja. Aku jadi malu loh, bang. Tapi aku juga pengen sih.." balas Dio lagi, sambil ikut mendekatkan tubuhnya.

Malam itu, untuk pertama kalinya, aku dan Dio pun melakukan sebuah pergelaran yang indah.

Sungguh malam yang indah bagiku dan Dio. Akhirnya security tampan dan gagah itu, bisa aku miliki seutuhnya. Seperti yang aku inginkan selama ini.

"aku sayang sama bang Abe.." bisik Dio di tengah pergelaran kami.

"aku juga sayang sama kamu, Dio." balasku dengan penuh perasaan.

Cintaku dan cinta Dio, akhirnya menyatu. Dan sejak malam itu aku dan Dio pun resmi berpacaran.

****

Hari-hari selanjutnya terasa sangat indah bagiku. Sekarang hampir setiap malam, Dio selalu datang ke rumahku.

Dan jika Dio bertugas malam hari, aku selalu menyempatkan diri untuk menemaninya di pos penjagaan.

Rasanya dunia begitu indah bagiku.

Cinta yang selama ini aku pendam, akhirnya tercurah sudah.

Kini tidak ada lagi batas antara aku dan Dio.

"aku bahagia, bang. Akhirnya aku bisa merasakan dicintai oleh orang yang aku cintai.." begitu ucap Dio suatu malam padaku.

"aku juga bahagia bisa memiliki kamu, Dio. Aku ingin selamanya kita tetap bersama, hingga maut memisahkan kita.." balasku pelan.

"aku harap bang Abe tidak akan pernah meninggalkan ku, walau dengan alasan apa pun. Aku terlalu mencintai bang Abe.." ucap Dio lagi.

"aku janji, Dio. Selama kamu masih setia denganku, aku akan selalu ada di sampingmu. Aku akan selalu mencintaimu.." balasku lagi.

Aku memang sangat mencintai Dio, dan aku berharap tiada apa pun yang akan memisahkan kami.

Meski pun hubungan kami hanyalah sebuah rahasia, dan tiada siapa pun yang tahu.

Namun kami bahagia dengan semua itu.

Sebenarnya jauh dari dasar hatiku, ingin sekali rasanya aku menceritakan kepada orang-orang tentang hubunganku dengan Dio. Aku ingin orang-orang tahu, kalau security tampan itu adalah pacarku.

Tapi pada kenyataannya, aku dan Dio memang hanya bisa merahasiakan hal tersebut. Entah sampai kapan?

Cinta mungkin memang bukan sesuatu yang harus di umbar-umbar, tapi jujur saja, ada rasa bangga dalam hatiku, bisa memiliki Dio sebagai pacarku.

Dan aku ingin orang-orang tahu hal itu.

Karena itulah aku menceritakan semuanya di sini. Aku ingin mengungkapkan bahwa betapa bahagia dan bangganya aku bisa berpacaran dengan Dio. Seorang security tampan dan gagah.

Terima kasih telah sudi mendengar kisah cinta ku ini. Semoga bisa menjadi hiburan bagi kalian semua.

Dan semoga ada pelajaran yang bisa diambil dari kisah sederhana ini.

Salam sayang untuk kalian semua..

****

Sekian..

Hatiku di curi sang BOS

Namaku Randy. Saat ini usiaku sudah dua puluh dua tahun.

Aku bekerja di sebuah laundry yang cukup besar di kota ku. Ada tujuh orang karyawan yang bekerja di sana. Dan aku bertugas sebagai tukang sorter pakaian dari setiap pelanggan. lebih tepatnya, aku yang memisahkan pakaian-pakaian pelanggan berdasarkan jenis bahan, bentuk cucian, tingkat kekotoran dan warna cucian.

Beberapa orang lainnya ada yang bertugas mencuci dan memeras, mengeringkan, melicinkan serta beberapa tugas lainnya. Selebihnya kami sebenarnya bekerja sama dalam menyelesaikan setiap tugas kami.

Kami bekerja dari pagi sampai sore setiap harinya. Tentu saja dengan gaji yang kami terima setiap bulannya.

Pemilik laundry tempat aku bekerja adalah seorang laki-laki paroh baya, yang sudah menikah dan sudah mempunyai dua orang anak.

Namanya pak Ramli. Begitu biasanya kami memanggil beliau.

Pak Ramli seorang yang baik, ramah serta sangat royal kepada kami sebagai karyawannya.

Laudry tempat aku bekerja tersebut sebenarnya masih satu atap dengan rumah tempat pak Ramli dan keluarganya tinggal. Hanya saja ada sekat yang memisahkan rumah pak Ramli dengan ruangan tempat laundry tersebut.

Rumah itu sangat besar dengan halaman yang cukup luas.

Aku bekerja di sana baru sekitar tiga bulan, menggantikan seorang karyawan yang baru saja mengundurkan diri karena akan menikah.

Aku hanya lulusan SMA. Jadi hanya pekerjaan seperti inilah yang bisa aku dapatkan. Sebelumnya aku sempat bekerja serabutan di kota. Menjadi buruh angkut dan pernah juga menjadi kuli bangunan.

Aku seorang yatim. Ayahku sudah lama meninggal, karena sakit. Ibu ku juga saat ini sering sakit-sakitan.

Aku anak ketiga dari empat bersaudara. Kedua kakakku perempuan dan sudah menikah. Sedangkan adik perempuan bungsu ku, masih kuliah saat ini.

Aku, adik bungsu ku dan ibu ku tinggal serumah, sedangkan kedua kakak perempuan ku sudah tinggal di rumahnya masing-masing, meski tentu saja masih kontrak.

Aku memang harus bekerja keras, untuk biaya hidup kami dan juga untuk biaya kuliah adikku.

Sebagai anak laki-laki satu-satunya, mau tidak mau saat ini aku harus menjadi tulang punggung keluarga ku. Beruntunglah kakak ku yang nomor dua punya suami yang sudah memiliki pekerjaan yang cukup mapan, sehingga bisa sedikit membantu keuangan keluarga kami.

Dan begitulah kehidupan yang aku jalani setiap harinya.

****

Meski pun baru bekerja tiga bulan, kehadiranku di sana sangat di terima dengan baik oleh rekan-rekan kerja lainnya. Pak Ramli juga menyambutku dengan baik.

Aku merasa betah bekerja di sana. Aku seperti menemukan keluarga baru di sana.

Apa lagi sejak mengenal pak Ramli, si pemilik usaha laundry tersebut. Meski pun sudah berusia kepala empat, ketampanan wajah pak Ramli masih terlihat utuh. Tubunya juga berotot dan terlihat gagah.

Sejak pertama melihat pak Ramli aku mulai menaruh hati padanya. Meski tentu saja, semua itu hanya aku pendam sendiri. Biar bagaimana pun pak Ramli sudah menikah dan sudah mempunyai anak. Yang artinya, sangat tidak mungkin bagiku untuk bisa memilikinya.

Tapi cinta adalah cinta. Ia tak mengenal ruang dan waktu. Cinta bisa tumbuh kapan saja dan kepada siapa saja. Dan itu yang aku rasakan.

Aku jadi punya semangat lebih untuk berangkat kerja setiap paginya. Aku bahagia bisa menatap wajah tampan pak Ramli. Mendengar lantunan suaranya yang terdengar maskulin.

Aku suka memperhatikan pak Ramli diam-diam. Menatapnya dari kejauhan. Dan kemudian mengkhayalkannya di setiap menjelang tidurku.

Dunia ku menjadi penuh warna dengan semua itu. Aku jadi punya tujuan tersendiri dalam hidupku.

Aku mencintai pak Ramli dan akan selalu mencintainya. Meski pun aku sadar, bahwa semua itu adalah sebuah kesalahan. Sebuah kesalahan yang indah.

"woi.. melamun aja dari tadi.." suara Tegar, salah satu rekan kerjaku membuyarkan lamunanku tentang pak Ramli pagi itu.

Aku tidak menajwab teguran itu. Namun buru-buru aku kembali mulai bekerja.

Saat itu tiba-tiba pak Ramli datang. Dia hanya memakai celana jeans pendek dengan baju kaos oblong putihnya.

Kaki pak Ramli memang ditumbuhi bulu-bulu halus yang lebat. Dadanya terlihat bidang. Rahangnya kokoh. Hidungnya mancung, dengan lekukan tipis di pipi kirinya.

Benar-benar sosok laki-laki sempurna. Betapa beruntungnya istri pak Ramli bisa memilikinya tanpa batas.

Sementara aku hanya bisa mengkhayalkannya.

"kamu bisa temani saya sebentar ke pasar, Randy?" ucap pak Ramli padaku.

"ibu lagi gak enak badan, jadi hari ini ia memintaku untuk belanja.." lanjut pak Ramli.

"iya, bisa, pak.." jawabku sedikit bergetar.

Membayangkan aku satu mobil dengan pak Ramli dan bisa dekat-dekat dengannya, membuat debaran di jantungku jadi dua kali lebih cepat dari biasanya.

Dengan perasaan yang berdebar-debar itu, aku mengikuti langkah pak Ramli menuju mobil di garasi.

Perjalanan ke pasar dari rumah pak Ramli sebenarnya tidak begitu jauh, mungkin hanya butuh waktu sepuluh menit.

Aku duduk di samping pak Ramli dengan perasaan yang masih berdebar-debar. Aku hanya menunduk, tak berani menatap ke arah pak Ramli yang sedang menyetir.

"kamu kok kelihatan grogi, Randy. Kamu gak suka menemani saya ke pasar?" tegur pak Ramli, melihat aku yang salah tingkah.

"gak kok, pak. Saya malah senang diajak pak Ramli.." balasku, suaraku masih bergetar.

"senang kok mukanya di tekuk gitu?" ucap pak Ramli lagi.

"gak ditekuk kok, pak. Saya emang gini orangnya.." balasku asal-asalan.

"kalau senang senyum dong. Padahal kamu kalau senyum manis loh.." ucap pak Ramli kemudian, yang membuatku semakin merasa tak karuan.

Pak Ramli menatapku beberapa saat, melihat reaksi ku yang jadi serba salah.

"ah, pak Ramli bisa aja.." ucapku akhirnya, sekedar menenangkan pikiranku.

"benaran loh.. kamu manis. Saya suka lihat kamu tersenyum.." ucap pak Ramli semakin blak-blakan.

"pak Ramli juga gagah, tampan lagi.." balasku tanpa sadar.

Ucapan pak Ramli yang blak-blakan barusan, membuat aku jadi sedikit berani untuk sekedar menatapnya.

"tapi udah tua.." balas pak Ramli spontan.

"gak kelihatan tua kok, pak. Masih segar dan terlihat awet muda.." ucapku lagi semakin berani.

Pak Ramli kembali menatapku. Ia memperlihatkan senyum manisnya.

"kamu suka gak?" tanyanya kemudian, sambil kembali menatap jalanan.

"siapa yang gak suka dengan orang setampan dan segagah pak Ramli?" balasku mulai terasa santai.

Keramahan dan keterbukaan pak Ramli, membuatku jadi merasa lebih leluasa untuk mengungkapkan apa yang aku rasakan padanya.

"tapi saya udah nikah loh, udah punya anak juga.." pak Ramli berucap lagi.

"kalau saya sih, jangankan di jadikan yang kedua sama pak Ramli, dijadikan yang kesepuluh saya pun pasti mau, pak.." aku membalas semakin blak-blakan.

Ada kelegaan tersendiri yang aku rasakan, saat perasaanku terhadap pak Ramli mulai terungkap.

"kamu yakin mau sama saya? yang sudah tua, sudah punya istri dan anak juga?" tanya pak Ramli lagi.

"saya sih yakin, pak. Tapi bagaimana dengan pak Ramli sendiri. Pak Ramli suka gak sama saya?" balasku ringan.

"melihat kamu tersenyum saja saya suka. Apa lagi ... kalau sampai bisa memiliki kamu.." ucap pak Ramli. Saat itu mobil kami sudah parkir di tempat parkir pasar tersebut.

Pembicaraan kami pun terputus, karena harus segera turun dan berbelanja.

Namun hatiku merasa berbunga-bunga saat itu. Indah sekali rasanya. Bisa berjalan berduaan dengan pria pujaanku. Tambahan lagi, aku akhirnya tahu, kalau pak Ramli juga menyukaiku.

Kebahagiaanku menjadi berlipat-lipat saat itu.

****

"jadi gimana? Kamu mau kan jadi yang kedua?" tanya pak Ramli, saat itu kami sudah berada di jalan menuju pulang.

"iya, saya mau, pak..." balasku cepat dan penuh keyakinan.

"jadi mulai sekarang, kita pacaran ya.." ucap pak Ramli lagi, sambil tangannya menyentuh tanganku.

Tangan pak Ramli terasa begitu hangat menyentuh tanganku. Aku kembali bergetar.

Aku berusaha membalas genggaman tangan pak Ramli. Dunia kembali terasa begitu indah bagiku.

Tiba-tiba pak Ramli mengangkat tanganku lalu kemudian mengecupnya lembut.

Oh, aku semakin bergetar. Sungguh terasa sangat indah.

"I love you.." pelan suara pak Ramli, sambil ia mulai melepaskan tanganku kembali.

Aku tiba-tiba merasa tersipu. Dadaku bergemuruh mendengar kalimat indah tersebut.

"i love you too, pak Ramli.." balasku penuh perasaan.

"nanti malam kita ketemuan ya.." tawar pak Ramli kemudian.

"ketemuan dimana?" tanyaku.

"nanti aku kirimkan lokasinya ya.." jelas pak Ramli.

Aku hanya mengangguk ringan membalas ucapan tersebut. Aku tersenyum penuh kebahagiaan.

Aku membayangkan saat kami akan bertemu nanti. Betapa indahnya hal tersebut.

Tak lama kemudian, kami pun sampai kembali ke rumah. Kami pun berusaha bersikap biasa saja, saat sudah berada di rumah kembali.

Namun sepanjang hari, aku sering senyum-senyum sendiri membayangkan kejadian pagi tadi bersama pak Ramli dan juga membayangkan kejadian nanti malam saat kami bertemu nantinya.

Indah sekali rasanya hidup ini. Begitu sempurna. Sesempurna ketampannan wajah pak Ramli di mataku. Sesempurna rasa cintaku untuk pak Ramli.

****

Pagi itu aku terbangun. Benar-benar terbangun.

Aku terbangun dari mimpiku tentang pak Ramli. Aku terbangun dari mimpiku tentang perjalananku ke pasar bersama pak Ramli. Aku terbangun dari mimpiku tentang pak Ramli yang juga menyukaiku.

Ternyata semua itu hanyalah mimpi belaka. Sebuah mimpi yang begitu sempurna.

Aku berusaha untuk memejamkan mataku kembali, berharap mimpi itu bisa terus berlanjut hingga pertemuanku di malam harinya bersama pak Ramli.

Namun suara alarm di ponselku mengganggu imajinasiku pagi itu. Aku pun memutuskan untuk bangkit dan bersegera mandi karena harus berangkat kerja.

Sesampai di tempat kerja aku kembali pada sebuah kenyataan. Kenyataan bahwa pak Ramli tidak akan pernah bisa aku miliki.

Tapi aku selalu bisa berkhayal tentangnya. Aku selalu bisa bermimpi tentangnya.

Mungkin aku memang tidak bisa memiliki pak Ramli dalam dunia nyata ku. Namun di dunia khayalku, pak Ramli adalah belahan jiwaku. Kami selalu bersama setiap malamnya.

Aku selalu berhasil membawa pak Ramli berada dalam dunia khayalku. Aku mendekapnya. Aku merasakan kehangatan dekapannya setiap malam dalam imajinasi liarku.

Pak Ramli selalu punya tempat terindah dalam dunia khayalku. Dia adalah kekasih khayalku yang sempurna. Meski di dunia nyataku dia hanyalah seorang Bos bagiku.

Aku akan selalu mencintai pak Ramli. Meski pun ia tidak harus tahu tentang hal itu.

Begitulah cinta. Tidak semua cinta itu harus terungkap. Begitu banyak kisah cinta yang terpemdam.

Dan kisah ku bersama pak Ramli, bos ku itu, adalah salah satunya.

****

Kisah cowok BO (part 3) di BO sang aktor tampan

Hari berganti, detak jam terasa begitu lambat bagiku.

Aku ingin semua ini segera berlalu. Aku merasa lelah dengan semua ini. Aku rapuh.

Rasanya aku sudah tidak sanggup lagi menjalani semua ini.

Tapi... saat ini Ibu dan adikku sangat membutuhkanku. Aku satu-satunya harapan mereka.

Apa lagi mengingat kondisi Ibu saat ini. Penyakit beliau semakin parah.

Meski pun Ibu masih rutin melakukan cuci darah dua kali seminggu, namun itu tidak menjamin jika beliau akan sembuh kembali. Jalan satu-satunya ya hanya operasi.

Sementara saat ini, uang yang aku kumpulkan masih jauh dari cukup untuk biaya operasi Ibu.

Aku masih harus tetap bekerja keras, untuk bisa mendapatkan uang untuk biaya operasi Ibu.

Dan satu-satunya pekerjaan yang bisa aku lakukan saat ini, hanyalah menjadi seorang cowok BO.

Sudah sejak pagi, aku menunggu panggilan dari pelanggan. Namun hingga sore ini, tidak ada satu pun pesan yang masuk ke ponsel ku.

Jika aku tidak mendapatkan pelanggan malam ini, maka aku akan semakin membutuhkan banyak waktu untuk mengumpulkan uang.

Harapanku semakin sirna, saat hari sudah menjelang malam. Aku masih belum juga mendapatkan pelanggan.

Untuk menghibur diri, aku mencoba berkeliling sambil berjalan kaki. Saat akhirnya ketika jam sudah hampir pukul delapan malam. Sebuah pesan masuk ke ponsel ku.

Sebuah pesan dari calon pelanggan. Tanpa identitas. Orang tersebut hanya memintaku datang ke sebuah hotel, dan menjanjikan bayaran yang cukup besar.

Dengan sedikit ragu, aku mencoba menerima tawaran tersebut. Aku segera mencari ojek online untuk menuju hotel yang telah disebutkan calon pelanggan ku tersebut.

Dan ini adalah kisah ku bersama pelanggan ketiga ku.

Bagaimanakah kisah ku kali ini?

Simak kisah ini sampai selesai ya..

Terima kasih banyak kepada seluruh subscriber setia saya, terima kasih atas segala masukan, saran, motivasi dan dukungannya selama ini.

Terkhusus untuk pelanggan channel ini, terima kasih sudah berlangganan. Semoga kalian semua selalu berbahagia.

Bagi yang ingin berlanggagan dan bergabung bersama channel ini silahkan klik tombol gabung di bawah ini, atau bisa juga di deskripsi video ini.

Dapatkan berbagai keuntungan istimewa dengan berlangganan channel ini, diantaranya kalian bisa mendapatkan nomor whatsapp khusus dari kami, untuk bisa berkomunikasi langsung dengan admin.

Sekali lagi terima kasih dan selamat menikmati, semoga terhibur...

****

Aku memasuki sebuah kamar hotel mewah. Mungkin dibandingkan dengan dua pelanggan ku sebelumnya, hotel ini lebih mewah dan sangat nyaman.

Selain suasananya yang cukup sepi, hotel ini juga menyediakan berbagai fasilitas yang sangat lengkap. Kamarnya juga sangat luas.

Namun terlepas dari itu semua, ada seorang laki-laki tampan yang menyambutku dengan senyumnya yang ramah.

Kami berjabat tangan, "apa kabar?" tanya laki-laki itu sopan.

"baik, mas.." jawabku ringan.

Laki-laki jangkung itu pun mengajakku untuk duduk di kursi tamu dalam kamar hotel tersebut.

Di sana ia sudah menyediakan beberapa makanan ringan dan juga beberapa minuman.

Dan satu hal yang menjadi pertanyaanku sejak awal melihat laki-laki tersebut ialah aku merasa sangat tidak asing dengan wajah laki-laki tersebut.

Namun aku tidak berani bertanya lebih lanjut.

"kamu kenapa melihat saya seperti itu?" tanya laki-laki itu kemudian, saat kami sudah duduk saling berhadapan.

"gak kenapa-kenapa, mas. Saya hanya merasa kalau wajah mas sudah sangat familiar bagi saya.." jawabku mencoba jujur.

"kamu benaran gak tahu saya?" tanya laki-laki itu lagi.

"kalau kenal sih gak mas. Tapi .... bukannya mas yang aktor itu ya...? Atau hanya mirip aja ya?" tanyaku akhirnya dengan nada ragu-ragu.

Wajah laki-laki itu memang sangat mirip sekali dengan seorang aktor yang menurutku cukup terkenal. Meski aku tidak begitu suka menonton, apa lagi menonton entertainment.

Tapi aku yakin, kalau laki-laki di hadapanku saat ini adalah seorang aktor terkenal.

Wajahnya sering muncul di televisi mau pun media sosial. Karena itu juga aku merasa tidak asing dengan wajah tersebut.

"iya. Saya Shandy. Pemain film dan juga membintangi beberapa iklan.." jawab laki-laki itu terdengar santai.

Dan itu tepat sekali seperti yang aku duga. Laki-laki yang bersama ku saat ini, memang seorang aktor yang terkenal dengan nama Shandy Purnawan.

Aku merasa sangat tersanjung bisa bertemu langsung dengan seorang aktor. Meski aku tidak punya aktor atau pun aktris favorit. Aku memang tidak terlalu suka dengan dunia hiburan seperti itu.

Tapi bisa berduaan dengan seorang aktor di dalam sebuah kamar hotel, tentunya punya kebanggaan tersendiri bagiku.

"makanya tadi saya tidak menyebutkan identitas saya. Saya hanya akan menyewa orang yang tentu saja bisa menjaga rahasia..." laki-laki itu, mas Shandy, melanjutkan ucapannya.

Meski pun jujur saja ada rasa bangga dalam hatiku, namun aku mencoba bersikap biasa saja.

Aku hanya tidak menyangka sama sekali, kalau seorang aktor setampan mas Shandy adalah seorang laki-laki penyuka sesama jenis.

"kamu pasti tidak menyangka kan, kalau saya adalah seorang gay?" tanya mas Shandy kemudian, melihat saya yang hanya terdiam. Ia seperti mencoba menebak apa yang sedang saya pikirkan tentangnya.

"iya, mas. Itu makanya tadi, saya sempat ragu, kalau mas adalah mas Shandy sang aktor tersebut.." balasku akhirnya.

"kita gak usah bahas soal itu sekarang ya.. Malam ini saya hanya ingin hepi-hepi aja, menikmati hidup dengan cara saya sendiri." ucap mas Shandy lagi, sambil ia meneguk botol minumannya.

"iya, mas. Saya juga gak terlalu peduli dengan hal itu. Saya hanya ingin mendapatkan uang.." balasku.

"baguslah. Yang penting kamu bisa jaga rahasia. Dan kita bermain aman aja.." balas mas Shandy ringan.

"tapi ngomong-ngomong, kenapa kamu harus jadi cowok BO? Padahal saya lihat di profil kamu, kamu itu bukan cowok gay.." tanya mas Shandy kemudian, setelah beberapa saat kami saling terdiam.

Dengan sedikit berat aku pun menceritakan dengan singkat kenapa aku harus menjadi seorang cowok BO. Mas Shandy terlihat serius mendengarkan aku bercerita.

"lalu bagaimana dengan mas Shandy sendiri? Sejak kapan mas Shandy menyukai seorang cowok?" tanyaku selanjutnya, sekedar ingin tahu.

"panjang ceritanya, Zal. Tapi yang pasti, aku tidak pernah ingin terlahir seperti ini.." balas mas Shandy, wajahnya tiba-tiba muram.

"dulu aku sebenanrya adalah laki-laki normal. Setidaknya aku pernah merasakan jatuh cinta pada seorang perempuan. Bahkan aku pernah pacaran beberapa kali dengan perempuan yang aku sukai." mas Shandy memulai ceritanya.

"namun saat aku melakukan sebuah casting, untuk mendapatkan peran utama dalam sebuah film, aku terjebak. Seorang produser menawarkanku sebuah peran utama, dengan syarat aku harus memenuhi keinginannya." lanjut mas Shandy bercerita.

"produser itu meminta aku untuk memenuhi hasratnya yang menyimpang..." mas Shandy menghela napas berat, seperti ingin melepaskan sebuah beban yang berat dalam hatinya.

"awalnya aku ingin menolak, namun karena aku sangat membutuhkan peran tersebut, untuk menunjang karir ku sebagai aktor pendatang baru di dunia hiburan, aku akhirnya dengan sangat terpaksa menerima tawaran produser tersebut."

"beberapa kali produser itu memintaku untuk memenuhi keinginannya, dan seperti yang ia janjikan, aku pun mendapatkan peran utama pertama ku. Namun tidak cukup hanya sampai di situ, produser tersebut terus memintaku untuk memenuhi keinginannya, dan berjanji akan terus memberikan peran utama pada setiap film yang dia produksi."

"bahkan produser tersebut juga memperkenalkan ku pada beberapa orang teman-temannya yang punya selera yang sama dengannya. Dan aku dengan terpaksa harus menerima semuanya."

"hal itu terus terjadi selama bertahun-tahun. Meski pun akhirnya karir ku pun meningkat berkat hal tersebut. Tapi hati kecil ku tetap merasa tidak bisa menerima semuanya."

Mas Shandy meneguk minumannya kembali, sesaat ia memejamkan mata sambil menarik napas dalam.

"namun sesuatu yang dilakukan terus menerus itu ternyata, mampu mengubah selera ku dalam berhubungn. Aku sepertinya jadi ktagihan akan hal tersebut. Hingga aku merasa kalau hal itu sudah menjadi kebutuhan bagiku."

"aku memang masih tertarik pada perempuan, namun terkadang ada keinginan muncul dalam diriku untuk terus merasakan hal tersebut dengan seorang laki-laki. Dan itulah yang aku alami sampai saat ini."

Mas Shandy mengakhiri ceritanya.

Setelah bercerita cukup panjang lebar, kami pun akhirnya sepakat untuk memulai 'pergelaran' kami malam itu.

Sebuah pergelaran yang membuatku cukup terkesan. Bukan saja karena mas Shandy adalah seorang aktor, tapi juga karena ia sangat mahir dalam hal tersebut.

Dan aku berusaha memberi kesan yang indah kepada mas Shandy. Membuatnya merasa kalau ia tak sia-sia membayarku mahal.

Aku melihat senyum mas Shandy mengembang malam itu. Senyum yang penuh makna..

****

Keesokan paginya, sesuai yang ia janjikan, mas Shandy pun memberi aku tip yang sangat banyak.

"mudah-mudahan ini bisa membantu untuk menambah biaya operasi ibu mu.." begitu ucap mas Shandy, saat ia selesai mentrasfer uang tersebut ke rekening ku.

"terima kasih banyak, mas Shandy.." balasku ringan.

"aku yang harus berterima kasih sama kamu, Zal. Terima kasih untuk keindahan yang telah engkau berikan tadi malam. Kamu hebat.." bisik mas Shandy, sambil ia mengecup keningku lembut.

"sama-sama, mas... Mas Shandy juga hebat.." balasku sambil tersenyum manis.

Setelah berucap demikian, aku pun segera pamit. Aku harus segera ke kampus.

Diperjalanan aku sempatkan untuk menanyakan kabar ibu ku kepada adik ku. Aku memang selalu beralasan, kalau aku tidak bisa pulang karena harus kerja lembur dan harus tidur di tempat kerja ku.

Kepada ibu dan adikku, aku memang mengatakan kalau aku bekerja di sebuah kafe yang buka 24 jam.

Karena itu, aku selalu tidak bisa pulang ke rumah setiap malamnya.

Aku tidak tahu, entah sampai kapan kebohongan ini akan terus berlanjut. Aku tahu, aku salah. Jalan yang aku pilih adalah sebuah kesalahan. Tapi tidak banyak pilihan untuk orang-orang seperti ku.

Aku hanya ingin mengumpulkan untuk biaya operasi ibu ku, meski dengan cara yang aku sendiri tidak menginginkannya.

Aku hanya berharap, semoga semua ini cepat berlalu. Dan aku hanya berharap, semoga aku bisa secepatnya mengumpulkan uang untuk biaya operasi ibu.

Aku tidak ingin selamanya seperti ini, terjebak pada yang namanya kehidupan.

*****

Bersambung ...

Teman SMA ku yang hetero

Aku selalu merasa tertarik dengan cerita, film atau pun novel-novel yang bertema tentang cinta yang tak terucap. Karena hal tersebut sering aku alami pada laki-laki hetero yang aku temui dalam kehidupanku.

Aku sering mengalami cinta yang tak terucap, karena gak mungkin kan aku mengungkapkan cinta ada teman pria ku, apa kata dunia???

Apa lagi aku tumbuh sebagai pribadi yang cukup tertutup. Aku seperti memiliki dunia ku sendiri, tanpa satu orang pun memahami riak yang bergejolak deras di hatiku.

Dan aku hanya menjadi penonton saja. Pecundang sejati lebih tepat di alamat kan padaku.

Namun itu lah cinta, tak peduli apapun label yang melekat padanya, ia tetap indah terukir di sanubari.

Dan inilah kisah cinta tak terucapku, yang aku alami saat aku SMA dulu.

Bagaimanakah kisah ku kali ini?

Simak cerita ini sampai selesai ya..

Terima kasih sudah mampir, terima kasih sudah subscribe, udah like, udah komen and udah share.

Terima kasih banyak kepada seluruh subscriber setia saya, yang selalu setia, terima kasih atas segala dukungan, motivasi, saran dan masukannya selama ini

Terkhusus buat pelanggan channel ini, terima kasih sudah berlangganan, semoga silahturrahmi di antara kita semakin terjalin erat.

Dan tak lupa pula saya ingatkan kembali, untuk berlangganan atau pun bergabung bersama channel ini, untuk mendapatkan keuntungan istimewa dari kami, salah satunya ialah dengan mendapatkan nomor whatsapp khusus dari kami dan berbagai fitur menarik lainnya.

Terima kasih.

Selamat menikmati, dan semoga terhibur..

Salam sayang untuk kalian semua..

****

Namanya Zuldharma. Biasa di panggil Dharma. Seorang laki-laki tampan, dengan tubuh sedikit kurus, tinggi dan berhidung mancung.

Aku bertemu Dharma tidaklah sengaja ketika ingin mendaftarkan diri ke SMA favoritku. Aku menatap dari ujung kaki sampai ke muka tirusnya yang mempesona. Aku silau, aku galau.

Ku coba bersikap biasa, tanpa bertanya, pura-pura buang muka, lalu mencuri-curi pandang. Itulah cinta pada pandangan pertama.

Alamak! Aku mabuk dibuatnya. Tapi apalah daya, aku juga berkelamin sama dengannya. Kesadaran manamparku keras, namun aku enggan sadar, aku masih ingin mabuk.

Mungkin aku lagi mabuk jeruk, sehingga warna langit kala itu orange semua. Cerah sekali!

Begitu dahsyatnya pesona seorang Dharma laki-laki pujaanku itu.

Dua minggu kemudian, aku diterima di SMA favoritku dan mengikuti OSPEK. Aku mencari-cari dimana Dharma? Aku tidak menemukannya di kelasku.

Langit hitam pekat, Dharma tak tampak, seperti bersembunyi di awan gelap dan hatiku mendung. Begitulah cinta.

Harapanku tinggi ia diterima di SMA ku, dan satu kelas denganku. Tapi kenyataan ia tidak terlihat.

Teng! Teng! Suara lonceng berbunyi pertanda kegiatan Ospek di mulai. Seperti mimpi aku melihat bayang-bayang Dharma berjalan di kejauhan

Ini bukan mimpi, itu benar-benar Dharma, ternyata dia diterima di SMA ku, namun beda kelas.

Namun sayang seribu sayangnya pacarnya satu kelas denganku.

Antara senang, sedih, marah, cemburu, bahagia dan entah apa namanya, tak dapat kugambarkan perasaanku. Namun masih ada harapan untukku bisa terus melihat laki-laki pujaanku tersebut.

Gairah hidupku bangkit kembali, seperti ada aliran energi dari langit yang memberikan aku sedikit tenaga. Aku sering melihatnya dari kejauhan.

Jam istirahat dia ke kelasku, pulang sekolah dia juga ke kelasku.

Tapi bukan menemuiku, melainkan menemui Sari, kekasihnya.

Dia tidak mengenalku, aku pun tidak punya cara untuk berkenalan dengannya. Tapi aku punay cara yang lihai mencuri-curi pandang padanya, namun sepertinya ia mengabaikan ku begitu saja.

Aku sangat paham sekali cara ia berjalan, cara dia merapikan rambut, cara dia tersenyum, tertawa, bahkan bunyi langkah kakinya pun aku hafal.

Aku bahagia. Namun kebahagiaan itu kunikmati sendiri dari kejauhan.

****

Setahun kemudian, ternyata Tuhan mengabulkan salah satu do'a ku di malam sepi.

Dharma akhirnya satu kelas denganku, dan duduknya tepat di depanku.

Aku ingat pada saat itu, melihatnya dari dekat, melihatnya dari punggung, kebiasaan dia menertawakan guru, kebiasaan dia tidur dan kebiasaan dia menyontek pelajaran Bahasa Inggris di kelas.

Sebulan kemudian dia semakin dekat, mendekat, dan kita menjadi sahabat. Erat sekali.

Aku sangat suka sekali kalau pak Afli, guru bahasa Inggris memberikan PR diakhir pelajaran, karena ada alasan dia ke rumahku untuk belajar bersama.

Hari-hariku penuh warna. Walau pun Sari kadang mengalah karena waktu Dharma banyak dihabiskan denganku.

Oh, Sari betapa beruntungnya dirimu memiliki Dharma tanpa syarat dan batas. Aku iri padamu, karena aku pengagum rahasia pacarmu.

Aku tidak bisa berbicara dan berbagi perasaan dengan orang lain tentang perasaanku kepada Dharma.

Aku lebih suka menyendiri, aku lebih suka mengabadikan kebersamaan kamidi buku diary. Indah sekali.

****

Setahun kebersamaan dan kedekatan ku dengan Dharma, setahun pula aku menulis moment-moment indah di diary ku.

Sampai suatu saat, Dharma curhat padaku. Hari itu, menjelang dua bulan ujian akhir nasional.

Sari, pacar Dharma, meminta Dharma untuk tidak mengganggunya, dan meminta putus sementara, di karenakan Sari ingin fokus ujian dan ingin mendapatkan nilai tertinggi agar bisa mendapatkan beasiswa Universitas terkemuka di Jakarta.

Dharma dengan berat hati menerima keputusan sepihak yang diajukan Sari, karena kebersamaan mereka sejak kelas 2 SMP, bukanlah waktu yang singkat untuk Dharma bisa melupakannya.

Namun demi cita-cita kekasihnya Dharma pun bersedia. Seperti salah satu lirik lagu dari Chrisye "pergilah kasih, kejarlah keinginanmu, selagi masih ada waktu.." begitulah cinta dua anak manusia.

Lagi-lagi aku bergumam, Seandainya Sari tahu betapa kecewanya Dharma, dan aku tidak tega melihatnya.

Aku bahagia, Dharma jadi sering menemuiku. Dan saat itu tidak ada lagi Sari yang diantar jemput ke sekolah, maupun les tambahan menjelang akhir ujian nasional.

Tapi aku yang dianggapnya sahabat setia ini, selalu bersamanya.

Langit benar-benar cerah, aku benar-benar mabuk jeruk. Sampai aku lupa kalau warna langit itu  biru.

Pagi sekolah, siang les, malam belajar bersama. Hampir 24 jam Dharma bersamaku. Hanya waktu tidur saja Dharma pulang ke rumah.

Kami benar-benar dekat. Namun aku tetap tidak bisa menjangkaunya.

Saat-saat bahagia adalah ketika aku berada di belakangnya, pada saat ia mengendarai motor bututnya. Saat-saat dia mengajakku makan martabak India di akhir pekan. Saat-saat dia memintaku menemaninya ke bengkel. Terasa indah, bahkan teramat indah. Itulah cinta.

****

Dua minggu ketidakbersamaan Dharma dan Sari, seperti ada gemuruh , topan badai memporak porandakan hubungan mereka.

Ternyata Sari selama ini memiliki hubungan dengan lelaki lain tanpa sepengetahuan Dharma. Hubungan perselingkuhan Sari terjalin sudah enam bulan dengan lelaki pembalap dari SMA lain, dan alasan menjelang ujian menjadi alasan yang tepat untuk memutuskan Dharma.

Betapa hancurnya hati Dharma mengetahui dari sumber gosip terpercaya dan teraktual, tajam menyayat-nyayat hati Dharma.

Dia mengigau, dia galau, dia marah, dia merah membara. Langit Dharma runtuh seketika. Semangatnya pudar, karena wanita yang di cintainya telah mengkhianatinya.

Dua hari dia tidak ke sekolah. Dua hari tidak ada kabar. Aku panik, aku gelisah, aku galau.

Ku beranikan diri untuk ke rumahnya. Dia meracau sakit hati, dia curhat. Dari mulutnya selalu keluar kata-kata, mengapa, mengapa oh mengapa.

Aku diam, aku mendengar, aku merasakan Dharma ku sayang di sakiti orang. Aku tidak terima, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa, karena aku hanya pengagum rahasia.

Aku mencintai mu Dharma, tapi apa daya aku berkelamin sama denganmu. Cukuplah aku jadi sahabatmu dan pengagummu.

Dharma mencoba bangkit dan mencoba melupakan Sari. Semua pemberian Sari diberikan padaku. Sapu tangan hitam berlogo motor harley, topi putih, sarung tangan motor dan satu kaset Dewa 19, semua dihibahkan kepadaku. Katanya sayang dibuang, tapi dengan syarat, jangan tampakan benda-benda itu di depan matanya. Aku menerimanya, dengan perasaan tak menentu.

Dharma tertidur lelap. Dia lelah meracau. Aku hanya diam.

Dalam gelap, aku coba memutar kaset Dewa 19 di walkman ku. Aku tiba pada lagu "cinta" liriknya dalam sekali, dan aku benar-benar jatuh cinta tanpa dia mengetahuinya. Aku sedih.

Keesokan harinya, saat itu hari minggu. Aku ke pasar. Dharma kubiarkan tertidur di kamarku.

Setelah pulang dari pasar, wujud Dharma tidak terlihat. Buku diary ku tergeletak di atas kasur, padahal aku menyimpannya di lemari. Aku cemas.

Mudah-mudahan Dharma tidak membacanya.

Tapi apa daya Dharma telah mengetahuinya dan meninggalkan sepucuk memo yang berbunyi "maafkan aku, ternyata aku salah menilaimu, Bas. Maafkan aku hanya bisa menjadi sahabatmu, bukan kekasihmu. Dan kali ini pun, aku tidak bisa menjadi sahabatmu lagi.."

Aku diam. Kini tiba giliran langitku runtuh. Cahaya ku sirna dan semuanya kembali gelap seperti semula, seperti aku belum mengenalnya.

Aku mengutuk diriku yang ceroboh membiarkan lemariku tanpa di kunci. Aku mengutuk diriku yang tidak bisa menyimpan diary ku dengan benar.

Tapi semua sudah terjadi. Dharma pun sudah mengetahui. Topengku retak. Aku ditelanjangi oleh cinta terlarangku. Aku dicibir oleh langit orange, tanpa aku diberi kesempatan untuk membela diri.

Aku malu bertemu dia, dan malu kalau semua orang di kelas tahu. Dharma patah hati dengan kekasihnya Sari dan kecewa dengan sahabatnya.

Dharma tidak menegurku lagi, tidak ada jemputan lagi. Motor Dharma dibiarkan kosong tanpa kekasih maupun sahabat yang di bonceng.

Aku lesuh ke sekolah. Ujian sebentar lagi. Aku ingin segera lulus. Dharma pun demikian. Dan Sari berbahagia dengan selingkuhannya.

Begitulah cinta. Manis karena ada pahit terkandung di dalamnya. Seperti mengkonsumsi gula, manis awalnya tetapi beracun membunuh perlahan.

Namun aku percaya cintaku pada Dharma tulus adanya. Karena cinta tidak memandang apa-apa, maupun kelamin.

Namun Dharma diciptakan Tuhan bukan seorang pecinta sejenis. Itu masalahnya.

****

Sepuluh tahun sudah aku melalang buana. Aku menemukan Dharma di kampung telah berbahagia dengan istrinya, bukan Sari, dan tiga orang anaknya. Sedangkan aku masih sendiri, sampai aku menemukan cinta sejatiku.

Sepeti kata Katty perry "one day my princess will come, so I will wait for that day". Aku masih bermimpi. Namun pada kenyataannya cinta seorang gay memang kebanyakan "No happy ending".

Tapi aku yakin, suatu hari nanti aku akan menemukan kebahagiaanku. Walau saat ini aku bahagia dengan keadaan yang lain.

Aku mensyukuri setiap yang terjadi, dan aku tidak memakai topeng lagi....

***

Sekian..

Cerita cowok BO (part 2) di BO tuan muda

"berapa semalam?" sebuah pesan masuk ke aplikasi whatsapp ku. Itu adalah pesan dari salah seorang pelanggan yang ingin memakai jasaku.

"sepuluh juta.." balasku singkat.

"servis nya di jamin gak?" balas orang itu lagi.

"pastinya. Tapi kalau gak percaya lebih baik tidak usah.." balasku cepat.

Aku memang sedikit berlagak sok jual mahal, padahal saat ini aku sangat membutuhkan uang.

 

Cerpen sang penuai mimpi

Penyakit ibu semakin parah dan ia harus segera di operasi. Untuk sementara Ibu harus melakukan cuci darah dua kali seminggu, dan hal itu membutuhkan uang yang sangat banyak.

Aku memang harus lebih rutin menerima pelanggan, agar uang yang aku butuhkan bisa terkumpul dengan cepat.

"kamu lagi chatting sama siapa sih, Zal?" tanya Andi, teman kampusku, sesaat membuatku harus melupakan pembicaraanku dengan calon pelanggan tersebut.

"adikku, Ndi. Katanya obat Ibu habis lagi. Jadi sehabis kuliah nanti aku akan pulang duluan.." balasku berbohong.

Andi memang tidak tahu, apa pekerjaanku sebenarnya. Selama ini aku hanya cerita kalau aku bekerja separoh waktu di sebuah kafe.

Andi tahu keadaan Ibu, dan ia juga tahu kalau aku sedang membutuhkan uang saat ini.

Tapi ia tidak tahu, jalan apa yang aku tempuh untuk mengumpulkan uang.

Tidak ada seorang pun yang tahu.

"oke.." sebuah pesan masuk lagi.

Aku membalas dengan cepat dan meminta alamat yang harus aku tuju nantinya, untuk bisa bertemu pelangganku.

Setelah menerima alamat yang di kirimkan calon pelanggan ku itu, aku segera mengajak Andi untuk masuk ke kelas.

Ini adalah kisah kedua ku menjadi cowok BO.

Bagaimanakah kisah ku kali ini?

Simak video ini sampai selesai..

Dan jangan lupa bagi yang baru mampir, untuk subscribe channel ini dan klik tanda lonceng, untuk menyaksikan video-video menarik lainnya.

Terima kasih udah mampir, terima kasih juga udah subscribe, udah like, udah share and udah komen.

Terkhusus untuk subscriber setia saya, terima kasih atas segala dukungan, motivasi, saran dan masukannya.

Jangan lupa untuk berlangganan dan bergabung dengan channel ini, untuk mendapatkan berbagai fitur-fitur istimewa dari kami, diantaranya mendapatkan video eksklusif dan juga nomor whatsapp admin.

Klik tombol gabung atau bisa juga dengan klik link di deskripsi video ini.

Terima kasih dan selamat menikmati, semoga terhibur.

Salam sayang untuk kalian semua..

*****

Aku memasuki sebuah hotel sesuai dengan alamat yang di kirimkan oleh pelangganku tadi.

Sesampai di dalam hotel, aku langsung menuju kamar tempat pelangganku telah menunggu.

Sesampai di dalam kamar hotel, aku disambut oleh seorang laki-laki muda yang memiliki wajah yang lumayan tampan.

'syukurlah..' bathinku, setidaknya pelanggan kedua ku ini, tidak setua pelanggan pertamaku.

"saya boleh mandi dulu..?" tanyaku hati-hati saat aku sudah berada di dalam kamar tersebut.

Laki-laki muda itu tidak menjawab, ia hanya melemparkan sebuah handuk padaku.

Aku memang harus mandi, bau keringat akan membuat pelangganku merasa mual.

Aku harus tetap wangi dan berpenampilan menarik.

Sehabis mandi, aku pun mendekati pelanggan ku tadi, hanya dengan memakai handuk.

"gagah sih..." ucap laki-laki itu pelan.

"makasih, mas.." balasku merasa sedikit tersanjung.

"jangan panggil aku mas, aku tidak suka dipanggil mas.." suara laki-laki itu tiba-tiba kasar.

"oh, maaf," ucapku cepat, "lalu saya harus panggil apa?" tanyaku melanjutkan.

"panggil aku tuan muda.." jawab laki-laki itu dengan nada suara sedikit angkuh.

"baik... baiklah tuan muda, sekarang saya harus gimana?" tanyaku terasa sedikit kaku.

Sikap laki-laki yang lebih suka di panggil tuan muda itu, memang sedikit angkuh dan terkesan merendahkan.

Jauh berbeda dengan pelanggan pertamaku, yang lebih sering memujiku dan bersikap sangat lembut padaku.

"kamu tampan.." ucap tuan muda itu tiba-tiba.

Aku ingin segera mengucapkan terima kasih, namun tuan muda itu segera melanjutkan kalimatnya.

"tapi sayang murahan..." lanjutnya, yang membuatku merasa sangat tersinggung.

Tapi aku hanya diam. Sebagai seseorang yang dibayar, aku memang di haruskan untuk tidak membantah setiap kalimat dari pelangganku.

Tugas ku adalah memuaskan mereka dalam segala hal, termasuk cara mereka memandangku.

Karena kalau tidak, bayaranku tidak akan dilunasinya.

Uang sebesar lima juta memang sudah di transfer ke rekeningku, dan lima juta nya lagi, akan di transfer, setelah aku menyelesaikan tugasku dengan baik.

"kamu kenapa memilih untuk menjual diri?" tanya tuan muda dengan suara yang masih angkuh.

"karena saya butuh uang, tuan muda.." balasku.

"kamu butuh uang berapa? Sampai harus menjual diri segala?" tanya tuan muda lagi.

Aku pun menjelaskan dengan singkat dan jujur tentang masalah yang sedang aku hadapi saat ini.

Aku tidak berharap apa pun dengan menceritakan hal tersebut. Setidaknya aku memang harus menjawab pertanyaan tersebut, dan lagi pula tak ada salahnya aku untuk jujur dalam hal tersebut.

"jadi sebenarnya kamu bukan seorang gay?" tanya tuan muda kemudian setelah saya selesai bercerita.

Aku menggeleng ringan menjawab pertanyaan tersebut.

"kalau bukan gay, kenapa kamu gak jual dirinya sama tante-tante kaya aja?" tanya tuan muda lagi.

"aku sebenarnya gak berniat untuk jual diri, kok. Lebih tepatnya aku terjebak. Dan lagi apa bedanya, di BO laki-laki atau di BO perempuan, tujuan saya cuma satu, yaitu mendapatkan uang, bukan kepuasan." balasku diplomatis.

"oke. Saya setuju untuk yang itu. Tapi jelas ada perbedaan kan? Melakukan hal tersebut dengan perempuan dan melakukannya dengan laki-laki?" tuan muda berucap lagi.

"saya gak tahu, karena saya belum pernah merasakannya dengan perempuan. Lagi pula untuk mencari pelanggan perempuan akan lebih sulit, karena saingannya banyak. Sementara untuk mencari pelanggan laki-laki gay jauh lebih gampang, karena pria gay biasanya lebih suka laki-laki normal. Dan yang pasti, saingannya tidak begitu banyak..." jelasku panjang lebar.

"ternyata ... selain tampan dan gagah, kamu juga pintar ya.." ucap tuan muda lagi. Kali ini lebih lembut.

"saya termasuk 10 besar mahasiswa berprestasi di kampus.." balasku dengan sedikit menyombongkan diri. Aku gak mau di pandang terlalu rendah oleh orang yang mengaku tuan muda itu.

"lalu bagaimana pandanganmu dengan kaum gay itu sendiri?" tanya tuan muda lagi, ia seperti mencoba menguji intelektual ku.

"aku belum bisa menyimpulkan apa-apa sampai saat ini. Karena jujur saja, ini baru kedua kalinya aku di BO laki-laki gay. Namun menurutku tidak ada yang salah dalam hal tersebut. Hanya saja tidak mudah bagi orang-orang untuk menerima sesuatu yang memang dianggap tabu sejak dulu.." jawabku seadanya.

"apa kamu membenci kaum gay?" tanya tuan muda lagi.

"membenci sih tidak. Karena menurutku itu pilihan hidup. Dan saya yakin, tidak seorang pun dari kaum gay itu, ingin terlahir menjadi seorang gay. Tapi apa pun itu, jelas hal itu sebuah kesalahan, dan mereka punya kesempatan untuk berubah.." aku mencoba menjawab semampuku.

Karena memang aku tidak begitu paham tentang dunia gay. Aku dulunya justru tidak peduli akan hal tersebut, dan menganggapnya sesuatu yang menyimpang. Namun sekarang aku justru terjebak di dalamnya.

"setiap orang mungkin punya kesempatan untuk berubah, namun untuk mengubah sesuatu yang sifatnya mendasar seperti itu, butuh perjuangan lebih dan kadang butuh waktu yang lama. Hal itu jelas tidak mudah, dan banyak dari para kaum gay yang akhirnya memutuskan untuk menyerah dan menerima semua itu dengan lapang dada serta memilih untuk terus menjalaninya, meski pun bertentangan dengan hati nuraninya.." ucap tuan muda panjang lebar.

"apa tuan muda sendiri sudah pernah mencobanya?" tanyaku cukup berani.

"saya selalu mencobanya setiap saat. Tapi seperti yang saya katakan, bahwa hal itu tidak mudah. Dan saat ini pun saya masih dalam proses mencoba hal tersebut. Karena itu juga, saya tidak ingin bertemu dengan sembarang laki-laki. Untuk memenuhi hasrat saya yang menyimpang tersebut, saya lebih memilih untuk menyewa laki-laki seperti kamu. Agar saya tidak terikat dengan perasaan apa pun." jawab tuan muda dengan suara mulai terdengar lirih.

"itu karena tuan muda punya uang. Lalu bagaimana dengan mereka yang tidak punya? Apa mereka sanggup menahan hasrat mereka? Jika tidak, jelas mereka akan berusaha menemukan laki-laki gay lainnya, yang tentunya tidak membutuhkan uang. Mereka akan melakukan hal tersebut, dengan dasar suka sama suka.." balasku mencoba memahami pergulatan bathin para laki-laki gay tersebut.

"itu yang saya maksud. Tidak semua laki-laki gay, berhasil terlepas dari belenggu tersebut. Sebagian besar dari mereka justru memilih untuk tetap menjalaninya dan menikmatinya.." tuan muda membalas perkataanku dengan cepat.

Perbincangan kami malam itu memang cukup panjang, hingga jam hampir menunjukkan pukul dua belas malam.

Tuan muda juga telah memesan beberapa menuman dan makanan untuk kami nikmati sambil kami berbincang.

*****

"saya terlahir dari keluarga kaya. Papa ku seorang pengusaha sukses dan mama ku juga seorang wanita karir. Karena itu juga aku jadi sering merasa kesepian, karena mama dan papa terlalu sibuk di luar rumah..." ucap tuan muda melanjutkan perbincangan kami.

"sebagai anak tunggal dari orantua yang kaya raya, aku memang hampir punya segalanya. Tapi kehidupan yang mewah tidak benar-benar membuat aku bahagia.." lanjut tuan muda lagi, nada bicaranya pun sudah mulai melunak,sudah tidak angkuh lagi.

"aku selalu merasa kesepian. Meski pun aku punya banyak teman, namun aku merasa kehilangan kasih sayang dari kedua orangtua ku, sudah sejak aku kecil. Sejak kecil aku di besarkan oleh pengasuhku, yang membuatku seperti anak yang tidak di inginkan."

"kadang aku merasa benci dengan hidupku. Tapi setelah mendengar cerita kehidupan kamu tadi, aku merasa kalau aku mungkin jauh lebih beruntung, dalam beberapa hal. Namun hal itu tidak membuatku merasa lebih baik. Aku tetap saja merasa kesepian."

"karena itu aku butuh seseorang untuk tempat aku melampiaskan segala kesepianku. Namun sampai saat ini, aku belum pernah menemukan orang yang benar-benar tulus. Sebagian besar orang-orang mau berteman denganku, hanya karena aku anak orang kaya. Tidak ada yang tulus."

"untuk itu, aku lebih suka membayar orang, untuk bisa mengikuti semua keinginanku. Dengan dibayar, orang tidak akan berani menolak apa pun yang aku inginkan." cerita tuan muda panjang lebar.

"jadi... selain mendengarkan cerita tuan muda, apa yang tuan muda inginkan dariku?" tanyaku setelah beberapa saat kami terdiam.

"aku bayar kamu untuk melayaniku. Tapi aku ingin melakukannya sesuai dengan keinginanku. Dengan caraku." balas tuan muda terdengar santai.

"aku akan melakukan apa pun untuk tuan muda, selama hal itu bisa membuat tuan muda senang dan tentu saja selama tuan muda mau membayar saya..." ucapku.

"aku pasti bayar kamu, kok. Bahkan aku akan memberi tip yang besar, jika kamu benar-benar bisa membuatku merasa puas. Uang bukan masalah bagiku.." balas tuan muda.

"oke. Tapi seperti yang aku katakan, aku belum begitu berpengalaman dalam hal ini.." aku membalas, sambil mulai mendekati tuan muda.

"aku akan perlihatkan sebuah video, dan aku ingin kita melakukannya sesuai dengan semua adegan yang ada dalam video tersebut." ucap tuan muda, sambil ia mulai membuka handphone nya, untuk memutar video yang ia maksud.

Kami mulai menonton video itu berdua. Adegan dalam video tersebut, memang cukup sedikit ekstrim bagiku. Namun demi memenuhi keinginan dari tuan muda, aku pun mulai mengikuti adegan demi adegan yang ditayangkan dalam video tersebut.

Perlahan namun pasti, kami berdua pun larut dalam suasana setiap adegan yang ada dalam video itu.

Tidak ada satu gerakan pun yang kami lewati untuk mengikutinya. Tuan muda terlihat sangat senang melakukannya. Namun aku tetap saja merasa semua itu, terlalu berlebihan yang membuat aku harus berkali-kali memejamkan mata, menahan rasa jijikku.

Ada beberapa adegan, yang membuatku ingin muntah. Namun demi uang yang ingin aku dapatkan, aku harus menahan semua itu.

Dan akhirnya malam itu, setelah perjuangan yang panjang dan sangat melelahkan, aku pun berhasil membuat tuan muda merasa happy ending.

****

Pagi nya, saat aku selesai mandi dan memakai pakaianku kembali, aku pun pamit kepada tuan muda, karena aku harus segera ke kampus.

Tuan muda pun mengucapkan terima kasih padaku, dan berjanji akan kembali menyewa ku, dalam waktu dekat ini. Tuan muda juga memberi tip yang sangat banyak padaku.

"terima kasih, ya. Kamu benar-benar hebat.." ucap tuan muda, saat aku mulai melangkah keluar.

Aku hanya mengangguk, sambil tersenyum membalas ucapan tersebut.

Aku melangkah dengan sedikit tergesa keluar dari hotel tersebut. Selain karena aku memang sudah terlambat untuk kuliah, aku juga takut ada orang yang akan mengenaliku di hotel tersebut.

Sesampai di luar, aku segera mencari taksi untuk pergi ke kampus secepatnya.

Dan begitulah kisahku di BO oleh laki-laki yang mengaku tuan muda.

Ada banyak perbedaan antara pelanggan kedua ku ini dengan pelanggan pertamaku.

Selain usia mereka yang terpaut jauh, mereka juga punya gaya bermain yang berbeda.

Namun terlepas dari semua itu, yang pasti aku selalu mendapatkan tip yang besar, dari kedua pelangganku tersebut.

Untuk selanjutnya aku siap di BO lagi oleh laki-laki selanjutnya.

Siapakah laki-laki selanjutnya yang akan menjadi pelanggan saya?

Bagaimana pula kisah ku dengan pelanggan ketiga ku nantinya?

Tetap simak kisahku di channel ini ya..

Terima kasih udah menyimak kisahku ini sampai selesai.

Salam sayang untuk kalian semua..

****

Bersambung ...

Cari Blog Ini

Layanan

Translate