Aku dan abang si alkoholic

Ini adalah kisah nyata yang aku alami beberapa tahun silam. Saat itu aku masih berusia 20 tahun.

Kisah berawal dari pertemuan dan perkenalanku dengan seorang laki-laki bernama Andi. Bang Andi, begitu aku biasa menyapanya.

Bang Andi tidak tampan, tapi memiliki tubuh yang kekar. Ia benar-benar laki-laki biasa, dengan penampilan yang sederhana.

Awal bertemu bang Andi aku tidak merasa begitu tertarik padanya. Perasaanku biasa saja.

Aku dan bang Andi memang tinggal satu komplek, setidaknya sejak aku pindah ke kota ini.

Dulu aku tinggal di kota yang berbeda, namun karena papa ku pindah tugas ke kota ini, aku mau tidak mau harus ikut pindah ke sini.

Bang Andi adalah seorang alkoholic, setidaknya begitulah yang aku ketahui tentangnya pada awal aku mengenalnya.

Dia sering mabuk-mabukan dan membuat kegaduhan di komplek tempat kami tinggal.

Namun begitu ia juga punya sisi kebaikan dalam dirinya. Hal itu aku buktikan ketika suatu malam, aku di ganggu oleh beberapa orang preman di ujung gang, yang meminta uang padaku dengan paksa.

Bang Andi tiba-tiba muncul dan segera membantuku menghadapi para preman tersebut. Namun karena para preman itu sudah tahu siapa bang Andi, mereka pun tidak berani, dan dengan tergesa segera meninggalkan kami.

Bang Andi memang cukup di segani oleh para preman di gang tersebut, tapi bang Andi juga ditakuti oleh para warga, karena sering membuat kegaduhan.

Singkat cerita, sejak malam itu, aku dan bang Andi tiba-tiba saja menjadi dekat. Aku yang sangat berterima kasih kepada bang Andi, jadi sering mentraktirnya makan.

Meski pun terlihat sangar dan nakal, bang Andi ternyata punya hati yang sangat lembut. Dia menjadi seorang alkoholic karena ia memiliki kehidupan yang cukup tragis.

Saat ia masih berusia 5 tahun ayahnya meninggal, dan lima tahun kemudian ibunya pun meninggal. Sejak saat itu bang Andi hanya tinggal berdua bersama kakak perempuan satu-satunya, yang bernama Dila.

Mereka berdua harus berjuang keras untuk tetap bisa bertahan hidup. Sampai akhirnya kakak perempuannya pun dinikahi oleh seorang juragan kaya, bernama Toni. Tapi kakak bang Andi hanyalah seorang istri kedua.

Abang ipar bang Andi, Toni, memang seorang juragan kaya, tapi ia bukanlah orang yang baik. Ia sering berbuat kasar kepada kak Dila, istri keduanya itu.

Bang Andi awalnya mencoba membiarkan sikap kasar sang abang ipar terhadap kakaknya. Namun lama kelamaan ia merasa tidak tahan, sehingga ia pun memukuli abang iparnya itu hingga sekarat, yang membuat bang Andi harus tinggal di bui selama dua tahun.

Setelah keluar dari penjara itulah, sikap bang Andi pun berubah. Apa lagi sejak ia tahu, kalau Toni, abang iparnya itu, akhirnya meninggalkan kakaknya.

Sebagai seorang janda muda yang cantik, kak Dila memang sering di goda oleh para pria hidung belang. Namun bang Andi selalu menjaga kakaknya itu dengan baik.

Tapi, ya itu tadi, bang Andi jadi semakin tak terkontrol. Ia merasa hidupnya selalu gagal, karena itu ia melarikan semua kekecewaannya terhadap hidup, dengan sering minum-minum.

Kak Dila memang sudah bekerja di sebuah supermarket, sementara bang Andi terus tenggelam dalam dunia kelamnya.

Kak Dila sendiri sebenarnya sudah sering menasehati bang Andi untuk bisa berubah menjadi lebih baik, namun karena bang Andi sudah kecanduan minuman, ia merasa sulit untuk lepas dari semua itu.

Apa lagi setiap kali ada orang yang coba mengganggu kakaknya, bang Andi akan minum-minum lalu kemudian ia akan mencari orang yang mengganggu kakaknya tersebut dan menghajarnya habis-habisan.

Setidaknya begitulah yang bang Andi ceritakan padaku, saat kami akhirnya menjadi akrab.

****

Hari berlalu, bulan pun berganti. Aku dan bang Andi semakin dekat dan akrab. Aku jadi sering main ke rumah bang Andi, dan juga sudah mulai biasa dengan kak Dila, kakak perempuan bang Andi tersebut.

Kak Dila bahkan berterima kasih padaku, karena mau berteman dengan bang Andi. Karena menurutnya, sejak bang Andi dekat denganku, bang Andi sudah mulai ada perubahan, menjadi lebih baik.

Harus aku akui, kalau bang Andi sekarang memang jadi jarang minum-minum, setidaknya saat bersamaku.

Karena sudah semakin dekat dan semakin mengenal sosok bang Andi, aku diam-diam mulai menyukainya.

Ada rasa kagum tiba-tiba hadir di hatiku kepada bang Andi. Aku mulai menyayanginya.

Dan perlahan rasa cinta pun tumbuh di hatiku untuk bang Andi.

Bang Andi dengan segala kesederhanaannya telah mampu membuatku semakin memujanya.

Hampir setiap malam, aku selalu berkhayal tentang bang Andi. Meski tidak tampan, namun bang Andi mempunyai tubuh yang kekar dan berotot.

Aku selalu membayangkan bisa berada dalam dekapan hangat tubuh kekar itu.

Selama denganku bang Andi memang tidak pernah pacaran, bahkan ia tidak pernah bercerita tentang perempuan padaku.

Mungkin bang Andi masih merasa sungkan untuk bercerita padaku tentang hal tersebut, atau memang sebenarnya bang Andi tidak punya pacar.

Entahlah, aku juga tidak peduli tentang semua itu. Yang aku tahu, aku mencintainya dan berharap suatu saat kelak kami bisa bersatu dalam sebuah ikatan cinta.

Namun akhirnya harapanku itu kandas, saat aku mengetahui kalau ternyata bang Andi punya seorang kekasih.

Pacarnya itu bernama Gina, seorang gadis cantik anak seorang pengusaha kaya. Ternyata hubungan mereka berdua tidak di restui oleh kedua orangtua Gina, karena bang Andi yang seorang pengangguran dan juga seorang preman.

Tapi bang Andi dan Gina, tetap menjalin hubungan secara diam-diam, tanpa diketahui siapa pun. Karena itu juga ternyata bang Andi tak berani bercerita padaku tentang hubungannya itu. Ia takut hubungannya dengan Gina akan diketahui oleh orangtua Gina.

Namun akhirnya aku pun mengetahuinya, saat aku memergoki mereka berdua, sedang berduaan di rumah bang Andi, saat kak Dila sedang bekerja. Mereka memang sudah biasa bertemu di rumah bang Andi secara sembunyi-sembunyi.

Karena terlanjur aku pergoki, bang Andi pun mengakui semuanya padaku dan memperkenalkan Gina padaku. Bang Andi juga berharap, agar aku bisa menjaga rahasia mereka berdua.

"lalu sampai kapan, bang Andi akan menjalin hubungan diam-diam dengan Gina?" tanyaku, ketika kami tinggal berdua. Gina sudah terlebih dahulu pamit pulang.

"entahlah, Bay. Saya juga gak tahu sampai kapan. Namun yang pasti saat ini, kami sedang berusaha untuk mendapatkan restu dari kedua orangtua Gina." jawab bang Andi terdengar lemah.

"bagaimana abang akan bisa mendapatkan restu dari orangtua Gina, kalau abang masih saja sering minum-minum dan juga belum punya pekerjaan.." ucapku lagi.

"itu dia masalahnya, Bay. Aku sudah berusaha untuk berhenti minum, tapi selalu saja aku tidak mampu menahan keinginanku tersebut. Dan aku juga sudah berusaha mencari pekerjaan, namun sebagai seorang mantan narapidana dan juga hanya bermodal ijazah SMP, pekerjaan apa yang bisa aku dapatkan di kota yang penuh persaingan ini.." cerita bang Andi lagi.

"kalau abang memang serius dengan Gina, dan juga untuk membuktikan kepada orangtua Gina, sepertinya abang memang harus berusaha lebih keras lagi.." saranku sok bijak.

Padahal sebenarnya hatiku merasa terluka, setelah mengetahui hubungan bang Andi dan Gina.

Aku merasa cemburu dan kecewa. Karena itu artinya kesempatanku untuk bisa mendapatkan bang Andi jadi terasa tidak mungkin.

*****

Meski pun aku sudah tidak punya harapan lagi untuk bisa mendapatkan bang Andi, namun aku tetap setia menemaninya.

Bang Andi bahkan sekarang sering mengajakku menemaninya mencari pekerjaan.

"jika aku bersama kamu, aku selalu bisa menahan keinginanku untuk tidak minum-minum lagi.." ucap bang Andi suatu hari, saat kami berkeliling mencari lowongan pekerjaan.

"sementara kalau aku sendirian atau sedang bersama teman-teman nongkrongku, aku pasti selalu kepikiran untuk minum-minum.." lanjutnya.

"karena itu, aku ingin kamu lebih sering menemaniku..." ucapnya lagi, yang membuatku merasa sedikit tersanjung.

Beberapa hari aku menemani bang Andi berkeliling mencari lowongan pekerjaan, dan juga mencari pekerjaan melalui internet, namun hasilnya selalu gagal, karena bang Andi sangat tidak memenuhi syarat.

Bang Andi sendiri pun sepertinya sudah mulai putus asa. Hingga suatu malam, aku memergoki bang Andi sedang minum sendirian di rumahnya, malam itu kak Dila sedang kerja lembur.

Sepertinya bang Andi sudah minum terlalu banyak, saat aku sampai di rumahnya. Aku datang ke rumah bang Andi malam itu, karena ia menelpon dan memintaku untuk datang.

"Gina akhirnya memutuskanku, Bay.." celoteh bang Andi dengan keadaan setengah mabuk. Kami tepat berada di dalam kamarnya saat itu.

"dia lebih memilih untuk menerima perjodohan dari orangtuanya, dari pada harus mempertahankan hubungan kami.." lanjutnya lagi.

Aroma minuman menyeruak di rongga hidungku, aku merasa sedikit mual. Namun melihat kondisi bang Andi yang mulai mabuk parah, aku jadi tak tega meninggalkannya sendirian.

"kenapa hidupku harus seperti ini sih, Bay." bang Andi mengoceh lagi.

Aku hanya diam memperhatikannya. Aku merasa perihatin melihat keadaan bang Andi malam itu.

Selama berteman dengan bang Andi, baru kali ini aku melihatnya begitu mabuk.

Setelah menghabiskan minuman terakhirnya, bang Andi segera merebahkan tubuh kekarnya di atas ranjang reot dalam kamar itu.

Bang Andi hanya memakai anak baju putih dan celana pendek kaos malam itu. Tubuhnya yang kekar dan berotot terlihat jelas.

Aku menelan ludah memperhatikan pemandangan indah di depanku, saat bang Andi terbaring telentang di ranjang tersebut.

Betapa gagahnya tubuh itu. Ingin rasanya aku berada di atasnya dan mendekapnya dengan erat.

Apa lagi saat itu, bang Andi sedang mabuk parah. Ia pasti akan pasrah jika aku mau melakukan hal tersebut padanya.

Tapi segera ku tepis segala keinginan itu, aku tidak mau memanfaatkan kesempatan, hanya untuk memuaskan diriku sendiri.

Bang Andi butuh dukunganku saat ini. Dan sebagai teman sekaligus sebagai orang yang mencintai bang Andi dengan tulus, aku harus bisa membuatnya bangkit kembali.

Karena itu, aku hanya membiarkan bang Andi terus terbaring diatas tempat tidurnya, sementara aku duduk di sebuah kursi di sudut kamar itu, sambil terus memperhatikan tubuh kekar bang Andi.

Bang Andi terus saja berceloteh tak jelas, mengungkapkan kekecewaannya terhadap Gina dan juga terhadap kehidupan ini.

Sampai tiba-tiba ia bangkit dan berjalan mendekatiku.

"hanya kamu, Bay. Yang mau menemaniku dan menerima aku apa adanya.." ucap bang Andi, sambil ia duduk bersimpuh di depanku. Wajahnya ia sandarkan di kakiku.

Aku merasa risih sebenarnya, tapi aku hanya diam membiarkannya. Aku tahu, saat ini bang Andi, butuh tempat untuk bersandar.

Dengan sedikit ragu, aku mulai menyentuh kepala bang Andi sambil sedikit membelai rambutnya lembut.

"bang Andi harus kuat..." ujarku ringan.

"tapi aku sudah tidak sanggup lagi menjalani hidup ini, Bay. Aku lelah menghadapi kenyataan setiap hari. Aku ingin mengakhiri semua ini, Bay.." suara bang Andi sangat lemah dan mulai terdengar sedikit parau.

"abang gak boleh berkata seperti itu," ucapku sambil terus membelai rambut bang Andi yang ikal tersebut. "semua pasti ada jalannya, bang. Semua pasti ada hikmahnya. Karena hidup ini pilihan.." lanjutku dengan gaya sok bijakku.

"hidup ini memang pilihan, Bay. Tapi aku memilih untuk tidak memilih apapun, selain yang telah di takdirkan untukku." balas bang Andi, yang sebenarnya tidak aku mengerti apa maksudnya.

Bang Andi kemudian tengadah, ia menatapku dengan senyum manisnya. Aroma minuman kembali merasuki hidungku.

"aku boleh peluk kamu gak, Bay?" tanya bang Andi tiba-tiba, yang membuat jantungku berdegup tiba-tiba.

Aku tahu maksud bang Andi sebenarnya. Ia ingin memelukku sekedar melepaskan kelelahan di dalam hatinya. Saat-saat seperti itu, kita memang butuh dekapan dari seseorang. Kalau aku biasanya sih, sering minta dipeluk sama ibuku, saat aku sedang merasa lemah dan lelah.

Namun yang aku takutkan, jika aku dipeluk bang Andi, aku takut tidak bisa menahan perasaanku nantinya. Aku takut, aku akan terbawa suasana. Tapi aku juga tidak mungkin menolak permintaan bang Andi tersebut, karena itu aku pun mengangguk.

Bang Andi segera berdiri, dan menarik tanganku untuk ikut berdiri di depannya.

Tubuh kekar itu, akhirya mendekapku dengan erat. Aku merasa hangat tiba-tiba. Aku merasa tenang dan nyaman.

Aroma minuman yang sejak tadi mengganggu hidungku sudah tidak aku pedulikan lagi.

"makasih ya, Bay. Kamu benar-benar teman yang baik, yang selalu ada kapan pun aku membutuhkanmu. Aku tidak tahu, bagaimana caranya membalas itu semua.." bisik bang Andi, sambil terus memelukku.

Repleks aku pun menciumi bahu kokoh bang Andi. Seperti yang aku takutkan, aku mulai terbawa suasana.

Meski bang Andi tak berkomentar apa-apa tentang tindakan spontan ku itu, aku tetap saja merasa bergetar, dan berniat untuk mengulangnya kembali.

Tapi..

Tiba-tiba bang Andi melepaskan dekapannya, lalu tanpa berucap sekata pun, ia pun memutar tubuhnya dan berjalan kembali ke ranjang.

Bang Andi kembali membaringkan tubuh kekarnya itu di atas ranjang. Ia telentang, dengan kedua tangannya berada diatas kepalanya. Hal itu justru membuat ia semakin terlihat gagah.

"andai saja kamu seorang perempuan, Bay. Aku pasti sudah menikahi kamu.." ucap bang Andi berceloteh lagi, matanya terpejam.

Aku tidak tahu, apa bang Andi sadar telah mengucapkan kalimat tersebut, atau hanya karena ia dalam pengaruh minuman.

Namun yang pasti hatiku merasa sedikit berbunga mendengar kalimat tersebut.

Tak lama berselang, kak Dila pun pulang. Aku pun segera pamit untuk pulan ke rumahku. Sementara bang Andi sepertinya, sudah terlelap.

****

Hari-hari terus berlalu, aku masih saja terus mencintai bang Andi dalam diam. Sementara bang Andi sudah mulai pulih kembali. Sepertinya ia sudah mulai bisa melupakan Gina.

Aku masih saja selalu setia menemaninya dan memberikan dukungan dan dorongan semangat untuknya.

Sampai setahun kemudian, karena bang Andi yang tak kunjung mendapatkan pekerjaan, aku pun berinisiatif untuk membuka usaha bersama bang Andi.

Aku dengan sedikit memohon, meminta modal kepada ayahku.

"emangnya kamu mau buka usaha apa?' tanya ayahku di sela-sela permohonanku.

"saya mau buka usaha minuman kekinian, Yah.." jawabku sedikit manja.

Aku memang anak satu-satunya ayah dan ibuku, karena itu juga ayah atau ibu biasanya jarang tidak memenuhi keinginanku.

"tapi kamu kan kuliah, Bay.." sela ayah lagi.

"iya.. karena itu aku ingin kerja sama dengan bang Andi. Jadi saat aku kuliah, bang Andi yang akan berjualan.." balasku menjelaskan.

"kamu yakin, mau kerja sama dengan Andi si pemabuk itu?" ucap ayah sedikit kasar. Dari awal ayah dan ibu memang tidak begitu suka melihat kedekatanku dengan Andi. Tapi aku berusaha mengabaikannya.

"Bayu yakin, yah. Lagian bang Andi sekarang juga sudah berubah. Ia tak pernah minum-minum lagi. Itung-itung sebenarnya Bayu juga ingin membantu bang Andi. karena selama ini bang Andi sudah coba cari pekerjaan, namun gak pernah dapat. Karena itu aku ingin membuka usaha bersamanya.." jelasku lagi panjang lebar.

Dan akhirnya setelah perdebatan yang cukup panjang, ayah pun menyetujui permohonanku. Tantu saja dengan beberapa syarat. Diantaranya, aku harus tetap mengutamakan kuliahku dan juga aku harus bisa mengembalikan pinjaman tersebut dalam jangka waktu yang telah ditetapkan.

Setelah mendapatkan pinjaman dari ayah, aku dan bang Andi pun segera mengatur segala sesuatunya.

Kami membuka gerai kecil di rumah bang Andi, untuk tempat kami berjualan minuman yang sedang tren saat itu.

Aku juga membuat situs khusus untuk penjualan minuman kami secara online.

Awalnya semua tidak berjalan dengan baik. Karena untuk mendapatkan pelanggan itu ternyata tidak mudah. Butuh usaha yang keras dan perjuangan yang panjang.

Berbagai cara kami lakukan untuk bisa mempromosikan dagangan kami. Hingga akhirnya pelan-pelan minuman kami mulai di kenal orang-orang, terutama para kaum muda.

Kombinasi antara kekekaran tubuh bang Andi dan di dukung oleh wajahku yang lumayan tampan, akhirnya kami punya banyak pelanggan.

Setelah perjuangan yang gigih dan tak kenal lelah, usaha kami pun mulai menuai hasil.

Aku dan bang Andi pun kian dekat dan akrab. Hubungan kami sudah seperti dua orang adik kakak.

Cinta ku kepada bang Andi pun masih sama. Masih seutuh dulu. Namun aku tak pernah memperlihatkannya kepada bang Andi, apa lagi mengungkapkannya.

Aku hanya bisa mencintainya dalam diam, mengaguminya dalam relung hatiku dan mengkhayalkannya di setiap malam-malam ku.

Karena usaha kami yang kian berkembang, kami pun membuka beberapa cabang dan mempekerjakan beberapa orang pekerja untuk membantu kami.

Hingga bertahun-tahun, bang Andi pun akhirnya menemukan tambatan hatinya dan memutuskan untuk segera menikah.

Antara kecewa dan bahagia aku menyadari hal tersebut. Kecewa karena akhirnya, setelah bertahun-tahun, bang Andi ternyata hanya menganggapku sebagai sahabat, ia tidak berhasil aku miliki sebagai kekasih.

Dan aku juga merasa bahagia, karena kini bang Andi sudah benar-benar berubah. Ia tidak lagi seorang alkoholic seperti awal aku mengenalnya.

Meski pun akhirnya, ia memutuskan untuk menikah dengan gadis yang ia cintai.

Aku turut bahagia untuk itu.

Aku memang merasa kecewa, karena aku tidak bisa mendapatkan cinta bang Andi.

Namun seperti yang bang Andi pernah katakan, bahwa hidup ini adalah pilihan dan aku memilih untuk tidak memilih, sesuatu yang tidak ditakdirkan untukku. Aku tidak memilih, kecuali yang sudah ditakdirkan untukku.

Ya, bang Andi memang tidak ditakdirkan untuk aku miliki sebagai kekasih, tetapi ia telah ditakdirkan untuk aku miliki sebagai sahabat dan juga sebagai saudara.

Semoga saja bang Andi juga bahagia dengan pernikahannya.

Dan semoga saja, aku juga bisa menemukan kebahagiaanku yang lain.  Sebuah kebahagiaan yang mungkin telah ditakdirkan untukku.

Ya, semoga saja..

****

Namun takdir adalah takdir. Ada takdir yang bisa kita ubah, namun ada juga takdir yang tidak bisa kita ubah.

Takdirku sebagai seorang laki-laki, adalah sesuatu yang tidak akan pernah bisa diubah.

Dan untuk memenuhi takdirku tersebut, setelah lulus kuliah dan dengan tetap masih membuka usaha bersama bang Andi, aku pun memutuskan untuk menerima perjodohanku dengan gadis pilihan orangtuaku.

Meski pun sejujurnya aku tak pernah mencintai gadis itu. Namun demi memenuhi keinginan kedua orangtuaku, aku pun menyetujui pernikahan tersebut.

Takdir ku sebagai seorang laki-laki juga lah yang akhirnya membuat aku, setahun kemudian, menjadi seorang ayah.

Dan bang Andi sendiri juga sudah punya dua orang putra.

Meski pun sudah memiliki keluarga masing-masing, aku dan bang Andi masih terus bersama. Terutama karena kami masih bekerja sama dalam menjalankan usaha kami.

Sebenarnya aku masih mencintai bang Andi. Bang Andi adalah cinta sejati dalam hidupku. Walau pun takdir tidak membuatku bisa memilikinya sebagai pasangan hidup. Tapi setidaknya, aku masih bisa terus bersamanya, menjadi sahabatnya dan melewati hari-hari bersama.

Hingga suatu saat, dan ini adalah bagian penting dari kisah ku ini.

"saya mau cerai dari istriku, Bay.." begitu bang Andi memulai curhatannya.

Aku dengan sedikit mengerutkan kening pun menatapnya, "kenapa?" tanyaku.

"kami sudah tidak sejalan lagi, Bay. Istriku sudah mulai berubah. Ia tak lagi seperti dulu.." balas bang Andi, suaranya terdengar lemah.

"tapi apa harus bercerai, bang. Bukankah sebaiknya abang bicarakan dulu dengan istri abang.." ucapku ringan. Kami ngobrol di salah satu gerai usaha kami. Saat itu sudah jam sepuluh malam, gerai kami sudah tutup.

"saya udah coba bicara baik-baik dengan istri saya, tapi sepertinya ia juga tidak berniat untuk mempertahankan rumah tangga kami.." balas bang Andi lagi.

"pasti ada penyebabnya kenapa istri bang Andi berubah. Abang sudah mempertanyakan hal tersebut?" tanyaku.

"katanya sih, karena aku terlalu sibuk kerja dan juga jarang berada di rumah. Tapi aku tahu, kalau istri ku sudah punya pria lain di hatinya. Karena itu juga ia sudah sering meminta cerai dariku.." cerita bang Andi lagi.

"aku sudah berusaha untuk mempertahankan rumah tangga kami, tapi seperti yang pernah aku katakan, bahwa aku tidak akan memilih sesuatu yang sudah tidak ditakdirkan untukku lagi. Mungkin takdir jodoh kami hanya sampai disini.." lanjut bang Andi.

"lalu bagaimana dengan anak-anak, bang?" tanyaku lagi.

"istriku bersedia membawa anak-anak bersamanya. Sebenarnya aku merasa berat harus melepaskan anak-anak, tapi rasanya lebih baik, kalau anak-anak ikut bersama ibunya. Karena aku juga tidak punya banyak waktu untuk mengurus mereka.." balas bang Andi.

Sepertinya keputusan bang Andi dan istrinya untuk berpisah sudah sangat bulat. Hanya saja aku tidak pernah menyangka, kalau ternyata rumah tangga bang Andi selama ini tidak benar-benar bahagia. Bang Andi tidak pernah cerita hal ini sebelumnya padaku.

Aku merasa perihatin melihat bang Andi, seperti yang ia katakan, hidupnya selalu dipenuhi dengan kepahitan. Padahal baru beberapa tahun ini, hidup bang Andi sudah cukup membaik.

Sekarang ia harus kehilangan istri dan juga anak-anaknya. Aku yakin bang Andi pasti sangat terpukul dengan semua itu.

Dan aku juga merasa takut, kalau bang Andi akan kembali menjadi seorang alkoholic seperti dulu, karena kejadian tersebut.

Untuk itu, aku berusaha tetap menemani bang Andi, aku berusaha menjaganya agar ia tidak larut dalam kesedihannya.

*****

"aku sudah tidak punya tujuan lagi, Bay." keluh bang Andi suatu malam, saat ia sudah benar-benar bercerai dari istrinya.

Sekarang bang Andi tinggal sendiran di rumahnya. Istri dan kedua anaknya sudah pindah ke rumah orangtua istrinya.

"abang gak boleh ngomong seperti itu. Setidaknya sekarang abang sudah punya dua orang anak, yang harus abang pikirkan. Dan jadikan mereka sebagai tujuan hidup abang.." ucapku sok bijak.

Bang Andi memang sudah bercerai dari istrinya. Namun ia masih diizinkan untuk menemui anak-anaknya kapan pun ia mau.

"iya, Bay. Hanya mereka berdua lah yang membuatku tetap bertahan hingga saat ini. Tapi tetap saja aku merasa hampa, Bay." ucap bang Andi kemudian.

"abang tenang aja. Aku akan selalu ada untuk abang, dalam kondisi apa pun." ucapku penuh keyakinan, dan sebenarnya juga tidak bermaksud apa-apa.

"tapi kamu kan juga punya istri dan anak, Bay. Kamu harus lebih sering menghabiskan waktu bersama mereka. Jangan sampai kejadian yang aku alami, akan menimpa kamu juga.." balas bang Andi.

"entahlah, bang. Aku juga mulai merasa jenuh dengan hidupku. Aku tidak benar-benar merasa bahagia saat bersama istriku. Justru aku lebih merasa nyaman saat bersama bang Andi." ucapku mencoba utnuk jujur dengan perasaanku sendiri.

"tapi keluarga itu penting loh, Bay. Terutama anak kamu.." balas bang Andi.

"abang juga penting bagi saya.." ujarku tanpa sadar.

Bang Andi menatapku dengan tatapan penuh selidik, yang membuatku merasa jengah.

"aku juga sayang sama kamu, Bay. Aku juga merasa nyaman saat bersama kamu. Kamu satu-satunya sahabat yang selalu ada kapan pun aku membutuhkanmu. Tapi sayangnya, kamu tidak ditakdirkan untukku...." ucap bang Andi akhirnya, yang membuatku kembali menatap wajah sendunya.

"kalau kita mau, kita bisa mengubah takdir itu, bang." balasku ringan.

"maksud kamu?" tanya bang Andi dengan kening berkerut.

"aku mencintai bang Andi sudah sejak dulu. Dan jika bang Andi juga sayang padaku, mengapa kita tidak mencoba untuk menjalin hubungan yang lebih serius?" ucapku akhirnya dengan cukup berani.

Bertahun-tahun memendam perasaan pada bang Andi, membuat aku merasa jadi punya keberanian untuk jujur, apa lagi kami juga sudah sangat dekat.

"sekali pun kita saling sayang, Bay. Kita tak mungkin menyatu seperti yang kita harapkan. Itulah yang dinamakan takdir, Bay. Dan kita tidak mungkin bisa mengubahnya. seperti yang selalu aku katakan, bahwa pilihan apa pun yang kita pilih dalam hidup ini, janganlah sekali-kali kita memilih sesuatu yang tidak ditakdirkan untuk kita, karean pasti akan berakhir dengan sangat menyakitkan.." ucap bang Andi panjang lebar, yang membuatku akhirnya terdiam.

Apa yang dikatakan bang Andi memanglah sesuatu yang masuk akal. Tidak ada seorang manusia pun, yang bisa melawan takdir.

"aku sering mengatakan, bahwa aku tidak akan memilih sesuatu yang tidak ditakdirkan untukku. Sebenarnya kalimat itu khusus aku tujukan buat kamu, Bay." ucap bang Andi kemudian.

"sebenarnya sudah sejak lama juga, aku menyukai kamu, Bay. Namun aku sadar, kalau kita tidak akan pernah bisa menyatu lebih dari sekedar sahabat. Kita ditakdirkan untuk bertemu, dan mungkin juga ditakdirkan untuk saling tertarik. Tapi kita tidak ditakdirkan untuk bisa saling memiliki.." lanjut bang Andi lagi.

"aku memilih untuk memendam perasaanku padamu, Bay. Karena menurutku percuma, sekalipun aku jujur tentang perasaanku, dan sekalipun kamu juga menyukaiku, namun sekali lagi kita tidak ditakdirkan untuk bersama, kecuali hanya sekedar sebagai sahabat." bang Andi berucap lagi.

"tapi gak ada salahnya kan, bang? Kalau kita mencobanya?" aku berucap kembali.

"untuk apa, Bay? Untuk apa kita mencoba sesuatu yang kita sudah tahu akhirnya seperti apa? Untuk apa kita mencoba sesuatu yang pada akhirnya akan membuat kita terluka? Kita tidak akan bisa bersama selamanya, Bay. Sebesar apa pun cinta yang kita miliki berdua. Takdir pada akhirnya akan memisahkan kita jua.." balas bang Andi terdengar lirih.

"seperti bang Andi yang memilih untuk menikah dengan gadis yang sebenarnya tidak abang cintai, lalu kemudian takdir juga yang membuat bang Andi memilih untuk bercerai? Apa seperti itu?" ucapku sedikit kasar.

"tidak ada sebuah hubungan apa pun di dunia ini, yang akan menyatu selamanya, bang. Bahkan pasangan yang menikah dengan dasar saling cinta, pada akhirnya juga akan terpisahkan oleh takdir, kalau tidak perceraian ya kematian.." lanjutku lagi.

"tapi setidaknya mereka tidak melawan takdir, Bay. Seorang laki-laki yang menikahi seorang perempuan itu adalah sebuah takdir yang seharusnya. Tapi kita? Kita ini sama-sama laki-laki, Bay. terlalu banyak takdir yang akan kita lawan. Dan aku gak sanggup, Bay. Aku gak sanggup memulai sesuatu yang sudah jelas tidak diperbolehkan.." balas bang Andi.

"tapi setidaknya beri aku kesempatan, bang. Untuk bisa merasakan bagaimana rasanya dicintai oleh orang yang juga mencintaiku. Selama ini aku hanya mencintai bang Andi, sementara aku hidup bersama orang yang tidak aku cintai. Aku merasa tersiksa, bang. Apa takdir seperti itu yang harus kita jalani?" aku membalas dengan sedikit sengit.

"terkadang dalam hidup, kita juga harus mengikuti ego kita, bang. Kita tidak harus hidup hanya mengikuti apa yang orang lain inginkan. Menikah dengan seorang perempuan memang sudah menjadi takdir seorang laki-laki. Tapi hidup bersama orang yang kita cintai, merupakan sesuatu yang harus kita rasakan juga. Tak peduli orang lain setuju atau tidak. Karena yang tahu apa yang membuat kita bahagia hanyalah diri kita sendiri, bang. Bukan orang lain.." aku melanjutkan lagi.

"lalu kamu mau nya gimana?" tanya bang Andi dengan suara lembut, setelah untuk beberapa saat kami saling terdiam.

"aku ingin kita hidup bersama, bang. Aku ingin menghabiskan waktu bersama abang. Menjalani hari-hari berdua. Menikmati indahnya cinta kita. Aku ingin hidup bahagia selamanya bersama abang, sampai maut memisahkan kita." balasku yakin.

"kamu yakin?" tanya bang Andi.

"saya yakin, bang. Kita sudah mencoba menjalankan takdir kita sebagai laki-laki, menikah dan punya anak. Mungkin kini saatnya kita menjalankan hidup kita seperti yang kita inginkan.." balasku cepat.

"lalu bagaimana dengan istri dan anakmu, Bay?" tanya bang Andi lagi.

"kalau abang berani memilih untuk berpisah dari istri abang, kenapa aku gak? Aku akan bercerai dari istriku dengan cara baik-baik, bang. Dan setelah itu, kita akan hidup bersama selamanya, bang." jawabku dengan penuh keyakinan.

"lalu bagaimana dengan orangtua kamu?" bang Andi bertanya lagi.

"kita sudah cukup dewasa, bang. Untuk menentukan jalan hidup kita sendiri dan memilih apa pun yang kita inginkan. Aku juga sudah memenuhi keinginan mereka, untuk menikah dan punya keturunan. Jadi aku rasa mereka juga tidak akan bisa mengatur hidupku sepenuhnya. Meski tentu saja, mereka tidak harus tahu apa yang terjadi diantara kita berdua sebenarnya." balasku.

"terserah kamu aja, Bay. Aku juga sangat mencintai kamu. Aku juga sebenarnya sangat ingin merasakan hidup berdua bersama kamu. Seperti yang pernah aku katakan, jika saja seandainya kamu adalah perempuan, maka sudah sejak lama aku akan menikahi kamu, walau apa pun rintangannya." ujar bang Andi, sambil kali ini ia menggenggam tanganku erat.

Aku merasakan begitu hangatnya genggaman tangan itu. Aku merasa begitu bahagia.

Mungkin keputusan kami adalah sebuah kesalahan, namun untuk merasakan sebuah kebahagiaan, terkadang kita memang harus mengorbankan banyak hal.

Takdir mungkin menginginkan kami untuk bersama, tapi kami tidak ingin terus memasrahkan diri kepada takdir.

Mungkin dunia dan seisinya menolak hubungan kami, tapi sekali lagi, kami juga ingin merasakan hidup yang bahagia, bersama orang yang benar-benar kami cintai.

Sudah bertahun-tahun kami mencoba mengikuti takdir yang telah di tetapkan untuk kami, namun kami tidak pernah merasakan bahagia seperti yang kami harapkan.

Untuk pertama kalinya dalam hidup kami, kami mencoba memilih sesuatu yang tidak ditakdirkan untuk kami.

Aku tahu, seperti yang bang Andi katakan, bahwa akhir dari kisah kami sudah cukup jelas, namun selagi kami masih punya waktu untuk terus bersama, kami akan tetap terus bersama.

Dan begitulah kisahku bersama bang Andi, si alkoholic tersebut. Sebuah kisah yang selama ini hanya menjadi rahasia antara aku dan bang Andi.

Aku dan bang Andi memang memutuskan untuk hidup bersama. Namun kami tidak ingin siapa pun tahu, tentang hubungan kami. Di mata orang-orang kami hanyalah dua orang sahabat, yang bekerja sama dalam menjalankan sebuah usaha.

Kami bahagia dengan hidup kami saat ini. Dan semoga kami tetap bisa bahagia selamanya, sampai maut memisahkan kami.

Terima kasih sudah menyimak kisahku ini sampai selesai, salam sayang untuk kalian semua.. Muuuaach..

*****

Selesai..

Aku dan istriku mencintai pria yang sama

Namaku Dapit. Aku sudah menikah sekitar 3 tahun yang lalu. Saat ini usia ku sudah 31 tahun.

Istriku seorang yang cantik dan seksi. Namanya Tina, usianya masih 25 tahun.

Meski pun kami sudah menikah selama 3 tahun, tapi kami belum dikaruniai anak.

Aku seorang pengusaha yang sukses. Aku punya beberapa perkebunan sawit yang sangat luas.

Pernikahanku dengan istriku sebenarnya baik-baik saja, meski pun kami menikah bukan atas dasar saling cinta. Kami menikah sebenarnya hanya karena di jodohkan oleh kedua orangtua kami.

Namun sebagai sepasang suami istri, kami tetap menjalankan tugas dan kewajiban kami sebagaimana layaknya pasangan suami istri. Melakukan hubungan seperti suami istri lainnya.

Namun demikian kami belum juga memiliki anak.

Karena kehidupan kami yang sangat mapan, kami juga memiliki rumah yang besar dan mewah. Kami juga punya beberapa orang pembantu di rumah dan juga seorang sopir pribadi.

Sopir pribadi ku itu bernama Udin. Ia seorang pemuda yang berasal dari desa dan baru beberapa bulan bekerja bersama kami.

Awalnya kehidupan keluarga kami berjalan dengan baik. Belum pernah ada masalah yang berarti yang kami hadapi.

Sebagai seorang suami, aku berusaha memberikan yang terbaik untuk istriku, terutama soal ekonomi.

Kebutuhan istriku selalu terpenuhi, terutama kebutuhan materinya.

Namun sebagai seorang pengusaha yang cukup sibuk, aku memang jarang berada di rumah. Aku lebih sering menghabiskan waktu ku, mengurusi segala pekerjaanku.

Karena itu juga mungkin, istriku mulai merasa kesepian.

Dan terjadilah kisah ini...

*****

Berawal dari istriku yang sering meminta Udin, si sopir pribadiku itu, untuk menemaninya belanja atau sekedar kumpul-kumpul dengan teman-temannya.

Setiap hari, Udin, setelah mengantarku ke kantor, ia akan kembali ke rumah, lalu kemudian pergi menemani istriku belanja atau pun keperluan lainnya.

Aku tidak menaruh curiga awalnya, meski pun Udin jadi sering terlambat menjemputku ke kantor.

Berbagai alasan yang Udin berikan atas keterlambatannya tersebut.

Aku masih mencoba untuk berpikir positif.

Udin memang laki-laki yang berasal dari kampung, usianya masih sekitar 21 tahun.

secara fisik, Udin memang menarik. Wajahnya tampan dengan postur tubuh yang atletis dan terlihat gagah. Meski ia memiliki kulit yang sedikit gelap.

Sejak awal Udin mulai bekerja denganku, aku memang sudah menyukainya.

Tapi selama ini, aku berusaha bersikap sewajarnya.

Namun semakin lama, aku semakin mengagumi sosok Udin. Aku semakin penasaran dengannya.

Sifat asli ku pun muncul. Aku jadi semakin sering memikirkan Udin dan mengkhayalkan tubuh kekarnya.

Hingga suatu hari, aku berniat untuk meminta Udin menemaniku ke luar kota, untuk melihat salah satu kebun sawitku.

Udin tentu saja tidak bisa menolak ajakan ku tersebut.

Jadilah kami berdua berangkat ke luar kota dengan mengendarai mobil. Padahal biasanya, jika aku pergi ke luar kota, aku selalu naik pesawt dan selalu pergi sendirian.

Namun kali ini, aku sengaja meminta Udin untuk menemaniku. Karena aku memang punya niat lain terhadapnya.

Sesampai di kota yang kami tuju, setelah melewati perjalanan lebih kurang sepuluh jam, aku pun mengajak Udin untuk menginap di sebuah hotel di kota tersebut.

Aku sengaja hanya menyewa satu kamar, agar Udin bisa tidur satu kamar denganku.

Malam itu, dengan sedikit ragu-ragu aku pun mulai bercerita kepada Udin.

Berawal dari cerita ku tentang rumah tanggaku yang sebenarnya tidak bahagia, karena belum memiliki keturunan.

Aku juga menceritakan bahwa kami menikah sebenarnya bukan karena kami saling mencintai, tapi karena di jodohkan.

Udin mendengarkan ceritaku dengan seksama. Pria tampan itu seperti tidak percaya dengan apa yang aku ceritakan. Karena setahunya selama ini, yang ia lihat rumah tangga kami baik-baik saja dan terlihat bahagia.

Sampailah akhirnya aku pun menceritakan tentang siapa aku sebenarnya.

Ya, aku adalah seorang gay, sudah sejak lama.

Dulu sebelum menikah, aku pernah pacaran beberapa kali dengan sesama pria. Meski pada akhirnya setiap hubungan percintaanku, selalu kandas.

Lalu kemudian aku pun menikah, untuk memenuhi keinginan kedua orangtua ku.

Setelah menikah, jujur, aku masih sering bermain api bersama lelaki di luar rumah. Namun aku tidak pernah lagi menjalin hubungan yang serius dengan para laki-laki tersebut.

Aku melakukannya hanya atas dasar suka sama suka, tanpa ada ikatan apa pun.

Dan kadang aku juga sering menyewa laki-laki bayaran, untuk memenuhi hasratku yang menyimpang tersebut.

Namun sejak Udin mulai bekerja bersamaku, aku mulai merasakan perasaan cinta itu kembali.

Hatiku selalu berbunga-bunga, saat bersama Udin. Aku semakin tergila-gila padanya.

Karena itu aku pun bertekad untuk bisa mendapatkan Udin, walau dengan cara apa pun.

Dan malam inilah kesempatan ku, untuk bisa mewujudkan hal tersebut.

Setelah aku menceritakan semuanya, aku pun kemudian menawarkan Udin sejumlah uang, agar ia mau bercocok tanam denganku malam itu.

Udin berusaha menolak, dan mengatakan kalau ia tidak tertarik pada laki-laki, ia hanya bisa tertarik pada perempuan.

Namun aku tidak menyerah, aku bahkan mengancam akan memecat Udin, jika ia masih saja menolak permintaanku tersebut.

Akhirnya meski dengan sangat terpaksa, Udin pun bersedia melakukan hal tersebut denganku. Tentu saja dengan syarat aku harus membayarnya mahal.

Aku tidak peduli, berapa banyak uangku habis, hanya untuk bisa menikmati malam itu bersama Udin.

Karena selama ini, aku juga sering membayar laki-laki lain untuk tidur bersamaku.

Jadi tidak ada salahnya, aku menghabiskan banyak uang, untuk seorang laki-laki setampan dan segagah Udin. Lagi pula aku memang mencintai Udin, dan yang penting ia adalah laki-laki normal.

Rasanya ada nilai plus tersendiri, saat aku berhasil menaklukan seorang laki-laki normal, meski dengan cara yang tidak baik.

Malam itu, kami pun bersimbah keringat. Mendayung biduk cinta berdua.

Udin yang awalnya ogah-ogahan, semakin lama justru semakin menikmati hal tersebut.

Sampai akhirnya, Udin pun harus mengakui, bahwa bercocok tanam dengan sesama pria, juga punya sensasi keindahan tersendiri.

Hal itu terlihat jelas dari raut wajah Udin yang begitu menikmati hal tersebut.

*****

Hari-hari selanjutnya, aku semakin sering meminta Udin untuk menemaniku ke luar kota melihat kebun sawitku, sekaligus untuk kami bercocok tanam berdua.

Aku memang memberi Udin sejumlah uang setiap kali kami selesai melakukannya.

Dan Udin sendiri terlihat mulai bisa menikmati hal tersebut.

Hari-hari pun berlalu, hingga berbulan-bulan hal itu terus terjadi.

Sampai akhirnya aku pun mengetahui, kalau ternyata istri ku juga menjalin hubungan gelap dengan Udin.

Hal itu aku ketahui, saat istriku mengaku kalau ia hamil. Padahal sekitar setahun yang lalu, aku sempat secara diam-diam,memeriksakan diriku pada seorang dokter.

Dan dokter itu mendiagnosa ku, kalau aku mengalami kemandulan. Tapi aku tidak pernah menceritakan hal tersebut kepada siapa pun, apa lagi kepada istriku.

Jika aku mandul, lalu bagaimana mungkin istriku bisa hamil?

Karena itu, aku pun memaksa istriku untuk jujur.

Dengan bersimbah air mata, istriku pun mengakui, kalau sebenarnya ia telah menjalin hubungan dengan Udin, si sopir pribadiku itu.

Dan istriku pun mengakui, kalau anak yang ia kandung memang anaknya Udin.

Aku tentu saja sangat marah mendengar itu semua.

Sejak aku mengetahui kalau aku mandul, aku memang jarang berada di rumah, dan aku juga memberi kebebasan penuh kepada istriku. Hanya saja, aku tidak menyangka kalau istriku akan bermain api dengan Udin, si sopir pribadiku tersebut, sekaligus orang yang aku cintai dan juga orang yang telah berkali-kali bercocok tanam denganku.

Tapi biar bagaimana pun, semua ini tidak sepenuhnya salah istriku.

Mungkin karena selalu merasa kesepian, istriku pun tergoda untuk melakukan hal tersebut.

Apa lagi Udin memang sangat menarik secara fisik. Wajar rasanya, kalau istriku akan tergoda.

Udin.... Udin... mengapa kau juga harus melahap istriku, di saat kau juga menikmati kebersamaan kita? Bathin ku penuh sesal.

Namun aku terlalu mencintai Udin. Aku tak bisa membencinya. Aku terlalu terlena dengan segala permainan indahnya. Sementara aku tidak mencintai istriku.

Jika harus memilih, aku lebih memilih Udin dari pada istriku.

Tapi aku tidak mungkin menceraikan istriku. Aku tidak ingin mengecewakan kedua orangtuaku.

Jadi aku memilih untuk membiarkan semuanya terjadi.

Aku memilih untuk merahasiakan semuanya.

Tak mengapa istriku hamil oleh Udin, karena aku tidak akan bisa memberinya keturunan.

Setidaknya di mata keluarga kami, kehamilan istriku tentu saja membuat mereka bahagia, terutama orangtuaku. Karena mereka sudah sangat lama menginginkan cucu dariku.

Mereka tidak perlu tahu apa yang terjadi sebenarnya. Biarlah mereka berpikir, bahwa anak yang ada dalam kandungan istriku adalah anakku.

Aku pun memilih untuk memaafkan istriku, namun aku memintanya untuk mengakhiri hubungannya dengan Udin.

Aku tidak memecat Udin. Aku berpura-pura tidak tahu, tentang hubungannya dengan istriku.

Aku masih ingin menikmati kebersamaanku dengan Udin. Dan aku tidak akan pernah melepaskannya, walau dengan alasan apa pun.

Aku mencintai Udin, dan akan selalu mencintainya.

Tapi aku tidak ingin ia menjalin hubungan dengan siapa pun, termasuk istriku. Aku hanya ingin Udin menjadi milikku seutuhnya.

*****

Hari-hari pun terus berlalu. Istriku sudah memutuskan hubungannya dengan Udin. Namun aku masih terus rutin mengajak Udin pergi ke luar kota bersamaku.

Aku masih terus meminta jatah padanya. Aku benar-benar merasa ketagihan dengannya.

Namun hal itu tidak berlangsung lama.

Istriku mulai curiga dengan kedekatan kami. Ia pun meminta seseorang untuk mengikuti kami ke luar kota. Tanpa kami sadari, orang suruhan istriku pun mengetahui hubungan kami dan menceritakan semuanya pada istriku.

Setelah mengetahui hal tersebut, istriku meminta cerai dariku dan ia pun pergi dari rumahku.

Sementara Udin, setelah mengetahui hal tersebut, juga memutuskan untuk pergi dan meninggalkan ku.

Ia mengatakan kalau ia telah lelah dengan semua yang terjadi diantara kami.

Aku pun harus merelakan kepergian dua orang yang sangat penting dalam hidupku.

Dalam kesendirianku, aku mulai berpikir untuk bisa mengubah diriku.

Mungkin selama ini, aku terlalu terlena dengan dosa-dosaku. Aku selalu mengikuti setiap keinginan dalam diriku. Aku terbuai dalam nafsu yang penuh dosa.

Kini aku mulai sadar, bahwa apa yang aku lakukan selama ini adalah sebuah kesalahan, dan aku berjanji tidak akan pernah mengulanginya lagi.

Hanya saja, ada satu beban yang tidak bisa lepaskan begitu saja. Sebuah beban yang harus aku tanggung seumur hidupku.

Aku harus menerima kenyataan bahwa aku tidak akan pernah bisa memiliki keturunan, karena aku seorang laki-laki mandul. Dan hal itu membuatku kian merasa terpuruk.

Namun aku sadar, bahwa semua itu bisa saja terjadi, karena selama ini, aku selalu berbuat dosa.

Mungkin itu adalah hukuman bagiku, yang harus aku terima dengan lapang dada.

Semoga saja ke depannya, aku bisa jadi lebih baik dan lebih bisa menahan diri.

Ya, semoga saja...

****

Selesai...

Cerita Cowok BO (part 1)

Nama Ku Fazal. Dan aku seorang mahasiswa saat ini.

Perjalanan hidupku tidaklah terlalu baik.

Di mulai dari kematian ayahku pada saat aku masih remaja. Sejak saat itu kehidupanku selalu mengalami kepedihan dan kepahitan.

Cerpen gay sang penuai mimpi

Ibuku yang hanya seorang buruh cuci, harus berjuang sendiri untuk membesarkan aku dan adik perempuanku.

Karena itu juga, aku dan adikku harus sering menelan ludah pahit, saat kami punya keinginan. Kami harus bisa memendam beberapa keinginan kami, karena Ibu selalu tidak punya cukup uang untuk membelikan kami sesuatu.

Kami memang butuh biaya banyak, selain untuk biaya makan, biaya sekolah kami, juga untuk membayar kotrakan rumah.

Saat SMA, aku pernah bekerja sambilan menjadi seorang buruh bangunan, menjadi pengamen di jalanan dan aku juga pernah menjadi kernet angkutan kota.

Berbagai pekerjaan kasar telah pernah aku jalani, hanya untuk membantu ibu mendapatkan uang.

Hingga akhirnya aku pun lulus dari SMA dengan hasil yang memuaskan. Sejak SD aku memang selalu juara kelas, karena itu juga aku sering mendapatkan beasiswa.

Dan bahkan aku bisa kuliah sampai saat ini, juga karena bantuan beasiswa dari pemerintah.

Namun untuk tetap membantu ibu membiayai hidup kami dan juga biaya sekolah adik perempuanku, aku juga harus tetap mencari pekerjaan.

"gak apa-apa kamu kerja, Zal. Tapi jangan sampai mengganggu kuliah kamu.." begitu pesan Ibu selalu padaku.

Ibu juga semakin menua, beliau juga sudah mulai sering sakit-sakitan.

Sampai pada akhirnya penyakit Ibu semakin parah. Beliau ternyata menderita leukimia.

"jalan satu-satunya adalah operasi sumsum tulang belakang yang biayanya bisa mencapai ratusan juta bahkan hingga miliaran rupiah.." begitu jelas dokter padaku, yang membuatku merasa terhenyak.

Uang satu miliar bukanlah uang yang sedikit, aku bahkan belum pernah memegang uang walau hanya jutaan rupiah.

"untuk sementara ibu mu harus di rawat secara intensif, beliau juga tidak boleh bekerja terlalu berat.." lanjut dokter itu lagi.

Dan itu artinya, sejak saat itu aku secara otomatis menjadi tulang punggung keluarga kami.

Aku mulai memutar otak, untuk mencari pekerjaan. Jika hanya mengandalkan pekerjaan serabutan, tentu saja hasilnya tidak seberapa. Jangankan untuk biaya operasi Ibu, untuk makan aja masih sering kurang.

Saat aku sedang memikirkan hal tersebut di taman kampus, Andi,salah seorang teman kuliahku menghampiriku. Andi sebenarnya adalah kakak senior ku di kampus. Namun entah bagaimana ceritanya, kami tiba-tiba saja menjadi akrab.

Mungkin karena kami punya taraf ekonomi kehidupan yang sama. Andi juga hanya anak seorang satpam, dan punya banyak adik. Meski kedua orangtua Andi masih hidup, namun kehidupan mereka secara ekonomi jauh dari pada cukup.

Aku dan Andi sudah kenal sejak lama, dan bahkan aku juga sering main ke rumahnya.

"gimana keadaan Ibu mu, Zal?" tanya Andi.

Aku memang sudah cerita tentang ibu ku yang sakit pada Andi. Aku dan Andi memang selalu terbuka tentang beberapa hal.

Aku pun menceritakan tentang keadaan ibu yang menderita leukimia dan harus menjalani operasi dengan biaya yang sangat besar, kepada Andi.

"aku tidak tahu, harus bagaimana mencari uang sebanyak itu, Ndi. Aku benar-benar bingung.." keluhku.

****

Keesokan harinya, Andi pun mengajakku untuk menemui seorang kenalannnya.

"namanya om Danang." begitu kelas Andi memulai, "aku mengenalnya melalui media sosial. Dulu dia pernah memintaku untuk mencari orang yang bisa bekerja bersamanya." lanjut Andi.

"saya sempat menawarkan diri untuk bekerja bersamanya, tapi om Danang langsung menolakku. Katanya aku tidak memenuhi syarat dan kriteria yang ia cari." cerita Andi lagi.

"emang kriteria dan syaratnya seperti apa?" tanyaku penasaran.

"saya juga kurang tahu, namun yang pasti saat aku mengirimkan photo kamu padanya, om Danang langsung meminta saya untuk membawa mu ke tempatnya." jelas Andi.

"jadi kamu udah mengirimkan photo saya tanpa seizin saya?" tanyaku sedikit protes.

"maaf ya, Zal. Tapi saat kamu cerita kemarin, bahwa kamu butuh uang yang banyak, saya langsung kepikiran tentang tawaran om Danang, lalu tanpa meminta izin dari kamu saya pun menghubungi om Danang, dan ia meminta saya untuk mengirimkan photo kamu.." Andi menjelaskan lagi.

Kami menaiki sebuah angkot untuk menuju alamat rumah om Danang yang Andi sebutkan tadi.

Aku tidak tahu pekerjaan apa yang akan di tawarkan om Danang padaku, namun kata Andi aku bisa menghasilkan uang yang banyak, jika aku bisa bekerja nanti.

Setengah jam kemudian, kami pun sampai di depan sebuah rumah mewah yang di kelilingi pagar yang tinggi.

Dengan perasaan berat dan ragu-ragu kami pun mengikuti langkah kaki seorang penjaga rumah, untuk menuju pintu depan rumah besar tersebut.

"selamat datang di rumah saya, kawan.." sambut seorang pria paroh baya, saat pintu rumah besar itu akhirnya terbuka.

Pria itu pun menjabat tangan kami berdua, kemudian ia mempersilahkan kami masuk dan duduk di kursi ruang tamu rumahnya yang megah itu.

"saya om Danang, dan kamu pasti Fazal kan?" ucapnya setengah bertanya yang jelas ia tujukan padaku. Karena aku yakin, kalau ia pasti sudah mengenal Andi.

Terus terang aku merasa sedikit geli melihat tingkah dan juga cara berbicara pria yang aku perkirakan sudah berumur 40 tahun itu.

Ia bertingkah dan berbicara layaknya bak seorang perempuan.

Tapi aku mencoba untuk tetap tersenyum ramah padanya. Apa lagi mengingat aku sangat membutuhkan pekerjaan saat ini.

"iya, om.." Andi yang menjawab, "jadi gimana, om? Apa Fazal bisa bekerja bersama om?" tanya Andi melanjutkan.

Pria kemayu itu pun menatapku tajam, kemudian ia tersenyum aneh. Aku merasa bergidik tiba-tiba.

"tentu saja bisa. Secara keseluruhan ia sudah memenuhi kriteria yang saya cari.." ucapnya kemudian.

"maaf, om. Kalau boleh tahu, pekerjaan apa yang akan saya lakukan nantinya?" tanyaku dengan suara ragu.

"ah, pekerjaannya gampang, kok. Tapi yang penting, uangnya, say.." balas om Danang dengan nada manja, yang membuatku semakin merasa geli.

"Andi udah cerita, kalau kamu butuh uang yang sangat banyak. Dan di sini adalah cara tepat menghasilkan uang yang banyak dalam waktu yang singkat. Bahkan kamu bisa menghasilkan uang puluhan juta hanya dalam satu malam." jelas om Danang lagi, kali ini suaranya sedikit serius.

"saya jamin kamu tidak akan menyesal.." lanjutnya.

Setelah berkata demikian, om Danang pun mengajak kami berdua untuk masuk lebih dalam ke rumahnya.

Ternyata di ruang bagian tengah rumah tersebut, ada beberapa orang laki-laki muda dengan wajah yang tampan dan juga bertubuh sangat kekar.

"ini adalah rekan-rekan kerja kamu nantinya." ucap om Danang, mulai memperkenalkan kami satu per satu.

Setidaknya ada sekitar enam orang pria macho yang om Danang perkenalkan pada kami waktu itu.

"di luar masih ada beberapa orang lagi," ucapnya lagi, "nanti kamu pasti akan ketemu sama mereka.." lanjutnya.

Selanjutnya om Danang kembali mengajak kami ke ruang tamu tadi. Setelah berbincang sebentar, aku dan Andi dan pamit.

"jangan lupa besok pagi kamu datang, ya.." ucap om Danang padaku, mengantar kepulangan kami.

****

Keesokan harinya, aku pun berangkat menuju rumah om Danang sendirian.

Sesampai di sana, om Danang menyambutku dengan senyum khas nya.

Setelah perbincangan basa-basi, om Danang pun menjelaskan pekerjaan yang harus aku lakukan.

Ternyata aku di minta untuk melayani laki-laki homo kaya, yang bersedia mengeluarkan uang yang banyak untuk kepuasan mereka di ranjang.

Tiba-tiba saja aku merasa geli dan jijik membayangkan hal tersebut. Aku ingin menolak awalnya, tapi kembali aku teringat akan kondisi ibu ku yang sedang terbaring sakit di rumah saat ini.

Jika aku menolak tawaran pekerjaan ini, maka aku akan kehilangan kesempatan untuk bisa mengumpulkan uang untuk biaya operasi ibu.

Akhirnya dengan perasaan yang tak karuan, aku pun menerima tawaran tersebut.

"kamu sudah bisa memulainya nanti malam. Kebetulan om sudah mencarikan seorang pelanggan untuk kamu malam nanti." jelas om Danang, ketika aku sudah menyetujui semua persyaratan darinya.

Om Danang mendapatkan sepuluh persen dari hasil bayaranku. Sedangkan untuk tip yang diberikan pelanggan, itu sepenuhnya adalah milikku.

"jika servis kamu bagus dan memuaskan, biasanya para pelanggan akan memberi tip yang banyak, bahkan bisa puluhan juta.." jelas om Danang lagi.

Sejujurnya aku berat menerima pekerjaan ini, tapi ini semua aku lakukan hanya untuk membiayai operasi ibu ku nantinya.

Semoga saja, aku bisa mengumpulkan uang dengan cepat, sehingga aku tidak perlu terlalu lama harus bekerja seperti ini.

****

Malam pun tiba, aku di minta oleh om Danang untuk datang ke sebuah hotel, sesuai permintaan pelanggan.

Sesampai di hotel tersebut, aku pun langsung menuju kamar hotel yang di maksud.

Di sana aku di sambut oleh seorang pria yang sudah berumur. Mungkin sudah berusia 50 tahun lebih.

Oh, aku merasa bergidik memperhatikan pria tua tersebut. Ingin rasanya aku berlari dari sana, namun kembali aku teringat akan kondisi ibu ku.

Pria tua itu mengaku bernama om Danu, meski aku tidak begitu yakin bahwa itu adalah namanya yang sebenarnya.

"kata Danang, kamu masih perjaka?" ucap pria tua itu.

Aku tidak menjawab, hanya ikut duduk di tepian ranjang.

"saya rela membayar mahal-mahal hanya untuk itu.." lanjut om Danu lagi.

Om Danu memang membayarku mahal. Menurut om Danang, ia menjualku pada pria tua ini, sebesar dua puluh juta rupiah.

"kalau masih perjaka memang akan di bayar mahal.." begitu jelas om Danang tadi.

Separoh uang tersebut sudah di transfer ke rekeningku, sebagai tanda jadi. Separohnya lagi akan di transfer setelah aku selesai menjalankan tugas pertamaku.

"kalau servis kamu bagus dan bisa memuaskan saya, saya akan memberi kamu tip yang besar.." om Danu berucap lagi, sambil ia mulai mendekatiku.

Masalahnya bagiku saat ini ialah, aku tidak benar-benar tahu, bagaimana cara membuat laki-laki tua ini merasa puas.

Namun berdasarkan video yang di perlihatkan om Danang pagi tadi, aku pun berinisiatif untuk memulainya. Setidaknya dengan begitu, aku bisa memberi kesan pertama yang baik pada om Danu.

Seperti dugaanku, om Danu pun mulai terlena dengan apa yang aku lakukan padanya.

Dan malam itu, aku pun berhasil mendapatkan tip sepuluh juta rupiah dari om Danu, tentu saja itu di luar bayaranku.

Ternyata pengorbananku tidak sia-sia. Meski aku harus berusaha keras menahan rasa geli dan jijikku, tapi setidaknya semua itu bisa terbayarkan.

*****

Begitulah semuanya di mulai. Begitulah awalnya, kenapa aku bisa menjadi seorang laki-laki bayaran.

Untuk selanjutnya aku pun terus mendapatkan pelanggan setiap malamnya.

Dan cerita-cerita ku bersama setiap pelanggan ku, akan terus aku ceritakan di sini.

Jangan lupa untuk bergabung dan berlangganan dengan channel ini, untuk mendapatkan video eksklusif khusus untuk pelanggan dan juga nomor whatsapp admin untuk dapat berkomunikasi secara langsung.

Silahkan klik tombol gabung atau bisa klik link di deskripsi video ini, untuk berlangganan.

Terima kasih..

Dan sampai jumpa lagi pada episode berikutnya, yang tentunya jauh lebih hot.

Salam sayang untuk kalian semua,,,, muaaachhh..

****

kisah cowok kampung part 7 (jadi pacar sewaan)

Tubuhku terasa sangat letih karena telah berjalan seharian. Perutku melilit menahan lapar. Badanku terasa sakit semuanya.

Aku memang sudah cukup jauh meninggalkan kota dan mulai memasuki sebuah kawasan perkebunan sawit di jalan lintas menuju kota berikutnya.

Cerpen gay sang penuai mimpi

Aku sudah bertekad untuk mengadu nasib atau lebih tepatnya melarikan diri ke kota lain, setelah peristiwa tragis yang aku alami di kota sebelumnya.

Bagaimanakah perjalanaku kali ini?

Akankah aku bisa menemukan kebahgiaanku?

Atau kah aku akan terjerumus lagi ke dalam lumpur penuh dosa?

Lalu bagaimana dengan masa depanku sendiri? Akankah tetap menakutkan seperti hantu, sebagaimana yang aku percayai selama ini?

Simak kisahku kali ini sampai selesai ya..

Dan bagi yang baru bergabung, silahkan simak kisah sebelumnya di channel ini atau bisa langsung klik link nya di deskripsi video ini.

Jangan lupa juga bagi yang baru mampir untuk subscribe channel ini dan klik tanda lonceng untuk menyaksikan video-video menarik lainnya di channel ini.

Buat seluruh subscriber setia saya, terima kasih atas kesetiaannya, terima kasih atas segala masukan, saran, dukungan dan motivasinya selama ini.

Terima kasih udah mampir, terima kasih juga udah subscribe, udah like, udah komen and udah share.

Selamat menikmati dan semoga terhibur...

****

Masa depan itu seperti hantu. Menakutkan!

Kalimat itu terus mengganggu pikiranku. Sehingga tubuhku yang memang sudah kelelahan jadi terhuyung-huyung di sepanjang perjalanan.

Karena sudah tidak bisa mengontrol keseimbangan tubuhku, aku tiba-tiba terhuyung ke tengah jalan. Saat itu sebuah mobil sedan mewah lewat, dan mobil itu hampir menabrakku, jika saja sang sopir mobil itu tidak segera membanting stirnya ke kanan. beruntunglah saat itu jalanan sedang sepi.

Tubuhku pun terjerembab ke pinggiran jalan, karena berusaha menghindari mobil tersebut.

Aku melihat mobil sedan itu pun berhenti beberapa meter di depanku.

Seorang lelaki parlente keluar dari pintu depan mobil. Aku perkirakan laki-laki itu lah yang menyetirnya.

"kamu gak apa-apa?" tanya laki-laki itu dengan suara serak.

Aku sedikit menengadah untuk menatap pria tersebut. Pria itu memakai kaca mat hitam, yang menambah ketampanan pada wajahnya.

Aku menggeleng ringan, sambil berusaha bangkit. Pria berkaca mata hitam itu pun segera membantuku untuk berdiri.

"kamu yakin gak apa-apa?" tanya pria itu lagi.

Sekali lagi aku hanya menggeleng ringan menjawab pertanyaannya.

"tubuh kamu terlihat lemah. Bagaimana kalau aku antar kamu ke rumah sakit? Setidaknya untuk menebus kesalahanku barusan yang hampir saja menabrak kamu.." ucap pria itu kemudian.

"gak usah, bang. Saya gak apa-apa, kok. Lagian tadi bukan salah abang. Saya yang berjalan terlalu ke tengah.." balasku akhirnya.

"iya.. tapi kalau seandainya tadi saya menyetirnya lebih fokus, pasti hal itu gak bakal terjadi.." balas pria itu bersikeras.

"udahlah, bang. Abang gak usah merasa bersalah seperti itu. Saya baik-baik saja, kok." ucapku ringan, sambil berusaha sedikit tersenyum.

"ya udah.. kalau gitu saya pamit dulu.." pria itu berujar kembali, setelah ia terdiam beberapa saat sambil menatapku.

Setelah berkata demikian, pria itu segera memutar tubuhnya untuk kembali ke mobilnya.

Namun setelah beberapa langkah, ia kembali memutar tubuhnya dan menatapku.

"emangnya kamu mau kemana?" tanyanya sedikit lantang mengimbangi suara mobil yang lewat.

Aku berusaha tersenyum membalas pertanyaan pria tersebut.

"saya mau ke kota selanjutnya, bang.." jawabku, sekedar memuaskan pertanyaan pria tersebut. Aku berharap setelah itu ia akan segera pergi meninggalkanku.

Tapi di luar dugaanku, pria dengan tubuh yang gagah itu, justru kembali melangkah mendekatiku.

"kalau begitu, bagaimana kalau kamu ikut sama saya aja ke kota selanjutnya? Kebetulan saya juga mau kesana.." ucapnya setelah ia berdiri kembali di hadapanku.

Aku bukannya tidak senang mendengar tawaran tersebut, namun kondisiku saat ini, benar-benar membuatku tidak nyaman. Aku merasa risih harus dekat-dekat dengan orang yang tidak aku kenal. Karena aku sudah beberapa hari tidak mandi, pasti bau badanku sangat tidak enak.

Aku juga harus menahan rasa sakit yang melilit perutku karena lapar.

Selain itu, aku juga takut kalau orang ini akan mengenali wajahku, dan akan mengetahui peristiwa memalukan yang baru saja aku alami di kota sebelumnya.

"terima kasih, bang. Tapi..." kalimatku terhenti.

"ayolah.. gak apa-apa, kok. Saya juga sendirian di mobil, jadi butuh teman juga untuk ngobrol. Lagian jarak dari sini ke kota selanjutnya cukup jauh, loh. Masa' iya, kamu mau jalan kaki ke sana?!" pria itu berujar, sambil ia mulai menarik tanganku dengan sedikit memaksa.

Meski pun merasa sangat sungkan, aku pun akhirnya mengikuti langkah pria itu menuju mobilnya.

Pria itu pun segera mempersilahkan aku masuk ke dalam mobilnya yang mewah itu.

"tapi pakaianku kotor, bang. Badanku juga bau.." ucapku sambil masih berdiri di samping mobil tersebut.

"gak apa-apa. Masuk aja!" pinta pria itu akhirnya.

Melihat kesungguhan lelaki berwajah tampan itu, aku pun akhirnya masuk ke mobil tersebut. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku memasuki mobil semewah itu.

"nama kamu siapa?" tanya pria itu, sambil mulai menjalankan mobilnya.

"Sabri, bang.." balasku ringan.

"saya Yopi Burnama, panggil bang Yopi aja.." ucap pria itu penuh percaya diri.

Kalau aku perkirakan pria yang sekarang duduk di sampingku tersebut, mungkin sudah berusia tiga puluh tahunan. Wajahnya sudah terlihat matang. Dan sepertinya dia memang orang kaya.

"oh, ya. Usia kamu berapa?" tanya laki-laki itu lagi.

"26 tahun, bang.." jawabku jujur.

"kamu ke kota selanjutnya mau ngapain? Kerja atau ke tempat saudara atau ada keperluan lain?" laki-laki itu, bang Yopi, bertanya kembali.

Pertanyaan itulah yang aku takutkan sejak tadi. Karena aku pasti tidak akan bisa menjawabnya.

"saya.. .saya.. ingin mencari pekerjaan di sana, bang.." jawabku akhirnya.

"emangnya sebelum ini kamu kerja dimana?' bang Yopi bertanya kembali. Ia sepertinya memang berusaha mengakrabkan diri. Seperti yang ia katakan tadi, kalau ia juga butuh teman untuk mengobrol.

Aku pun menceritakan sedikit tentang beberapa pekerjaanku sebelumnya. Mulai dari bekerja serabutan di kampung, jadi pelayan di supermarket, menjadi sopir angkot sampai juga berjualan pisang crispy.

Aku tiba-tiba menarik napas mengingat semua itu. Setiap pekerjaan yang pernah aku jalani sebelumnya, selalu berakhir dengan kejadian yang tragis.

Tapi tentu saja aku tidak menceritakan hal tersebut kepada bang Yopi, yang baru aku kenal itu.

"bang Yopi sendiri kerja apa?" tanyaku mencoba mengalihkan pembicaraan.

"saya seorang desainer.." jawab bang Yopi singkat dan jelas.

Melihat dari penampilan dan mobil mewah yang ia kendarai ini, bang Yopi pastilah seorang desainer terkenal dengan upah yang sangat mahal.

Aku pun tak berani bertanya lebih lanjut lagi. Untuk beberapa saat kami hanya saling terdiam.

Sampai tiba-tiba bang Yopi memutar stirnya menuju sebuah rumah makan.

"kita istirahat makan siang dulu ya di sini.." ucapnya, sambil ia mengikuti gerakan tukang parkir rumah makan di luar.

Meski pun aku setuju dengan tindakan bang Yopi, karena perutku yang memang sudah lapar sejak tadi, tapi aku menjadi sedikit ragu-ragu untuk turun. Karena aku sadar, aku tidak punya uang sepersen pun.

"ayok turun." ajak bang Yopi, "saya yang traktir, kok." lanjutnya melihat keragu-raguanku.

"atau kamu mau mandi dulu boleh. Di belakang ada tas saya, kamu bisa pakai handuk saya dan juga pakaian yang ada di dalam tas itu.." ucap bang Yopi selanjutnya, yang membuatku semakin merasa tidak enak hati.

Aku memang pergi dengan tidak membawa apa-apa, kecuali sebuah dompet lusuh yang hanya berisi kartu tanda pengenalku. Semua pakaianku tertinggal di ruko bang Salman.

Dengan sedikit berat, aku pun menerima tawaran bang Yopi. Aku mengambil sebuah handuk dan sepasang pakaian di dalam tas bang Yopi tersebut.

Lalu aku pun keluar dari mobil dan segera menuju ke belakang rumah makan itu, untuk mandi.

Sehabis mandi dan berganti pakaian yang di pinjamkan bang Yopi, aku pun segera menuju meja makan tempat bang Yopi sudah menunggu ku sejak tadi.

"kamu keren juga ya, sehabis mandi dan memakai pakaian itu.." ucap bang Yopi, saat aku sudah duduk di hadapannya.

Bang Yopi sudah memesan beberapa makanan, dan sepertinya ia sengaja menunggu ku untuk makan.

Aku semakin merasa tidak enak hati, akan semua kebaikan bang Yopi. Padahal ia baru saja mengenalku, tapi ia sudah memberikanku banyak hal, yang membuatku jadi merasa berhutang budi padanya.

Tapi hal seperti ini, bukan sekali dua kali terjadi padaku. Orang-orang yang aku temui sebelumnya juga sangat baik padaku awalnya. Tapi ujung-ujungnya mereka juga akhirnya yang membuatku hancur.

Semoga saja bang Yopi tidak! bathinku berharap.

"mari makan.." tawar bang Yopi akhirnya, dengan senyum yang mengembang. Ia sudah tidak memakai kaca mata hitamnya, tapi wajahnya tetap terlihat tampan.

*****

"aku punya penawaran buat kamu.." ujar bang Yopi, saat kami sudah berada di jalan kembali.

Mendengar kalimat itu aku merasa mulai curiga. Jangan-jangan bang Yopi juga sama dengan orang-orang yang aku kenal sebelumnya.

Menawarkanku pekerjaan, kemudian memanfaatkanku.

"tawaran apa?" tanyaku akhirnya tanpa selera.

"kamu mau gak jadi pacarku?" balas bang Yopi terdengar to the point, yang membuatku cukup kaget.

Meski pun aku sudah menduganya tadi, tapi pernyataan itu aku rasa terlalu cepat.

"bukan pacar sungguhan..." bang Yopi berucap lagi. Aku jadi semakin kaget.

"maksudnya, bang?" tanyaku tanpa sadar.

"saya ingin kamu pura-pura jadi pacarku. Semacam pacar bayaran, atau pacar sewaan. Gak lama, kok. Hanya untuk beberapa minggu aja. Kalau kamu mau, saya akan bayar kamu sepuluh juta.." ucap bang Yopi menjelaskan.

Aku merasa kaget kembali. Bukan saja karena mendengar tentang pacar sewaan, tapi juga karena uang yang ia tawarkan juga sangat banyak.

"kenapa bang Yopi harus punya pacar pura-pura atau pun pacar bayaran?" tanyaku, kali ini aku benar-benar ingin tahu.

"panjang ceritanya, Sab. Tapi kamu kalau bersedia, saya akan ceritakan semuanya dari awal.." balas bang Yopi, sambil sesekali ia melirikku.

Uang sepuluh juta bukanlah uang yang sedikit. Lagi pula hanya sekedar menjadi pacar pura-pura, apa susahnya? Ya kan? ucap hatiku membathin, mempertimbangkan tawaran bang Yopi tersebut.

"kalau bayarannya sebesar itu, saya mau aja, bang.." aku berucap juga akhirnya, setelah berpikir cukup lama.

"oke!" balas bang Yopi, "tapi sebelumnya, saya ingin kamu mengetahui beberapa hal." lanjutnya.

"saya ingin kamu berpura-pura jadi pacarku hanya di depan satu orang. Dan kamu harus mengaku kalau kamu adalah seorang pengusaha pada orang tersebut. Segala biaya hidup kamu mulai dari sekarang sampai nanti saya menyatakan selesai, saya yang tanggung."

"saya akan sewakan sebuah apartemen mewah untuk kamu tinggal selama menjadi pacar pura-pura saya, supaya orang yang saya maksud, percaya bahwa kamu adalah seorang pengusaha." bang Yopi mulai menjelaskan.

"sebenarnya siapa sih orang tersebut, bang? Kok abang sampai segitunya?"  tanyaku.

Ku lihat bang Yopi menarik napas dalam, kemudian ia menghembuskannya perlahan.

"namanya Reki. Ia adalah mantan pacar saya. Kami sudah pacaran lebih dari lima tahun. Namun tiba-tiba Reki meminta putus tanpa alasan yang jelas." bang Yopi memulai ceritanya.

"dan beberapa minggu setelah kami putus, saya memergoki Reki bersama pria lain. Saya nekat menghampirinya, dan mengatakan kalau ia adalah seorang pengkhianat. Reki tidak terima saya mencacinya di depan pacar barunya."

"ia pun mengatakan kalau pacar barunya itu jauh lebih tajir dari pada saya, karena itu ia memilihnya. Saya merasa sakit mendengar perkataannya tersebut. Karena itu saya bertekad untuk mencari pacar yang jauh lebih kaya dari pacarnya itu."

"namun setelah berbulan-bulan, saya tidak juga menemukan orang yang saya maksud. Sementara Reki terus saja memanas-manasi ku dengan pacar barunya. Sampai ia berkata, kalau aku akan jomblo seumur hidup, karena tidak bisa move on darinya." cerita bang Yopi panjang lebar.

Aku pun mulai paham, maksud dari bang Yopi untuk menyewaku. Hanya saja aku merasa bayarannya terlalu mahal, kalau hanya sekedar untuk memamerkan aku pada mantan pacarnya.

Tapi mungkin karena bang Yopi adalah orang kaya, dan ia juga sepertinya sudah putus asa untuk mencari pengganti pacarnya itu, karena itulah ia tidak merasa berat untuk membayarku mahal.

*****

Setelah mempersiapkan segala sesuatunya, bang Yopi pun mengatur semuanya dengan baik.

Ia menceritakanku beberapa hal tentang dirinya, agar aku terdengar lebih mengenalnya.

Beberapa hari kemudian, bang Yopi pun mengatur waktu untuk mengadakan pertemuan dengan mantan pacarnya itu.

Pertemuan yang terasa kaku bagiku itu, akhirnya pun terjadi.

Bang Yopi memperkenalku kepada Reki sebagai pacar barunya.

Reki terlihat tidak senang mendengarnya, ia juga dengan ogah-ogahan menjabat tanganku berkenalan.

Sementara bang Yopi terus memanasinya dengan menceritakan beberapa kelebihanku, yang tentu saja hanya ia karang.

"saya tidak percaya kalau kalian pacaran.." ucap Reki pada akhirnya mengungkapkan kecurigaannya.

"emang kamu perlu bukti apa lagi, agar kamu percaya kalau kami memang pacaran?" tantang bang Yopi.

"saya ingin kalian berciuman.." ucap Reki tegas.

"kamu jangan gila ya, Rek. Ini tempat umum." balas bang Yopi cepat.

"saya gak minta kalian berciuman di sini, kok. Tapi saya minta kalian merekam saat kalian bercinta, kemudian perlihatkan video itu pada saya." balas Reki.

"kalau kalian sudah melakukan itu, saya baru percaya. Lagian kalau kalian memang pacaran, itu gak berat, kan?" lanjut Reki lagi.

"oke.. Nanti malam saya akan merekamnya, dan besok pagi kita bertemu lagi disini, saya akan memperlihatkan video tersebut pada kamu.." balas bang Yopi sengit.

Setelah berkata demikian, bang Yopi segera menarik tanganku untuk segera berlalu dari situ.

"saya akan tambahkan bayarannya lima juta lagi, kalau kamu mau melakukan seperti yang dikatakan Reki tadi.." ucap bang Yopi saat kami sudah berada di dalam mobilnya.

"ini bukan masalah bayarannya, bang. Tapi masa' iya harus direkam?" protesku cepat.

"lalu kamu mau nya gimana? Emangnya kamu mau, kalau Reki menyaksikan langsung saat kita melakukan hal tersebut?" balas bang Yopi.

"tapi apa itu perlu?" tanyaku, "bukankah tadi Reki sudah mulai merasa tidak senang melihat kita? Aku rasa itu sudah cukup." balasku lagi.

"ingat ya, Sab. Perjanjiannya adalah Reki harus benar-benar percaya kalau kita ini memang benar-benar pacaran. Jika Reki belum mengaku dan percaya, berarti bayarannya juga tidak berlaku.." bang Yopi berujar, sambil ia menatapku tajam.

Akh, aku menarik napas berat. Aku bukannya tidak mau melakukan hal tersebut dengan bang Yopi. Secara fisik bang Yopi juga menarik, dan aku juga sudah sering melakukan hal tersebut. Ditambah lagi uang yang akan aku terima juga sangat banyak.

Tapi...

Bukankah aku pergi dari kota sebelumnya adalah karena hal itu?

Bukankah aku sudah bertekad untuk berubah?

****

Malam itu, bang Yopi sengaja mengajakku untuk menginap di sebuah hotel. Ia juga sudah mempersiapkan sebuah kamera untuk merekam kegiatan kami bercocok tanam malam itu.

Aku meski dengan perasan berat dan sedikit risih, akhirnya hanya bisa pasrah dan membiarkan bang Yopi melakukan apa pun yang ia inginkan pada ku malam itu.

Malam itu dengan di saksikan sebuah kamera, kami pun melakukan ritual bercocok tanam, hanya untuk membuktikan kepada Reki, bahwa kami benar-benar pacaran. Dan bagi ku, itu semua aku lakukan ialah untuk mendapatkan sejumlah uang.

Aku memang sangat membutuhkan uang saat ini, dan cara yang aku temukan saat ini, ya cuma ini.

Walau pun sebenarnya semua itu bertentangan dengan hati nurani ku.

Keesokan harinya, kami pun kembali menemui Reki, untuk memperlihatkan video hasil rekaman kami bercocok tanam semalam.

Setelah lebih setengah jam Reki menyaksikan video tersebut dengan seksama, akhirnya ia pun bisa mengakui kalau kami memang berpacaran.

"kamu harus memperlihatkan kesungguhan kamu melakukan semua ini.." terngiang kembali ucapan bang Yopi tadi malam, sesaat sebelum kami melakukan hal tersebut.

"Reki pasti akan memperhatikan setiap deteil gerakan pada rekaman tersebut. Jadi jangan sampai ia merasa curiga, kalau kamu terlihat tidak berminat untuk melakukannya. Kamu harus terlihat seperti benar-benar menginginkannya.." lanjut bang Yopi lagi.

Mendengar kalimatnya itu, aku pun harus berusaha keras, agar terlihat seperti orang yang sedang dimabuk asmara bersama bang Yopi. Meski pun hal itu tidaklah mudah, tapi setidaknya usahaku tidak sia-sia. Terbukti Reki langsung mempercayainya.

Selesai menonton video tersebut, Reki terlihat menyunggingkan senyum aneh menurutku. Senyum itu sulit aku artikan. Entah ia merasa marah, kecewa, atau malah bahagia.

Namun yang pasti setelah itu, aku dan bang Yopi segera meninggalkan Reki sendirian dan berlalu dari sana.

"kalau begitu tugasku udah selesai kan, bang Yopi?" tanyaku di perjalanan kami menuju pulang.

"Reki bukan orang yang bodoh, Sab. Ia pasti belum seratus persen percaya. Ia pasti akan terus memperhatikan kita diam-diam. Jadi untuk sementara, kita harus tetap terlihat seperti berpacaran." balas bang Yopi.

"tapi, bang. Bukankah tadi Reki sudah terlihat sangat percaya.." ucapku.

"tapi ia belum mengatakan apa-apa, kan. Itu artinya ia belum benar-benar percaya. Lagian apa susahnya sih, Sab. Tinggal menunggu beberapa hari lagi, kamu pasti akan menerima uangnya, kok. Dan lagi pula selama status adalah pacar sewaan saya, maka semua biaya hidup kamu saya yang akan tanggung.." jelas bang Yopi yang membuatku kembali terdiam.

Sebenarnya gak ada salahnya juga sih, menunggu beberapa hari lagi. Dan lagi pula seperti kata bang Yopi semua biaya hidupku ia yang tanggung. Aku juga tingal di apartemen mewah dan juga punya barang-barang mewah saat ini.

Jadi aku akan tetap mengikuti permainan bang Yopi, sampai ia mengatakan bahwa semua ini sudah selesai. Dan yang paling penting, bang Yopi pasti akan membayarku sesuai perjanjiannya.

*****

"saya mau bicara sama kamu!" tegas suara Reki, sambil ia menatapku tajam.

Sore itu Reki tiba-tiba datang ke tempatku, yang membuatku sedikit kaget.

"bang Reki mau bicara soal apa?" tanyaku pura-pura acuh.

"sebenarnya saya dan Yopi sedang taruhan." ucap Reki membalas.

"taruhan apa?" tanyaku mulai tertarik.

"saya dan Yopi sudah berteman selama bertahun-tahun." Reki memulai ceritanya.

"teman? Bukankah kalian dulunya pacaran?" tanyaku memotong dengan kening mengerut.

"kami tidak pernah pacaran, sekali pun kami bisa saling tertarik, tapi kami berada di posisi yang sama, yang artinya kami jelas tidak mungkin menjalin hubungan asmara. Jadi kalau Yopi mengatakan kalau kami pernah berpacaran, itu berarti ia berbohong." jawab Reki.

Mendengar hal tersebut, aku mulai merasa ada yang aneh. Kenapa juga bang Yopi harus berbohong padaku?

"sejak mulai berteman, saya dan Yopi memang sering berpetualang di dunia gay bersama. Mencari pasangan untuk di pakai hanya satu malam." Reki memulai ceritanya kembali.

"kami memang punya komitmen untuk tidak akan pernah berpacaran dengan siapa pun. Kami hanya mencari kesenangan sesaat, bukan untuk sebuah ikatan. Sampai suatu saat, kami pun bertemu seorang laki-laki gagah yang justru membuat kami sama-sama jatuh cinta."

"nama laki-laki itu Donald. Aku dan Yopi sama-sama mencintai Donald. Kami pun sepakat untuk bersaing untuk mendapatkan Donald. Mulanya persaingan kami cukup sehat, namun lama kelamaan persaingan kami mulai tidak baik. Hubungan pertemanan kami pun muali retak."

"sampai akhirnya, kami harus sama-sama menelan kepahitan, karena Donald ternyata sudah menikah dan sudah mempunyai anak. Dan yang lebih menyakitkan lagi, Donald dengan terang-terangan menolak kami berdua. "

"sejak saat itu saya dan Yopi mulai saling menyalahkan. Sampai Yopi mengatakan kalau aku adalah penyebab kenapa Donald menolaknya. Saya pun menantang Yopi untuk taruhan. Siapa diantara kami yang akan mendapat pacar duluan, maka ia akan mendapatkan uang lima puluh juta dari orang yang kalah."

"tentu saja kriteria pacar yang kami maksud disini adalah seorang pria yang memiliki wajah diatas rata-rata." Reki terus menjelaskan dengan panjang lebar.

Aku hanya terdiam mendengar hal tersebut. Jadi kesimpulannya, bang Yopi menyewaku bukan untuk membalas dendam kepada Reki, tapi hanya untuk memenangkan taruhan tersebut.

"lalu untuk apa bang Reki menceritakan hal ini padaku?" tanyaku akhirnya.

"pertama, saya hanya ingin memastikan bahwa kalian memang berpacaran, bukan hanya pura-pura pacaran. Kedua, saya hanya sekedar mengingatkan kamu, bahwa jika kalian benar-benar pacaran, kamu harus hati-hati, karena bisa saja Yopi pacaran dengan kamu hanya sekedar untuk memenangkan taruhan tersebut, bukan untuk menjalin hubungan yang serius. Jadi bisa saja ia akan meninggalkan kamu, saat ia sudah mendapatkan uangnya." jawab Reki panjang lebar lagi.

Sebenarnya aku juga tidak peduli dengan semua cerita yang di ungkapkan Reki. Tak ada bedanya bagiku, jika pun bang Yopi menyewaku hanya untuk memenangkan taruhan tersebut, juga tidak masalah. Toh, aku juga tetap akan di bayar. Meski itu artinya bang Yopi untung lebih banyak.

Dan  jika sudah mendapatkan uangnya, justru aku yang akan meninggalkan bang Yopi.

****

Beberapa hari kemudian, bang Yopi pun menemuiku di apartemen. Ia kemudian memberikan uang sejumlah lima belas juta rupiah padaku.

"semuanya sudah selesai, Sab. Kamu boleh pergi sekarang, dan pergunakanlah uang itu dengan baik.." begitu ucap bang Yopi sambil menyerahkan uang tersebut.

Aku pun menerima uang itu dengan perasaan senang. Terlepas dari apa pun alasan bang Yopi melakukan semua ini, aku setidaknya sekarang jadi punya modal untuk memulai hidupku dari awal lagi.

Aku berencana menggunakan uang tersebut, untuk membuka sebuah usaha kecil-kecilan, setidaknya untuk aku bisa bertahan hidup di kota baru ini.

Meski pun aku mendapatkan uang tersebut dengan cara yang tidak baik, tapi setidaknya aku tidak merugikan siapa pun, dan tidak merampas hak orang lain.

Setelah mengemasi beberapa barang ku, yang sebenarnya adalah pemberian dari bang Yopi, aku pun segera keluar dari apartemen tersebut, dan mencoba mencari tempat kost, agar aku bisa tinggal untuk sementara, sebelum aku memulai usaha baruku.

Di kota baru ini, aku ingin memulai hidupku lagi. Memulai semuanya dari awal.

Aku berharap aku bisa berubah, dan tidak lagi akan terjerumus dalam dunia penuh dosa itu.

Apa lagi aku saat ini tidak perlu lagi merasa berhutang budi dengan siapa pun.

Semoga saja aku bisa berubah dan bisa meraih masa depan yang lebih baik.

Ya, semoga saja...

****

Selesai...

Kisah cowok kampung (part 6)

Aku memang mencintai bang Salman, si penjual pisang crispy tampan itu, bahkan sejak awal kami bertemu.

Namun aku tak pernah berharap bisa memilikinya, karena aku pikir ia lelaki normal.

Dan setelah aku tahu, kalau bang Salman juga seorang penyuka sesama jenis, aku sepertinya jadi punya harapan untuk bisa menjalin hubungan asmara dengannya.

 

Tapi sekali lagi aku harus memendam hasratku tersebut, meski pun aku tahu, kalau bang Salman adalah seorang gay, tapi ia sudah punya kekasih. Walau pun yang aku tahu, hubungannya dengan pacarnya itu sedang dalam masalah, dan bang Salman sendiri mengatakan kalau ia sudah memutuskan pacarnya yang bernama Jhon tersebut.

Meski pun demikian aku masih tidak berani berharap lebih, karena bisa saja ia tidak tertarik padaku.

Hingga pada malam itu, bang Salman dengan terang-terangan menawarkan pisang crispy nya padaku. Aku merasa punya harapan lebih. Tapi aku takut semua itu hanya lah sebuah nafsu sesaat, bukan cinta.

Ini adalah part lanjutan kisahku bersama bang Salman si penjual pisang crispy yang tampan dan gagah itu.

Bagaimanakah akhirnya kisah cinta kami terjalin?

Lalu bagaimana dengan bang Jhon, mantan pacar bang Salman yang ternyata masih mencintai bang Salman?

Simak kisah ini sampai akhir ya..

Dan sebelumnya seperti biasa saya ingin mengucapkan selamat datang bagi penonton baru channel ini, jangan lupa untuk subscribe channel ini dan klik tanda lonceng untuk menyaksikan vidoe-video menarik lainnya.

Bagi subscriber setia saya, terima kasih udah tetap setia, terima kasih atas masukan, saran dan motivasi serta dukungannya.

Terima kasih udah mampir, terima kasih juga udah subscribe, udah like, udah komen and udah share video ini.

Selamat menikmati dan semoga terhibur!

Saya juga ingin mengingatkan kembali, untuk berlangganan dan bergabung di channel ini. Untuk mendapatkan berbagai keuntungan istimewa dari kami. Mulai dari layanan video eksklusif dari kami, dan mendapatkan nomor whasapp kami, serta berbagai fitur menarik lainnya, yang kami sediakan khusus untuk pelanggan-pelanggan channel ini.

Jadi jangan lupa bergabung ya.. terima kasih.

Untuk berlangganan dan bergabung dengan channel ini, bisa langsung klik tombol gabung di bawah ini, atau bisa langsung klik link nya di deskripsi video ini.

Salam sayang untuk kalian semua... Muaachhh..

*****

Masa depan itu seperti hantu. Menakutkan!

Cukup lama aku menatap wajah tampan bang Salman yang duduk bersila di depanku.

Malam juga sudah semakin larut, kami baru saja menutup warung pisang crispy kami, beberapa saat yang lalu.

Rasa lelah sudah menyelimuti tubuhku sejak tadi.

Setiap pagi aku harus berangkat kuliah seperti biasa, dan sepulang kuliah, aku harus membantu bang Salman untuk mempersiapkan dagangan kami. Untuk selanjutnya, setelah segala persiapan selesai, kami akan membuka warung dan mulai melayani beberapa orang pembeli yang bahkan sudah antri dari tadi.

Kami juga harus mempersiapkan pesanan-pesanan dari pembeli yang telah memesan secara online. Seharian kami cukup sibuk dan hampir tidak punya waktu untuk istirahat.

Sehingga setelah semua dagangan kami habis dan malam pun menjelang, kami baru bisa beristirahat.

Saat itulah bang Salman, beberapa saat tadi mengucapkan sebuah kalimat yang membuatku menatapnya setengah tak percaya.

"aku jatuh cinta sama kamu, Sab." begitu kira-kira ucapan bang Salman barusan, sebuah kalimat yang sudah lama aku tunggu-tunggu. Sebuah kalimat yang juga membuat ku merasa sedikit takut.

Takut, kalau semua itu hanyalah sebuah harapan yang pada akhirnya akan membuatku kecewa lagi.

Semua peristiwa dan kisah ku di masa lalu kembali melintas di pikiranku. Beberapa kali aku harus mengalami peristiwa tragis, karena menjalin hubungan dengan sesama jenis.

Tapi tentu saja bang Salman berbeda. Setidaknya ia masih lajang.

Namun ada satu hal yang membuat aku semakin merasa takut. Biar bagaimana pun, aku tahu bagaimana kisah cinta bang Salman dan bang Jhon. Meski mereka sudah lama tidak saling berhubungan, namun aku yakin di hati mereka masing-masing masih ada sisa-sisa perasaan itu.

Bagaimana kalau bang Jhon kembali?

Mampukah bang Salman untuk menolaknya?

Akh, aku menjadi dilema tiba-tiba.

Di satu sisi, aku memang mencintai bang Salman, bahkan sudah sejak lama.

Namun di sisi lain, aku tidak ingin hanya menjadi pelarian semata bagi bang Salman.

"bang Salman serius?" tanyaku akhirnya.

"saya serius, Sab. Saya tahu ini mungkin aneh bagi kamu, tapi saya sudah tidak sanggup lagi membohongi perasaan saya sendiri. Kalau saya sangat menginginkan kamu.." balas bang Salman.

"lalu bagaimana dengan bang Jhon? Mantan pacar bang Salman itu?" tanyaku lagi, sekedar meyakin diriku sendiri, kalau bang Salman sudah tidak punya perasaan apa-apa pada bang Jhon.

"Jhon hanyalah masa lalu saya, Sab. Dan saya berharap kamu adalah masa depan saya.." jawab bang Salman, sambil tangannya meraih jemari ku lembut.

Aku tersentak seketika. Sudah sangat lama aku tidak merasakan hal tersebut. Apa lagi bang Salman adalah laki-laki yang saya cintai.

"saya sebenarnya juga menyukai bang Salman, tapi .... tapi saya takut, bang. Saya pernah mengalami peristiwa tragis dalam hidup saya dulu. Dan  jujur saya masih trauma. Saya berharap abang bisa sabar ya.." ucapku kemudian, sambil sedikit menepis tangan bang Salman.

"oke.. Saya ngerti, kok. Dan saya akan sabar menunggu kamu untuk siap, Sab." bang Salman berucap lirih.

Aku merasa iba sebenarnya melihat raut kekecewaan di wajah tampan itu. Tapi aku memang belum siap, untuk menjalin hubungan dengan laki-laki lagi.

*****

"maaf, bang kami udah tutup.." ucapku pada seorang laki-laki yang tiba-tiba datang ke warung kami.

Saat itu, aku sedang menutup warung, sedangkan bang Salman sedang berada di dapur, mengantar beberapa barang.

"saya tidak ingin membeli, saya hanya ingin bertemu Salman.." parau suara laki-laki itu membalas.

Aku merasa tidak asing dengan suara itu, tapi aku tidak mengenali wajahnya.

"oh.." desahku ringan, "bang Salman lagi di belakang, tunggu aja sebentar.." lanjutku.

Dan beberapa saat kemudian, bang Salman pun muncul dengan raut muka yang sedikit heran menatap pria yang baru datang tersebut.

"mau apa lagi kamu kesini, Jhon." ucap bang Salman, ia berusaha bersikap biasa saja.

Oh, jadi ini laki-laki yang bernama Jhon tersebut. Bathinku.

Dulu aku memang hanya mendengar suara Jhon bertengkar dengan bang Salman dari kamar, tapi saat itu aku tidak melihat wajahnya. Jadi wajar, tadi aku merasa kalau suara itu tidak asing, tapi aku tidak mengenal wajahnya.

Lelaki bernama Jhon ini ternyata memiliki tubuh yang sangat kekar, dadanya bidang, namun wajah nya tidak begitu tampan.

"aku hanya ingin minta maaf, Sal.." lirih suara bang Jhon.

"saya udah memaafkan kamu, Jhon. Tapi kalau kamu ingin kita balikan, aku gak bisa.." balas bang Salman.

"kenapa? Apa kamu sudah tidak mencintai saya lagi?" Jhon bertanya, masih dengan nada lirih.

Kali ini bang Salman tidak menjawab. Wajahnya terlihat ragu-ragu.

"saya mohon, Sal. Saya sangat mencintai kamu, dan hidup saya terasa hampa tanpa ada kamu.." bang Jhon berucap lagi.

"aku.. aku gak bisa, Jhon.." bang Salman membalas dengan suara tergagap. Sepertinya ia mulai merasa tak tega melihat wajah penuh iba milik bang Jhon.

Tiba-tiba bang Jhon bersimpuh di hadapan bang Salman. Ia berlutut sambil bermohon dan berkata penuh harap.

"saya berjanji, Sal. Saya tidak akan pernah lagi membuat kamu kecewa. Saya akan mengikuti semua ucapan kamu. Saya akan memberi kamu kebebasan. Asal kamu mau kembali sama saya, Sal. Saya mohon.. Saya sangat membutuhkan kamu, Sal..." suara itu terdengar sangat lirih.

Jangankan bang Salman, aku aja jadi ikut tersentuh dan merasa iba mendengarnya. Kalau saja kalimat itu ditujukan pada ku, aku pasti tidak akan bisa menolaknya.

Bang Salman segera menarik tubuh bang Jhon agar berdiri kembali.

"saya akan beri kamu kesempatan terakhir, Jhon. Tapi ingat ini adalah kesempatan terakhir, kalau ternyata kamu tidak juga berubah, aku tidak akan pernah mau kenal sama kamu lagi.." ucap bang Salman akhirnya.

Wajah bang Jhon terlihat ceria kembali mendengar kalimat bang Salman barusan, ia kemudian mendekap tubuh gagah bang Jhon. Aku sendiri merasa cukup terharu melihat hal tersebut.

Namun tiba-tiba saja hatiku merasa perih. Ada sebait luka yang tiba-tiba menggores hatiku melihat mereka berdua berpelukan.

Sekarang aku tidak punya lagi kesempatan untuk bisa memiliki bang Salman. Tapi ini bukan salah bang Salman, aku yang terlalu takut untuk mengakui perasaanku sendiri. Padahal bang Salman sudah berterus terang tentang perasaannya.

Sekarang bang Salman dan bang Jhon sudah menyatu lagi, dan aku harus menelan ludah pahit akan kenyataan tersebut.

Malam itu, bang Salman meminta aku untuk tidur di luar. Sementara ia dan bang Jhon tidur di dalam kamar berdua.

Sayup-sayup aku mendengar suara kemesraan mereka berdua. Di sela-sela rasa cemmburu ku, aku juga merasa merinding mendengarkan mereka berdua. Tiba-tiba aku merasa sedikit bergejolak. Hingga aku pun memutuskan untuk melakukan olahraga tangan sendiri malam itu.

*****

Sejak kejadian malam itu, bang Jhon jadi semakin rajin berkunjung ke tempat kami malam-malam, dan aku harus menjadi korban dengan tidur di luar sendirian. Membiarkan mereka berdua menikmati kemesraan mereka.

Namun pada suatu malam, tiba-tiba bang Salman mengajakku masuk ke kamar, saat ia dan bang Jhon hendak bercocok tanam.

"kamu ikut ya.." tawar bang Salman.

"gak ah, bang. Aku gak biasa seperti itu. Lagi pula saya gak mungkin jadi orang ketiga diantara kalian.." balasku.

"kami juga belum pernah melakukan hal tersebut bertiga." ucap bang Salman, "makanya tadi kami sepakat untuk mencobanya bersama kamu. Itung-itung mencoba sensasi yang baru.." jelasnya melanjutkan.

Aku yang sudah terlanjur bergejolak mendengarkan mereka tadi, dan juga sudah hampir setiap mendengarkan mereka bermesraan, menjadi cukup tertarik untuk mencobanya.

Aku pun menyetujui permintaan mereka berdua. Lagi pula aku memang mencintai bang Salman, dan bang Jhon juga cukup menarik secara fisik. Jadi seperti kata bang Salman, aku juga ingin meraskan sebuah sensasi baru dalam hidupku.

Malam itu untuk pertama kalinya, kami pun melakukan hal tersebut bertiga. Sungguh sebuah sensasi yang luar biasa bagi kami. Kami sama-sama terlena dengan hal tersebut.

Pisang goreng bang Jhon dan pisang crispy bang Salman, akhirnya bisa aku rasakan sekaligus dalam satu malam.

Sebuah pengalaman baru dalam hidupku. Yang ternyata menumbuhkan kesan yang sangat dalam diantara kami bertiga.

Kejadian malam itu, membuat kami bertiga jadi semakin dekat. Semakin hari kami semakin ketagihan untuk melakukannya terus menerus.

Bahkan hampir setiap malam hal itu terjadi, dan kami pun semakin terlena dengan hubungan cinta segitiga tersebut.

Aku tidak tahu, apakah yang kami rasakan tersebut adalah sebuah perasaan cinta atau hanya sebuah perasaan sensasi sesaat yang akan segera berakhir, saat kami merasa bosan.

Namun yang pasti untuk saat ini, aku mencoba menikmati hal tersebut.

****

Berbulan-bulan hal itu terus terjadi. Telah berbagai cara dan gaya kami lakukan. Hubungan kami bertiga semakin dalam dan parah.

Namun pada akhirnya hubungan yang tidak sehat itu pun kemudian harus berakhir.

Setelah berbulan-bulan terlena, kami pun tidak menyadari kalau orang-orang di sekeliling kami sudah mulai mencurigai hubungan kami. Apa lagi bang Jhon juga hampir setiap malam menginap di tempat kami.

Suatu malam, saat kami sedang bercocok tanam bertiga, rumah kami pun di dobrak warga yang tidak senang melihat hubungan kami.

Kami tidak bisa menghindar lagi. Karena keadaan kami memang sedang tidak berpakaian saat itu.

Para warga pun mengamuk dan segera memukuli kami bertiga secara brutal.

Kami pun babak belur dan mengalami luka-luka di sekujur tubuh.

Sampai beberapa orang polisi datang dan membubarkan semua warga tersebut. Kami bertiga pun segera dilarikan ke rumah sakit, untuk mendapatkan pengobatan dan perawatan.

Berita tentang kejadian tersebut pun menyebar dengan cepat. Aku merasa sangat malu bertemu orang-orang. Seakan-akan setiap orang yang aku temui menghina serta mencaci ku.

Karena itu, saat merasa mulai baikan, aku segera kabur dari rumah sakit.

Aku berlari sejauh-jauh nya dari kota itu. Rasa penyesalan mulai menyeruak ke dalam dadaku.

Aku yang awalnya berniat untuk berubah, harus kembali terjebak dalam dunia hitam itu, dan bahkan kali ini jauh lebih parah.

Aku terus saja berjalan terhuyung menuju arah luar kota tersebut, meski aku tidak tahu harus kemana. Namun yang pasti tekad ku hanya satu, aku harus pergi dari kota itu dan melupakan semua impianku.

Aku tidak sanggup lagi terus berada di sana, sebagian orang di kota itu pasti sudah mengetahui peristiwa tersebut dan mereka sudah pasti mengenaliku.

Aku harus pergi ke tempat di mana tidak ada seorang pun yang mengenaliku. Dan aku tidak mungkin kembali ke kampung halamanku. Aku tidak sanggup menghadapi keluarga ku, meski pun aku yakin, mereka belum mengetahui peristiwa tragis tersebut.

Dan sekarang aku benar-benar sudah tidak punya masa depan.

Masa depan bukan lagi hanya sekedar seperti hantu bagiku, menakutkan. Tapi sudah seperti neraka, mengerikan.

Namun aku tidak ingin menyerah. Aku harus berjuang memperbaiki nasibku. Aku harus berubah

Meski pun itu tidak akan mudah.

Entah peristiwa apa lagi yang akan aku alami selanjutnya?

Namun yang pasti aku harus tetap melangkah, meski pun masih tertatih-tatih.

Semoga saja, ke depannya aku bisa memperbaiki semuanya.

Ya, semoga saja.

*****

Bersambung..

Cari Blog Ini

Layanan

Translate