Cerita Cowok BO (part 1)

Nama Ku Fazal. Dan aku seorang mahasiswa saat ini.

Perjalanan hidupku tidaklah terlalu baik.

Di mulai dari kematian ayahku pada saat aku masih remaja. Sejak saat itu kehidupanku selalu mengalami kepedihan dan kepahitan.

Cerpen gay sang penuai mimpi

Ibuku yang hanya seorang buruh cuci, harus berjuang sendiri untuk membesarkan aku dan adik perempuanku.

Karena itu juga, aku dan adikku harus sering menelan ludah pahit, saat kami punya keinginan. Kami harus bisa memendam beberapa keinginan kami, karena Ibu selalu tidak punya cukup uang untuk membelikan kami sesuatu.

Kami memang butuh biaya banyak, selain untuk biaya makan, biaya sekolah kami, juga untuk membayar kotrakan rumah.

Saat SMA, aku pernah bekerja sambilan menjadi seorang buruh bangunan, menjadi pengamen di jalanan dan aku juga pernah menjadi kernet angkutan kota.

Berbagai pekerjaan kasar telah pernah aku jalani, hanya untuk membantu ibu mendapatkan uang.

Hingga akhirnya aku pun lulus dari SMA dengan hasil yang memuaskan. Sejak SD aku memang selalu juara kelas, karena itu juga aku sering mendapatkan beasiswa.

Dan bahkan aku bisa kuliah sampai saat ini, juga karena bantuan beasiswa dari pemerintah.

Namun untuk tetap membantu ibu membiayai hidup kami dan juga biaya sekolah adik perempuanku, aku juga harus tetap mencari pekerjaan.

"gak apa-apa kamu kerja, Zal. Tapi jangan sampai mengganggu kuliah kamu.." begitu pesan Ibu selalu padaku.

Ibu juga semakin menua, beliau juga sudah mulai sering sakit-sakitan.

Sampai pada akhirnya penyakit Ibu semakin parah. Beliau ternyata menderita leukimia.

"jalan satu-satunya adalah operasi sumsum tulang belakang yang biayanya bisa mencapai ratusan juta bahkan hingga miliaran rupiah.." begitu jelas dokter padaku, yang membuatku merasa terhenyak.

Uang satu miliar bukanlah uang yang sedikit, aku bahkan belum pernah memegang uang walau hanya jutaan rupiah.

"untuk sementara ibu mu harus di rawat secara intensif, beliau juga tidak boleh bekerja terlalu berat.." lanjut dokter itu lagi.

Dan itu artinya, sejak saat itu aku secara otomatis menjadi tulang punggung keluarga kami.

Aku mulai memutar otak, untuk mencari pekerjaan. Jika hanya mengandalkan pekerjaan serabutan, tentu saja hasilnya tidak seberapa. Jangankan untuk biaya operasi Ibu, untuk makan aja masih sering kurang.

Saat aku sedang memikirkan hal tersebut di taman kampus, Andi,salah seorang teman kuliahku menghampiriku. Andi sebenarnya adalah kakak senior ku di kampus. Namun entah bagaimana ceritanya, kami tiba-tiba saja menjadi akrab.

Mungkin karena kami punya taraf ekonomi kehidupan yang sama. Andi juga hanya anak seorang satpam, dan punya banyak adik. Meski kedua orangtua Andi masih hidup, namun kehidupan mereka secara ekonomi jauh dari pada cukup.

Aku dan Andi sudah kenal sejak lama, dan bahkan aku juga sering main ke rumahnya.

"gimana keadaan Ibu mu, Zal?" tanya Andi.

Aku memang sudah cerita tentang ibu ku yang sakit pada Andi. Aku dan Andi memang selalu terbuka tentang beberapa hal.

Aku pun menceritakan tentang keadaan ibu yang menderita leukimia dan harus menjalani operasi dengan biaya yang sangat besar, kepada Andi.

"aku tidak tahu, harus bagaimana mencari uang sebanyak itu, Ndi. Aku benar-benar bingung.." keluhku.

****

Keesokan harinya, Andi pun mengajakku untuk menemui seorang kenalannnya.

"namanya om Danang." begitu kelas Andi memulai, "aku mengenalnya melalui media sosial. Dulu dia pernah memintaku untuk mencari orang yang bisa bekerja bersamanya." lanjut Andi.

"saya sempat menawarkan diri untuk bekerja bersamanya, tapi om Danang langsung menolakku. Katanya aku tidak memenuhi syarat dan kriteria yang ia cari." cerita Andi lagi.

"emang kriteria dan syaratnya seperti apa?" tanyaku penasaran.

"saya juga kurang tahu, namun yang pasti saat aku mengirimkan photo kamu padanya, om Danang langsung meminta saya untuk membawa mu ke tempatnya." jelas Andi.

"jadi kamu udah mengirimkan photo saya tanpa seizin saya?" tanyaku sedikit protes.

"maaf ya, Zal. Tapi saat kamu cerita kemarin, bahwa kamu butuh uang yang banyak, saya langsung kepikiran tentang tawaran om Danang, lalu tanpa meminta izin dari kamu saya pun menghubungi om Danang, dan ia meminta saya untuk mengirimkan photo kamu.." Andi menjelaskan lagi.

Kami menaiki sebuah angkot untuk menuju alamat rumah om Danang yang Andi sebutkan tadi.

Aku tidak tahu pekerjaan apa yang akan di tawarkan om Danang padaku, namun kata Andi aku bisa menghasilkan uang yang banyak, jika aku bisa bekerja nanti.

Setengah jam kemudian, kami pun sampai di depan sebuah rumah mewah yang di kelilingi pagar yang tinggi.

Dengan perasaan berat dan ragu-ragu kami pun mengikuti langkah kaki seorang penjaga rumah, untuk menuju pintu depan rumah besar tersebut.

"selamat datang di rumah saya, kawan.." sambut seorang pria paroh baya, saat pintu rumah besar itu akhirnya terbuka.

Pria itu pun menjabat tangan kami berdua, kemudian ia mempersilahkan kami masuk dan duduk di kursi ruang tamu rumahnya yang megah itu.

"saya om Danang, dan kamu pasti Fazal kan?" ucapnya setengah bertanya yang jelas ia tujukan padaku. Karena aku yakin, kalau ia pasti sudah mengenal Andi.

Terus terang aku merasa sedikit geli melihat tingkah dan juga cara berbicara pria yang aku perkirakan sudah berumur 40 tahun itu.

Ia bertingkah dan berbicara layaknya bak seorang perempuan.

Tapi aku mencoba untuk tetap tersenyum ramah padanya. Apa lagi mengingat aku sangat membutuhkan pekerjaan saat ini.

"iya, om.." Andi yang menjawab, "jadi gimana, om? Apa Fazal bisa bekerja bersama om?" tanya Andi melanjutkan.

Pria kemayu itu pun menatapku tajam, kemudian ia tersenyum aneh. Aku merasa bergidik tiba-tiba.

"tentu saja bisa. Secara keseluruhan ia sudah memenuhi kriteria yang saya cari.." ucapnya kemudian.

"maaf, om. Kalau boleh tahu, pekerjaan apa yang akan saya lakukan nantinya?" tanyaku dengan suara ragu.

"ah, pekerjaannya gampang, kok. Tapi yang penting, uangnya, say.." balas om Danang dengan nada manja, yang membuatku semakin merasa geli.

"Andi udah cerita, kalau kamu butuh uang yang sangat banyak. Dan di sini adalah cara tepat menghasilkan uang yang banyak dalam waktu yang singkat. Bahkan kamu bisa menghasilkan uang puluhan juta hanya dalam satu malam." jelas om Danang lagi, kali ini suaranya sedikit serius.

"saya jamin kamu tidak akan menyesal.." lanjutnya.

Setelah berkata demikian, om Danang pun mengajak kami berdua untuk masuk lebih dalam ke rumahnya.

Ternyata di ruang bagian tengah rumah tersebut, ada beberapa orang laki-laki muda dengan wajah yang tampan dan juga bertubuh sangat kekar.

"ini adalah rekan-rekan kerja kamu nantinya." ucap om Danang, mulai memperkenalkan kami satu per satu.

Setidaknya ada sekitar enam orang pria macho yang om Danang perkenalkan pada kami waktu itu.

"di luar masih ada beberapa orang lagi," ucapnya lagi, "nanti kamu pasti akan ketemu sama mereka.." lanjutnya.

Selanjutnya om Danang kembali mengajak kami ke ruang tamu tadi. Setelah berbincang sebentar, aku dan Andi dan pamit.

"jangan lupa besok pagi kamu datang, ya.." ucap om Danang padaku, mengantar kepulangan kami.

****

Keesokan harinya, aku pun berangkat menuju rumah om Danang sendirian.

Sesampai di sana, om Danang menyambutku dengan senyum khas nya.

Setelah perbincangan basa-basi, om Danang pun menjelaskan pekerjaan yang harus aku lakukan.

Ternyata aku di minta untuk melayani laki-laki homo kaya, yang bersedia mengeluarkan uang yang banyak untuk kepuasan mereka di ranjang.

Tiba-tiba saja aku merasa geli dan jijik membayangkan hal tersebut. Aku ingin menolak awalnya, tapi kembali aku teringat akan kondisi ibu ku yang sedang terbaring sakit di rumah saat ini.

Jika aku menolak tawaran pekerjaan ini, maka aku akan kehilangan kesempatan untuk bisa mengumpulkan uang untuk biaya operasi ibu.

Akhirnya dengan perasaan yang tak karuan, aku pun menerima tawaran tersebut.

"kamu sudah bisa memulainya nanti malam. Kebetulan om sudah mencarikan seorang pelanggan untuk kamu malam nanti." jelas om Danang, ketika aku sudah menyetujui semua persyaratan darinya.

Om Danang mendapatkan sepuluh persen dari hasil bayaranku. Sedangkan untuk tip yang diberikan pelanggan, itu sepenuhnya adalah milikku.

"jika servis kamu bagus dan memuaskan, biasanya para pelanggan akan memberi tip yang banyak, bahkan bisa puluhan juta.." jelas om Danang lagi.

Sejujurnya aku berat menerima pekerjaan ini, tapi ini semua aku lakukan hanya untuk membiayai operasi ibu ku nantinya.

Semoga saja, aku bisa mengumpulkan uang dengan cepat, sehingga aku tidak perlu terlalu lama harus bekerja seperti ini.

****

Malam pun tiba, aku di minta oleh om Danang untuk datang ke sebuah hotel, sesuai permintaan pelanggan.

Sesampai di hotel tersebut, aku pun langsung menuju kamar hotel yang di maksud.

Di sana aku di sambut oleh seorang pria yang sudah berumur. Mungkin sudah berusia 50 tahun lebih.

Oh, aku merasa bergidik memperhatikan pria tua tersebut. Ingin rasanya aku berlari dari sana, namun kembali aku teringat akan kondisi ibu ku.

Pria tua itu mengaku bernama om Danu, meski aku tidak begitu yakin bahwa itu adalah namanya yang sebenarnya.

"kata Danang, kamu masih perjaka?" ucap pria tua itu.

Aku tidak menjawab, hanya ikut duduk di tepian ranjang.

"saya rela membayar mahal-mahal hanya untuk itu.." lanjut om Danu lagi.

Om Danu memang membayarku mahal. Menurut om Danang, ia menjualku pada pria tua ini, sebesar dua puluh juta rupiah.

"kalau masih perjaka memang akan di bayar mahal.." begitu jelas om Danang tadi.

Separoh uang tersebut sudah di transfer ke rekeningku, sebagai tanda jadi. Separohnya lagi akan di transfer setelah aku selesai menjalankan tugas pertamaku.

"kalau servis kamu bagus dan bisa memuaskan saya, saya akan memberi kamu tip yang besar.." om Danu berucap lagi, sambil ia mulai mendekatiku.

Masalahnya bagiku saat ini ialah, aku tidak benar-benar tahu, bagaimana cara membuat laki-laki tua ini merasa puas.

Namun berdasarkan video yang di perlihatkan om Danang pagi tadi, aku pun berinisiatif untuk memulainya. Setidaknya dengan begitu, aku bisa memberi kesan pertama yang baik pada om Danu.

Seperti dugaanku, om Danu pun mulai terlena dengan apa yang aku lakukan padanya.

Dan malam itu, aku pun berhasil mendapatkan tip sepuluh juta rupiah dari om Danu, tentu saja itu di luar bayaranku.

Ternyata pengorbananku tidak sia-sia. Meski aku harus berusaha keras menahan rasa geli dan jijikku, tapi setidaknya semua itu bisa terbayarkan.

*****

Begitulah semuanya di mulai. Begitulah awalnya, kenapa aku bisa menjadi seorang laki-laki bayaran.

Untuk selanjutnya aku pun terus mendapatkan pelanggan setiap malamnya.

Dan cerita-cerita ku bersama setiap pelanggan ku, akan terus aku ceritakan di sini.

Jangan lupa untuk bergabung dan berlangganan dengan channel ini, untuk mendapatkan video eksklusif khusus untuk pelanggan dan juga nomor whatsapp admin untuk dapat berkomunikasi secara langsung.

Silahkan klik tombol gabung atau bisa klik link di deskripsi video ini, untuk berlangganan.

Terima kasih..

Dan sampai jumpa lagi pada episode berikutnya, yang tentunya jauh lebih hot.

Salam sayang untuk kalian semua,,,, muaaachhh..

****

kisah cowok kampung part 7 (jadi pacar sewaan)

Tubuhku terasa sangat letih karena telah berjalan seharian. Perutku melilit menahan lapar. Badanku terasa sakit semuanya.

Aku memang sudah cukup jauh meninggalkan kota dan mulai memasuki sebuah kawasan perkebunan sawit di jalan lintas menuju kota berikutnya.

Cerpen gay sang penuai mimpi

Aku sudah bertekad untuk mengadu nasib atau lebih tepatnya melarikan diri ke kota lain, setelah peristiwa tragis yang aku alami di kota sebelumnya.

Bagaimanakah perjalanaku kali ini?

Akankah aku bisa menemukan kebahgiaanku?

Atau kah aku akan terjerumus lagi ke dalam lumpur penuh dosa?

Lalu bagaimana dengan masa depanku sendiri? Akankah tetap menakutkan seperti hantu, sebagaimana yang aku percayai selama ini?

Simak kisahku kali ini sampai selesai ya..

Dan bagi yang baru bergabung, silahkan simak kisah sebelumnya di channel ini atau bisa langsung klik link nya di deskripsi video ini.

Jangan lupa juga bagi yang baru mampir untuk subscribe channel ini dan klik tanda lonceng untuk menyaksikan video-video menarik lainnya di channel ini.

Buat seluruh subscriber setia saya, terima kasih atas kesetiaannya, terima kasih atas segala masukan, saran, dukungan dan motivasinya selama ini.

Terima kasih udah mampir, terima kasih juga udah subscribe, udah like, udah komen and udah share.

Selamat menikmati dan semoga terhibur...

****

Masa depan itu seperti hantu. Menakutkan!

Kalimat itu terus mengganggu pikiranku. Sehingga tubuhku yang memang sudah kelelahan jadi terhuyung-huyung di sepanjang perjalanan.

Karena sudah tidak bisa mengontrol keseimbangan tubuhku, aku tiba-tiba terhuyung ke tengah jalan. Saat itu sebuah mobil sedan mewah lewat, dan mobil itu hampir menabrakku, jika saja sang sopir mobil itu tidak segera membanting stirnya ke kanan. beruntunglah saat itu jalanan sedang sepi.

Tubuhku pun terjerembab ke pinggiran jalan, karena berusaha menghindari mobil tersebut.

Aku melihat mobil sedan itu pun berhenti beberapa meter di depanku.

Seorang lelaki parlente keluar dari pintu depan mobil. Aku perkirakan laki-laki itu lah yang menyetirnya.

"kamu gak apa-apa?" tanya laki-laki itu dengan suara serak.

Aku sedikit menengadah untuk menatap pria tersebut. Pria itu memakai kaca mat hitam, yang menambah ketampanan pada wajahnya.

Aku menggeleng ringan, sambil berusaha bangkit. Pria berkaca mata hitam itu pun segera membantuku untuk berdiri.

"kamu yakin gak apa-apa?" tanya pria itu lagi.

Sekali lagi aku hanya menggeleng ringan menjawab pertanyaannya.

"tubuh kamu terlihat lemah. Bagaimana kalau aku antar kamu ke rumah sakit? Setidaknya untuk menebus kesalahanku barusan yang hampir saja menabrak kamu.." ucap pria itu kemudian.

"gak usah, bang. Saya gak apa-apa, kok. Lagian tadi bukan salah abang. Saya yang berjalan terlalu ke tengah.." balasku akhirnya.

"iya.. tapi kalau seandainya tadi saya menyetirnya lebih fokus, pasti hal itu gak bakal terjadi.." balas pria itu bersikeras.

"udahlah, bang. Abang gak usah merasa bersalah seperti itu. Saya baik-baik saja, kok." ucapku ringan, sambil berusaha sedikit tersenyum.

"ya udah.. kalau gitu saya pamit dulu.." pria itu berujar kembali, setelah ia terdiam beberapa saat sambil menatapku.

Setelah berkata demikian, pria itu segera memutar tubuhnya untuk kembali ke mobilnya.

Namun setelah beberapa langkah, ia kembali memutar tubuhnya dan menatapku.

"emangnya kamu mau kemana?" tanyanya sedikit lantang mengimbangi suara mobil yang lewat.

Aku berusaha tersenyum membalas pertanyaan pria tersebut.

"saya mau ke kota selanjutnya, bang.." jawabku, sekedar memuaskan pertanyaan pria tersebut. Aku berharap setelah itu ia akan segera pergi meninggalkanku.

Tapi di luar dugaanku, pria dengan tubuh yang gagah itu, justru kembali melangkah mendekatiku.

"kalau begitu, bagaimana kalau kamu ikut sama saya aja ke kota selanjutnya? Kebetulan saya juga mau kesana.." ucapnya setelah ia berdiri kembali di hadapanku.

Aku bukannya tidak senang mendengar tawaran tersebut, namun kondisiku saat ini, benar-benar membuatku tidak nyaman. Aku merasa risih harus dekat-dekat dengan orang yang tidak aku kenal. Karena aku sudah beberapa hari tidak mandi, pasti bau badanku sangat tidak enak.

Aku juga harus menahan rasa sakit yang melilit perutku karena lapar.

Selain itu, aku juga takut kalau orang ini akan mengenali wajahku, dan akan mengetahui peristiwa memalukan yang baru saja aku alami di kota sebelumnya.

"terima kasih, bang. Tapi..." kalimatku terhenti.

"ayolah.. gak apa-apa, kok. Saya juga sendirian di mobil, jadi butuh teman juga untuk ngobrol. Lagian jarak dari sini ke kota selanjutnya cukup jauh, loh. Masa' iya, kamu mau jalan kaki ke sana?!" pria itu berujar, sambil ia mulai menarik tanganku dengan sedikit memaksa.

Meski pun merasa sangat sungkan, aku pun akhirnya mengikuti langkah pria itu menuju mobilnya.

Pria itu pun segera mempersilahkan aku masuk ke dalam mobilnya yang mewah itu.

"tapi pakaianku kotor, bang. Badanku juga bau.." ucapku sambil masih berdiri di samping mobil tersebut.

"gak apa-apa. Masuk aja!" pinta pria itu akhirnya.

Melihat kesungguhan lelaki berwajah tampan itu, aku pun akhirnya masuk ke mobil tersebut. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku memasuki mobil semewah itu.

"nama kamu siapa?" tanya pria itu, sambil mulai menjalankan mobilnya.

"Sabri, bang.." balasku ringan.

"saya Yopi Burnama, panggil bang Yopi aja.." ucap pria itu penuh percaya diri.

Kalau aku perkirakan pria yang sekarang duduk di sampingku tersebut, mungkin sudah berusia tiga puluh tahunan. Wajahnya sudah terlihat matang. Dan sepertinya dia memang orang kaya.

"oh, ya. Usia kamu berapa?" tanya laki-laki itu lagi.

"26 tahun, bang.." jawabku jujur.

"kamu ke kota selanjutnya mau ngapain? Kerja atau ke tempat saudara atau ada keperluan lain?" laki-laki itu, bang Yopi, bertanya kembali.

Pertanyaan itulah yang aku takutkan sejak tadi. Karena aku pasti tidak akan bisa menjawabnya.

"saya.. .saya.. ingin mencari pekerjaan di sana, bang.." jawabku akhirnya.

"emangnya sebelum ini kamu kerja dimana?' bang Yopi bertanya kembali. Ia sepertinya memang berusaha mengakrabkan diri. Seperti yang ia katakan tadi, kalau ia juga butuh teman untuk mengobrol.

Aku pun menceritakan sedikit tentang beberapa pekerjaanku sebelumnya. Mulai dari bekerja serabutan di kampung, jadi pelayan di supermarket, menjadi sopir angkot sampai juga berjualan pisang crispy.

Aku tiba-tiba menarik napas mengingat semua itu. Setiap pekerjaan yang pernah aku jalani sebelumnya, selalu berakhir dengan kejadian yang tragis.

Tapi tentu saja aku tidak menceritakan hal tersebut kepada bang Yopi, yang baru aku kenal itu.

"bang Yopi sendiri kerja apa?" tanyaku mencoba mengalihkan pembicaraan.

"saya seorang desainer.." jawab bang Yopi singkat dan jelas.

Melihat dari penampilan dan mobil mewah yang ia kendarai ini, bang Yopi pastilah seorang desainer terkenal dengan upah yang sangat mahal.

Aku pun tak berani bertanya lebih lanjut lagi. Untuk beberapa saat kami hanya saling terdiam.

Sampai tiba-tiba bang Yopi memutar stirnya menuju sebuah rumah makan.

"kita istirahat makan siang dulu ya di sini.." ucapnya, sambil ia mengikuti gerakan tukang parkir rumah makan di luar.

Meski pun aku setuju dengan tindakan bang Yopi, karena perutku yang memang sudah lapar sejak tadi, tapi aku menjadi sedikit ragu-ragu untuk turun. Karena aku sadar, aku tidak punya uang sepersen pun.

"ayok turun." ajak bang Yopi, "saya yang traktir, kok." lanjutnya melihat keragu-raguanku.

"atau kamu mau mandi dulu boleh. Di belakang ada tas saya, kamu bisa pakai handuk saya dan juga pakaian yang ada di dalam tas itu.." ucap bang Yopi selanjutnya, yang membuatku semakin merasa tidak enak hati.

Aku memang pergi dengan tidak membawa apa-apa, kecuali sebuah dompet lusuh yang hanya berisi kartu tanda pengenalku. Semua pakaianku tertinggal di ruko bang Salman.

Dengan sedikit berat, aku pun menerima tawaran bang Yopi. Aku mengambil sebuah handuk dan sepasang pakaian di dalam tas bang Yopi tersebut.

Lalu aku pun keluar dari mobil dan segera menuju ke belakang rumah makan itu, untuk mandi.

Sehabis mandi dan berganti pakaian yang di pinjamkan bang Yopi, aku pun segera menuju meja makan tempat bang Yopi sudah menunggu ku sejak tadi.

"kamu keren juga ya, sehabis mandi dan memakai pakaian itu.." ucap bang Yopi, saat aku sudah duduk di hadapannya.

Bang Yopi sudah memesan beberapa makanan, dan sepertinya ia sengaja menunggu ku untuk makan.

Aku semakin merasa tidak enak hati, akan semua kebaikan bang Yopi. Padahal ia baru saja mengenalku, tapi ia sudah memberikanku banyak hal, yang membuatku jadi merasa berhutang budi padanya.

Tapi hal seperti ini, bukan sekali dua kali terjadi padaku. Orang-orang yang aku temui sebelumnya juga sangat baik padaku awalnya. Tapi ujung-ujungnya mereka juga akhirnya yang membuatku hancur.

Semoga saja bang Yopi tidak! bathinku berharap.

"mari makan.." tawar bang Yopi akhirnya, dengan senyum yang mengembang. Ia sudah tidak memakai kaca mata hitamnya, tapi wajahnya tetap terlihat tampan.

*****

"aku punya penawaran buat kamu.." ujar bang Yopi, saat kami sudah berada di jalan kembali.

Mendengar kalimat itu aku merasa mulai curiga. Jangan-jangan bang Yopi juga sama dengan orang-orang yang aku kenal sebelumnya.

Menawarkanku pekerjaan, kemudian memanfaatkanku.

"tawaran apa?" tanyaku akhirnya tanpa selera.

"kamu mau gak jadi pacarku?" balas bang Yopi terdengar to the point, yang membuatku cukup kaget.

Meski pun aku sudah menduganya tadi, tapi pernyataan itu aku rasa terlalu cepat.

"bukan pacar sungguhan..." bang Yopi berucap lagi. Aku jadi semakin kaget.

"maksudnya, bang?" tanyaku tanpa sadar.

"saya ingin kamu pura-pura jadi pacarku. Semacam pacar bayaran, atau pacar sewaan. Gak lama, kok. Hanya untuk beberapa minggu aja. Kalau kamu mau, saya akan bayar kamu sepuluh juta.." ucap bang Yopi menjelaskan.

Aku merasa kaget kembali. Bukan saja karena mendengar tentang pacar sewaan, tapi juga karena uang yang ia tawarkan juga sangat banyak.

"kenapa bang Yopi harus punya pacar pura-pura atau pun pacar bayaran?" tanyaku, kali ini aku benar-benar ingin tahu.

"panjang ceritanya, Sab. Tapi kamu kalau bersedia, saya akan ceritakan semuanya dari awal.." balas bang Yopi, sambil sesekali ia melirikku.

Uang sepuluh juta bukanlah uang yang sedikit. Lagi pula hanya sekedar menjadi pacar pura-pura, apa susahnya? Ya kan? ucap hatiku membathin, mempertimbangkan tawaran bang Yopi tersebut.

"kalau bayarannya sebesar itu, saya mau aja, bang.." aku berucap juga akhirnya, setelah berpikir cukup lama.

"oke!" balas bang Yopi, "tapi sebelumnya, saya ingin kamu mengetahui beberapa hal." lanjutnya.

"saya ingin kamu berpura-pura jadi pacarku hanya di depan satu orang. Dan kamu harus mengaku kalau kamu adalah seorang pengusaha pada orang tersebut. Segala biaya hidup kamu mulai dari sekarang sampai nanti saya menyatakan selesai, saya yang tanggung."

"saya akan sewakan sebuah apartemen mewah untuk kamu tinggal selama menjadi pacar pura-pura saya, supaya orang yang saya maksud, percaya bahwa kamu adalah seorang pengusaha." bang Yopi mulai menjelaskan.

"sebenarnya siapa sih orang tersebut, bang? Kok abang sampai segitunya?"  tanyaku.

Ku lihat bang Yopi menarik napas dalam, kemudian ia menghembuskannya perlahan.

"namanya Reki. Ia adalah mantan pacar saya. Kami sudah pacaran lebih dari lima tahun. Namun tiba-tiba Reki meminta putus tanpa alasan yang jelas." bang Yopi memulai ceritanya.

"dan beberapa minggu setelah kami putus, saya memergoki Reki bersama pria lain. Saya nekat menghampirinya, dan mengatakan kalau ia adalah seorang pengkhianat. Reki tidak terima saya mencacinya di depan pacar barunya."

"ia pun mengatakan kalau pacar barunya itu jauh lebih tajir dari pada saya, karena itu ia memilihnya. Saya merasa sakit mendengar perkataannya tersebut. Karena itu saya bertekad untuk mencari pacar yang jauh lebih kaya dari pacarnya itu."

"namun setelah berbulan-bulan, saya tidak juga menemukan orang yang saya maksud. Sementara Reki terus saja memanas-manasi ku dengan pacar barunya. Sampai ia berkata, kalau aku akan jomblo seumur hidup, karena tidak bisa move on darinya." cerita bang Yopi panjang lebar.

Aku pun mulai paham, maksud dari bang Yopi untuk menyewaku. Hanya saja aku merasa bayarannya terlalu mahal, kalau hanya sekedar untuk memamerkan aku pada mantan pacarnya.

Tapi mungkin karena bang Yopi adalah orang kaya, dan ia juga sepertinya sudah putus asa untuk mencari pengganti pacarnya itu, karena itulah ia tidak merasa berat untuk membayarku mahal.

*****

Setelah mempersiapkan segala sesuatunya, bang Yopi pun mengatur semuanya dengan baik.

Ia menceritakanku beberapa hal tentang dirinya, agar aku terdengar lebih mengenalnya.

Beberapa hari kemudian, bang Yopi pun mengatur waktu untuk mengadakan pertemuan dengan mantan pacarnya itu.

Pertemuan yang terasa kaku bagiku itu, akhirnya pun terjadi.

Bang Yopi memperkenalku kepada Reki sebagai pacar barunya.

Reki terlihat tidak senang mendengarnya, ia juga dengan ogah-ogahan menjabat tanganku berkenalan.

Sementara bang Yopi terus memanasinya dengan menceritakan beberapa kelebihanku, yang tentu saja hanya ia karang.

"saya tidak percaya kalau kalian pacaran.." ucap Reki pada akhirnya mengungkapkan kecurigaannya.

"emang kamu perlu bukti apa lagi, agar kamu percaya kalau kami memang pacaran?" tantang bang Yopi.

"saya ingin kalian berciuman.." ucap Reki tegas.

"kamu jangan gila ya, Rek. Ini tempat umum." balas bang Yopi cepat.

"saya gak minta kalian berciuman di sini, kok. Tapi saya minta kalian merekam saat kalian bercinta, kemudian perlihatkan video itu pada saya." balas Reki.

"kalau kalian sudah melakukan itu, saya baru percaya. Lagian kalau kalian memang pacaran, itu gak berat, kan?" lanjut Reki lagi.

"oke.. Nanti malam saya akan merekamnya, dan besok pagi kita bertemu lagi disini, saya akan memperlihatkan video tersebut pada kamu.." balas bang Yopi sengit.

Setelah berkata demikian, bang Yopi segera menarik tanganku untuk segera berlalu dari situ.

"saya akan tambahkan bayarannya lima juta lagi, kalau kamu mau melakukan seperti yang dikatakan Reki tadi.." ucap bang Yopi saat kami sudah berada di dalam mobilnya.

"ini bukan masalah bayarannya, bang. Tapi masa' iya harus direkam?" protesku cepat.

"lalu kamu mau nya gimana? Emangnya kamu mau, kalau Reki menyaksikan langsung saat kita melakukan hal tersebut?" balas bang Yopi.

"tapi apa itu perlu?" tanyaku, "bukankah tadi Reki sudah mulai merasa tidak senang melihat kita? Aku rasa itu sudah cukup." balasku lagi.

"ingat ya, Sab. Perjanjiannya adalah Reki harus benar-benar percaya kalau kita ini memang benar-benar pacaran. Jika Reki belum mengaku dan percaya, berarti bayarannya juga tidak berlaku.." bang Yopi berujar, sambil ia menatapku tajam.

Akh, aku menarik napas berat. Aku bukannya tidak mau melakukan hal tersebut dengan bang Yopi. Secara fisik bang Yopi juga menarik, dan aku juga sudah sering melakukan hal tersebut. Ditambah lagi uang yang akan aku terima juga sangat banyak.

Tapi...

Bukankah aku pergi dari kota sebelumnya adalah karena hal itu?

Bukankah aku sudah bertekad untuk berubah?

****

Malam itu, bang Yopi sengaja mengajakku untuk menginap di sebuah hotel. Ia juga sudah mempersiapkan sebuah kamera untuk merekam kegiatan kami bercocok tanam malam itu.

Aku meski dengan perasan berat dan sedikit risih, akhirnya hanya bisa pasrah dan membiarkan bang Yopi melakukan apa pun yang ia inginkan pada ku malam itu.

Malam itu dengan di saksikan sebuah kamera, kami pun melakukan ritual bercocok tanam, hanya untuk membuktikan kepada Reki, bahwa kami benar-benar pacaran. Dan bagi ku, itu semua aku lakukan ialah untuk mendapatkan sejumlah uang.

Aku memang sangat membutuhkan uang saat ini, dan cara yang aku temukan saat ini, ya cuma ini.

Walau pun sebenarnya semua itu bertentangan dengan hati nurani ku.

Keesokan harinya, kami pun kembali menemui Reki, untuk memperlihatkan video hasil rekaman kami bercocok tanam semalam.

Setelah lebih setengah jam Reki menyaksikan video tersebut dengan seksama, akhirnya ia pun bisa mengakui kalau kami memang berpacaran.

"kamu harus memperlihatkan kesungguhan kamu melakukan semua ini.." terngiang kembali ucapan bang Yopi tadi malam, sesaat sebelum kami melakukan hal tersebut.

"Reki pasti akan memperhatikan setiap deteil gerakan pada rekaman tersebut. Jadi jangan sampai ia merasa curiga, kalau kamu terlihat tidak berminat untuk melakukannya. Kamu harus terlihat seperti benar-benar menginginkannya.." lanjut bang Yopi lagi.

Mendengar kalimatnya itu, aku pun harus berusaha keras, agar terlihat seperti orang yang sedang dimabuk asmara bersama bang Yopi. Meski pun hal itu tidaklah mudah, tapi setidaknya usahaku tidak sia-sia. Terbukti Reki langsung mempercayainya.

Selesai menonton video tersebut, Reki terlihat menyunggingkan senyum aneh menurutku. Senyum itu sulit aku artikan. Entah ia merasa marah, kecewa, atau malah bahagia.

Namun yang pasti setelah itu, aku dan bang Yopi segera meninggalkan Reki sendirian dan berlalu dari sana.

"kalau begitu tugasku udah selesai kan, bang Yopi?" tanyaku di perjalanan kami menuju pulang.

"Reki bukan orang yang bodoh, Sab. Ia pasti belum seratus persen percaya. Ia pasti akan terus memperhatikan kita diam-diam. Jadi untuk sementara, kita harus tetap terlihat seperti berpacaran." balas bang Yopi.

"tapi, bang. Bukankah tadi Reki sudah terlihat sangat percaya.." ucapku.

"tapi ia belum mengatakan apa-apa, kan. Itu artinya ia belum benar-benar percaya. Lagian apa susahnya sih, Sab. Tinggal menunggu beberapa hari lagi, kamu pasti akan menerima uangnya, kok. Dan lagi pula selama status adalah pacar sewaan saya, maka semua biaya hidup kamu saya yang akan tanggung.." jelas bang Yopi yang membuatku kembali terdiam.

Sebenarnya gak ada salahnya juga sih, menunggu beberapa hari lagi. Dan lagi pula seperti kata bang Yopi semua biaya hidupku ia yang tanggung. Aku juga tingal di apartemen mewah dan juga punya barang-barang mewah saat ini.

Jadi aku akan tetap mengikuti permainan bang Yopi, sampai ia mengatakan bahwa semua ini sudah selesai. Dan yang paling penting, bang Yopi pasti akan membayarku sesuai perjanjiannya.

*****

"saya mau bicara sama kamu!" tegas suara Reki, sambil ia menatapku tajam.

Sore itu Reki tiba-tiba datang ke tempatku, yang membuatku sedikit kaget.

"bang Reki mau bicara soal apa?" tanyaku pura-pura acuh.

"sebenarnya saya dan Yopi sedang taruhan." ucap Reki membalas.

"taruhan apa?" tanyaku mulai tertarik.

"saya dan Yopi sudah berteman selama bertahun-tahun." Reki memulai ceritanya.

"teman? Bukankah kalian dulunya pacaran?" tanyaku memotong dengan kening mengerut.

"kami tidak pernah pacaran, sekali pun kami bisa saling tertarik, tapi kami berada di posisi yang sama, yang artinya kami jelas tidak mungkin menjalin hubungan asmara. Jadi kalau Yopi mengatakan kalau kami pernah berpacaran, itu berarti ia berbohong." jawab Reki.

Mendengar hal tersebut, aku mulai merasa ada yang aneh. Kenapa juga bang Yopi harus berbohong padaku?

"sejak mulai berteman, saya dan Yopi memang sering berpetualang di dunia gay bersama. Mencari pasangan untuk di pakai hanya satu malam." Reki memulai ceritanya kembali.

"kami memang punya komitmen untuk tidak akan pernah berpacaran dengan siapa pun. Kami hanya mencari kesenangan sesaat, bukan untuk sebuah ikatan. Sampai suatu saat, kami pun bertemu seorang laki-laki gagah yang justru membuat kami sama-sama jatuh cinta."

"nama laki-laki itu Donald. Aku dan Yopi sama-sama mencintai Donald. Kami pun sepakat untuk bersaing untuk mendapatkan Donald. Mulanya persaingan kami cukup sehat, namun lama kelamaan persaingan kami mulai tidak baik. Hubungan pertemanan kami pun muali retak."

"sampai akhirnya, kami harus sama-sama menelan kepahitan, karena Donald ternyata sudah menikah dan sudah mempunyai anak. Dan yang lebih menyakitkan lagi, Donald dengan terang-terangan menolak kami berdua. "

"sejak saat itu saya dan Yopi mulai saling menyalahkan. Sampai Yopi mengatakan kalau aku adalah penyebab kenapa Donald menolaknya. Saya pun menantang Yopi untuk taruhan. Siapa diantara kami yang akan mendapat pacar duluan, maka ia akan mendapatkan uang lima puluh juta dari orang yang kalah."

"tentu saja kriteria pacar yang kami maksud disini adalah seorang pria yang memiliki wajah diatas rata-rata." Reki terus menjelaskan dengan panjang lebar.

Aku hanya terdiam mendengar hal tersebut. Jadi kesimpulannya, bang Yopi menyewaku bukan untuk membalas dendam kepada Reki, tapi hanya untuk memenangkan taruhan tersebut.

"lalu untuk apa bang Reki menceritakan hal ini padaku?" tanyaku akhirnya.

"pertama, saya hanya ingin memastikan bahwa kalian memang berpacaran, bukan hanya pura-pura pacaran. Kedua, saya hanya sekedar mengingatkan kamu, bahwa jika kalian benar-benar pacaran, kamu harus hati-hati, karena bisa saja Yopi pacaran dengan kamu hanya sekedar untuk memenangkan taruhan tersebut, bukan untuk menjalin hubungan yang serius. Jadi bisa saja ia akan meninggalkan kamu, saat ia sudah mendapatkan uangnya." jawab Reki panjang lebar lagi.

Sebenarnya aku juga tidak peduli dengan semua cerita yang di ungkapkan Reki. Tak ada bedanya bagiku, jika pun bang Yopi menyewaku hanya untuk memenangkan taruhan tersebut, juga tidak masalah. Toh, aku juga tetap akan di bayar. Meski itu artinya bang Yopi untung lebih banyak.

Dan  jika sudah mendapatkan uangnya, justru aku yang akan meninggalkan bang Yopi.

****

Beberapa hari kemudian, bang Yopi pun menemuiku di apartemen. Ia kemudian memberikan uang sejumlah lima belas juta rupiah padaku.

"semuanya sudah selesai, Sab. Kamu boleh pergi sekarang, dan pergunakanlah uang itu dengan baik.." begitu ucap bang Yopi sambil menyerahkan uang tersebut.

Aku pun menerima uang itu dengan perasaan senang. Terlepas dari apa pun alasan bang Yopi melakukan semua ini, aku setidaknya sekarang jadi punya modal untuk memulai hidupku dari awal lagi.

Aku berencana menggunakan uang tersebut, untuk membuka sebuah usaha kecil-kecilan, setidaknya untuk aku bisa bertahan hidup di kota baru ini.

Meski pun aku mendapatkan uang tersebut dengan cara yang tidak baik, tapi setidaknya aku tidak merugikan siapa pun, dan tidak merampas hak orang lain.

Setelah mengemasi beberapa barang ku, yang sebenarnya adalah pemberian dari bang Yopi, aku pun segera keluar dari apartemen tersebut, dan mencoba mencari tempat kost, agar aku bisa tinggal untuk sementara, sebelum aku memulai usaha baruku.

Di kota baru ini, aku ingin memulai hidupku lagi. Memulai semuanya dari awal.

Aku berharap aku bisa berubah, dan tidak lagi akan terjerumus dalam dunia penuh dosa itu.

Apa lagi aku saat ini tidak perlu lagi merasa berhutang budi dengan siapa pun.

Semoga saja aku bisa berubah dan bisa meraih masa depan yang lebih baik.

Ya, semoga saja...

****

Selesai...

Kisah cowok kampung (part 6)

Aku memang mencintai bang Salman, si penjual pisang crispy tampan itu, bahkan sejak awal kami bertemu.

Namun aku tak pernah berharap bisa memilikinya, karena aku pikir ia lelaki normal.

Dan setelah aku tahu, kalau bang Salman juga seorang penyuka sesama jenis, aku sepertinya jadi punya harapan untuk bisa menjalin hubungan asmara dengannya.

 

Tapi sekali lagi aku harus memendam hasratku tersebut, meski pun aku tahu, kalau bang Salman adalah seorang gay, tapi ia sudah punya kekasih. Walau pun yang aku tahu, hubungannya dengan pacarnya itu sedang dalam masalah, dan bang Salman sendiri mengatakan kalau ia sudah memutuskan pacarnya yang bernama Jhon tersebut.

Meski pun demikian aku masih tidak berani berharap lebih, karena bisa saja ia tidak tertarik padaku.

Hingga pada malam itu, bang Salman dengan terang-terangan menawarkan pisang crispy nya padaku. Aku merasa punya harapan lebih. Tapi aku takut semua itu hanya lah sebuah nafsu sesaat, bukan cinta.

Ini adalah part lanjutan kisahku bersama bang Salman si penjual pisang crispy yang tampan dan gagah itu.

Bagaimanakah akhirnya kisah cinta kami terjalin?

Lalu bagaimana dengan bang Jhon, mantan pacar bang Salman yang ternyata masih mencintai bang Salman?

Simak kisah ini sampai akhir ya..

Dan sebelumnya seperti biasa saya ingin mengucapkan selamat datang bagi penonton baru channel ini, jangan lupa untuk subscribe channel ini dan klik tanda lonceng untuk menyaksikan vidoe-video menarik lainnya.

Bagi subscriber setia saya, terima kasih udah tetap setia, terima kasih atas masukan, saran dan motivasi serta dukungannya.

Terima kasih udah mampir, terima kasih juga udah subscribe, udah like, udah komen and udah share video ini.

Selamat menikmati dan semoga terhibur!

Saya juga ingin mengingatkan kembali, untuk berlangganan dan bergabung di channel ini. Untuk mendapatkan berbagai keuntungan istimewa dari kami. Mulai dari layanan video eksklusif dari kami, dan mendapatkan nomor whasapp kami, serta berbagai fitur menarik lainnya, yang kami sediakan khusus untuk pelanggan-pelanggan channel ini.

Jadi jangan lupa bergabung ya.. terima kasih.

Untuk berlangganan dan bergabung dengan channel ini, bisa langsung klik tombol gabung di bawah ini, atau bisa langsung klik link nya di deskripsi video ini.

Salam sayang untuk kalian semua... Muaachhh..

*****

Masa depan itu seperti hantu. Menakutkan!

Cukup lama aku menatap wajah tampan bang Salman yang duduk bersila di depanku.

Malam juga sudah semakin larut, kami baru saja menutup warung pisang crispy kami, beberapa saat yang lalu.

Rasa lelah sudah menyelimuti tubuhku sejak tadi.

Setiap pagi aku harus berangkat kuliah seperti biasa, dan sepulang kuliah, aku harus membantu bang Salman untuk mempersiapkan dagangan kami. Untuk selanjutnya, setelah segala persiapan selesai, kami akan membuka warung dan mulai melayani beberapa orang pembeli yang bahkan sudah antri dari tadi.

Kami juga harus mempersiapkan pesanan-pesanan dari pembeli yang telah memesan secara online. Seharian kami cukup sibuk dan hampir tidak punya waktu untuk istirahat.

Sehingga setelah semua dagangan kami habis dan malam pun menjelang, kami baru bisa beristirahat.

Saat itulah bang Salman, beberapa saat tadi mengucapkan sebuah kalimat yang membuatku menatapnya setengah tak percaya.

"aku jatuh cinta sama kamu, Sab." begitu kira-kira ucapan bang Salman barusan, sebuah kalimat yang sudah lama aku tunggu-tunggu. Sebuah kalimat yang juga membuat ku merasa sedikit takut.

Takut, kalau semua itu hanyalah sebuah harapan yang pada akhirnya akan membuatku kecewa lagi.

Semua peristiwa dan kisah ku di masa lalu kembali melintas di pikiranku. Beberapa kali aku harus mengalami peristiwa tragis, karena menjalin hubungan dengan sesama jenis.

Tapi tentu saja bang Salman berbeda. Setidaknya ia masih lajang.

Namun ada satu hal yang membuat aku semakin merasa takut. Biar bagaimana pun, aku tahu bagaimana kisah cinta bang Salman dan bang Jhon. Meski mereka sudah lama tidak saling berhubungan, namun aku yakin di hati mereka masing-masing masih ada sisa-sisa perasaan itu.

Bagaimana kalau bang Jhon kembali?

Mampukah bang Salman untuk menolaknya?

Akh, aku menjadi dilema tiba-tiba.

Di satu sisi, aku memang mencintai bang Salman, bahkan sudah sejak lama.

Namun di sisi lain, aku tidak ingin hanya menjadi pelarian semata bagi bang Salman.

"bang Salman serius?" tanyaku akhirnya.

"saya serius, Sab. Saya tahu ini mungkin aneh bagi kamu, tapi saya sudah tidak sanggup lagi membohongi perasaan saya sendiri. Kalau saya sangat menginginkan kamu.." balas bang Salman.

"lalu bagaimana dengan bang Jhon? Mantan pacar bang Salman itu?" tanyaku lagi, sekedar meyakin diriku sendiri, kalau bang Salman sudah tidak punya perasaan apa-apa pada bang Jhon.

"Jhon hanyalah masa lalu saya, Sab. Dan saya berharap kamu adalah masa depan saya.." jawab bang Salman, sambil tangannya meraih jemari ku lembut.

Aku tersentak seketika. Sudah sangat lama aku tidak merasakan hal tersebut. Apa lagi bang Salman adalah laki-laki yang saya cintai.

"saya sebenarnya juga menyukai bang Salman, tapi .... tapi saya takut, bang. Saya pernah mengalami peristiwa tragis dalam hidup saya dulu. Dan  jujur saya masih trauma. Saya berharap abang bisa sabar ya.." ucapku kemudian, sambil sedikit menepis tangan bang Salman.

"oke.. Saya ngerti, kok. Dan saya akan sabar menunggu kamu untuk siap, Sab." bang Salman berucap lirih.

Aku merasa iba sebenarnya melihat raut kekecewaan di wajah tampan itu. Tapi aku memang belum siap, untuk menjalin hubungan dengan laki-laki lagi.

*****

"maaf, bang kami udah tutup.." ucapku pada seorang laki-laki yang tiba-tiba datang ke warung kami.

Saat itu, aku sedang menutup warung, sedangkan bang Salman sedang berada di dapur, mengantar beberapa barang.

"saya tidak ingin membeli, saya hanya ingin bertemu Salman.." parau suara laki-laki itu membalas.

Aku merasa tidak asing dengan suara itu, tapi aku tidak mengenali wajahnya.

"oh.." desahku ringan, "bang Salman lagi di belakang, tunggu aja sebentar.." lanjutku.

Dan beberapa saat kemudian, bang Salman pun muncul dengan raut muka yang sedikit heran menatap pria yang baru datang tersebut.

"mau apa lagi kamu kesini, Jhon." ucap bang Salman, ia berusaha bersikap biasa saja.

Oh, jadi ini laki-laki yang bernama Jhon tersebut. Bathinku.

Dulu aku memang hanya mendengar suara Jhon bertengkar dengan bang Salman dari kamar, tapi saat itu aku tidak melihat wajahnya. Jadi wajar, tadi aku merasa kalau suara itu tidak asing, tapi aku tidak mengenal wajahnya.

Lelaki bernama Jhon ini ternyata memiliki tubuh yang sangat kekar, dadanya bidang, namun wajah nya tidak begitu tampan.

"aku hanya ingin minta maaf, Sal.." lirih suara bang Jhon.

"saya udah memaafkan kamu, Jhon. Tapi kalau kamu ingin kita balikan, aku gak bisa.." balas bang Salman.

"kenapa? Apa kamu sudah tidak mencintai saya lagi?" Jhon bertanya, masih dengan nada lirih.

Kali ini bang Salman tidak menjawab. Wajahnya terlihat ragu-ragu.

"saya mohon, Sal. Saya sangat mencintai kamu, dan hidup saya terasa hampa tanpa ada kamu.." bang Jhon berucap lagi.

"aku.. aku gak bisa, Jhon.." bang Salman membalas dengan suara tergagap. Sepertinya ia mulai merasa tak tega melihat wajah penuh iba milik bang Jhon.

Tiba-tiba bang Jhon bersimpuh di hadapan bang Salman. Ia berlutut sambil bermohon dan berkata penuh harap.

"saya berjanji, Sal. Saya tidak akan pernah lagi membuat kamu kecewa. Saya akan mengikuti semua ucapan kamu. Saya akan memberi kamu kebebasan. Asal kamu mau kembali sama saya, Sal. Saya mohon.. Saya sangat membutuhkan kamu, Sal..." suara itu terdengar sangat lirih.

Jangankan bang Salman, aku aja jadi ikut tersentuh dan merasa iba mendengarnya. Kalau saja kalimat itu ditujukan pada ku, aku pasti tidak akan bisa menolaknya.

Bang Salman segera menarik tubuh bang Jhon agar berdiri kembali.

"saya akan beri kamu kesempatan terakhir, Jhon. Tapi ingat ini adalah kesempatan terakhir, kalau ternyata kamu tidak juga berubah, aku tidak akan pernah mau kenal sama kamu lagi.." ucap bang Salman akhirnya.

Wajah bang Jhon terlihat ceria kembali mendengar kalimat bang Salman barusan, ia kemudian mendekap tubuh gagah bang Jhon. Aku sendiri merasa cukup terharu melihat hal tersebut.

Namun tiba-tiba saja hatiku merasa perih. Ada sebait luka yang tiba-tiba menggores hatiku melihat mereka berdua berpelukan.

Sekarang aku tidak punya lagi kesempatan untuk bisa memiliki bang Salman. Tapi ini bukan salah bang Salman, aku yang terlalu takut untuk mengakui perasaanku sendiri. Padahal bang Salman sudah berterus terang tentang perasaannya.

Sekarang bang Salman dan bang Jhon sudah menyatu lagi, dan aku harus menelan ludah pahit akan kenyataan tersebut.

Malam itu, bang Salman meminta aku untuk tidur di luar. Sementara ia dan bang Jhon tidur di dalam kamar berdua.

Sayup-sayup aku mendengar suara kemesraan mereka berdua. Di sela-sela rasa cemmburu ku, aku juga merasa merinding mendengarkan mereka berdua. Tiba-tiba aku merasa sedikit bergejolak. Hingga aku pun memutuskan untuk melakukan olahraga tangan sendiri malam itu.

*****

Sejak kejadian malam itu, bang Jhon jadi semakin rajin berkunjung ke tempat kami malam-malam, dan aku harus menjadi korban dengan tidur di luar sendirian. Membiarkan mereka berdua menikmati kemesraan mereka.

Namun pada suatu malam, tiba-tiba bang Salman mengajakku masuk ke kamar, saat ia dan bang Jhon hendak bercocok tanam.

"kamu ikut ya.." tawar bang Salman.

"gak ah, bang. Aku gak biasa seperti itu. Lagi pula saya gak mungkin jadi orang ketiga diantara kalian.." balasku.

"kami juga belum pernah melakukan hal tersebut bertiga." ucap bang Salman, "makanya tadi kami sepakat untuk mencobanya bersama kamu. Itung-itung mencoba sensasi yang baru.." jelasnya melanjutkan.

Aku yang sudah terlanjur bergejolak mendengarkan mereka tadi, dan juga sudah hampir setiap mendengarkan mereka bermesraan, menjadi cukup tertarik untuk mencobanya.

Aku pun menyetujui permintaan mereka berdua. Lagi pula aku memang mencintai bang Salman, dan bang Jhon juga cukup menarik secara fisik. Jadi seperti kata bang Salman, aku juga ingin meraskan sebuah sensasi baru dalam hidupku.

Malam itu untuk pertama kalinya, kami pun melakukan hal tersebut bertiga. Sungguh sebuah sensasi yang luar biasa bagi kami. Kami sama-sama terlena dengan hal tersebut.

Pisang goreng bang Jhon dan pisang crispy bang Salman, akhirnya bisa aku rasakan sekaligus dalam satu malam.

Sebuah pengalaman baru dalam hidupku. Yang ternyata menumbuhkan kesan yang sangat dalam diantara kami bertiga.

Kejadian malam itu, membuat kami bertiga jadi semakin dekat. Semakin hari kami semakin ketagihan untuk melakukannya terus menerus.

Bahkan hampir setiap malam hal itu terjadi, dan kami pun semakin terlena dengan hubungan cinta segitiga tersebut.

Aku tidak tahu, apakah yang kami rasakan tersebut adalah sebuah perasaan cinta atau hanya sebuah perasaan sensasi sesaat yang akan segera berakhir, saat kami merasa bosan.

Namun yang pasti untuk saat ini, aku mencoba menikmati hal tersebut.

****

Berbulan-bulan hal itu terus terjadi. Telah berbagai cara dan gaya kami lakukan. Hubungan kami bertiga semakin dalam dan parah.

Namun pada akhirnya hubungan yang tidak sehat itu pun kemudian harus berakhir.

Setelah berbulan-bulan terlena, kami pun tidak menyadari kalau orang-orang di sekeliling kami sudah mulai mencurigai hubungan kami. Apa lagi bang Jhon juga hampir setiap malam menginap di tempat kami.

Suatu malam, saat kami sedang bercocok tanam bertiga, rumah kami pun di dobrak warga yang tidak senang melihat hubungan kami.

Kami tidak bisa menghindar lagi. Karena keadaan kami memang sedang tidak berpakaian saat itu.

Para warga pun mengamuk dan segera memukuli kami bertiga secara brutal.

Kami pun babak belur dan mengalami luka-luka di sekujur tubuh.

Sampai beberapa orang polisi datang dan membubarkan semua warga tersebut. Kami bertiga pun segera dilarikan ke rumah sakit, untuk mendapatkan pengobatan dan perawatan.

Berita tentang kejadian tersebut pun menyebar dengan cepat. Aku merasa sangat malu bertemu orang-orang. Seakan-akan setiap orang yang aku temui menghina serta mencaci ku.

Karena itu, saat merasa mulai baikan, aku segera kabur dari rumah sakit.

Aku berlari sejauh-jauh nya dari kota itu. Rasa penyesalan mulai menyeruak ke dalam dadaku.

Aku yang awalnya berniat untuk berubah, harus kembali terjebak dalam dunia hitam itu, dan bahkan kali ini jauh lebih parah.

Aku terus saja berjalan terhuyung menuju arah luar kota tersebut, meski aku tidak tahu harus kemana. Namun yang pasti tekad ku hanya satu, aku harus pergi dari kota itu dan melupakan semua impianku.

Aku tidak sanggup lagi terus berada di sana, sebagian orang di kota itu pasti sudah mengetahui peristiwa tersebut dan mereka sudah pasti mengenaliku.

Aku harus pergi ke tempat di mana tidak ada seorang pun yang mengenaliku. Dan aku tidak mungkin kembali ke kampung halamanku. Aku tidak sanggup menghadapi keluarga ku, meski pun aku yakin, mereka belum mengetahui peristiwa tragis tersebut.

Dan sekarang aku benar-benar sudah tidak punya masa depan.

Masa depan bukan lagi hanya sekedar seperti hantu bagiku, menakutkan. Tapi sudah seperti neraka, mengerikan.

Namun aku tidak ingin menyerah. Aku harus berjuang memperbaiki nasibku. Aku harus berubah

Meski pun itu tidak akan mudah.

Entah peristiwa apa lagi yang akan aku alami selanjutnya?

Namun yang pasti aku harus tetap melangkah, meski pun masih tertatih-tatih.

Semoga saja, ke depannya aku bisa memperbaiki semuanya.

Ya, semoga saja.

*****

Bersambung..

Kisah cowok kampung part 5 (pisang crispy bang Salman)

"maaf pak Alim, aku gak bisa.." jawabku akhirnya, berusaha menolak tawaran pak Alim untuk menjadi lelaki simpanannya.

Ya, pak Alim, suami ibu pemilik kost tempat aku tinggal, yang sudah sangat baik padaku.

Aku memutuskan untuk menolak tawaran pak Alim, karena beberapa alasan. Yang pertama karena aku tidak ingin kejadian tragis di masa lalu ku akan kembali terulang dan yang kedua karena aku sebenarnya tidak tertarik pada pak Alim, dia bukan tipe ku.

Namun terlepas dari itu semua, aku sebenarnya memang sudah bertekad untuk berubah.

Setelah mendengar jawabanku barusan, pak Alim terlihat sangat kecewa. Bukan. Ia bukan saja kecewa, tapi juga sangat marah padaku.

"belum ada seorang pun anak kost di sini yang berani menolak saya.." lantang suara pak Alim, "dan kamu juga sudah aku bantu begitu banyak, tapi kamu sangat berani menolak tawaranku." lanjutnya masih dengan suara lantang.

"saya minta maaf pak Alim, tapi saya benar-benar tidak bisa.." suara bergetar.

"kalau kamu tidak mau, silahkan kamu pergi dari sini!" pak Alim membalas terdengar semakin lantang.

Setelah berkata demikian, ia pun segera keluar dari kamar kost-ku.

Tiba-tiba saja aku merasakan sakit kepala yang begitu dahsyat. Pikiranku menjadi sangat kacau.

Jika aku harus pergi dari sini, itu artinya aku harus memulainya lagi dari awal.

Tapi aku memang harus pergi. Aku tidak mungkin terus berada di sini. Karena pak Alim tidak akan membiarkan ku untuk terus berada di sini.

Tapi kemana aku akan pergi?

Apa yang harus aku lakukan selanjutnya? Terutama untuk aku tetap bertahan hidup.

Akh.. Aku merasa sangat tidak berdaya, menghadapi kenyataan ini.

Masa depan benar-benar seperti hantu. Menakutkan!

Simak kisah ku selanjutnya ya...

Namun sebelumnya, bagi yang baru mampir jangan lupa untuk subscribe channel ini dan klik tanda lonceng untuk menyaksikan video-video menarik lainnya di channel ini.

Terima kasih sudah mampir, terima kasih udah subscribe, udah like and udah komen.

Buat seluruh subscriber setia saya, terima kasih atas kesetiaannya, terima kasih atas segala masukan, saran, dukungan dan motivasinya.

Jangan lupa juga untuk berlangganan atau bergabung dengan channel saya ya, agar kita bisa semakin dekat dan akrab.

Banyak keuntungan yang akan anda peroleh jika berlangganan channel ini, diantaranya anda bisa mendapatkan video eksklusif dari saya dan juga bisa mendapatkan nomor whatsapp saya.

Jadi silahkan bergabung ya.. Terima kasih

Klik DISINI untuk bergabung.

*****

Langkah kaki ku goyah, pikiranku tak menentu. Bingung.

Aku memutuskan untuk pergi dari kost yang sebenarnya sudah membuatku nyaman. Apa lagi aku sudah mendapatkan pekerjaan menjadi sopir angkot.

Tapi sekarang aku harus kehilangan semuanya, hanya karena aku menolak keinginan dari suami pemilik kost tersebut.

Aku tidak menyesali keputusanku, namun aku juga tidak tahu harus kemana saat ini.

Saat merasa lelah, aku mencoba untuk beristirahat di sebuah bangku taman.

Selang beberapa menit kemudian, tiba-tiba seorang laki-laki datang menghampiriku.

"mau kemana?" tanya laki-laki itu menyapaku.

Aku hanya terdiam, karena aku tidak tahu harus menjawab apa. Aku memang tidak tahu harus kemana.

Tapi sepertinya laki-laki itu tidak menyerah, ia malah ikut duduk di dekat ku.

"kamu mau kemana?" laki-laki itu mengulangi pertanyaannya.

"saya lagi mau cari tempat kost, bang.." jawabku akhirnya, karena merasa tidak enak hati harus mendiamkan laki-laki tersebut, meski aku belum mengenalnya.

"kamu baru di kota ini?" tanya laki-laki itu lagi.

"gak juga sih, bang. Tapi saat ini aku memang butuh tempat kost baru. Dan kalau bisa aku juga mau cari pekerjaan paroh waktu.." ucapku berterus terang.

Sesaat lelaki itu terdiam. Ia menatapku cukup tajam.

"kenapa harus bekerja separoh waktu?" tanya laki-laki berwajah manis itu.

"karena aku saat ini juga sedang kuliah, bang.." jawabku jujur.

Ku lihat laki-laki itu manggut-manggut ringan.

"hebat kamu.." ucapnya lirih. "jarang loh ada anak muda yang bisa kuliah sambil kerja.." lanjutnya dengan senyum yang mengembang.

"gak juga, bang. Justru saat ini saya lagi bingung, karena belum dapat pekerjaan. Dan bahkan saya juga sudah tidak punya tempat tinggal.." balasku dengan nada sedikit sedih.

Laki-laki itu terdiam kembali, ia terlihat sedang memikirkan sesuatu.

"abang sendiri mau kemana?' tanyaku berbasa-basi.

"saya lagi jalan-jalan aja. Suntuk sendirian di rumah. Kebetulan hari ini warung saya juga tutup.." jawab laki-laki itu.

"emang abang punya warung apa?" tanyaku ingin tahu.

"saya punya usaha warung pisang crispy, yang saya buka di ruko kecil tempat saya tinggal. Biasanya saya buka dari sore sampai malam, setiap hari. Tapi hari ini saya merasa kurang enak badan, jadi sengaja saya tutup. Untuk menghilangkan kejenuhan, saya sengaja berjalan-jalan di sekitar sini..." jelas lelaki bertubuh atletis itu.

"ruko saya gak jauh kok dari sini.." lanjutnya.

Kali ini aku yang manggut-manggut kecil. Aku merasa cukup kagum pada laki-laki tersebut. Meski masih kelihatan muda, ia sudah punya usaha sendiri.

"oh, ya. Nama saya Salman, panggil saja bang Salman. Kalau kamu mau kita bisa ngobrol di ruko saya sambil minum-minum.." ucap laki-laki itu kemudian.

"tapi, bang. Saya jadi gak enak. Kita kan belum saling kenal..." balasku cepat.

"udah.. santai aja. Saya tinggal sendirian, kok. Lagi pula saya memang lagi butuh teman untuk ngobrol." lelaki itu membalas, sambil sekali lagi memasang senyum manis.

Senyum laki-laki itu memang manis. Senyum itu terlihat indah pada wajah tampannya. Apa lagi ia memiliki postur tubuh yang cukup atletis.

****

"nama kamu siapa?' tanya bang Salman, saat akhirnya kami berjalan beriring menuju rukonya.

Aku memang akhirnya memutuskan untuk menerima ajakan bang Salman, karena aku juga tidak tahu harus kemana saat ini.

"saya Sabri, bang.." balasku ringan.

Selang beberapa saat kemudian, kami pun sampai di ruko bang Salman. Ruko itu memang tidak terlalu besar, hanya berbentuk sebuah warung kecil.

Bang Salman mengajakku masuk ke dalam, setelah ia membuka pintu ruko tersebut.

Ruko itu hanya memiliki satu kamar di bagian tengahnya, sementara ruangan depan, bang Salman jadikan untuk tempat ia berjualan pisang crispy.

"kalau kamu mau mandi, di belakang ada kamar mandi, kok." ucap bang Salman, saat kami sudah berada di dalam ruko tersebut.

"ruko ini milik abang?" tanyaku mengabaikan ucapan bang Salman barusan.

"ya bukanlah. Ruko ini aku sewa, untuk tempat tinggal sekaligus tempat aku berjualan." jelasnya.

"hebat ya bang Salman, masih muda udah punya usaha sendiri.." ucapku tanpa sadar.

"ah, biasa aja. Hanya usaha kecil-kecilan kok, Sab." balas bang Salman terdengar akrab.

"ya udah, kamu mandi aja dulu, biar lebih fresh. Nanti sehabis mandi kita makan siang, aku udah pesan makanan secara online.." lanjut bang Salman lagi.

Sebenarnya aku merasa sungkan untuk mandi di rumah orang yang baru saja aku kenal, namun karena merasa gerah, aku pun akhirnya melangkah ke belakang untuk mandi.

Sehabis mandi, bang Salman sudah menunggu ku di ruang tengah untuk makan.

"wah.. makasih banyak ya bang Salman. Udah di kasih tumpangan mandi, sekarang di kasih makan pula. Saya jadi tidak enak nih.." ucapku berusaha terdengar akrab.

"saya tidak tahu, seperti apa kisah dan perjalanan hidup kamu, Sab. Tapi yang pasti, saya pernah merasakan bagaimana rasanya terlunta-lunta di jalan sendirian." bang Salman berucap, sambil mulai menyantap makanannya.

"dulu waktu pertama kali datang ke kota ini, sekitar sepuluh tahun yang lalu, saya juga sempat jadi gelandangan di jalan. Sampai akhirnya saya bertemu seseorang yang mengajak saya bekerja dengannya, membantu ia berjualan goreng pisang. Orang itu juga mengajak saya tinggal bersamanya."

"setelah bertahun-tahun saya bekerja, saya akhirnya bisa mengumpulkan uang untuk modal membuka usaha saya sendiri. Setelah merasa cukup, saya pun meminta izin kepada orang yang menolong saya tersebut, untuk membuka usaha sendiri. Orang itu juga sangat mendukung. Dan di sini lah saya sekarang..." cerita bang Salman panjang lebar.

"lalu bagaimana hubungan bang Salman dengan orang tersebut sampai sekarang?" tanyaku sekedar ingin tahu.

"kami masih berhubungan baik, kok. Saya sering datang mengunjunginya, untuk sekedar bersilahturrahmi.." jawab bang Salman.

Kali ini saya manggut-manggut lagi, mencoba memahami setiap cerita yang di ungkapkan bang Salman.

Diam-diam aku mulai mengagumi sosok bang Salman, selain tampan dan gagah, ia juga seorang laki-laki yang baik.

Dari bang Salman aku pun akhirnya tahu, kalau ia juga berasal dari kampung. Ia merantau ke kota saat masih berusia 18 tahun, sekarang ia sudah berusia sekitar 28 tahun.

"di kampung aku juga sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Kedua orangtua ku sudah meninggal, dan kakak serta adik-adikku sudah tidak tinggal di kampung kami lagi. Jadi sejak merantau ke kota, saya tidak pernah lagi pulang ke kampung.." lanjut bang Salman bercerita.

****

"kamu mau gak kerja sama saya?" bang Salman bertanya ketika kami selesai makan siang itu. Kami masih duduk di ruang tengah ruko nya.

"tapi saya gak punya pengalaman dalam bidang kuliner, bang." jawabku ringan.

"kamu gak harus punya pengalaman untuk kerja sama saya, Sab. Kamu bisa bantu-bantu saya di sini, nanti juga kamu bakal ngerti, kok." balas bang Salman.

"tapi.. apa bang Salman yakin, mau ngajak saya kerja sama abang?" tanyaku lagi.

"saya sih yakin, tapi kamu sendiri yakin gak?" balas bang Salman balik bertanya.

"saya memang lagi butuh pekerjaan, bang. Jadi saya pasti mau lah kerja sama abang.." jawabku.

"tapi saya gak bisa memberi gaji yang besar untuk kamu, Sab. Namun kalau kamu mau, kamu bisa sekalian tinggal di sini dan juga makan di sini.." ucap bang Salman lagi.

"tapi apa itu tidak merepotkan bang Salman?" tanyaku lagi.

"ya gak lah. Saya malah senang, kalau ada yang bantu saya kerja, dan juga saya jadi punya teman tinggal di ruko ini.." balas bang Salman terdengar santai.

"aduh.. makasih banget ya, bang. Abang sudah mau membantu saya.." ucapku penuh perasaan.

"udah.. santai aja. Yang penting kamu bisa terus kuliah, dan juga bisa tetap bekerja." ujar bang Salman sambil sedikit menepuk-nepuk bahu ku.

*****

Akhirnya aku tinggal dan bekerja bersama bang Salman. Aku merasa sangat bersyukur akan hal tersebut. Bang Salman datang pada saat yang tepat.

Karena sudah tinggal se rumah dan tidur satu kamar, aku mulai menceritakan beberapa bagian dari perjalanan hidupku, meski masih ada beberapa hal yang aku tutupi dari bang Salman.

Aku dan bang Salman pun akhirnya menjadi dekat dan akrab. Aku bekerja membantunya mempersiapkan dagangannya saat aku sudah pulang kuliah. Aku juga membantu bang Salman melayani pembeli.

Ternyata pisang crispy bang Salman memang sudah cukup terkenal. Pelanggannya juga sudah banyak. Apa lagi bang Salman juga menjual pisang crispy nya secara online.

Banyak dari para pelanggan bang Salman adalah cewek-cewek ABG, yang sepertinya mereka sangat menyukai ketampanan dan kegagahan bang Salman.

Kadang aku merasa cemburu melihat kemesraan para pelanggan cewek kepada bang Salman, meski aku juga kadang tidak terlepas dari kata-kata gombal para cewek ABG tersebut.

Dan sejak kehadiranku membantu bang Salman, dagangannya juga semakin laris. Aku pun mendapatkan upah yang cukup banyak dari bang Salman.

Aku mulai merasa nyaman tinggal dan bekerja bersama bang Salman. Semakin lama aku pun semakin mengagumi bang Salman. Apa lagi setiap malam kami selalu tidur berdua di kamarnya.

Sementara sikap bang Salman padaku juga sangat baik. Ia memperlakukan aku sudah seperti adiknya sendiri. Dan aku merasa bahagia dengan semua itu.

Hingga pada suatu pagi, saat itu aku baru saja selesai mandi dan hendak berganti pakaian di dalam kamar. Tiba-tiba aku mendengar suara dua orang laki-laki sedang berdebat di ruang depan.

"oh, jadi sekarang kamu punya simpanan berondong?!" suara seorang laki-laki terdengar ketus.

"maksud kamu apa?" itu suara bang Salman, tak kalah ketus nya.

"kamu pacaran, kan? Sama pembantu lelaki mu itu?!" suara laki-laki itu terdengar semakin ketus penuh kemarahan.

"kamu jangan sembarangan ya, Jhon! Sabri bukan pembantu, dan kami tidak punya hubungan apa-apa.." bang Salman membalas lagi.

"lalu kalau kalian tidak punya hubungan apa-apa, kenapa kamu gak mau kita balikan lagi?!" suara laki-laki yang di panggil itu terdengar kembali.

"saya capek, Jhon. Setiap kali kita bertemu kita selalu bertengkar. Kita sudah teramat sering, putus nyambung putus nyambung. Saya sudah gak sanggup lagi.." lirih suara bang Salman.

"alah.. omong kosong! Bilang aja kalau kamu sekarang lebih sayang sama berondong peliharaan mu itu kan?!" suara Jhon terdengar semakin ketus.

"terserah kamu, Jhon. Yang pasti saya gak ingin kembali sama kamu. Dan sekarang kamu boleh pergi dari rumah saya.." suara bang Salman tegas.

"awas kamu ya, Salman! Kamu lihat aja nanti, kamu pasti akan mengemis meminta aku kembali.." setelah berkata demikian, aku mendengar langkah kaki menjauh, keluar rumah.

Sesaat kemudian aku melihat bang Salman masuk ke kamar dengan wajah sedikit murung.

"siapa orang itu, bang?" tanyaku spontan.

Bang Salman menatapku sekilas, kemudian berujar, "bukan siapa-siapa.." suaranya sedikit ketus.

Aku jadi tidak berani bertanya lebih lanjut, melihat reaksi bang Salman tersebut.

Meski aku tidak tahu pasti, namun aku sudah bisa mengira siapa laki-laki yang bernama Jhon tersebut.

Namun aku belum berani untuk menyimpulkan.

Hanya saja, jika dugaan ku benar, berarti bang Salman juga sama seperti ku. Ia juga seorang gay.

Ah, tiba-tiba hatiku merasa sedikit senang. Jika benar bang Salman juga seorang gay, itu berarti aku punya sedikit harapan untuk bisa memiliki laki-laki tampan nan kekar tersebut.

Tapi aku tidak berani terlalu berharap. Sekali pun bang Salman adalah seorang gay, ia belum tentu tertarik padaku.

Namun setidaknya sekarang, aku punya banyak kesempatan untuk mendekati bang Salman. Apa lagi saat ini, ia pasti sedang patah hati.

*****

Berbulan-bulan berlalu, bang Salman pun semakin terbuka padaku.

Apa lagi semenjak aku memergokinya sedang bertengkar dengan lelaki bernama Jhon tersebut.

Bang Salman akhirnya dengan jujur bercerita tentang siapa dia sebenarnya.

"kamu ingat, kalau aku pernah cerita, bahwa aku pernah di bantu seseorang ketika berada di jalanan?" bang Salman memulai ceritanya.

"orang yang aku maksud adalah orang yang sama yang sempat kamu dengar bertengkar dengan ku beberapa waktu yang lalu itu. Namanya Jhon. Ia yang telah membantu aku dan membawa aku bekerja dengannya."

"awalnya aku mengira ia tulus membantuku. Tapi setelah beberapa bulan aku tinggal dan bekerja bersamanya, aku akhirnya tahu, kalau ia membantuku hanya untuk bisa mendapatkanku."

"aku mencoba menolak awalnya, namun ia terus memaksaku. Aku pun akhirnya hanya bisa pasrah, ketika Jhon untuk pertama kalinya memaksaku merasakan 'pisang'nya. Selain itu, aku juga merasa berhutang budi padanya.."

"hari-hari selanjutnya Jhon semakin sering memintaku melayaninya. Meski pun awalnya aku tidak suka, tapi lama kelamaan, aku pun mulai terbiasa dengan hal tersebut. Pelan-pelan aku pun mulai menyukai Jhon."

"Jhon tiga tahun lebih tua dariku. Ia mewarisi usaha pisang gorengnya dari orangtua nya. Sejak kedua orangtua nya meninggal, ia yang mengambil usaha tersebut. Dan sejak ia memungutku di jalanan, kami pun menjalankan usaha itu bersama."

"semakin hari hubungan kami semakin parah dan tak terkendali. Karena takut dicurigai orang-orang, aku pun memutuskan untuk pindah dan membuka usahaku sendiri. Namun meski pun kami tak lagi tinggal serumah, kami masih terus berhubungan."

"aku sebenarnya sangat menyayangi Jhon. Namun Jhon terlalu posesif dan pencemburu. Aku merasa mulai tidak nyaman. Ia sering memarahiku tanpa sebab, dan selalu mengungkit-ungkit semua kebaikannya padaku."

"aku sebenarnya sudah sering meminta putus darinya. Meski awalnya ia setuju, tapi tetap saja beberapa hari kemudian, ia akan datang lagi dan meminta aku untuk kembali. Setiap kali ia datang meminta maaf dan berjanji akan berubah, aku selalu memberinya kesempatan."

"namun Jhon akan selalu mengulangi sifat buruknya tersebut, bahkan semakin lama semakin parah. Aku tak sanggup lagi menghadapi sikapnya yang egois. Karena itu, aku pun memutuskan meski hatiku masih menyayanginya."

"dan saat kamu mendengar kami bertengkar itu, Jhon juga awalnya datang untuk meminta maaf dan mengajak aku balikan. Tapi aku untuk pertama kalinya dengan tegas menolak permintaan maafnya. Karena itulah hari itu, ia jadi berkata kasar padaku."

"meski hatiku sakit, namun aku merasa cukup lega, bisa terlepas dari Jhon. Aku berharap dia bisa menyadari kesalahan dan benar-benar berubah. Tapi aku tidak berharap untuk kembali lagi padanya, sekali pun ia telah berubah nantinya."

begitu cerita bang Salman tentang kisah cintanya bersama Jhon.

****

Hari-hari selanjutnya, aku dan bang Salman jadi kian akrab. Meski aku belum berani bercerita tentang siapa aku sebenarnya pada bang Salman. Tapi aku selalu berusaha menghibur bang Salman agar bisa melupakan sosok Jhon.

"kamu gak geli, Sab? Tidur dekat-dekat saya?" tanya bang Salman suatu malam.

"geli? kenapa saya harus geli, bang?" balasku balik bertanya.

"kamu kan tahu, Sab. Kalau aku ini bukan laki-laki normal. Kamu gak takut kalau aku jamah?" suara bang Salman serak.

"ngapain aku takut, bang. Justru aku senang bisa tidur dekat-dekat bang Salman." ucapku tanpa sadar.

"lagi pula, saya sepertinya suka sama pisang crispy nya bang Salman.." lanjutku akhirnya lebih terbuka, karena sudah terlanjur keceplosan.

Bang Salman tiba-tiba menatapku tajam. Pandangannya tidak bisa aku defenisikan.

"kamu mau gak nyobain pisang crispy abang?" tanya nya kemudian.

"kan setiap hari aku memang makan pisang crispy nya bang Salman.." selaku pura-pura tidak paham.

"ah kamu, Sab. tadi kamu yang memancing, sekarang kok malah pura-pura gak paham." balas bang Salman dengan nada lesuh.

Untuk sesaat kami kembali terdiam, tenggelam dalam pikiran kami masing-masing.

Aku sebenarnya tahu maksud bang Salman. Tapi aku masih takut untuk jujur padanya.

Bukankah aku pergi dari kost ku yang lama untuk menghindari hal tersebut, tapi mengapa sekarang aku malah tergoda oleh bang Salman.

Niatku untuk berubah ternyata tidak mudah. Meski pun dari awal aku sangat menyukai bang Salman, namun aku tidak pernah berharap untuk bisa menjalin hubungan asmara dengannya.

Tapi... aku juga tidak bisa menghindar dari pesona pria tampan nan gagah si pemilik usaha pisang crispy enak tersebut.

Ah, aku jadi bingung.

Haruskah aku melewatkan kesempatan indah untuk bisa bersama bang Salman dan menikmati pisang crispy nya setiap hari?

Agar aku bisa meluruskan niatku untuk berubah.

Atau aku biarkan saja bang Salman masuk lebih dalam ke hatiku, dengan menerima kehadiran cintanya?

Yang berarti aku akan kembali terjerumus, dalam dunia yang selama ini selalu berusaha aku hindari.

Apa selanjutnya yang akan terjadi antara aku dan bang Salman?

Mungkinkah kami akan bisa menyatu? Sementara masih ada sisa-sisa pisang Jhon di hati bang Salman?

Atau mampukah aku menolak pesona dari cowok penjual pisang crispy itu?

Atau mungkinkah aku akan tenggelam di dalam cinta yang tak berujung tersebut?

Tunggu jawabannya di part berikutnya ya..

*****

Bersambung ...

Kisah cowok kampung part 4 (bersama suami ibu kost)

Masa depan itu seperti hantu. Menakutkan!

Terngiang kembali kalimat itu di pikiranku, saat aku kembali berada di jalanan.

Apa selanjutnya yang akan terjadi dalam perjalanan hidupku?

Bagaimanakah akhirnya aku bisa  menemukan kembali semangat dalam hidupku?

Simak kisahku selanjutnya kali ini ya..

Cerpen sang penuai mimpi

Dan seperti biasa, saya kembali ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada seluruh subscriber setia saya. Terima kasih atas kesetiaannya, terima kasih atas segala motivasi, dukungan, saran dan masukannya.

Terima kasih udah mampir, udah like, udah komen dan sudah share video ini.

Bagi yang baru mampir, jangan lupa untuk subscribe channel ini dan klik tanda lonceng, untuk menyaksikan video-video menarik lainnya.

Selamat menikmati dan semoga terhibur..

Salam sayang untuk kalian semua..

****

Aku melangkah gontai menelusuri trotoar. Hiruk pikuk kendaraan berlalu lalang mengiringi langkahku.

Aku melangkah dalam kegelapan malam, tanpa arah dan tujuan. Aku tidak tahu harus kemana lagi.

Aku tidak punya banyak teman di kota ini. Ada beberapa teman kuliah dan juga teman kerja-ku, tapi aku tidak begitu dekat dengan mereka.

Satu-satunya yang ingin aku lakukan saat ini ialah mencari kost-kost-an untuk aku tinggal sementara waktu.

Beruntunglah uang simpanan ku masih cukup untuk aku bertahan hidup setidaknya satu atau dua bulan ke depan, sampai aku bisa mendapatkan pekerjaan.

Aku tidak mungkin kembali ke kampung, ayah pasti akan memarahi ku habis-habisan, terlebih jika ia tahu kalau aku telah berhenti bekerja.

Aku harus tetap berjuang di kota ini, aku harus tetap kuliah. Aku harus tetap kuat, meski aku sendiri tidak tahu, bagaimana akhirnya kisah ku ini.

Karena sudah cukup larut, aku akhirnya memutuskan untuk beristirahat dan tertidur di teras sebuah ruko yang kosong. Aku berusaha menahan rasa laparku.

Meski aku masih punya uang untuk membeli makanan, namun aku harus belajar berhemat.

Karena merasa lelah dan juga karena pikiran ku yang kacau, aku akhirnya bisa tertidur. Walau aku lebih sering terbangun, karena banyak nyamuk yang mengganggu.

Hingga akhirnya pagi pun datang, aku memutuskan untuk pergi ke kampus dulu, baru nanti mencoba mencari tempat kost.

Di kampus aku segera menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhku, lalu kemudian pergi ke kantin untuk sarapan.

"kamu tahu ada tempat kost yang murah gak di dekat-dekat sini?" tanyaku pada Radit, salah seorang teman kampusku, sambil kami sarapan bersama.

"kalau yang dekat-dekat sini banya, Sab. Tapi kalau cari yang murah agak susah.." balas Radit.

"kalau pun ada yang murah, pasti fasilitasnya kurang lengkap dan juga terkesan jorok.." lanjut Radit lagi.

"saya gak masalah soal fasilitas atau pun kebersihannya, yang penting saya bisa tinggal sementara." ucapku kemudian.

Radit menatapku sekilas, lalu kemudian menyebutkan beberapa tempat kost murah yang berada di sekitaran kampus.

Sepulang kuliah, aku segera menuju tempat-tempat kost yang Radit sebutkan tadi.

Tempat pertama yang aku datangi memang cukup murah, tapi semua kamar terisi penuh.

Aku pun melanjutkan ke tempat berikutnya.

"ada sih satu yang kosong, tapi tempatnya paling pojok. Dan juga kamarnya sedikit kecil dari yang lain, tapi harganya murah, kok." ucap seorang ibu paroh baya, yang aku ketahui adalah pemilik kost tersebut.

"gak apa-apa, buk. Yang penting saya bisa tinggal di sini.." balasku ringan.

"ya udah, mari kita lihat kamarnya.." balas ibu itu.

Kami pun berjalan beriringan menuju kamar kost paling pojok tersebut. Kamar itu memang sedikit sempit, dan terkesan jorok, karena sudah lama tidak di tempati.

"beginilah kamarnya, Nak. Nanti saya minta suami saya untuk membersihkannya, kalau kamu memang bersedia tinggal di sini.." ibu itu berujar, sambil memungut beberapa sampah yang berserakan di dalam kamar itu.

"iya, buk. Saya mau.." balasku, meski hatiku sendiri tidak begitu yakin. Namun selain karena aku sudah tidak punya banyak pilihan, harga sewa kamar ini juga murah.

"baiklah, nak. Kamu tunggu di sini dulu, ya. Nanti aku suruh suami ku datang ke sini, untuk membersihkannya.." ucap ibu itu lagi, lalu kemudian ia pun segera berlalu.

Sambil menunggu suami ibu tersebut datang, aku mencoba membersihkan kamar tersebut.

Dan beberapa menit kemudian, seorang bapak-bapak, yang ku perkirakan adalah suami ibu kost tadi, pun datang.

"nama kamu siapa?" tanya bapak tersebut, sambil ia mulai membantu ku membersihkan kamar tersebut.

"Sabri, pak." jawab ku singkat.

"Nama saya Alim, panggil aja pak Alim. Saya suami dari ibu pemilik kost ini. Kalau nama istri saya itu, biasa di panggil buk Rana.." ucap laki-laki itu cukup ramah.

"iya, pak." balasku berusaha sopan.

"sebenarnya kamar ini sudah sangat lama tidak di huni. Tapi kata ibuk, kamu sangat membutuhkan tempat kost dengan harga yang murah, makanya ia bersedia untuk menyewakan kamar ini.." jelas lelaki itu lagi.

Setelah hampir setengah jam, kamar itu pun akhirnya selesai kami bersihkan. Tak lama kemudian, buk Rana, si pemilik kost datang dengan membawa minuman dingin untuk kami.

"makasih, buk.." ucapku sambil menerima sebotol minuman dingin dari buk Rana.

Setelah memberikan minuman tersebut, buk Rana segera pamit dari situ. Sementara pak Alim, suaminya, masih terduduk di lantai kamar, sambil meminum minuman yang tadi di berikan istrinya.

Pak Alim kelihatan sangat lelah setelah membersihkan kamar tersebut.

Pak Alim memang sudah cukup tua, setidaknya kalau aku perkirakan usianya sudah mencapai 48 tahun.

Tapi ia masih kelihatan sehat dan bugar. Meski pun berperut sedikit buncit, namun tubuh pak Alim cukup kekar. Wajahnya juga masih kelihatan tampan.

"kamu kuliah atau kerja?" tanya pak Alim berbasa-basi.

"saya kuliah, pak. Tapi saya juga berencana ingin mencari pekerjaan paroh waktu, untuk biaya kuliah.." jawabku jujur.

"oh.." pak Alim membulatkan bibir, "jadi sebelumnya kamu kerja dimana?" tanyanya kemudian.

"saya sebelumnya sempat kerja di supermarket, pak. Tapi karena jadwal kerja saya yang selalu bentrok dengan jadwal saya kuliah, saya akhirnya di pecat.." jawabku sedikit berbohong.

Untuk selanjutnya pak Alim pun mempertanyakan beberapa pertanyaan basa-basi padaku. Ia pun sedikit bercerita tentang dirinya.

Ternyata pak Alim bekerja sebagai seorang sopir angkot. Namun saat ini, pekerjaannya tersebut sudah tidak bisa ia andalkan, karena sekarang orang-orang lebih memilih untuk memakai jasa ojek online atau pun taksi online.

"karena itu, sekarang saya lebih sering berada di tempat kost ini, untuk membantu istri saya.." ucap pak Alim terdengar lesuh.

"saya dan Rana, istri saya tersebut, sudah menikah lebih kurang dua puluh tahun. Tapi sampai saat ini kami belum punya keturunan.." cerita pak Alim lagi.

"sebenarnya tempat kost ini adalah milik orangtua istriku, tapi sejak kedua orangtuanya meninggal, istri ku lah yang mengelola tempat ini. kebetulan ia juga anak tunggal.." lanjutnya.

"rumah yang kami tempati sekarang juga rumah peninggalan orangtua istriku..." pak Alim terus saja bercerita.

Aku tidak tahu, kenapa pak Alim menjadi begitu terbuka padaku, padahal kami baru saja saling kenal.

Tapi aku juga merasa senang mendengar cerita pak Alim. Setidaknya aku jadi punya teman untuk bercerita.

Rumah pak Alim memang hanya berjarak beberapa meter dari tempat kost ini. Tepatnya rumah itu berada di depan kost. Di rumah itu, pak Alim juga membuka usaha warung harian.

Karena tidak punya keturunan, sepertinya buk Rana dan pak Alim memang sengaja mencari banyak kesibukan. Padahal kalau hanya untuk biaya hidup mereka berdua, aku rasa uang hasil sewa kost ini sudah jauh lebih dari cukup.

Jumlah kamar kost milik buk Rana ada sekitar dua puluh kamar, dan semua kamar sudah terisi. Jelas penghasilannya juga lumayan banyak. Tapi pak Alim tetap menarik angkot, dan juga membuka warung harian.

*****

"kamu udah dapat pekerjaan?" tanya pak Alim beberapa hari kemudian. Sore itu tiba-tiba ia muncul di depan kamar kost-ku.

"belum, pak." jawabku terdengar lemah, sambil sedikit menggeleng.

"saya punya tawaran pekerjaan buat kamu, tapi itu pun kalau kamu bersedia.." ucap pak Alim kemudian, kami duduk di ambang pintu kamar kost tersebut.

"pekerjaan apa, pak?" tanyaku sedikit bersemangat. Tak ku sangkan kalau pak Alim akan begitu perhatian padaku.

"jadi saya sudah memutuskan untuk berhenti menarik angkot." ucap pak Alim pelan.

"sebenarnya sudah sejak lama istri saya meminta saya untuk berhenti menjadi supir angkot, tapi selama ini saya selalu menolak. Tidak mudah bagi saya melepaskan pekerjaan yang sudah puluhan tahun saya jalani."

"saya menjadi supir angkot sejak saya masih lajang. Tapi sekarang saya sudah tidak bisa lagi, karena selain penumpang sudah mulai sepi, juga karena mata saya sudah tidak awas lagi.." lanjut pak Alim.

"jadi saya setujui permintaan istri saya untuk berhenti. Karena saya ingat kamu butuh pekerjaan, makanya saya dan istri sepakat untuk memberikan angkot tersebut sama kamu. Hitung-hitung dari pada angkot tersebut, hanya nonggok di rumah aja.." jelas pak Alim lagi.

"kamu tak usah terlalu memikirkan soal setorannya. Yang penting kamu jaga dengan baik angkot tersebut. Kamu mau, kan?" lanjut pak Alim bertanya.

"iya, saya mau, pak. Tapi... saya belum punya SIM." jawabku akhirnya.

"gampang. Itu bisa di urus, yang penting kamu mau.." balas pak Alim.

"iya, pak. Saya mau.." balasku mengulang.

Aku memang merasa beruntung bisa bertemu orang sebaik pak Alim. Padahal aku sudah mulai bingung untuk mencari pekerjaan.

"kamu bisa menarik angkot sebelum berangkat kuliah dan juga setelah pulang kuliah, jadi kuliah kamu gak terganggu.." ucap pak Alim lagi.

"iya, pak. Makasih banyak ya, pak. Pak Alim sudah sangat baik padaku, padahal kita baru saling kenal.." ucapku kemudian.

"udah.. kamu santai aja. Karena kami tidak punya anak, kamu bisa anggap kami seperti orangtua sendiri. Anak-anak kost yang lain juga gitu, kok. Malahan ada beberapa anak kost yang gak segan-segan makan di rumah kami. Tapi kami senang, kok. Bisa dekat dengan anak-anak kost kami." pak Alim berucap sambil menyentuh pundakku.

"iya, pak. Sekali lagi terima kasih. Sampaikan juga ucapan terima kasih saya sama Buk Rana.." balasku terdengar sendu.

"iya, nanti bapak sampaikan." ucap pak Alim lembut, "nanti juga kalau kamu ada perlu apa-apa, kamu bilang aja sama bapak atau ibuk. Kalau kamu butuh pinjaman uang, kami pasti bantu, kok. Atau kalau kamu mau makan dan mandi di rumah kami juga boleh.." lanjut pak Alim, sambil perlahan ia menurunkan tangannya.

Terus terang saya merasa cukup terharu mendengar kalimat pak Alim barusan. Tak ku sangka aku akan bertemu dengan orang sebaik pak Alim dan buk Rana.

Aku memang sering melihat keakraban buk Rana mau pun pak Alim dengan para penghuni kost lainnya.

Meski pun semua penghuni kost ini adalah laki-laki, tapi suasana kekeluargaan sangat terlihat jelas, karena pak Alim dan buk Rana yang penuh perhatian kepada seluruh anak kost-nya.

Aku seakan menemukan sebuah keluarga baru di sini. Anak-anak kost yang lain juga sangat baik padaku.

****

Seminggu kemudian, aku pun mulai bekerja sebagai seorang supir angkot. Pak Alim sudah membantuku untuk mendapatkan SIM.

Walau aku merasa kagok awalnya, karena aku belum punya pengalaman apa-apa menjadi seorang supir. Tapi lama kelamaan aku pun mulai terbiasa melakukan hal tersebut.

Beruntunglah dulu waktu di kampung, salah seorang temanku yang punya mobil sempat mengajari ku untuk menyetir mobil.

Aku mulai terbiasa mengelilingi kota, untuk mencari penumpang, setidaknya setiap pagi sebelum kuliah dan siang sampai malam sepulang kuliah.

Meski pun tidak banyak penumpang yang aku dapatkan setiap harinya, tapi setidaknya aku masih punya penghasilan. Dan setiap kali aku ingin menyetor pendapatanku kepada pak Alim, ia selalu menolak.

"kamu gunakan aja uangnya untuk biaya kuliah kamu.." begitu selalu alasan pak Alim, menolak setoranku.

"lagian hasilnya juga gak seberapa kan? Kalau kamu harus nyetor juga, pasti uangnya tidak akan cukup buat biaya kuliah kamu..." lanjut pak Alim.

"terima kasih banyak ya pak Alim. Saya tidak tahu bagaimana harus berterima kasih pada pak Alim, saya tidak tahu bagaimana membalas semua ini.." ucapku akhirnya dengan nada lirih.

"kamu tidak usah terlalu memikirkan hal tersebut, yang penting kamu kuliah aja dengan baik, supaya nanti bisa mendapatkan pekerjaan yang layak.." balas pak Alim lagi.

Aku terdiam kembali. Aku merasa pak Alim dan istrinya sudah terlalu baik padaku. Aku tahu, karena mereka yang tidak punya anak, membuat mereka jadi perhatian padaku.

Tapi tetap saja aku merasa berhutang budi kepada mereka.

****

Dua bulan berlalu, aku semakin mahir memerankan peranku sebagai seorang sopir angkot. Penghasilan ku juga cukup lumayan. Setidaknya cukuplah untuk biaya aku hidup dan juga untuk biaya aku kuliah.

Hubunganku dengan pak Alim juga semakin dekat dan akrab. Hubungan kami sudah seperti anak dan ayah.

Namun beberapa hari belakangan ini, aku mulai merasa ada yang aneh dengan sikap pak Alim padaku.

Ia sering datang ke kost-ku malam-malam dengan membawa beberapa makanan ringan dan juga minuman.

Awalnya pak Alim hanya bercerita seperti biasa padaku.

Namun pada suatu malam, pak Allim tiba-tiba berucap padaku, "saya suka sama kamu, Sabri.."

Pelan suara itu, tapi mampu membuatku menatapnya tajam dengan tatapan penuh tanya.

"saya suka sama kamu. Saya sayang sama kamu. Bukan sebagai anak, tapi lebih dari itu. Aku mencintai kamu, Sabri. Apa kamu mau. menjalin hubungan cinta sama saya?" pak Alim melanjutkan, tanpa pedulikan reaksi keterkejutan saya.

Aku bak mendengar suara petir di siang hari, ketika mendengar semua itu. Meski pun aku juga seorang gay, dan bahkan sudah beberapa kali terlibat cinta sesama jenis. Tapi tetap saja aku merasa tidak percaya, kalau pak Alim akan berkata demikian.

Ini semua sungguh di luar dugaanku. Bagaimana mungkin pak Alim yang terlihat gagah itu ternyata adalah penyuka sesama jenis?

Lalu apa bedanya pak Alim dengan laki-laki yang pernah aku temui sebelumnya? Om Zainan? Pak Anwar? atau Indra, putra tunggal pak Anwar?

Kenapa aku selalu di pertemukan dengan laki-laki penyuka sesama jenis?

Padahal aku sudah bertekad dalam hatiku, kalau aku akan berubah. Aku tidak ingin lagi terjebak dalam dunia pelangi itu.

Tapi sekarang aku justru di pertemukan dengan pak Alim. Laki-laki yang aku sangka awalnya, akan jadi penyelamatku, tapi ternyata ia hanya memanfaatkan keterpurukanku.

Untuk menolak pak Alim, jelas itu bukan hal yang mudah. Biar bagaimana pun, pak Alim sudah sangat banyak membantuku.

Tapi jika aku tetap menerimanya, itu artinya niatku untuk berubah tidak akan terwujud. Dan lagi pula aku takut, kejadian yang sama bisa terulang kembali.

Terlintas di benakku kejadian saat aku di pergoki tante Ratna sedang asyik-asyik dengan om Zainan, suaminya.

Bisa jadi kalau aku juga menjalin hubungan dengan pak Alim, nanti juga akan dipergoki oleh buk Rana, istrinya.

Bagaimana kalau hal itu terulang lagi? Kebetulan, nama mereka berdua juga hampir sama.

Ratna dan Rana.

Hal ini justru membuatku kian dilema.

Aku juga tidak ingin kehilangan pekerjaanku saat ini. Tidak mudah menemukan pekerjaan di kota ini. Di tambah lagi jika aku menolak keinginan pak Alim, aku pasti akan di usir dari tempat kost dengan berbagai alasan.

Ahk, aku jadi bingung. Aku harus bagaimana menghadapi semua ini?

Haruskah aku menerima tawaran dari pak Alim, dengan resiko yang sangat besar?

Atau haruskah aku menolaknya dengan resiko yang juga hampir sama besarnya?

Tunggu jawabannya di kisah selanjutnya ya..

****

Cari Blog Ini

Layanan

Translate