Namanya mas Farel, setidaknya begitulah biasa ia di sapa.
Aku mengenal mas Farel baru beberapa hari yang lalu.
Namun sejak pertama kali melihatnya, aku langsung tertarik padanya.
Mas Farel memang memiliki tampang yang lumayan tampan, meski ia berkulit sedikit gelap.
Matanya yang kecoklatan, memancarkan tatapan teduh yang indah.
Bibirnya terlihat seksi, di bawah hidungnya yang bengir.
Tubunya yang kekar dan berotot, membuat ia terlihat sangat jantan dan macho.
Akh... aku jadi sering mengkhayalkannya akhir-akhir ini.
Beberapa hari yang lalu, ayahku yang seorang tukang bangunan, membawa mas Farel ke rumah kami.
"untuk sementara Farel akan tinggal bersama kita. Karena kami ada proyek yang tidak jauh dari sini. Jadi dari pada Farel harus bolak-bolak dari tempat tinggalnya yang jauh, ayah menawarkan Farel untuk tinggal bersama kita, setidaknya sampai proyek perumahan kami selesai.."
Begitu jelas ayahku waktu itu.
Rumah kami memang tidak terlalu besar. Tapi rumah kami memiliki tiga kamar tidur.
Satu kamar tidur, di tempati oleh ayah dan ibuku. Satu lagi di tempati oleh adik perempuanku yang masih berusia empat belas tahun.
Dan kamar satunya lagi diperuntukkan untukku.
Aku masih sembilan belas tahun, masih kuliah semester awal.
Sejak tahun terakhir SMP, aku mulai menyadari kalau aku bukanlah seperti para lelaki pada umumnya.
Aku berbeda, terutama tentang ketertarikan kepada lawan jenis.
Ketika SMA, aku pernah jatuh cinta pada teman sekelasku.
Namanya Reno, ia seorang cowok yang cukup populer di sekolah. Apa lagi Reno juga seorang ketua OSIS waktu itu.
Tapi tentu saja, cintaku hanya bertepuk sebelah tangan. Karena bahkan Reno hampir tak mengenaliku.
Aku mengagumi dan mencintai Reno secara diam-diam, hingga kami lulus dari SMA.
Sejak lulus setahun yang lalu, aku tidak pernah lagi bertemu dengan Reno. Aku juga tidak berusaha mencari tahu keberadaannya hingga saat ini.
Karena beriring berjalannya waktu, aku akhirnya berhasil memupus rasa cintaku pada Reno.
Sekarang ia hanyalah sebagian kecil dari cerita hidupku. Hanya saja, karena Reno adalah cinta pertamaku, terkadang aku masih sering mengkhayalkannya.
Namun semenjak kehadiran mas Farel di rumah kami, segala khayalku sekarang hanya berisi tentang mas Farel.
Mas Farel, atas permintaan ayahku, memang tinggal se kamar denganku.
Mas Farel tidur di bawah, karena ranjangku hanya muat untuk satu orang.
Karena tinggal sekamar, tentu saja, aku dan mas Farel jadi sering mengobrol. Setidaknya setiap malam sebelum tidur.
Dari mas Farel aku tahu, kalau ia ternyata sudah menikah dan sudah punya seorang anak perempuan.
Mas Farel masih tinggal bersama mertuanya.
Daerah tempat mas Farel tinggal memang sangat jauh dari rumah kami. Setidaknya butuh perjalanan hampir lima jam naik motor, untuk sampai ke sana.
"saya kenal pak Daus, ayah kamu, sudah lebih tiga tahun. Kami kenal ketika kami sama-sama bekerja di sebuah proyek perkantoran." cerita mas Farel suatu malam.
"sejak saling kenal, kami jadi sering bekerja sama. Kalau saya yang dapat proyek, saya selalu mengajak ayah kamu, begitu juga sebaliknya." lanjut mas Farel lagi.
Suara mas Farel benar-benar terdengar sangat maskulin. Suara itu terdengar seksi di telingaku.
Aku terkadang tidak terlalu menyimak ceritanya, karena lebih fokus mendengar suara indahnya.
Semakin lama, aku semakin mengagumi sosok mas Farel. Di mataku ia terlihat sangat sempurna.
Untuk kedua kali nya dalam hidupku, aku kembali merasakan jatuh cinta.
Dan kali ini masih dengan seorang laki-laki.
Hanya saja bedanya, kali ini aku jatuh cinta pada laki-laki yang sudah berstatus suami orang.
Akh, sakit rasanya menyadari itu semua.
Mengapa aku harus jatuh cinta pada mas Farel?
Mengapa mas Farel harus hadir dalam hidupku?
******
"lagi ngelamunin pacarnya, ya..?" suara serak mas Farel tiba-tiba mengagetkanku.
Saat itu aku sudah berniat untuk tertidur. Mas Farel baru saja masuk kamar, sehabis mengobrol dengan ayahku.
"saya gak punya pacar, mas.." suaraku lemah.
"rugi dong, cowok semanis kamu gak punya pacar.." ucap mas Farel lagi.
Oh, dia memujiku.
Walau aku tahu, itu hanya pujian basa-basi, tapi tetap saja aku merasa tersanjung.
"mas Farel bisa aja." balasku, "tapi aku memang gak punya pacar, kok.." lanjutku, seolah berupaya meyakinkan mas Farel.
Padahal aku tahu, kalau mas Farel juga tidak akan peduli, jika aku punya pacara atau pun tidak.
"cari dong. Apa lagi di kampus, pasti banyak cewek-cewek cantik.." ucap mas Farel lagi.
Andai saja mas Farel tahu siapa aku sebenarnya.
Andai saja ia tahu, kalau aku justru menginginkannya jadi pacarku.
Akh.. apa yang aku rasakan ini?
Aku tidak boleh terlarut dengan perasaan ini. Dan mas Farel tidak boleh tahu, akan perasaanku padanya.
Tapi sampai kapan aku mampu memendam semua ini?
Sementara mas Farel masih sangat lama, akan tinggal sekamar denganku.
Aku takut, aku tidak bisa menahan perasaanku.
Aku takut, aku tidak bisa menahan keinginanku, untuk mendekap tubuh kekar mas Farel.
****
Sudah sebulan, mas Farel tinggal sekamar denganku.
Sudah sebulan juga, aku memendam perasaanku padanya.
Setiap malam, aku selalu berkhayal tentangnya.
Mas Farel selalu pulang, setiap hari sabtu dan kembali lagi pada sore minggunya.
"berapa lama lagi sih, mas. Proyeknya selesai?" tanyaku suatu malam.
"masih dua atau tiga bulan lagi. Kenapa? Kamu bosan ya, melihat saya dalam kamar ini?" balas mas Farel.
"bukan, mas. Bukan itu maksudku. Saya hanya sekedar bertanya, mas. Lagi pula, saya sangat senang, kok. Mas Farel berada di sini.." ucapku cepat.
Aku benar-benar takut, mas Farel salah paham.
"kamu yakin? Kamu suka saya berada di sini?" mas Farel bertanya, kali ini ia menatapku dengan mata teduhnya.
Kami ngobrol, sambil duduk di sisi ranjang kecil itu.
Mas Farel selalu tidur dengan memakai celana pendek olahraga, dengan hanya memakai baju singlet tipis.
Otot dadanya yang bidang terlihat sangat menggoda.
Lengannya yang kekar, membuatku selalu menelan ludah.
Aku selalu membayangkan berada dalam dekapan hangat tubuh atletis itu.
"kamu suka ngelamun ya..." suara mas Farel membuatku segera tersadar dari imajinasi liarku.
"gak kok, mas.." jawabku berusaha bersikap wajar.
"tapi aku sering melihat kamu melamun, dan kadang tersenyum sendiri. Seperti orang yang sedang jatuh cinta.." suara merdu mas Farel berucap lagi.
"tuh, kan.. mukanya memerah.." lanjutnya dengan nada menggoda.
"kamu lagi jatuh cinta sama siapa, sih?" mas Farel terus melanjutkan.
Aku lagi jatuh cinta sama kamu, mas Farel. Ucapku, di dalam hati, sih.
Gila aja, kalau aku harus berterus terang pada mas Farel.
"tuhh ... kan. Melamun lagi.." ucapan mas Farel kal ini, benar-benar membuatku kaget dan malu.
"udah ah, mas. Saya ngantuk, mau tidur.." ucapku akhirnya, sambil mulai berbaring.
Tiba-tiba mas Farel ikut berbaring di sampingku. Tubuh kami berdempetan.
Aku jadi gelagapan tak karuan.
Mas Farel belum pernah melakukan hal ini sebelumnya.
Aku berusaha sekuat mungkin menahan debaran di jantungku, merasakan hangatnya lengan mas Farel bersentuhan dengan lenganku.
Aku mencoba menikmati hal tersebut.
"gak apa-apa kan saya tidur disini?" suara serak nan merdu itu seperti berbisik di telingaku.
"i.. iya.. mas. Gak apa-apa.." jawabku sedikit tergagap.
"kamu kenapa sih? Kamu pengen di peluk?" tanya mas Farel kemudian.
Kali ini aku beranikan diri menatap mata teduh itu. Aku harus memastikan, kalau mas Farel serius dengan tawarannya.
Mas Farel memasang senyum termanisnya, kemudian tangannya perlahan mulai melingkar di atas dadaku.
Aku semakin merasa tak karuan. Debaran di jantungaku semakin tak beraturan.
Tubuh mas Farel terasa begitu hangat mendekapku.
Aku tak ingin menyia-nyiakan kesempatan itu. Aku pun membalas dekapan hangat itu.
"kamu suka gak?" suara serak itu berucap lagi.
"suka, mas.." jawabku polos.
"kenapa?" tanya mas Farel kemudian.
"karena.... karena aku... aku.. aku suka sama mas Farel..." suaraku terbata.
Namun segenap perasaan lega menyelimuti hatiku tiba-tiba.
Lega karena perasaan itu akhirnya terungkapkan.
Namun di sisi lain, tiba-tiba aku merasa takut.
Takut, karena bisa saja mas Farel merasa jijik melihatku.
"aku tahu.." ucapan mas Farel membuatku kembali menatapnya.
Namun mas Farel kembali menenggelamkanku dalam pelukannya.
"aku tahu sejak awal. Meski aku merasa tidak yakin awalnya. Tapi dari sikapmu, akhirnya aku percaya, kalau kamu menyukaiku.."
"tapi sebagai tamu di rumah ini, dan juga sebagai rekan kerja ayahmu, aku harus tetap berhati-hati. Aku tidak ingin salah paham.."
"aku juga suka sama kamu, Ben. Dan aku sudah tidak bisa lagi memendam ini semua.."
ungkapan jujur mas Farel barusan, benar-benar membuatku merasa melayang.
Sungguh ini semua di luar dugaanku. Selama ini mas Farel terlihat biasa saja padaku
Apa lagi mengingat ia sudah menikah dan sudah punya anak. Rasanya mustahil, kalau mas Farel juga seorang yang menyimpang.
"aku memang bukan seutuhnya seorang gay. Aku masih punya sisi ketertarikan pada perempuan. Walau terkadang keinginan untuk bersama laki-laki juga tidak bisa aku hindari." jelas mas Farel lagi.
Dari aku kalimat itu aku tahu, kalau mas Farel adalah seorang biseksual.
Yang punya ketertarikan pada perempuan, tapi juga suka dengan laki-laki.
Apa pun namanya itu, yang penting bagiku adalah, setidaknya aku tahu kalau mas Farel juga tertarik padaku.
Dan itu berarti cintaku tidak bertepuk sebelah tangan.
Walau aku gak tahu, akan seperti apa hubunganku dengan mas Farel ke depannya. Namun yang pasti malam ini, aku ingin merasakan keindahan yang selama ini hanya ada dalam khayalku.
Mas Farel mulai mendekatka wajahnya, yang membuatku gemetaran.
Seumur hidup aku belum pernah sedekat ini dengan siapa pun, terutama dengan laki-laki.
Apa lagi, mas Farel adalah laki-laki yang aku inginkan.
"kamu belum pernah pacaran, ya?" tanya mas Farel, setelah ia melepaskan bibirnya.
"belum mas. Aku bahkan baru pertama merasakan ini.." jawabku cukup jujur.
Mas Farel tersenyum simpul. Lalu kemudian mulai mendekatkan wajahnya kembali.
Untuk kali ini, aku berusaha untuk membuka diri.
Mas Farel mengerti, kalau aku masih sangat awam dalam hal tersebut. Untuk itu, ia pun berusaha membuatku merasa nyaman.
Dia tidak terlihat buru-buru. Dia melakukan perannya dengan santai, namun mampu membuatku terasa melayang.
Lama kelamaan kami semakin tak terkendali. Aku semakin mahir memainkan peranku.
Mas Farel terlihat sangat menikmati apa yang aku lakukan padanya.
Walau aku tahu, ini bukanlah yang pertama bagi mas Farel. Tapi aku ingin memberi kesan lebih pada mas Farel.
Setidaknya aku ingin mas Farel menjadikan ini, sebagai sesuatu yang tak akan pernah ia lupakan.
Setelah perjuangan yang keras, akhirnya mas Farel berhasil menembus pertahananku.
Aku merasa sakit tiba-tiba. Namun mas Farel yang memang sudah sangat berpengalaman, berhasil menenangkanku.
Dan perlahan namun pasti, aku mulai bisa mengikuti gerakan mas Farel.
Irama yang dimainkan mas Farel, benar-benar membuatku terbuai.
Setiap gerakannya membuatku meracau tak karuan.
Permainan itu berlangsung sangat lama. Aku mulai menyerah, hingga akhirnya aku memutuskan untuk sampai duluan.
Dan tak lama kemudian, mas Farel pun ikut berlabuh bersamaku.
Sebuah pendakian yang panjang, yang berakhir dengan penuh keindahan.
Itu adalah pengalaman pertamaku sebagai seorang laki-laki.
Aku merasa sangat terkesan, dengan permainan mas Farel.
Dan aku semakin mencintainya.
*****
Sejak malam itu, aku dan mas Farel jadi semakin sering melakukannya.
Hal itu sudah menjadi rutinitas kami setiap malam.
Mas Farel bahkan rela tidak pulang ke rumahnya pada hari sabtu seperti biasa, hanya untuk bisa menikmati malam bersamaku.
Aku sendiri semakin terlena dengan hubungan terlarang yang terjadi antara aku dan mas Farel.
Meski aku cukup menyadari, kalau suatu saat ini semua akan berakhir. Karena biar bagaimana pun, pada saatnya nanti, mas Farel akan kembali ke rumahnya.
Namun setidaknya, sebelum proyek mas Farel selesai, aku masih bisa terus menikmati keindahan cintaku pada mas Farel.
Tentang apa yang akan terjadi ke depannya, semua itu biarlah tetap menjadi rahasia.
Aku akan menikmati sisa waktuku bersama mas Farel.
Aku hanya berharap, sekali pun mas Farel tidak lagi tinggal sekamar denganku nantinya, semoga saja kami tetap bisa saling berhubungan.
Ya,, semoga saja...
*****
Bersambung ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar