Nama ku Roy (bukan nama sebenarnya).
Dan ini adalah kisah ku.
Kisah ku bersama suami kakak ipar ku yang tampan dan gagah.
Seperti apakah kisah ku ini terjadi?
Silahkan simak kisah ini dari awal sampai akhir ya..
Namun sebelumnya bla..bla..
****
Sebagai seorang anak bungsu dan merupakan anak laki-laki satu-satunya dari kami empat bersaudara, aku memang sedikit di manja oleh orang tua ku.
Aku tumbuh dalam asuhan seorang ibu dan tiga orang kakak perempuan.
Sementara ayah ku sudah meninggal pada saat aku masih berusia empat tahun.
Tumbuh dan besar tanpa kasih sayang dan perhatian dari seorang ayah, membuatku jadi sering merindukan sosok seorang laki-laki dewasa.
Aku tak punya figur panutan seorang laki-laki dalam hidup ku. Setiap hari aku hanya berkumpul dengan ibu dan kakak-kakak perempuan ku.
Aku besar dan tumbuh dengan tetap merindukan sosok seorang ayah. Aku selalu penasaran, seperti apa rasanya dekapan hangat seorang ayah.
Dan semua itu ternyata membuat aku selalu merasa kagumk kepada laki-laki dewasa yang aku temui dalam perjalanan hidupku.
Mulai dari rasa kagum ku kepada seorang guru olahraga ku, ketika aku SMP. Dia seorang laki-laki dewasa yang sudah berkeluarga waktu itu. Hal itu terus berkembang menjadi sebuah rasa ketertarikan. Dan untuk pertama kalinya aku mernyadari, kalau aku telah jatuh cinta kepada guru olah raga ku itu.
Cinta pertama ku. Karena aku tidak punya sosok laki-laki lain dalam hidup ku, untuk aku jadikan panutan. Dan guru olah raga ku itulah yang menjadi sosok imajinasi ku mengiringi pertumbuhan ku dari seorang anak-anak menjadi seorang remaja.
Menyadari bahwa hal itu adalah sebuah kesalahan, aku pun hanya bisa memendamnya. Aku hanya bisa menjadi kan guru olahraga ku itu, sebagai sosok kekasih dalam khayalan ku.
Dan waktu pun terus bergulir. Aku lulus dari SMP, dan perlahan rasa cinta ku kepada guru olahraga ku itu, pun memudar. Karena aku tidak punya harapan sedikit pun, untuk bisa memilikinya.
Saat SMA, aku pun jatuh cinta kepada salah seorang kakak kelas ku. Seorang laki-laki. Gagah dan tampan. Namun sekali lagi, aku hanya bisa memendamnya.
Mengaguminya dalam diam, menjadikan sosok kekasih dalam dunia khayal ku. Hingga aku lulus SMA.
Ketika aku memasuki perguruan tinggi, aku pun sekali lagi, harus jatuh cinta kepada salah seorang dosen ku. Tapi tetap saja, itu hanya cinta yang tak pernah terucap.
Kadang aku membenci semua itu. Aku membenci diri ku yang itu.
Aku tak pernah meminta untuk dilahirkan sebagai seorang laki-laki yang punya ketertarikan kepada sesama jenis. Tidak pernah.
Namun aku juga tidak melawan itu semua. Semua rasa itu tumbuh begitu saja. Tanpa pernah aku rencanakan, tanpa pernah aku inginkan dan tanpa pernah bisa aku cegah.
Sebagai seorang laki-laki, aku tetap berusaha menjalani kehidupan ku sebagaimana seorang laki-laki pada umumnya.
Aku pacaran dengan perempuan, meski pun aku justru mencintai laki-laki.
Aku menjalin hubungan dengan perempuan, hanya untuk menutupi bagian dari diri ku yang menyukai laki-laki.
Aku pacaran dengan perempuan, bukan karena aku menyukainya, tapi karena itu adalah tuntutan kenyataan yang tak bisa aku hindari.
Bahkan akhirnya, ketika sudah lulus kuliah dan mendapatkan pekerjaan sebagai seorang karyawan di sebuah bank swasta, aku pun memutuskan untuk menikah.
Sekali lagi, aku menikah bukan karena aku mencintai istriku, tapi karena aku butuh status dan juga karena aku ingin mengubur dalam-dalam bagian dari diriku yang menyukai laki-laki.
Mulanya semua berjalan dengan baik. Aku dan istriku, Lena, hidup dengan bahagia.
Meski setelah menikah selama hampir dua tahun, kami belum juga memiliki anak.
****
Istriku, Lena, punya seorang kakak perempuan, bernama Leni. Mereka dua saudara, hanya beda dua tahun.
Leni, kakak istriku itu, punya seorang suami dan juga sudah punya dua orang anak.
Suami kak Leni, yang bernama mas Jamal itu, hanyalah seorang buruh di sebuah pabrik, sedangkan kak Leni sendiri hanya seorang ibu rumah tangga biasa. Kehidupan mereka secara ekonomi memang masih belum mapan.
Mereka masih tinggal di sebuah rumah kontrakan. Namun keluarga mereka terlihat bahagia.
Orangtua istriku sudah lama meninggal. Dan itu merupakan salah satu alasan ku, untuk menikahi Lena, istri ku itu. Aku merasa kasihan melihat kehidupan mereka.
Setelah orangtuanya meninggal, Lena tinggal bersama kakaknya di rumah kontrakan itu.
Dan setelah menikah dengan ku, Lena pun tinggal bersama ku, di rumah yang aku beli atas usaha ku selama bertahun-tahun.
Saat ini, aku sudah berusia 28 tahun, sedangkan Lena sudah berusia 25 tahun. Sementara kak Leni, kakak istriku itu sudah berusia 27 tahun. Dan suaminya, mas Jamal, sudah berusia 30 tahun.
Kak Leni dan mas Jamal sudah menikah selama hampir enam tahun. Dan anak pertama mereka saat ini sudah berusia lima tahun, sedangkan anak kedua mereka baru berusia satu tahun.
Aku dan keluarga kak Leni memang sudah cukup dekat. Apa lagi pernikahan kami yang belum di karuniai anak, membuat aku dan istriku jadi sering mengunjungi keluarga kak Leni dan mas Jamal.
Mas Jamal adalah sosok laki-laki yang baik, tampan dan juga berpostur tubuh yang gagah.
Sejak awal mengenal mas Jamal, aku memang sudah mengaguminya. Namun aku tidak terlalu memikirkan hal tersebut. Aku lebih berfokus pada istri ku.
Tapi lama kelamaan, perasaan kagum itu kian tumbuh semakin besar di hatiku. Aku jadi sering mengkhayalkan sosok mas Jamal. Aku jadi sering memikirkannya.
Kerinduanku akan sosok seorang laki-laki muncul kembali. Bagian dari diriku yang telah berusaha aku kubur itu, kini seakan memberontak untuk keluar.
Aku tak mampu lagi melawannya. Aku biarkan rasa itu berkembang di hati ku. Aku nikmati indahnya jatuh cinta lagi.
Dan dari situlah semuanya berawal.
****
Karena sudah terlanjur jatuh cinta kepada mas Jamal, aku jadi semakin sering mengunjungi keluarga mereka, dengan bahkan tanpa istri ku.
Berbagai alasan yang aku berikan, untuk bisa sekedar melihat mas Jamal.
Menatap senyumnya yang manis, wajahnya yang tampan dan tubuhnya yang gagah.
Mas Jamal benar-benar sosok laki-laki sempurna. Dan aku semakin tergila-gila padanya.
Hingga pada suatu kesempatan. Aku akhirnya bisa berbicara berdua bersama mas Jamal.
Sore itu, aku sengaja datang ke rumahnya. Saat aku tahu, kalau kak Leni dan anak-anaknya sedang berada di rumah ku bersama istriku.
"gimana kabarnya, mas?" tanya ku mengawali pembicaraan kami, sekedar berbasa-basi.
"yah, beginilah, Roy. Hidup sebagai seorang buruh, sering merasa capek. Tapi harus tetap dinikmati kan?" balas mas Jamal.
"iya, mas. Bukankah setiap pekerjaan itu, selalu ada enak dan tidak enaknya." ucap ku sok bijak.
Mas Jamal hanya mengangguk ringan. Entah ia setuju atau tidak dengan pendapat ku tersebut.
"tapi ngomong-ngomong, bukannya istri dan anak-anak ku ada di rumah mu? Tapi kamu kok malah kesini?" tanya mas Jamal tiba-tiba.
"aku kesini justru mau bertemu sama mas Jamal.." jawabku spontan.
"bertemu saya? Ada apa?" mas Jamal mengerutkan kening.
"gak ada apa-apa sih, mas. Cuma mau ngobrol berdua aja sama mas Jamal." jawabku berusaha sesantai mungkin.
"kamu mau ngobrol tentang apa?" tanya mas Jamal lagi.
"tentang apa aja, mas. Yang penting aku bisa bersama mas Jamal malam ini.." balas ku.
"maksud kamu?" tanya mas Jamal terlihat sedikit bingung.
"bukan apa-apa, mas. Aku hanya asal ngomong. Lupakan saja.." balas ku ragu.
"kamu kalau mau ngomong sesuatu ngomong aja, Roy. Gak usah pake teka-teki seperti itu. Aku gak paham.." timpal mas Jamal.
"belum saatnya aku untuk ngomong, mas. Aku masih takut." balas ku lemah.
"kalau begitu, untuk apa kamu ke sini?" tanya mas Jamal, "atau kamu ingin cerita tentang pernikahan kalian yang belum mempunyai anak itu?" lanjutnya bertanya.
"bukan itu juga sih, mas. Itu tidak terlalu aku pikirkan saat ini." pungkas ku cepat.
"lalu apa yang kamu pikirkan saat ini?" tanya mas Jamal lagi.
"kamu, mas." jawabku repleks tanpa sadar.
"maksud kamu?" tanya mas Jamal terlihat bingung lagi.
Aku menarik napas berkali-kali. Aku memang sudah bertekad untuk mengatakan semuanya kepada mas Jamal. Tak peduli apa pun resikonya. Tak peduli apa pun penilaian mas Jamal pada ku nantinya.
Selama ini aku selalu jatuh cinta pada laki-laki, dan aku selalu tidak pernah berani untuk mengungkapkannya.
Namun kali ini, aku ingin mengungkapkannya. Setidaknya sekali dalam hidupku, aku bisa lebih jujur tentang perasaanku.
"aku pengen ngomong sama mas Jamal. Tapi mas Jamal harus janji, untuk tidak marah padaku." ucapku akhirnya.
"selama ini, kamu sudah sangat banyak membantu keluarga ku, Roy. Jadi aku rasa aku tidak punya alasan untuk marah sama kamu." balas mas Jamal.
Aku memang selalu membantu keluarga mas Jamal, terutama soal keuangan. Bahkan hingga saat ini, mas Jamal masih punya hutang padaku. Ia meminjam uang padaku, pada saat istrinya melahirkan anak kedua mereka.
"tapi apa yang ingin aku katakan ini, agak sedikit sensitif, mas." ujarku pelan.
"kamu katakan saja, Roy. Aku janji gak bakal marah." timpal mas Jamal.
"sebenarnya... sebenarnya... sudah sejak lama aku menaruh hati pada mas Jamal." ucapku akhirnya dengan sedikit terbata.
Mas Jamal menatapku, ia seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja aku ucapkan.
"maksud kamu? Kamu ini seorang penyuka sesama jenis?" tanya mas Jamal dengan nada ragu.
"boleh di bilang begitu, mas. Tapi seumur hidup aku belum pernah pacaran dengan laki-laki. Aku hanya sekedar jatuh cinta dan hanya bisa memendamnya." jelas ku cepat.
"berarti kamu tidak mencintai Lena, istrimu itu? Lalu mengapa kamu menikahinya?" tanya mas Jamal beruntun.
"itu gak penting, mas. Yang penting saat ini, aku kembali merasakan jatuh cinta sejak mengenal mas Jamal. Meski pun selama ini aku tidak pernah berani untuk mengungkapkan perasaan ku kepada setiap laki-laki yang membuat aku jatuh cinta, tapi kali ini aku harus mengungkapkannya, mas. Aku tidak mau lagi terjebak dalam cinta yang tak pernah terucap." balas ku penjang lebar.
"meski pun resikonya mungkin mas Jamal akan membenci ku atau bahkan merendahkan ku.." lanjutku lagi.
"aku tidak akan membenci mu, Roy. Atau pun merendahkan mu. Hanya saja untuk selanjutnya, kami gak usah datang lagi ke sini.." ucap mas Jamal sedikit tegas.
Aku menghempaskan napas. Aku tahu ini bakal terjadi, tapi tetap saja aku merasa tidak siap menerimanya.
Lalu apakah yang terjadi selanjutnya?
Mungkinkah aku masih punya kesempatan untuk mendapatkan mas Jamal?
Simak kelanjutan kisah ini di channel ini ya.. atau bisa langsung klik linknya di deskripsi video ini.
Terima kasih sudah menonton video ini sampai selesai, semoga terhibur.
Sampai jumpa lagi di video berikutnya, salam sayang untuk kalian semua.. muaachhh..
****
Part 2
Aku menghempas berat berkali-kali, berusaha mengusir bayangan yang terus melintas di benakku.
Aku memejamkan mata, namun bayangan itu terus menghantuiku.
Aku tak bisa melupakan kejadian sore itu bersama mas Jamal. Kejadian yang ingin aku hapus dari ingatanku.
Entah apa yang merasuki ku, sampai aku begitu nekatnya untuk berbicara jujur kepada mas Jamal tentang perasaanku padanya.
Yang membuat mas Jamal akhirnya menjauhi ku. Ia selalu menghindari ku. Setiap kali aku datang ke rumahnya, ia selalu pergi dengan berbagai alasan.
Lalu mungkinkah aku bisa mendapatkan mas Jamal?
Mungkinkah aku bisa memilikinya, sementara ia sudah terlanjur tidak menyukai ku?
Bagaimanakah kelanjutan kisah ku ini?
Silahkan simak video ini sampai selesai ya..
Namun sebelumnya bla.. bla...
*****
"kak Leni mau pinjam uang, mas. Ia butuh untuk biaya berobat anaknya..." suara istriku berat.
"pinjam uang lagi?" tanyaku, "bukankah hutangnya yang dulu belum terbayar?" lanjutku.
"iya, mas. Aku tahu. Tapi kasihan kak Leni loh, mas. Kasihan anaknya juga." ucap istri ku lagi.
"kan ia punya suami, Lena. Mas Jamal kan juga punya kerja. Masa' iya mereka gak punya uang sedikit pun?" ucapku lugas.
"gaji mas Jamal sebagai buruh pabrik itu tidak seberapa, mas. Untuk makan aja mereka masih kekurangan." jelas istriku.
"tapi gak selamanya juga kan, Lena. Mereka menggantung hidup kepada kita. Kita juga punya kebutuhan." balasku.
"iya, mas. Aku ngerti. Tapi bantulah mereka sekali ini lagi, mas.." suara istri ku lemah.
Aku diam. Berpikir.
Mas Jamal selalu menghindariku akhir-akhir ini. Dan sekarang tiba-tiba saja ia ingin meminjam uang padaku. Aku tidak bisa terima. Hidup ini harus adil. Dan aku punya cara agar hal ini terasa adil bagiku.
"aku akan pinjamkan uang kepada mereka. Tapi harus mas Jamal sendiri yang datang menemui ku." ucapku akhirnya dengan nada tegas.
"kenapa harus seperti itu, mas?" tanya istriku.
"udah. Kamu gak usah banyak tanya. Lebih baik sampaikan saja hal ini pada mas Jamal. Kalau mereka memang mau mendapatkan pinjaman dariku lagi." balasku masih dengan nada tegas.
Istriku pun tidak berkata apa-apa lagi. Dan aku tersenyum penuh kemenangan.
*****
Mas Jamal akhirnya menemui ku. Sendiri. Di rumahku.
Istriku dan kak Leni, istrinya mas Jamal, sedang berada di rumah sakit menjaga anaknya yang sedang sakit.
"langsung aja ya, mas Jamal. Aku akan meminjamkan uang kepada mas Jamal sebanyak apa pun yang mas Jamal butuhkan. Tapi dengan syarat, mas Jamal harus memenuhi keinginanku." ucapku berusaha setegas mungkin.
"apa yang kamu inginkan dari ku, Roy?" tanya mas Jamal.
"mas Jamal tahu persis apa yang aku inginkan dari mas Jamal." ucapku tegas lagi.
"tapi aku gak bis, Roy. Aku gak mungkin memenuhi keinginanmu yang itu. Kamu boleh minta apa saja dari ku, Roy. Tapi jangan yang itu." suara mas Jamal memelas.
"maaf, mas Jamal. Aku tidak punya keinginan lain pada mas Jamal. Aku hanya menginginkan mas Jamal. Dan jangan harap aku akan meminjamkan uang kepada mas Jamal, kalau mas Jamal masih menolak." ucapku lagi.
Kali ini mas Jamal terdiam. Ia terlihat sedang berpikir keras.
"oke. Aku mau. Tapi aku juga punya syarat.." ucap mas Jamal akhirnya.
"apa syaratnya?" tanyaku.
"aku ingin semua hutangku sama kamu selama ini lunas. Dan uang yang akan aku terima nantinya bukan lagi sebagai hutang, tapi itu adalah upah untuk aku karena telah memenuhi keinginan mu." ucap mas Jamal tegas.
"hutang mas Jamal padaku cukup banyak. Dan uang yang mas Jamal butuhkan saat ini juga cukup banyak. Aku rasa itu tidak cukup adil bagiku." timpalku.
"kecuali... kalau mas Jamal bersedia menjadi kekasihku selamanya.." lanjutku.
"aku akan penuhi semua keinginan kamu, Roy. Aku akan lakukan apa pun yang kamu inginkan dariku. Sampai kapan pun, sampai kamu merasa bosan." balas mas Jamal yakin.
"dan aku rasa itu cukup adil bagi kita berdua.." lanjutnya.
Aku terdiam. Berpikir keras.
Aku memang sangat mencintai mas Jamal. Dan aku sangat menginginkannya. Aku juga ingin merasakan hal tersebut bersama laki-laki yang aku cintai.
Aku belum pernah merasakannya dengan laki-laki, dan itu membuat aku penasaran.
Jika dengan mengorbankan sedikit uang, untuk aku bisa merasakan hal tersebut, aku rasa tidak ada salahnya.
Meski pun sebenarnya itu bukanlah hal yang aku inginkan. Karena yang aku inginkan adalah mas Jamal menerima ku, atas dasar suka sama suka. Bukan karena terpaksa atau di bayar.
Tapi aku sudah terlanjut jatuh cinta padanya. Mas Jamal juga sudah terlanjur mengetahui semua tentang diriku yang sebenarnya. Jadi lebih baik aku terima saja tawaran mas Jamal.
Dan aku berharap, suatu saat nanti mas Jamal bisa membuka hatinya untukku.
****
"uang sudah aku transfer.." ucapku, setelah aku mentransfer sejumlah uang ke rekening mas Jamal melalui internet banking di hp android ku.
"silahkan hubungi istri mas Jamal, untuk memastikannya." lanjut ku lagi.
"oke. Aku percaya sama kamu. Aku sudah kirim kan pesan pada istriku, untuk segera melakukan pembayaran ke rumah sakit. Lalu apa sekarang?" balas mas Jamal.
"apa yang harus aku lakukan selanjutnya untuk kamu?" tanyanya lagi meyakinkan.
Aku terdiam sejenak. Berpikir.
"aku tidak ingin melakukannya di rumah ku. Aku takut, nanti istriku pulang. Jadi sekarang juga kita harus segera menuju hotel." ucapku akhirnya.
"hotel?" tanya mas Jamal dengan kening berkerut.
"iya. Disana kita lebih aman. Jadi sekalian mas Jamal sampaikan sama istrinya, kalau malam ini mas Jamal gak pulang." balas ku lugas.
Mas Jamal mengikuti perintahku. Dan kami pun bersiap-siap untuk segera berangkat menuju hotel terdekat.
Sesampai di hotel, aku segera memesan sebuah kamar untuk kami berdua. Aku benar-benar tidak ingin melewatkan kesempatan tersebut.
Setelah mendapatkan sebuah kamar, kami pun segera naik ke lantai atas, menuju kamar tersebut.
Sesampai di dalam kamar, aku menjadi semakin berdebar-debar. Perasaanku campur aduk.
Aku belum pernah melakukan hal ini sebelumnya. Aku tak pernah punya kesempatan untuk bisa bersama laki-laki yang aku cintai.
Tapi saat ini, aku punya kesempatan untuk bisa memiliki laki-laki yang aku cintai, meski ini hanya keinginan diriku sendiri, bukan keinginan mas Jamal.
Namun bagiku itu semua sudah tidak penting lagi. Apa pun cara dan alasannya, yang penting saat ini aku bisa bersama mas Jamal.
"aku benar-benar tidak mengerti apa yang harus aku lakukan, Roy." ucap mas Jamal, saat itu kami sudah duduk di sisi ranjang hotel.
"aku juga belum pernah melakukan hal ini, mas. Tapi aku sudah pernah nonton video ini. Hal ini sama saja seperti mas Jamal melakukannya dengan istri mas Jamal, hanya saja tempat dan arahnya berbeda." ucapku membalas.
"kamu yakin akan hal ini, Roy?" tanya mas Jamal kemudian.
"aku yakin, mas. Sudah sangat lama aku menginginkan hal ini." jawabku yakin.
"ya udah, kamu mulai aja, Roy. Aku akan berinprovisasi untuk hal ini.." ucap mas Jamal akhirnya.
Dan dengan mengumpulkan segenap keberanianku, aku pun memulainya.
Memulainya dari hal yang sederhana. Mengikuti naluriku. Naluriku sebagai seorang laki-laki yang mencintai mas Jamal.
Mas Jamal adalah lukisan maha karya yang indah. Dan aku adalah pengagumnya.
Aku curahkan segala rasa ku padanya. Tak ingin aku lewati malam ini dengan sia-sia.
Bersama mas Jamal adalah keindahan. Menyatu dengannya adalah anugerah terindah bagiku.
Tak peduli mas Jamal menerimanya dengan perasaan atau tidak, yang penting bagiku aku bisa memilikinya.
Dan senyum kelegaan pun tersirat di wajahku yang tak menutupi rasa bahagia di hatiku.
Akhirnya aku bisa merasakan hal tersebut. Merasakan sesuatu yang selama ini hanya ada dalam khayalan ku.
Tak terlukis bahagia ku malam ini. Tak ada satu kata indah pun yang bisa mewakili perasaan ku saat ini.
Semua ini lebih dari sekedar indah. Bahkan berlipat-lipat lebih indah dari khayalanku.
*****
Dan sejak saat itu, aku dan mas Jamal pun menjalin hubungan asmara. Hubungan rahasia, yang hanya kami berdua yang tahu.
Aku selalu berusaha untuk memanfaatkan setiap kesempatan yang ada. Aku dan mas Jamal selalu mengatur waktu dan tempat yang tepat, agar kami bisa berdua.
Cinta ku kepada mas Jamal semakin besar dan dalam. Meski aku tahu, mas Jamal melakukannya, hanya karena terpaksa.
Namun aku yakin, suatu saat nanti mas Jamal pasti akan membuka hatinya untukku.
Suatu saat nanti ia pasti akan melakukannya dengan sepenuh hati. Tanpa merasa terpaksa, dan tanpa mengharapkan imbalan apa pun.
Dan begitulah hubungan kami terjalin. Meski pun ini belum berakhir.
Akan ada begitu banyak kejadian, yang akan terjadi selama hubungan kami.
Tapi aku tidak terlalu memikirkan hal tersebut saat ini.
Saat ini aku hanya ingin menikmati kebersamaanku dengan mas Jamal, suami kakak iparku tersebut.
Mas Jamal yang tampan dan gagah.
Tapi mungkinkah hubungan rahasia kami tersebut, akan bertahan selamanya?
Dan mungkinkah mas Jamal bisa membuka hatinya untukku pada akhirnya?
Lalu seberapa lama sebenarnya hubungan kami akan bertahan?
Simak kelanjutan kisah ini di channel ini ya, atau bisa langsung klik link nya di deskripsi video ini.
Terima kasih sudah menyimak video ini sampai selesai. Semoga terhibur.
Sampai jumpa lagi di video selanjutnya, salam sayang selalu untuk kalian semua.. muaachhh..
****
Part 3
Berbulan-bulan bahkan hingga hampir setahun berlalu. Hubungan ku dengan mas Jamal masih terus terjalin.
Dan pada akhirnya mas Jamal pun membuka hatinya untuk ku. Dia berhubungan dengan ku, bukan lagi karena dia punya hutang padaku, tapi lebih karena dia juga menginginkan hal tersebut.
Aku sebenarnya merasa bahagia dengan semua itu. Aku mencintai mas Jamal. Namun jujur saja ada rasa bersalah dalam diriku, untuk istriku dan juga untuk kakak iparku.
Tapi terkadang cinta mampu mengalahkan segalanya. Cinta mampu membuat kita melupakan logika.
Hingga aku memilih untuk tetap mempertahankan hubunganku bersama mas Jamal.
Lalu bagaimanakah akhir dari kisah kami?
Mampukah kami tetap menjaga rahasia tersebut?
Sementara para istri kami sudah mulai mencurigai kedekatan kami.
Simak kelanjutan kisah ini ya..
Namun sebelumnya bla... bla....
*****
"aku mencintai kamu, Roy. Dan itu yang aku rasakan setelah berbulan-bulan kita bersama." ucap mas Jamal suatu malam padaku, ketika untuk kesekian kalinya kami bertemu di sebuah kamar hotel.
"aku juga mencintai, mas Jamal." balas ku lugas.
"lalu sampai kapan kita akan seperti ini, Roy?" tanya mas Jamal tiba-tiba, setelah untuk beberapa saat kami sempat terdiam.
"maksud, mas Jamal?" tanya ku sedikit heran.
"kamu juga tahu, kalau hubungan kita ini adalah sebuah kesalahan, Roy. Kamu juga tahu, kalau kita juga sudah menikah, dan bahkan aku sudah punya dua orang anak." balas mas Jamal terdengar serius.
"kita gak mungkin selamanya seperti ini, Roy. Apa lagi saat ini, istri ku sering bertanya, kenapa aku sering tidak pulang ke rumah. Aku tak punya alasan lagi, Roy. Aku tak bisa selamanya terus membohongi istriku." lanjut mas Jamal.
Untuk sesaat aku terdiam. Apa yang mas Jamal katakan barusan, memang benar adanya. Istri ku juga sebenarnya sudah sering bertanya, kenapa aku lebih sering menginap di luar.
Tapi jujur saja, aku tidak ingin semua ini berakhir. Aku sangat mencintai mas Jamal. Aku selalu ingin bersamanya. Meski pun aku tahu dia adalah suami kakak iparku.
"lalu mas Jamal mau nya gimana?" tanya ku akhirnya, seperti kehabisan kata-kata.
"aku juga gak tahu, Roy. Kamu yang memulai semua ini. Aku ingin kamu juga yang akan memutuskan apa yang harus kita lakukan ke depannya." balas mas Jamal terdengar lemah.
"aku tidak ingin mengakhiri ini, mas. Aku sangat mencintai mas Jamal." ucapku yakin.
"tapi aku tidak bisa lagi melanjutkan ini, Roy. Aku tak sanggup lagi. Meski jujur saja, aku juga merasa berat harus berpisah dari kamu, Roy." balas mas Jamal.
"kalau begitu, bagaimana kalau kita pisah saja dari istri kita masing-masing, mas. Lalu kita hidup bersama selamanya." tawarku tiba-tiba, meski aku sendiri merasa ragu dengan tawaranku sendiri.
"itu bukan pilihan, Roy. Aku gak mungkin meninggalkan anak-anak dan istriku. Meski pun aku mencintai kamu, tapi aku masih sangat menyayangi keluarga ku." balas mas Jamal.
Aku terdiam kembali. Cinta memang rumit. Namun lebih rumit lagi, jika cinta yang tumbuh justru kepada orang yang salah.
Andai aku bisa hidup satu kali lagi, aku hanya ingin hidup bersama mas Jamal. Tanpa batas. Tanpa ada dinding yang menghalangi cinta kami.
Namun saat ini, aku tak bisa berbuat apa-apa, untuk mempertahankan orang yang aku cintai.
Meski pun kami saling mencintai, namun pada akhirnya semua memang harus berakhir.
Dan itu adalah kenyataan yang tidak bisa kami hindari.
****
Waktu masih terus bergulir. Hidup masih terus berjalan.
Untuk saat ini, aku dan mas Jamal memang tidak punya pilihan lain. Kami masih terus bersama, meski pun kebersamaan kami tidak lagi seperti dulu.
Kami tidak pernah lagi menginap. Kami hanya bertemu beberapa jam, saling melepas rindu, lalu kemudian kami pun harus kembali ke kehidupan kami yang lain.
Dan jadwal pertemuan kami pun semakin jarang. Semua itu untuk menghindari kecurigaan istri-istri kami. Biar bagaimana pun, kami punya kehidupan lain yang harus kami jalani.
Dan waktu untuk kami bersama terasa kian sempit bagiku. Sangat terbatas. Dan hal itu benar-benar membuat aku tidak nyaman. Aku menjadi dilema.
Antara bertahan dengan hubungan terlarang ku bersama mas Jamal, atau melepaskannya untuk menjalani kehidupan yang tak pernah aku inginkan.
Aku memang menikah dengan istri ku bukan karena aku mencintainya. Tapi aku hanya mencoba menjalani kodrat ku sebagai seorang laki-laki. Namun keterikatan itu ternyata justru menyiksa ku.
Dan mungkin juga menyiksa perasaan istriku.
Apa lagi setelah bertahun-tahun pernikahan kami, kami belum juga di karuniai anak.
Kadang aku berpikir untuk mengakhiri saja pernikahan ku dan memilih jalan ku sendiri. Membebaskan istri ku dari keterikatannya padaku.
Membiarkannya hidup dengan orang yang benar-benar mencintainya, lalu mendapatkan keturunan.
Namun itu bukanlah pilihan yang mudah bagiku. Banyak yang harus aku pertimbangkan.
Sampai akhirnya pada suatu malam, seperti biasa aku bertemu kembali dengan mas Jamal, setelah hampir seminggu ini kami tidak bertemu.
"aku ingin kamu melupakan ku, Roy." ucap mas Jamal dengan suara serak.
Aku menatap wajah tampan itu. Wajah itu terlihat serius, meski ada mendung dari sisi matanya yang teduh itu.
"aku mungkin tidak bisa melupakan mas Jamal. Tapi jika mas Jamal meminta ku untuk menjauh, aku akan mencobanya, mas. Meski itu sangat berat bagiku." timpal ku akhirnya.
"aku juga berat harus berpisah dari mu, Roy. Tapi aku harus memilih. Aku tak mungkin terus melanjutkan hubungan ini. Lebih baik kita akhiri saja semuanya, sebelum semuanya lebih terlambat lagi." ucap mas Jamal lirih.
"iya, aku ngerti, mas. Aku juga tidak akan memaksa mas Jamal untuk terus bersamaku. Aku cukup sadar diri.." balasku pilu.
"aku harap ini adalah kali terakhir kita bertemu seperti ini, Roy. Selepasnya kita adalah keluarga. Biar bagaimana pun kamu adalah suami adik iparku dan aku adalah suami kakak ipar mu. Hubungan kita cukup sampai di situ, Roy." ujar mas Jamal, suaranya semakin serak.
"aku minta maaf, Roy. Aku minta maaf untuk semuanya. Dan terima kasih atas segala cinta yang telah engkau persembahkan untukku selama ini. Terima kasih untuk segala kenangan indah yang telah engkau ciptakan selama kita bersama. Kamu adalah hal terindah yang pernah hadir dalam perjalanan hidupku, Roy..." suara mas Jamal kian serak.
Aku melihat genangan di matanya. Dan sesaat kemudian, setetes air mata pun jatuh di pipinya.
"seandainya saja kita tidak sejenis, Roy. Mungkin aku akan rela meninggalkan kelurgaku demi untuk hidup bersama kamu. Seandainya saja kita bisa menjadi mungkin, aku tak akan pernah meninggalkan kamu, Roy.." lanjut mas Jamal berucap, sambil ia mengusap pipinya sendiri.
"aku yang harusnya minta maaf, mas. Aku yang memulai semua ini. Seandainya saja aku tidak memaksa mas Jamal waktu itu. Mungkin semua ini tidak perlu terjadi." ucapku akhirnya.
"dan aku juga sangat berterima kasih padamu, mas. Kamu telah mengukir cerita yang begitu indah di antara kita. Mas Jamal adalah anugerah terindah yang pernah aku miliki. Aku tak akan pernah melupakan mas Jamal. Selamanya...." lanjut ku lagi.
Dan aku tidak bisa membendung air mata ku yang tiba-tiba saja jatuh di pipi ku.
Perpisahan memang selalu terasa berat. Terlalu menyakitkan.
Namun tingkat tertinggi dari mencintai adalah melepaskan.
Melepaskan orang yang kita cintai, hidup dengan pilihannya sendiri.
****
Hari-hari selanjutnya kiah terasa berat bagiku. Rasanya hampa.
Aku kehilangan sebagian dari semangat hidupku.
Meski pun aku masih bisa bertemu mas Jamal, tapi hanya sebatas hubungan keluarga.
Dan aku merasa semakin sakit dengan semua itu.
Mungkin akan lebih baik, kalau aku tidak pernah bertemu mas Jamal lagi.
Karena itu, aku pun memutuskan untuk menceraikan istriku. Bukan saja, karena aku ingin membebaskan istriku dari keterikatannya denganku, tapi juga karena aku ingin menghindari pertemuanku dengan mas Jamal.
Selain itu, aku juga merasa, kalau aku mungkin lebih baik hidup sendiri.
Dan begitulah akhir dari kisah ku bersama mas Jamal, suami kakak iparku itu.
Sebuah kisah yang tidak akan pernah aku lupakan dalam perjalanan hidupku.
Pada akhirnya aku harus merelakannya. Dan pada akhirnya aku juga harus melepaskan istri ku.
Aku kehilangan keduanya. Namun itu adalah pilihanku.
Aku harus merelakan semua itu. Dan aku akan memulai hidupku yang baru. Hidupku yang sesungguhnya. Tanpa topeng.
Demikian kisah ku bersama suami kakak iparku.
Terima kasih sudah menyimak kisah ini sampai selesai, semoga terhibur dan semoga ada hikmah yang bisa diambil dari kisah sederhana ini.
Sampai jumpa lagi di cerita-cerita selanjutnya, salam sayang selalu untuk kalian semua.. Muaachh...
****
Selesai...