Aku menaiki pesawat itu dengan perasaan yang berdebar-debar. Ini adalah kali pertamanya aku menaiki pesawat. Perasaanku merasa tidak tenang, apa lagi aku pergi sendirian.
Menurut keterangan yang aku dapat, pesawat akan terbang selama lebih kurang satu jam 30 menit, untuk sampai ke kota tujuan ku. Dan hal itu semakin membuatku merasa cemas.
Aku belum pernah naik pesawat sebelumnya. Aku tidak kenal siapa pun di dalam pesawat ini.
Tapi aku harus bisa. Aku sudah bertekad untuk pergi kali ini naik pesawat.
Aku memang suka travelling. Berjalan-jalan keliling Indonesia sendirian. Tapi selama ini aku belum pernah naik pesawat. Aku lebih suka perjalanan darat.
Perjalanan darat lebih menakjubkan, karena bisa sekalian melihat-lihat pemandangan sepanjang perjalanan, dan juga bisa mampir ke tempat-tempat yang aku lalui.
Tapi kali ini aku ingin mencoba naik pesawat, selain karena kota yang aku tuju cukup jauh, aku juga ingin merasakan bagaimana rasanya naik pesawat.
Aku sebenarnya tidak terlalu takut naik pesawat, hanya saja berita-berita tentang pesawt yang jatuh dan hilang, kadang membuat aku berpikir dua kali untuk mencobanya.
Dan kali ini aku memberanikan diri untuk mencobanya.
Dan aku tidak menyangka, bahwa pengalaman pertama ku berjalan-jalan naik pesawat, akan menjadi pengalaman paling indah sepanjang perjalanan hidupku.
Aku tidak menyangka, kalau aku akan bertemu seorang pemuda tampan nan gagah, yang memberi aku kesan yang begitu indah.
Bagaimanakah kisah cinta satu jam ku bersama seorang pemuda tampan itu terukir?
Simak kisah ini sampai tuntas ya..
Namun sebelumnya ... bla... bla...
*****
Aku celingukan mencari nomor tempat duduk sesuai dengan nomor yang tertera di tiketku. Karena baru pertama naik pesawat, aku jadi sedikit bingung. Beruntunglah seorang pramugari segera membantuku untuk menemukan tempat dudukku.
Aku menghempaskan tubuhku di tempat duduk empuk itu, setelah aku menaruh tas ransel ku di atas kabin.
Aku memejamkan mata dan merafalkan beberapa doa yang aku hafal, saat seorang pramugari menyampaikan bahwa pesawat akan segera lepas landas.
"baru pertama naik pesawat ya?" suara seorang pemuda mengagetkanku. Pemuda yang duduk di samping ku itu, ternyata sudah sejak tadi memperhatikanku, tapi aku tidak menyadarinya, karena terlalu sibuk menenangkan diriku sendiri.
"kelihatan ya?" ucapku balik bertanya.
Pemuda itu tersenyum simpul, sambil mengangguk ringan.
"selalu ada yang pertama dalam hidup ini kan? Jadi santai aja..." ucap pemuda itu kemudian.
Aku melirik pemuda itu sedikit lama. Ku perhatikan wajahnya dengan seksama.
Wajah pemuda itu cukup tampan dengan pipinya yang tirus. Hidungnya mancung, bibirnya terlihat sensual, dengan belahan dagunya yang tipis.
"mungkin kamu butuh teman ngobrol, agar tidak terlalu larut dalam rasa takutmu sendiri.." ucap pemuda itu lagi, melihat aku yang hanya terdiam.
Aku menunduk dan memejamkan mata, saat aku merasakan sebuah getaran hebat, saat pesawat itu akhirnya lepas landas.
"selalu ada yang pertama untuk segala hal. Seharusnya kamu menikmatinya, bukan malah memejamkan mata.." pemuda itu berucap lagi, sepertinya dia memang pemuda yang tidak bisa diam.
Padahal dia belum mengenalku, tapi dia berbicara seolah-olah kami sudah saling kenal.
Namun aku menyukainya. Setidaknya satu jam ke depan aku jadi punya teman bicara.
"setiap orang punya caranya sendiri-sendiri untuk menikmati sebuah moment bukan?" ucapku akhirnya setelah merasa cukup tenang.
"oh, jadi kamu memilih untuk menikmatinya dengan memejamkan mata?" balas pemuda itu.
"terkadang membayangkan sesuatu itu jauh lebih indah dari pada melihatnya secara langsung.." timpalku sedikit puitis.
"sebuah kalimat yang bagus, aku menyukainya.." ucap pemuda itu lagi, "oh, ya.. nama ku Gunawan, panggil Igun aja.." lanjutnya lagi, sambil mengulurkan tangannya ramah.
Aku menjabat tangan itu dengan sedikit ragu,
"aku Wira.." ucapku pelan.
"ngapain ke Jakarta?" tanya pemuda yang mengaku bernama Gunawan itu.
"liburan.." jawabku singkat.
"sendirian?" tanya Igun dengan kening mengerut.
"iya.. aku memang suka bepergian sendirian.." jawabku.
"suka bepergian tapi kok takut naik pesawat?" tanya Igun lagi.
"aku memang baru pertama naik pesawat.." ucapku lemah.
"jadi selama ini?" igun bertanya kembali.
"aku lebih suka naik kendaraan darat, lebih seru aja. Bukankah menikmati sebuah perjalanan jauh lebih indah dari pada sampai ke tujuannya?" balasku berpuitis lagi.
"aku setuju. Tapi bukan sebuah perjalanan tidak akan terjadi jika kita tidak punya tujuan yang jelas.." balas Igun.
"aku tidak selalu punya tujuan yang jelas, terutama bila tentang berliburan. Aku lebih suka bepergian tanpa tujuan yang jelas. Hal itu selalu lebih menantang..." aku membalas.
"kamu suka berpetualang?" tanya Igun.
"kadang-kadang. Terutama saat aku merasa bosan dengan rutinitas harianku.." jawabku jujur.
"emangnya rutinitas harian kamu seperti apa?" Igun bertanya lagi, sepertinya dia memang seorang yang tidak bisa berdiam diri.
"aku seorang pekerja kantoran, aku bekerja di perusahaan papa ku.." jelasku.
"oh, anak papa rupanya.." cibir Igun.
"gak juga. Aku bisa bekerja di sana, murni hasil usaha ku sendiri, bukan karena aku anak pemilik perusahaan tersebut.." ucapku membela diri.
"yah... mungkin sebagian orang akan percaya, tapi sebagian besarnya tetap akan berpikir seperti itu.." balas Igun.
"yah, terserah sih, saya juga tidak pernah peduli dengan hal itu. Saya juga tidak berharap orang percaya atau tidak, itu tidak penting, yang penting aku punya prestasi.." ucapku datar.
"lalu kamu sendiri ngapain ke Jakarta?" tanyaku kemudian, mencoba mengalihkan pembicaraan.
"aku kuliah disana.." jawab Igun santai.
"oh, masih anak kuliah rupanya.." ucapku mencibir.
"anak kuliahan yang tidak takut naik pesawat.." balas Igun sedikit sengit, sepertinya dia tersinggung dengan ucapanku barusan.
Untuk beberapa saat kami pun saling terdiam.
"aku mau ke toilet, kamu mau ikut gak?" ucap Igun tiba-tiba, setelah keterdiaman kami beberapa saat tadi.
Aku tidak mengubris pernyataannya, karena aku tahu ia hanya ingin mencela ku.
"aku serius. Siapa tahu kamu lagi kebelet, tapi karena takut kamu memilih untuk memendamnya.." lanjut Igun berucap.
"aku tidak setakut itu, Igun.." balasku sedikit sengit.
"atau kita bisa melakukan hal lain berdua di toilet.." ucap Igun lagi.
"maksud kamu?" tanyaku heran.
"tidak apa-apa. Lupakan saja.." balas Igun, sambil mulai berdiri dan melangkah menuju bagian belakang pesawat.
Aku masih menatapi laki-laki itu dari belakang. Ternyata Igun cukup jangkung, dengan perawakan tubuhnya yang kekar.
Tiba-tiba aku memikirkan kembali maksud dari kalimat Igun barusan.
Ngapain Igun mengajakku ke toilet berduaan? Bathinku penasaran.
*****
Sepuluh menit kemudian Igun pun kembali.
"kenapa kamu gak datang?" tanya Igun.
"datang kemana?" tanyaku balik, aku benar-benar tidak mengerti maksudnya.
"ke toilet lah.." jawab Igun.
"ngapain aku harus datang kesana?" tanyaku lagi.
"katanya kamu suka berpetualang? Aku ingin menunjukkan kamu sebuah petualangan yang hebat di atas pesawat ini.." balas Igun terlihat santai.
"petualangan seperti apa?" tanyaku penasaran.
"makanya ayok ikut saya." balas Igun, "atau apa kamu takut?" lanjutnya menantang.
"kamu serius?" tanyaku setengah tak yakin, dengan maksud Igun yang sebenarnya.
"aku serius, Wira. Ayok.." balas Igun, sambil sedikit menarik tanganku.
Aku dengan sedikit penasaran pun mengikuti langkah Igun menuju belakang pesawat.
Di depan sebuah toilet Igun berhenti.
"ayok kita masuk berdua.." ajak Igun, sambil membuka pintu toilet itu.
"ngapain di dalam berdua. Nanti orang-orang melihatnya.." pungkas cepat.
"gak ada yang memperhatikan kita. Orang-orang sibuk dengan urusan mereka masing-masing.." balas Igun, sambil sedikit menarik tanganku.
Aku masuk juga akhirnya. Igun mengunci pintu dengan cekatan.
"kita ngapain disini?" tanyaku dengan suara pelan.
"kita akan melakukan ini.." ucap Igun, sambil ia merapatkan tubuhnya padaku.
"melakukan apa?" tanyaku dengan nada khawatir.
"udah kamu gak usah pura-pura. Aku tahu kamu seorang gay.." balas Igun, yang membuatku terkesima.
"dari mana kamu tahu?" tanyaku tidak yakin.
"dari pertanyaan kamu barusan." jawab Igun yang membuat aku semakin tidak mengerti.
"kalau kamu bukan seorang gay, kamu pasti tidak akan bertanya seperti itu. Kalau kamu bukan gay, kamu pasti sudah memukulku sekarang.." jelas Igun, yang membuat ku merasa bodoh dengan pertanyaanku barusan.
Tentu saja pertanyaanku tersebut, sama hal nya aku mengakui kalau aku memang benar-benar seorang gay.
"lalu kamu mau apa?" tanyaku tak berdaya.
"aku menginginkan kamu Wira. Aku ingin kita melakukan sebuah pergelaran disini." ucap Igun tegas.
"apa itu artinya kamu juga seorang gay?" tanyaku merasa bodoh.
"kalau aku bukan gay, ngapain aku ngajak kamu melakukannya.." balas Igun.
Aku terdiam.
Sejujurnya, aku memang sudah tertarik dengan Igun, sejak pertama melihatnya tadi. Secara fisik Igun memang cukup menarik. Tapi aku tidak berharap apa pun darinya. Aku hanya mengagumi bentuk fisiknya yang gagah dan juga sifatnya yang ceplos-ceplos.
****
Igun mulai melancarkan aksinya. Aku tak kuasa menolak. Selain karena aku sudah sangat lama tidak merasakan hal tersebut, Igun juga sangat menarik secara fisik.
Igun juga terlihat sangat berpengalaman. Aku jadi sedikit kewalahan. Apa lagi kami tidak bisa bergerak terlalu bebas. Selain karena takut terdengar keluar, ruangan itu juga agak sempit.
Tapi justru disitulah tantangannya. Petualangan yang Igun janjikan, sungguh diluar dugaanku.
Tak kusangkan petualangan itu ternyata begitu indah. Aku sampai jadi lupa diri.
Igun sangat mahir, sepertinya Igun sudah sering melakukan hal tersebut, yang membuatku terhanyut dengan segala perlakuannya.
Hembusan angin menyentuh kulit kami. Dingin namun terasa membakar.
Yang aku herankan, padahal dari awal Igun tidak pernah membicarakan hal yang berhubungan dengan hal yang kami lakukan saat ini.
Igun tidak pernah menunjukkan sedikit pun, kalau dia tertarik padaku. Tapi entah mengapa dia tiba-tiba saja mengajakku melakukannya.
Mungkinkah Igun sudah biasa melakukan hal tersebut, dengan penumpang-penumpang yang ia temui di setiap perjalanannya?
Ataukah dia hanya untung-untungan, dengan memancing orang yang akan dia jadikan korban hasratnya? Seperti yang dia katakan tadi?
Aku tidak berani mempertanyakan hal tersebut.
Dan bagiku saat ini itu juga sudah tidak penting. Yang penting saat ini ialah menikmati setiap langkah perjalanan kami menuju sebuah tempat terindah.
Sebuah tempat yang menjadi tujuan setiap insan yang sedang di landa asmara. Tak peduli asmara seperti apa pun itu. Asmara sesama jenis kah? Asmara dengan lawan jenis kah? Asmara dengan perasaan cinta kah? Atau pun asmara sesaat, seperti yang kami alami saat ini.
Semua itu pada akhirnya akan berlabuh pada satu tujuan. Akan bermuara pada suatu tempat terindah.
Sebelum semuanya kemudian harus berakhir.
Sebuah akhir yang indah. Akhirnya yang kamu lakukan bersama.
Berusaha untuk saling memberi yang terbaik.
Sehingga segala keindahan itu terasa sangat sempurna bagiku.
Igun memang benar-benar luar biasa. Kesan yang ia berikan, benar-benar mampu membuatku terlena.
Tak terlukis bahagia ku saat itu. Tak terungkapkan indahnya rasaku saat itu.
Aku memang pernah melakukan hal tersebut dengan laki-laki lain sebelumnya.
Namun bersama Igun sungguh teramat sangat indah.
Selain karena Igun memang gagah dan tampan, kami juga melakukannya di dalam sebuah toilet pesawat. Itu merupakan sebuah petualangan yang indah dan penuh kesan. Hal yang tidak akan pernah aku lupakan.
Dan yang paling membuatku terkesan, padahal kami baru saja saling kenal. Namun naluri kami sebagai sesama gay, mampu menarik kami untuk bersama, walau dengan kebersamaan yang singkat.
****
Setelah selesai melakukan ritual pergelaran kami tersebut dan sedikit membersihkan diri, kami pun kembali ke tempat duduk kami masing-masing.
Kami kembali duduk, tapi tidak terlalu banyak bicara lagi.
Igun yang tadinya selalu berceloteh, tiba-tiba saja menjadi pendiam.
"aku masih penasaran.." ucapku memecah keheningan diantara kami, sambil sedikit melirik kearah Igun yang hanya tersandar.
Igun melirikku sekilas. Tapi tidak mengucapkan apa-apa.
"aku masih penasaran, kenapa kamu begitu yakin untuk mengajakku ke toilet? Kenapa kamu bisa senekat itu? Dan kenapa kamu bisa tahu, kalau aku seorang gay?" ucapku dengan suara berbisik.
Igun menarik napas berat, kemudian berucap.
"maaf, Wir. Tadi sebenarnya aku tak sengaja melihat sebuah aplikasi di handphone kamu. Sebuah aplikasi yang hanya di unduh oleh laki-laki gay. Karena itu aku yakin, kalau kamu pasti mau. Apa lagi aku melihat kamu sering menatapku diam-diam." jelas Igun.
"dan jujur saja, dari awal melihat kamu, aku memang sudah tertarik sama kamu, Wir. Dan setelah aku tahu, kalau kamu punya aplikasi itu, aku jadi punya keinginan untuk bisa menikmati hal tersebut bersama kamu." lanjut Igun lagi.
Aku terdiam. Setengah masuk akal penjelasa Igun barusan bagiku. Walau aku akui, kalau aku memang punya aplikasi yang Igun maksud, dan tadi aku juga sempat membuka aplikasi tersebut beberapa kali, saat sedang bercerita bersama Igun.
"tapi aku harap itu adalah yang pertama dan yang terakhir bagi kita, Wir.." ucap Igun lagi.
"kenapa?" tanyaku seperti tidak rela. Biar bagaimana pun, aku sangat terkesan dengan Igun. Dia benar-benar luar biasa. Jarang-jarang ada laki-laki gay seperti dia. Tampan, gagah dan memuaskan.
"karena sebenarnya aku sudah punya pacar di Jakarta, Wir. Tapi tadi aku hanya penasaran sama kamu. Walau harus aku akui, kalau permainan kamu tadi sungguh luar biasa. Aku merasa sangat terkesan. Namun sekali lagi, aku sudah punya pacar, dan kami sudah berpacaran selama bertahun-tahun.." jelas Igun panjang lebar, yang membuatku sedikit terhempas.
Jujur saja, aku memang punya harapan lebih terhadap Igun. Aku berharap bisa bertemu dengannya lagi, di tempat yang lebih baik tentunya, bukan di sebuah toilet pesawat.
Tapi aku juga harus bisa merelakan hal tersebut. Hubunganku dengan Igun, hanyalah hubungan sesaat. Hanya hubungan satu jam tiga puluh menit perjalanan.
"bukankah selalu ada yang pertama untuk segala hal?" ucapku tiba-tiba mengulang pernyataan Igun.
"maksud kamu?" tanya Igun.
"ya, ini adalah pertama kalinya aku naik pesawat. Ini adalah pertama kalinya kita bertemu. Ini adalah pertama kalinya, kita melakukan hal tersebut. Ini adalah pertama kalinya, kita melakukannya di atas pesawat." ucapku menjelaskan.
"dan ini adalah pertama kalinya aku selingkuh dari pacarku, setelah tiga tahun hubungan kami.." timpal Igun memotong ucapanku dengan suara lirih.
Sepertinya dia mulai merasa bersalah.
Untuk selanjutnya kami lebih sering diam, hingga pesawat pun akhirnya mendarat dengan selamat.
Kami turun dan melangkah menuju jalan kami masing-masing. Tanpa ada kata perpisahan, dan tanpa meninggalkan identitas apa pun.
Kami, terutama Igun, sepertinya tidak berharap bisa bertemu lagi.
Yang kami alami bukanlah cinta satu malam, tapi cinta satu jam tiga puluh menit.
Satu jam tiga puluh menit yang begitu indah, yang begitu berkesan bagiku, dan yang tak akan pernah aku lupakan.
Dan begitulah kisah cinta 1 jam 30 menit yang aku alami di dalam toilet pesawat.
Sungguh sebuah kisah yang indah bagiku.
Semoga kisah ini, bisa memberi hiburan tersendiri bagi siapa pun yang mendengarkannya.
Terima kasih sudah menyimak kisah ini sampai selesai..
Sampai jumpa lagi di video-video berikutnya..
Sala, sayang untuk kalian semua.. muaach..
****
Sekian...