Suami kakak ipar ku yang gagah

Nama ku Roy (bukan nama sebenarnya).

Dan ini adalah kisah ku.

Kisah ku bersama suami kakak ipar ku yang tampan dan gagah.

Seperti apakah kisah ku ini terjadi?

Silahkan simak kisah ini dari awal sampai akhir ya..

Namun sebelumnya bla..bla..

****

Sebagai seorang anak bungsu dan merupakan anak laki-laki satu-satunya dari kami empat bersaudara, aku memang sedikit di manja oleh orang tua ku.

Aku tumbuh dalam asuhan seorang ibu dan tiga orang kakak perempuan.

Sementara ayah ku sudah meninggal pada saat aku masih berusia empat tahun.

Tumbuh dan besar tanpa kasih sayang dan perhatian dari seorang ayah, membuatku jadi sering merindukan sosok seorang laki-laki dewasa.

Aku tak punya figur panutan seorang laki-laki dalam hidup ku. Setiap hari aku hanya berkumpul dengan ibu dan kakak-kakak perempuan ku.

Aku besar dan tumbuh dengan tetap merindukan sosok seorang ayah. Aku selalu penasaran, seperti apa rasanya dekapan hangat seorang ayah.

Dan semua itu ternyata membuat aku selalu merasa kagumk kepada laki-laki dewasa yang aku temui dalam perjalanan hidupku.

Mulai dari rasa kagum ku kepada seorang guru olahraga ku, ketika aku SMP. Dia seorang laki-laki dewasa yang sudah berkeluarga waktu itu. Hal itu terus berkembang menjadi sebuah rasa ketertarikan. Dan untuk pertama kalinya aku mernyadari, kalau aku telah jatuh cinta kepada guru olah raga ku itu.

Cinta pertama ku. Karena aku tidak punya sosok laki-laki lain dalam hidup ku, untuk aku jadikan panutan. Dan guru olah raga ku itulah yang menjadi sosok imajinasi ku mengiringi pertumbuhan ku dari seorang anak-anak menjadi seorang remaja.

Menyadari bahwa hal itu adalah sebuah kesalahan, aku pun hanya bisa memendamnya. Aku hanya bisa menjadi kan guru olahraga ku itu, sebagai sosok kekasih dalam khayalan ku.

Dan waktu pun terus bergulir. Aku lulus dari SMP, dan perlahan rasa cinta ku kepada guru olahraga ku itu, pun memudar. Karena aku tidak punya harapan sedikit pun, untuk bisa memilikinya.

Saat SMA, aku pun jatuh cinta kepada salah seorang kakak kelas ku. Seorang laki-laki. Gagah dan tampan. Namun sekali lagi, aku hanya bisa memendamnya.

Mengaguminya dalam diam, menjadikan sosok kekasih dalam dunia khayal ku. Hingga aku lulus SMA.

Ketika aku memasuki perguruan tinggi, aku pun sekali lagi, harus jatuh cinta kepada salah seorang dosen ku. Tapi tetap saja, itu hanya cinta yang tak pernah terucap.

Kadang aku membenci semua itu. Aku membenci diri ku yang itu.

Aku tak pernah meminta untuk dilahirkan sebagai seorang laki-laki yang punya ketertarikan kepada sesama jenis. Tidak pernah.

Namun aku juga tidak melawan itu semua. Semua rasa itu tumbuh begitu saja. Tanpa pernah aku rencanakan, tanpa pernah aku inginkan dan tanpa pernah bisa aku cegah.

Sebagai seorang laki-laki, aku tetap berusaha menjalani kehidupan ku sebagaimana seorang laki-laki pada umumnya.

Aku pacaran dengan perempuan, meski pun aku justru mencintai laki-laki.

Aku menjalin hubungan dengan perempuan, hanya untuk menutupi bagian dari diri ku yang menyukai laki-laki.

Aku pacaran dengan perempuan, bukan karena aku menyukainya, tapi karena itu adalah tuntutan kenyataan yang tak bisa aku hindari.

Bahkan akhirnya, ketika sudah lulus kuliah dan mendapatkan pekerjaan sebagai seorang karyawan di sebuah bank swasta, aku pun memutuskan untuk menikah.

Sekali lagi, aku menikah bukan karena aku mencintai istriku, tapi karena aku butuh status dan juga karena aku ingin mengubur dalam-dalam bagian dari diriku yang menyukai laki-laki.

Mulanya semua berjalan dengan baik. Aku dan istriku, Lena, hidup dengan bahagia.

Meski setelah menikah selama hampir dua tahun, kami belum juga memiliki anak.

****

Istriku, Lena, punya seorang kakak perempuan, bernama Leni. Mereka dua saudara, hanya beda dua tahun.

Leni, kakak istriku itu, punya seorang suami dan juga sudah punya dua orang anak.

Suami kak Leni, yang bernama mas Jamal itu, hanyalah seorang buruh di sebuah pabrik, sedangkan kak Leni sendiri hanya seorang ibu rumah tangga biasa. Kehidupan mereka secara ekonomi memang masih belum mapan.

Mereka masih tinggal di sebuah rumah kontrakan. Namun keluarga mereka terlihat bahagia.

Orangtua istriku sudah lama meninggal. Dan itu merupakan salah satu alasan ku, untuk menikahi Lena, istri ku itu. Aku merasa kasihan melihat kehidupan mereka.

Setelah orangtuanya meninggal, Lena tinggal bersama kakaknya di rumah kontrakan itu.

Dan setelah menikah dengan ku, Lena pun tinggal bersama ku, di rumah yang aku beli atas usaha ku selama bertahun-tahun.

Saat ini, aku sudah berusia 28 tahun, sedangkan Lena sudah berusia 25 tahun. Sementara kak Leni, kakak istriku itu sudah berusia 27 tahun. Dan suaminya, mas Jamal, sudah berusia 30 tahun.

Kak Leni dan mas Jamal sudah menikah selama hampir enam tahun. Dan anak pertama mereka saat ini sudah berusia lima tahun, sedangkan anak kedua mereka baru berusia satu tahun.

Aku dan keluarga kak Leni memang sudah cukup dekat. Apa lagi pernikahan kami yang belum di karuniai anak, membuat aku dan istriku jadi sering mengunjungi keluarga kak Leni dan mas Jamal.

Mas Jamal adalah sosok laki-laki yang baik, tampan dan juga berpostur tubuh yang gagah.

Sejak awal mengenal mas Jamal, aku memang sudah mengaguminya. Namun aku tidak terlalu memikirkan hal tersebut. Aku lebih berfokus pada istri ku.

Tapi lama kelamaan, perasaan kagum itu kian tumbuh semakin besar di hatiku. Aku jadi sering mengkhayalkan sosok mas Jamal. Aku jadi sering memikirkannya.

Kerinduanku akan sosok seorang laki-laki muncul kembali. Bagian dari diriku yang telah berusaha aku kubur itu, kini seakan memberontak untuk keluar.

Aku tak mampu lagi melawannya. Aku biarkan rasa itu berkembang di hati ku. Aku nikmati indahnya jatuh cinta lagi.

Dan dari situlah semuanya berawal.

****

Karena sudah terlanjur jatuh cinta kepada mas Jamal, aku jadi semakin sering mengunjungi keluarga mereka, dengan bahkan tanpa istri ku.

Berbagai alasan yang aku berikan, untuk bisa sekedar melihat mas Jamal.

Menatap senyumnya yang manis, wajahnya yang tampan dan tubuhnya yang gagah.

Mas Jamal benar-benar sosok laki-laki sempurna. Dan aku semakin tergila-gila padanya.

Hingga pada suatu kesempatan. Aku akhirnya bisa berbicara berdua bersama mas Jamal.

Sore itu, aku sengaja datang ke rumahnya. Saat aku tahu, kalau kak Leni dan anak-anaknya sedang berada di rumah ku bersama istriku.

"gimana kabarnya, mas?" tanya ku mengawali pembicaraan kami, sekedar berbasa-basi.

"yah, beginilah, Roy. Hidup sebagai seorang buruh, sering merasa capek. Tapi harus tetap dinikmati kan?" balas mas Jamal.

"iya, mas. Bukankah setiap pekerjaan itu, selalu ada enak dan tidak enaknya." ucap ku sok bijak.

Mas Jamal hanya mengangguk ringan. Entah ia setuju atau tidak dengan pendapat ku tersebut.

"tapi ngomong-ngomong, bukannya istri dan anak-anak ku ada di rumah mu? Tapi kamu kok malah kesini?" tanya mas Jamal tiba-tiba.

"aku kesini justru mau bertemu sama mas Jamal.." jawabku spontan.

"bertemu saya? Ada apa?" mas Jamal mengerutkan kening.

"gak ada apa-apa sih, mas. Cuma mau ngobrol berdua aja sama mas Jamal." jawabku berusaha sesantai mungkin.

"kamu mau ngobrol tentang apa?" tanya mas Jamal lagi.

"tentang apa aja, mas. Yang penting aku bisa bersama mas Jamal malam ini.." balas ku.

"maksud kamu?" tanya mas Jamal terlihat sedikit bingung.

"bukan apa-apa, mas. Aku hanya asal ngomong. Lupakan saja.." balas ku ragu.

"kamu kalau mau ngomong sesuatu ngomong aja, Roy. Gak usah pake teka-teki seperti itu. Aku gak paham.." timpal mas Jamal.

"belum saatnya aku untuk ngomong, mas. Aku masih takut." balas ku lemah.

"kalau begitu, untuk apa kamu ke sini?" tanya mas Jamal, "atau kamu ingin cerita tentang pernikahan kalian yang belum mempunyai anak itu?" lanjutnya bertanya.

"bukan itu juga sih, mas. Itu tidak terlalu aku pikirkan saat ini." pungkas ku cepat.

"lalu apa yang kamu pikirkan saat ini?" tanya mas Jamal lagi.

"kamu, mas." jawabku repleks tanpa sadar.

"maksud kamu?" tanya mas Jamal terlihat bingung lagi.

Aku menarik napas berkali-kali. Aku memang sudah bertekad untuk mengatakan semuanya kepada mas Jamal. Tak peduli apa pun resikonya. Tak peduli apa pun penilaian mas Jamal pada ku nantinya.

Selama ini aku selalu jatuh cinta pada laki-laki, dan aku selalu tidak pernah berani untuk mengungkapkannya.

Namun kali ini, aku ingin mengungkapkannya. Setidaknya sekali dalam hidupku, aku bisa lebih jujur tentang perasaanku.

"aku pengen ngomong sama mas Jamal. Tapi mas Jamal harus janji, untuk tidak marah padaku." ucapku akhirnya.

"selama ini, kamu sudah sangat banyak membantu keluarga ku, Roy. Jadi aku rasa aku tidak punya alasan untuk marah sama kamu." balas mas Jamal.

Aku memang selalu membantu keluarga mas Jamal, terutama soal keuangan. Bahkan hingga saat ini, mas Jamal masih punya hutang padaku. Ia meminjam uang padaku, pada saat istrinya melahirkan anak kedua mereka.

"tapi apa yang ingin aku katakan ini, agak sedikit sensitif, mas." ujarku pelan.

"kamu katakan saja, Roy. Aku janji gak bakal marah." timpal mas Jamal.

"sebenarnya... sebenarnya... sudah sejak lama aku menaruh hati pada mas Jamal." ucapku akhirnya dengan sedikit terbata.

Mas Jamal menatapku, ia seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja aku ucapkan.

"maksud kamu? Kamu ini seorang penyuka sesama jenis?" tanya mas Jamal dengan nada ragu.

"boleh di bilang begitu, mas. Tapi seumur hidup aku belum pernah pacaran dengan laki-laki. Aku hanya sekedar jatuh cinta dan hanya bisa memendamnya." jelas ku cepat.

"berarti kamu tidak mencintai Lena, istrimu itu? Lalu mengapa kamu menikahinya?" tanya mas Jamal beruntun.

"itu gak penting, mas. Yang penting saat ini, aku kembali merasakan jatuh cinta sejak mengenal mas Jamal. Meski pun selama ini aku tidak pernah berani untuk mengungkapkan perasaan ku kepada setiap laki-laki yang membuat aku jatuh cinta, tapi kali ini aku harus mengungkapkannya, mas. Aku tidak mau lagi terjebak dalam cinta yang tak pernah terucap." balas ku penjang lebar.

"meski pun resikonya mungkin mas Jamal akan membenci ku atau bahkan merendahkan ku.." lanjutku lagi.

"aku tidak akan membenci mu, Roy. Atau pun merendahkan mu. Hanya saja untuk selanjutnya, kami gak usah datang lagi ke sini.." ucap mas Jamal sedikit tegas.

Aku menghempaskan napas. Aku tahu ini bakal terjadi, tapi tetap saja aku merasa tidak siap menerimanya.

Lalu apakah yang terjadi selanjutnya?

Mungkinkah aku masih punya kesempatan untuk mendapatkan mas Jamal?

Simak kelanjutan kisah ini di channel ini ya.. atau bisa langsung klik linknya di deskripsi video ini.

Terima kasih sudah menonton video ini sampai selesai, semoga terhibur.

Sampai jumpa lagi di video berikutnya, salam sayang untuk kalian semua.. muaachhh..

****

Part 2 

Aku menghempas berat berkali-kali, berusaha mengusir bayangan yang terus melintas di benakku.

Aku memejamkan mata, namun bayangan itu terus menghantuiku.

Aku tak bisa melupakan kejadian sore itu bersama mas Jamal. Kejadian yang ingin aku hapus dari ingatanku.

Entah apa yang merasuki ku, sampai aku begitu nekatnya untuk berbicara jujur kepada mas Jamal tentang perasaanku padanya.

Yang membuat mas Jamal akhirnya menjauhi ku. Ia selalu menghindari ku. Setiap kali aku datang ke rumahnya, ia selalu pergi dengan berbagai alasan.

Lalu mungkinkah aku bisa mendapatkan mas Jamal?

Mungkinkah aku bisa memilikinya, sementara ia sudah terlanjur tidak menyukai ku?

Bagaimanakah kelanjutan kisah ku ini?

Silahkan simak video ini sampai selesai ya..

Namun sebelumnya bla.. bla...

*****

"kak Leni mau pinjam uang, mas. Ia butuh untuk biaya berobat anaknya..." suara istriku berat.

"pinjam uang lagi?" tanyaku, "bukankah hutangnya yang dulu belum terbayar?" lanjutku.

"iya, mas. Aku tahu. Tapi kasihan kak Leni loh, mas. Kasihan anaknya juga." ucap istri ku lagi.

"kan ia punya suami, Lena. Mas Jamal kan juga punya kerja. Masa' iya mereka gak punya uang sedikit pun?" ucapku lugas.

"gaji mas Jamal sebagai buruh pabrik itu tidak seberapa, mas. Untuk makan aja mereka masih kekurangan." jelas istriku.

"tapi gak selamanya juga kan, Lena. Mereka menggantung hidup kepada kita. Kita juga punya kebutuhan." balasku.

"iya, mas. Aku ngerti. Tapi bantulah mereka sekali ini lagi, mas.." suara istri ku lemah.

Aku diam. Berpikir.

Mas Jamal selalu menghindariku akhir-akhir ini. Dan sekarang tiba-tiba saja ia ingin meminjam uang padaku. Aku tidak bisa terima. Hidup ini harus adil. Dan aku punya cara agar hal ini terasa adil bagiku.

"aku akan pinjamkan uang kepada mereka. Tapi harus mas Jamal sendiri yang datang menemui ku." ucapku akhirnya dengan nada tegas.

"kenapa harus seperti itu, mas?" tanya istriku.

"udah. Kamu gak usah banyak tanya. Lebih baik sampaikan saja hal ini pada mas Jamal. Kalau mereka memang mau mendapatkan pinjaman dariku lagi." balasku masih dengan nada tegas.

Istriku pun tidak berkata apa-apa lagi. Dan aku tersenyum penuh kemenangan.

*****

Mas Jamal akhirnya menemui ku. Sendiri. Di rumahku.

Istriku dan kak Leni, istrinya mas Jamal, sedang berada di rumah sakit menjaga anaknya yang sedang sakit.

"langsung aja ya, mas Jamal. Aku akan meminjamkan uang kepada mas Jamal sebanyak apa pun yang mas Jamal butuhkan. Tapi dengan syarat, mas Jamal harus memenuhi keinginanku." ucapku berusaha setegas mungkin.

"apa yang kamu inginkan dari ku, Roy?" tanya mas Jamal.

"mas Jamal tahu persis apa yang aku inginkan dari mas Jamal." ucapku tegas lagi.

"tapi aku gak bis, Roy. Aku gak mungkin memenuhi keinginanmu yang itu. Kamu boleh minta apa saja dari ku, Roy. Tapi jangan yang itu." suara mas Jamal memelas.

"maaf, mas Jamal. Aku tidak punya keinginan lain pada mas Jamal. Aku hanya menginginkan mas Jamal. Dan jangan harap aku akan meminjamkan uang kepada mas Jamal, kalau mas Jamal masih menolak." ucapku lagi.

Kali ini mas Jamal terdiam. Ia terlihat sedang berpikir keras.

"oke. Aku mau. Tapi aku juga punya syarat.." ucap mas Jamal akhirnya.

"apa syaratnya?" tanyaku.

"aku ingin semua hutangku sama kamu selama ini lunas. Dan uang yang akan aku terima nantinya bukan lagi sebagai hutang, tapi itu adalah upah untuk aku karena telah memenuhi keinginan mu." ucap mas Jamal tegas.

"hutang mas Jamal padaku cukup banyak. Dan uang yang mas Jamal butuhkan saat ini juga cukup banyak. Aku rasa itu tidak cukup adil bagiku." timpalku.

"kecuali... kalau mas Jamal bersedia menjadi kekasihku selamanya.." lanjutku.

"aku akan penuhi semua keinginan kamu, Roy. Aku akan lakukan apa pun yang kamu inginkan dariku. Sampai kapan pun, sampai kamu merasa bosan." balas mas Jamal yakin.

"dan aku rasa itu cukup adil bagi kita berdua.." lanjutnya.

Aku terdiam. Berpikir keras.

Aku memang sangat mencintai mas Jamal. Dan aku sangat menginginkannya. Aku juga ingin merasakan hal tersebut bersama laki-laki yang aku cintai.

Aku belum pernah merasakannya dengan laki-laki, dan itu membuat aku penasaran.

Jika dengan mengorbankan sedikit uang, untuk aku bisa merasakan hal tersebut, aku rasa tidak ada salahnya.

Meski pun sebenarnya itu bukanlah hal yang aku inginkan. Karena yang aku inginkan adalah mas Jamal menerima ku, atas dasar suka sama suka. Bukan karena terpaksa atau di bayar.

Tapi aku sudah terlanjut jatuh cinta padanya. Mas Jamal juga sudah terlanjur mengetahui semua tentang diriku yang sebenarnya. Jadi lebih baik aku terima saja tawaran mas Jamal.

Dan aku berharap, suatu saat nanti mas Jamal bisa membuka hatinya untukku.

****

"uang sudah aku transfer.." ucapku, setelah aku mentransfer sejumlah uang ke rekening mas Jamal melalui internet banking di hp android ku.

"silahkan hubungi istri mas Jamal, untuk memastikannya." lanjut ku lagi.

"oke. Aku percaya sama kamu. Aku sudah kirim kan pesan pada istriku, untuk segera melakukan pembayaran ke rumah sakit. Lalu apa sekarang?" balas mas Jamal.

"apa yang harus aku lakukan selanjutnya untuk kamu?" tanyanya lagi meyakinkan.

Aku terdiam sejenak. Berpikir.

"aku tidak ingin melakukannya di rumah ku. Aku takut, nanti istriku pulang. Jadi sekarang juga kita harus segera menuju hotel." ucapku akhirnya.

"hotel?" tanya mas Jamal dengan kening berkerut.

"iya. Disana kita lebih aman. Jadi sekalian mas Jamal sampaikan sama istrinya, kalau malam ini mas Jamal gak pulang." balas ku lugas.

Mas Jamal mengikuti perintahku. Dan kami pun bersiap-siap untuk segera berangkat menuju hotel terdekat.

Sesampai di hotel, aku segera memesan sebuah kamar untuk kami berdua. Aku benar-benar tidak ingin melewatkan kesempatan tersebut.

Setelah mendapatkan sebuah kamar, kami pun segera naik ke lantai atas, menuju kamar tersebut.

Sesampai di dalam kamar, aku menjadi semakin berdebar-debar. Perasaanku campur aduk.

Aku belum pernah melakukan hal ini sebelumnya. Aku tak pernah punya kesempatan untuk bisa bersama laki-laki yang aku cintai.

Tapi saat ini, aku punya kesempatan untuk bisa memiliki laki-laki yang aku cintai, meski ini hanya keinginan diriku sendiri, bukan keinginan mas Jamal.

Namun bagiku itu semua sudah tidak penting lagi. Apa pun cara dan alasannya, yang penting saat ini aku bisa bersama mas Jamal.

"aku benar-benar tidak mengerti apa yang harus aku lakukan, Roy." ucap mas Jamal, saat itu kami sudah duduk di sisi ranjang hotel.

"aku juga belum pernah melakukan hal ini, mas. Tapi aku sudah pernah nonton video ini. Hal ini sama saja seperti mas Jamal melakukannya dengan istri mas Jamal, hanya saja tempat dan arahnya berbeda." ucapku membalas.

"kamu yakin akan hal ini, Roy?" tanya mas Jamal kemudian.

"aku yakin, mas. Sudah sangat lama aku menginginkan hal ini." jawabku yakin.

"ya udah, kamu mulai aja, Roy. Aku akan berinprovisasi untuk hal ini.." ucap mas Jamal akhirnya.

Dan  dengan mengumpulkan segenap keberanianku, aku pun memulainya.

Memulainya dari hal yang sederhana. Mengikuti naluriku.  Naluriku sebagai seorang laki-laki yang mencintai mas Jamal.

Mas Jamal adalah lukisan maha karya yang indah. Dan aku adalah pengagumnya.

Aku curahkan segala rasa ku padanya. Tak ingin aku lewati malam ini dengan sia-sia.

Bersama mas Jamal adalah keindahan. Menyatu dengannya adalah anugerah terindah bagiku.

Tak peduli mas Jamal menerimanya dengan perasaan atau tidak, yang penting bagiku aku bisa memilikinya.

Dan senyum kelegaan pun tersirat di wajahku yang tak menutupi rasa bahagia di hatiku.

Akhirnya aku bisa merasakan hal tersebut. Merasakan sesuatu yang selama ini hanya ada dalam khayalan ku.

Tak terlukis bahagia ku malam ini. Tak ada satu kata indah pun yang bisa mewakili perasaan ku saat ini.

Semua ini lebih dari sekedar indah. Bahkan berlipat-lipat lebih indah dari khayalanku.

*****

Dan sejak saat itu, aku dan mas Jamal pun menjalin hubungan asmara. Hubungan rahasia, yang hanya kami berdua yang tahu.

Aku selalu berusaha untuk memanfaatkan setiap kesempatan yang ada. Aku dan mas Jamal selalu mengatur waktu dan tempat yang tepat, agar kami bisa berdua.

Cinta ku kepada mas Jamal semakin besar dan dalam. Meski aku tahu, mas Jamal melakukannya, hanya karena terpaksa.

Namun aku yakin, suatu saat nanti mas Jamal pasti akan membuka hatinya untukku.

Suatu saat nanti ia pasti akan melakukannya dengan sepenuh hati. Tanpa merasa terpaksa, dan tanpa mengharapkan imbalan apa pun.

Dan begitulah hubungan kami terjalin. Meski pun ini belum berakhir.

Akan ada begitu banyak kejadian, yang akan terjadi selama hubungan kami.

Tapi aku tidak terlalu memikirkan hal tersebut saat ini.

Saat ini aku hanya ingin menikmati kebersamaanku dengan mas Jamal, suami kakak iparku tersebut.

Mas Jamal yang tampan dan gagah.

Tapi mungkinkah hubungan rahasia kami tersebut, akan bertahan selamanya?

Dan mungkinkah mas Jamal bisa membuka hatinya untukku pada akhirnya?

Lalu seberapa lama sebenarnya hubungan kami akan bertahan?

Simak kelanjutan kisah ini di channel ini ya, atau bisa langsung klik link nya di deskripsi video ini.

Terima kasih sudah menyimak video ini sampai selesai. Semoga terhibur.

Sampai jumpa lagi di video selanjutnya, salam sayang selalu untuk kalian semua.. muaachhh..

****

Part 3

Berbulan-bulan bahkan hingga hampir setahun berlalu. Hubungan ku dengan mas Jamal masih terus terjalin.

Dan pada akhirnya mas Jamal pun membuka hatinya untuk ku. Dia berhubungan dengan ku, bukan lagi karena dia punya hutang padaku, tapi lebih karena dia juga menginginkan hal tersebut.

Aku sebenarnya merasa bahagia dengan semua itu. Aku mencintai mas Jamal. Namun jujur saja ada rasa bersalah dalam diriku, untuk istriku dan juga untuk kakak iparku.

Tapi terkadang cinta mampu mengalahkan segalanya. Cinta mampu membuat kita melupakan logika.

Hingga aku memilih untuk tetap mempertahankan hubunganku bersama mas Jamal.

Lalu bagaimanakah akhir dari kisah kami?

Mampukah kami tetap menjaga rahasia tersebut?

Sementara para istri kami sudah mulai mencurigai kedekatan kami.

Simak kelanjutan kisah ini ya..

Namun sebelumnya bla... bla....

*****

"aku mencintai kamu, Roy. Dan itu yang aku rasakan setelah berbulan-bulan kita bersama." ucap mas Jamal suatu malam padaku, ketika untuk kesekian kalinya kami bertemu di sebuah kamar hotel.

"aku juga mencintai, mas Jamal." balas ku lugas.

"lalu sampai kapan kita akan seperti ini, Roy?" tanya mas Jamal tiba-tiba, setelah untuk beberapa saat kami sempat terdiam.

"maksud, mas Jamal?" tanya ku sedikit heran.

"kamu juga tahu, kalau hubungan kita ini adalah sebuah kesalahan, Roy. Kamu juga tahu, kalau kita juga sudah menikah, dan bahkan aku sudah punya dua orang anak." balas mas Jamal terdengar serius.

"kita gak mungkin selamanya seperti ini, Roy. Apa lagi saat ini, istri ku sering bertanya, kenapa aku sering tidak pulang ke rumah. Aku tak punya alasan lagi, Roy. Aku tak bisa selamanya terus membohongi istriku." lanjut mas Jamal.

Untuk sesaat aku terdiam. Apa yang mas Jamal katakan barusan, memang benar adanya. Istri ku juga sebenarnya sudah sering bertanya, kenapa aku lebih sering menginap di luar.

Tapi jujur saja, aku tidak ingin semua ini berakhir. Aku sangat mencintai mas Jamal. Aku selalu ingin bersamanya. Meski pun aku tahu dia adalah suami kakak iparku.

"lalu mas Jamal mau nya gimana?" tanya ku akhirnya, seperti kehabisan kata-kata.

"aku juga gak tahu, Roy. Kamu yang memulai semua ini. Aku ingin kamu juga yang akan memutuskan apa yang harus kita lakukan ke depannya." balas mas Jamal terdengar lemah.

"aku tidak ingin mengakhiri ini, mas. Aku sangat mencintai mas Jamal." ucapku yakin.

"tapi aku tidak bisa lagi melanjutkan ini, Roy. Aku tak sanggup lagi. Meski jujur saja, aku juga merasa berat harus berpisah dari kamu, Roy." balas mas Jamal.

"kalau begitu, bagaimana kalau kita pisah saja dari istri kita masing-masing, mas. Lalu kita hidup bersama selamanya." tawarku tiba-tiba, meski aku sendiri merasa ragu dengan tawaranku sendiri.

"itu bukan pilihan, Roy. Aku gak mungkin meninggalkan anak-anak dan istriku. Meski pun aku mencintai kamu, tapi aku masih sangat menyayangi keluarga ku." balas mas Jamal.

Aku terdiam kembali. Cinta memang rumit. Namun lebih rumit lagi, jika cinta yang tumbuh justru kepada orang yang salah.

Andai aku bisa hidup satu kali lagi, aku hanya ingin hidup bersama mas Jamal. Tanpa batas. Tanpa ada dinding yang menghalangi cinta kami.

Namun saat ini, aku tak bisa berbuat apa-apa, untuk mempertahankan orang yang aku cintai.

Meski pun kami saling mencintai, namun pada akhirnya semua memang harus berakhir.

Dan itu adalah kenyataan yang tidak bisa kami hindari.

****

Waktu masih terus bergulir. Hidup masih terus berjalan.

Untuk saat ini, aku dan mas Jamal memang tidak punya pilihan lain. Kami masih terus bersama, meski pun kebersamaan kami tidak lagi seperti dulu.

Kami tidak pernah lagi menginap. Kami hanya bertemu beberapa jam, saling melepas rindu, lalu kemudian kami pun harus kembali ke kehidupan kami yang lain.

Dan jadwal pertemuan kami pun semakin jarang. Semua itu untuk menghindari kecurigaan istri-istri kami. Biar bagaimana pun, kami punya kehidupan lain yang harus kami jalani.

Dan waktu untuk kami bersama terasa kian sempit bagiku. Sangat terbatas. Dan hal itu benar-benar membuat aku tidak nyaman. Aku menjadi dilema.

Antara bertahan dengan hubungan terlarang ku bersama mas Jamal, atau melepaskannya untuk menjalani kehidupan yang tak pernah aku inginkan.

Aku memang menikah dengan istri ku bukan karena aku mencintainya. Tapi aku hanya mencoba menjalani kodrat ku sebagai seorang laki-laki. Namun keterikatan itu ternyata justru menyiksa ku.

Dan mungkin juga menyiksa perasaan istriku.

Apa lagi setelah bertahun-tahun pernikahan kami, kami belum juga di karuniai anak.

Kadang aku berpikir untuk mengakhiri saja pernikahan ku dan memilih jalan ku sendiri. Membebaskan istri ku dari keterikatannya padaku.

Membiarkannya hidup dengan orang yang benar-benar mencintainya, lalu mendapatkan keturunan.

Namun itu bukanlah pilihan yang mudah bagiku. Banyak yang harus aku pertimbangkan.

Sampai akhirnya pada suatu malam, seperti biasa aku bertemu kembali dengan mas Jamal, setelah hampir seminggu ini kami tidak bertemu.

"aku ingin kamu melupakan ku, Roy." ucap mas Jamal dengan suara serak.

Aku menatap wajah tampan itu. Wajah itu terlihat serius, meski ada mendung dari sisi matanya yang teduh itu.

"aku mungkin tidak bisa melupakan mas Jamal. Tapi jika mas Jamal meminta ku untuk menjauh, aku akan mencobanya, mas. Meski itu sangat berat bagiku." timpal ku akhirnya.

"aku juga berat harus berpisah dari mu, Roy. Tapi aku harus memilih. Aku tak mungkin terus melanjutkan hubungan ini. Lebih baik kita akhiri saja semuanya, sebelum semuanya lebih terlambat lagi." ucap mas Jamal lirih.

"iya, aku ngerti, mas. Aku juga tidak akan memaksa mas Jamal untuk terus bersamaku. Aku cukup sadar diri.." balasku pilu.

"aku harap ini adalah kali terakhir kita bertemu seperti ini, Roy. Selepasnya kita adalah keluarga. Biar bagaimana pun kamu adalah suami adik iparku dan aku adalah suami kakak ipar mu. Hubungan kita cukup sampai di situ, Roy." ujar mas Jamal, suaranya semakin serak.

"aku minta maaf, Roy. Aku minta maaf untuk semuanya. Dan terima kasih atas segala cinta yang telah engkau persembahkan untukku selama ini. Terima kasih untuk segala kenangan indah yang telah engkau ciptakan selama kita bersama. Kamu adalah hal terindah yang pernah hadir dalam perjalanan hidupku, Roy..." suara mas Jamal kian serak.

Aku melihat genangan di matanya. Dan sesaat kemudian, setetes air mata pun jatuh di pipinya.

"seandainya saja kita tidak sejenis, Roy. Mungkin aku akan rela meninggalkan kelurgaku demi untuk hidup bersama kamu. Seandainya saja kita bisa menjadi mungkin, aku tak akan pernah meninggalkan kamu, Roy.." lanjut mas Jamal berucap, sambil ia mengusap pipinya sendiri.

"aku yang harusnya minta maaf, mas. Aku yang memulai semua ini. Seandainya saja aku tidak memaksa mas Jamal waktu itu. Mungkin semua ini tidak perlu terjadi." ucapku akhirnya.

"dan aku juga sangat berterima kasih padamu, mas. Kamu telah mengukir cerita yang begitu indah di antara kita. Mas Jamal adalah anugerah terindah yang pernah aku miliki. Aku tak akan pernah melupakan mas Jamal. Selamanya...." lanjut ku lagi.

Dan aku tidak bisa membendung air mata ku yang tiba-tiba saja jatuh di pipi ku.

Perpisahan memang selalu terasa berat. Terlalu menyakitkan.

Namun tingkat tertinggi dari mencintai adalah melepaskan.

Melepaskan orang yang kita cintai, hidup dengan pilihannya sendiri.

****

Hari-hari selanjutnya kiah terasa berat bagiku. Rasanya hampa.

Aku kehilangan sebagian dari semangat hidupku.

Meski pun aku masih bisa bertemu mas Jamal, tapi hanya sebatas hubungan keluarga.

Dan aku merasa semakin sakit dengan semua itu.

Mungkin akan lebih baik, kalau aku tidak pernah bertemu mas Jamal lagi.

Karena itu, aku pun memutuskan untuk menceraikan istriku. Bukan saja, karena aku ingin membebaskan istriku dari keterikatannya denganku, tapi juga karena aku ingin menghindari pertemuanku dengan mas Jamal.

Selain itu, aku juga merasa, kalau aku mungkin lebih baik hidup sendiri.

Dan begitulah akhir dari kisah ku bersama mas Jamal, suami kakak iparku itu.

Sebuah kisah yang tidak akan pernah aku lupakan dalam perjalanan hidupku.

Pada akhirnya aku harus merelakannya. Dan pada akhirnya aku juga harus melepaskan istri ku.

Aku kehilangan keduanya. Namun itu adalah pilihanku.

Aku harus merelakan semua itu. Dan aku akan memulai hidupku yang baru. Hidupku yang sesungguhnya. Tanpa topeng.

Demikian kisah ku bersama suami kakak iparku.

Terima kasih sudah menyimak kisah ini sampai selesai, semoga terhibur dan semoga ada hikmah yang bisa diambil dari kisah sederhana ini.

Sampai jumpa lagi di cerita-cerita selanjutnya, salam sayang selalu untuk kalian semua.. Muaachh...

****

Selesai...

Suami kakak ipar ku

Aku punya seorang kakak ipar yang cantik bernama Rani. Kak Rani punya seorang suami yang bernama mas Tino.

Kak Rani dan mas Tino sudah punya dua orang anak, satu perempuan dan satu lagi laki-laki.

Mereka keluarga yang berbahagia sebenarnya Dan bahkan aku sendiri merasa iri dengan keharmonisan rumah tangga mereka.

Kak Rani sudah berusia 32 tahun, sedangkan mas Tino sudah berusia 35 tahun.

Mereka juga merupakan pasangan serasi. Kak Rani wanita yang cantik dan seksi, sedangkan mas Tino pria yang tampan dan gagah.

Mas Tino seorang buruh di sebuah pabrik karet yang berada tak jauh dari desa tempat kami tinggal. Sedangkan kak Rani bekerja sebagai seorang guru honorer.

Kehidupan mereka secara ekonomi memang tidak terlalu mewah, namun mereka tetap terlihat bahagia.

Aku sendiri adalah seorang wanita yang sudah menikah sekitar tiga tahun yang lalu. Saat ini usia ku sudah dua puluh enam tahun.

Suami ku adalah adik bungsu dan satu-satunya dari kak Rani. Mereka memang cuma dua bersaudara.

Suami ku bernama Reno.

Mas Reno juga bekerja di pabrik karet bersama mas Tino. Kebetulan kami tinggal berdekatan. Rumah ku bersama mas Reno berdampingan dengan rumah kak Rani dan mas Tino.

Karena tanah tersebut merupakan warisan dari almarhum orang tua kak Rani dan mas Reno.

Mereka berdua memang mendapat jatah masing-masing sebidang tanah untuk membangun rumah.

Setelah kedua orangtua mereka meninggal, kak Rani dan mas Reno pun menjual rumah lama orangtua mereka, dan membagi uang hasil penjualan tersebut, kemudian mereka gunakan untuk membangun rumah di atas tanah warisan mereka.

Rumah kami masih berdinding papan, begitu juga rumah kak Rani dan mas Tino.

Meski pun sudah menikah selama tiga tahun, aku dan mas Reno belum memiliki anak. Karena itu, sebagai ibu rumah tangga biasa, aku sering merasa kesepian saat sendirian di rumah.

Hingga pada suatu pagi. Seperti biasa mas Reno sudah berangkat kerja. Aku menyibukkan diri dengan menyapu halaman rumah kami.

Saat tiba-tiba mas Tino datang ke rumah ku.

"mas Tino gak kerja?" tanyaku sedikit heran.

Aku dan mas Tino memang jarang sekali ngobrol. Selain karena kami tidak terlalu saling kenal, aku juga merasa sungkan untuk ngobrol dengan suami kakak iparku itu.

"aku lagi kurang enak badan, jadi gak masuk kerja hari ini." balas mas Tino.

Aku hanya mengangguk maklum, menanggapi penjelasan dari mas Tino barusan.

"kamu ada bikin sarapan?" tanya mas Tino kemudian.

"ada, mas. Mas Tino belum sarapan?" balas ku.

"tadi Rani dan anak-anak buru-buru pergi, jadi dia gak sempat bikin sarapan." jelas mas Tino.

Sekali lagi aku mengangguk maklum. Kemudian dengan perasaan tanpa curiga, aku mengajak mas Tino masuk ke dalam rumah kami.

Sesampai di dapur, aku segera mengambilkan sepiring nasi goreng untuk mas Tino.

Saat itulah tiba-tiba aku merasakan mas Tino memluk dari belkang.

"mas Tino mau apa?" tanya ku sedikit kaget.

"kamu seksi sekali. Aku jadi suka sama kamu. Selama ini aku sering memperhatikan kamu. Aku selalu mencari-cari kesempatan untuk bisa berdua bersama kamu.." ucap mas Tino lugas.

"tapi aku istri dari adik ipar mu loh, mas.." balas ku sedikit sengit.

"iya, gak apa-apa. Aku juga tahu. Kamu tak perlu mengingatkan ku akan hal itu. Tapi aku benar-benar menginginkan kamu." ucap mas Tino lagi.

"aku gak mau mengkhianati suami ku dan juga kak Rani, mas. Jadi sebelum mas Tino berbuat lebih jauh, sebaiknya mas Tino pergi aja sekarang atau..." kalimat ku terhenti, karena mas Tino sudah membkp mlut ku denga tangn kekarnya.

"kamu sudah menikah tiga tahun, tapi belum juga punya anak. Aku yakin, suamimu tidak bisa memberikn kmu kepusan. Jadi lebih baik kamu mencbanya bersama ku. Siapa tahu, nanti kmu bsa haml..." ucap mas Tino smbil terus membkap mlut ku.

Aku ingin melakukan sedikit perlawanan. Tapi justru aku tidak melakukan apa-apa. Entah mengapa aku lebih memilih untuk psrah.

Mungkin mas Tino benar. Aku memang tidak spenuhnya mersa pwas dngan suam ku. Selama ini mas Reno, belum prnah mmboatku mncpai klim4ks.

Suamiku selalu kalah perang dengan ku. Mungkin karena itu jga aku blum haml sampai sekarang.

Dan lagi pula mas Tino, adalah sosok laki-laki yang sempurna. Dia tampan dan gagah.

Aku tak bisa menolak pesonanya.

Dan aku tiddak ingin menjadi orng yg munafek, dengan berpura-pura merasa bahagia dengan pernikahan ku yang terasa hambar. Karena suamiku lutoy.

Sekarang ada mas Tino disini. Jujur, aku memang pernah memikirkan mas Tino, dalam khayalan paling lyar ku.

Tapi selama ini, aku tidak pernah berharap, kalau mas Tino akan menginginkan ku. Karena menurutku mas Tino adalah tipe laki-laki yang setia. Dan lagi pula selama ini mereka terlihat sangat bahagia. Dan juga kak Rani adalah sosok istri yang baik dan cantik.

Meihat aku yg sudh psrah, mas Tino pun membawa aku ke kmar.

Aku mengikuti dengan patuh, setiap keinginan mas Tino pagi itu.

Dan entah bagaimana caranya, mas Tino pun brhsil mmbwa ku berlyar pagi itu.

Sungguh, terasa berbeda bagiku. Mas Tino memang laki-laki yg hebat. Dia luar biasa. Jauh berbeda dri suami ku.

Untuk pertma kllinya aku dapt mraskan sebuah sensasi keindhan yang luar biasa. Sekarang aku bisa mrsakan mncpai klim4ks dri semua itu.

Dan tiba-tiba saja aku merasa jatuh cinta kepada mas Tino, suami kakak iparku yang gagah dan tampan itu.

Sejak saat itu pulalah, kami pun diam-diam menjalin hubungan. Kami selalu memanfaatkan setiap kesempatan yang ada, untuk kami bisa menghabiskan waktu berdua.

Dan beberapa bulan kemudian, aku pun hmil. Suami ku merasa senang mengetahui hal tersebut.

Setelah hampir empat tahun kami menikah, baru sekarang aku bisa hmil. Hal itu tentu saja membuat suami ku merasa bahagia.

Sementara hubungan ku dengan mas Tino, suami kakak iparku itu, mulai terasa ada jarak.

Aku memang sengaja menjaga jarak dari mas Tino. Aku tak ingin suami ku curiga. Dan lagi pula semenjak mengetahui kalau aku hamil, suami ku jadi semakin betah di rumah. Dia jarang sekali keluar rumah. Bahkan dia juga membantu setiap pekerjaan rumah. Mencuci, memasak atau sekedar menyapu rumah.

Mas Tino juga sepertinya sangat mengerti, karena itu dia juga tidak lagi berusaha untuk menemui ku.

Kehidupan kami pun berjalan seperti sedia kala. Meski ada sebuah rahasia yang terjadi di antara kami. Sebuah rahasia yang hanya kami berdua yang tahu.

Dan begitulah kisahku bersama suami kakak iparku yang gagah dan tampan itu.

Kisah yang tanpa awal dan tanpa akhir.

****

Selesai...

10 malam di dalam kamar hotel

Nama ku Theo, sebut saja begitu.

Dan ini adalah kisah cinta ku bersama seorang laki-laki yang masih berstatus suami orang.

Sebuah kisah cinta yang penuh liku-liku, air mata, perjuangan dan pengorbanan.

Seperti apakah kisah cinta ku ini terjadi?

Simak kisah ini dari awal sampai selesai ya..

Namun sebelumnya bla..bla...

****

Cerpen gay sang penuai mimpi

Aku bertemu bang Amrin hanyalah sebuah kebetulan.

Kami dipertemukan pada sebuah kegiatan pelatihan yang di selenggarakan oleh sebuah instansi pemerintah.

Pelatihan itu di ikuti oleh ratusan peserta yang berasal dari berbagai daerah.

Aku di utus oleh dinas kabupaten tempat aku bekerja, sebagai satu-satunya utusan dari kabupaten kami.

Setiap kabupaten atau kota memang di haruskan mengirim minimal salah seorang pesertanya.

Kegiatan pelatihan itu di laksanakan di sebuah hotel mewah di tangah-tengah kota Jogja.

Aku berasal dari pulau Sumatera sedangkan bang Amrin berasal dari pulau Kalimantan.

Dan kami di tempatkan dalam satu kamar selama pelatihan tersebut, yang di laksanakan lebih kurang sepuluh hari.

Dan dari situlah semua kisah ini berawal.

Aku seorang sarjana yang sudah bekerja selama lebih kurang tiga tahun pada sebuah dinas di kabupaten tempat aku tinggal.

Meski pun masih berstatus kontrak, tapi aku punya peran penting pada dinas tempat aku bekerja.

Dan aku memang sering di utus untuk mengikuti berbagai pelatihan, terutama bila pelatihan itu di laksanakan di luar daerah.

Seperti kali ini, dan kali ini juga sebuah moment terjadi dalam kisah hidup ku.

Karena di tempatkan dalam satu kamar, secara otomatis aku dan bang Amrin pun saling kenal.

Bang Amrin seorang laki-laki berwajah tampan dengan postur tubuh yang cukup atletis. Dan dari pengakuan bang Amrin sendiri dia sudah menikah dan sudah punya seorang putra.

Usia bang Amrin sendiri sudah 30 tahun, tiga tahun lebih tua dari ku.

Aku belum menikah dan masih betah dengan status lajang ku. Bukan karena aku tidak laku, tapi lebih karena aku tidak punya ketertarikan kepada perempuan.

Ya, aku adalah seorang gay. Aku sudah menyadari hal itu sejak lama, sejak aku remaja.

Tapi aku belum pernah menjalin hubungan dengan sesama laki-laki, meski pun aku sudah sering jatuh cinta kepada sosok laki-laki.

Sebagai anak tunggal yang di besarkan oleh ibu ku seorang diri, aku memang kurang kasih sayang dari sosok seorang ayah.

Ayahku meninggal pada saat aku masih berusia lima tahun. Sejak saat itu, Ibu membesarkan ku sendiri.

Karena kerinduanku akan sosok seorang ayah, aku jadi sering mengagumi laki-laki dewasa yang aku temui dalam perjalanan hidupku.

Dan beriring berjalannya waktu, aku tumbuh sebagai laki-laki yang terus mendambakan sosok laki-laki dalam hidupku.

Hingga aku sering mengalami perasaan jatuh cinta kepada laki-laki. Namun selama ini aku hanya memendamnya sendiri. Aku tidak pernah berani untuk mengungkapkannya.

Aku selalu berusaha untuk tetap terlihat normal di mata orang-orang. Menjalani kehidupan sebagai mana layaknya seorang laki-laki. Meski pun aku juga tidak pernah dekat atau pun berpacaran dengan perempuan.

Dan begitulah kehidupan yang aku jalani. Aku menghabiskan waktu ku dengan sekolah, belajar dan hingga akhirnya aku mulai bekerja.

****

Malam pertama.

Aku dan bang Amrin sama-sama terbaring di atas ranjang kami masing-masing. Kamar hotel itu memang menyediakan dua buah ranjang di dalamnya, yang di susun secara terpisah.

Kami sampai sore tadi di hotel, dan perjalanan panjang yang kami tempuh cukup membuat kami merasa sedikit lelah.

Karena itu, setelah melakukan perkenalan singkat, kami pun bergiliran untuk mandi.

Setelah makan malam di lantai bawah yang tentu saja sudah di sediakan oleh panitia, kami pun kembali ke kamar.

"sudah berapa lama kerja di dinas, bang?" tanya ku mencoba memecah keheningan.

Bang Amrin memutar kepalanya untuk menatap ku.

"sudah lumayan lama, sih. Mungkin sudah sekitar lima tahunan." jawabnya.

Suasana kembali hening, aku tidak tahu harus berbicara tentang apa lagi, kepada laki-laki yang baru aku kenal itu.

Pada perkenalan singkat kami sore tadi, bang Amrin juga sudah menceritakan beberapa hal tentang dirinya. Tentang dari mana asalnya, tentang statusnya yang sudah menikah dan sudah punya seorang putra, dan beberapa hal lainnya.

"kamu sendiri?" tiba-tiba bang Amrin mengeluarkan suara, setelah cukup lama kami saling terdiam.

"saya.. saya.. baru tiga tahun, bang." balasku sedikit tergagap.

"kamu udah nikah?" tanya bang Amrin lagi.

"belum, bang." jawabku lugas.

Bang Amrin hanya manggut-manggut sambil sedikit membulatkan bibir.

Untuk selanjutnya bang Amrin jadi sering berbicara, terutama tentang pelatihan yang kami ikuti saat ini dan juga tentang pekerjaan kami.

Karena sama-sama bekerja di bidang yang sama, pembicaraan kami jadi lebih cepat menyambung satu sama lain.

Hingga kami pun terus bercerita panjang lebar, saling berbagi pengalaman dan juga saling bertukar pikiran tentang pekerjaan kami.

Dan hal itu cukup mengurangi kekakuan di antara kami, sebagai dua orang yang baru saja saling kenal.

Kalimat demi kalimat yang terlontar dari mulut kami, membuat kami bak dua orang yang seperti sudah kenal lama.

Ternyata hanya butuh beberapa jam, untuk kami bisa merasa saling akrab.

Dan permbicaraan kami pun terus berlanjut, hingga hampir larut malam.

*****

Malam kedua.

Pelatihan di mulai jam delapan pagi, setelah sarapan. Dan selesai jam lima sore, dengan di selingi istirahat siang pada jam 12 sampai jam satu.

Sedangkan di malam hari tidak ada kegiatan sama sekali, kami di beri kesempatan untuk beristirahat.

Meski banyak dari peserta yang justru menghabiskan jam istirahat malamnya dengan ngobrol-ngobrol di lobi hotel, atau ada juga yang berjalan-jalan di sekitar hotel.

Aku dan bang Amrin, lebih memilih untuk menghabiskan waktu kami di dalam kamar. Sekedar ngobrol sambil menonton televisi.

"kamu gak jalan-jalan, Theo. Atau sekedar nongkrong di luar?" tanya bang Amrin, saat kami sudah berada di dalam kamar kembali, setelah makan malam.

"saya gak suka nongkrong, bang. Saya lebih suka di dalam kamar aja." jawab ku jujur.

Dari dulu aku memang tidak suka nongkrong-nongkrong apa lagi jalan-jalan. Aku lebih suka menghabiskan waktu di rumah, sekedar membaca buku atau menonton acara favorit ku.

"anak rumahan rupanya.." celetuk bang Amrin.

Aku hanya diam, tak berniat untuk membalas ucapan bang Amrin barusan. Karena bukan pertama kalinya aku mendengar hal tersebut.

"bang Amrin sendiri gak keluar?" tanya ku kemudian.

"aku sudah pernah ke Jogja sebelumnya, jadi aku gak terlalu tertarik untuk keluar saat ini. Lagi pula semenjak menikah, aku memang lebih sering di rumah." balas bang Amrin.

"sayang istri.." celoteh ku pelan.

"bukan karena itu juga sebenarnya. Hanya saja, aku sudah merasa bosan berada di luaran." balas bang Amrin lagi.

"dulu sebelum menikah, aku bahkan jarang di rumah. Aku lebih sering menghabiskan waktu di jalanan." lanjut bang Amrin berucap.

"aku lahir dari keluarga yang cukup sederhana. Ayahku hanya seorang guru honorer di sebuah sekolah swasta. Ibu ku hanya seorang ibu rumah tangga biasa. Aku dan tiga orang adik ku, memang sudah biasa hidup hemat sejak kecil."

"lulus SMA, aku coba bekerja menjadi seorang kernet bus untuk membiayai kuliah ku sendiri. Karena itu aku jadi jarang pulang. Aku bekerja sampai malam."

"hingga aku lulus kuliah dan kemudian mendapatkan pekerjaan di dinas ini. Setahun kemudian aku pun memutuskan untuk menikah." cerita bang Amrin panjang lebar.

"pasti istrinya cantik ya, bang?" tanyaku tanpa sadar, pertanyaan itu terlontar begitu saja mengikuti naluri kekaguman ku pada sosok bang Amrin yang memang tampan itu.

"cantik itu relatif, Theo. Tergantung dari sudut mana kita menilai seorang perempuan. Tapi sejujurnya istri ku memang termasuk wanita yang cantik menurutku." balas bang Amrin ringan.

"tapi ngomong-ngomong kenapa kamu menyimpulkan kalau istri ku cantik?" tanya bang Amrin melanjutkan ucapannya.

"karena... karena menurut ku bang Amrin orangnya tampan, sudah pasti istrinya cantik." jawabku sedikit ragu.

"ah, kamu bisa aja, Theo. Jarang-jarang loh ada orang yang memuji ku seperti itu." timpal bang Amrin sambil sedikit tersenyum.

"aku bukan memuji, bang. Hanya mencoba untuk jujur dengan penilaian ku." balas ku.

"iya, terima kasih atas penilaiannya. Kamu juga manis, Theo." bang Amrin membalas, sambil melirik ku sekilas.

Aku merasa tersipu. Tapi aku berusaha untuk bersikap sewajar mungkin.

Aku melirik bang Amrin. Ia telentang di atas kasurnya tanpa baju, hanya memakai celana pendek kaos bergambar pantai. Tubuh atletis nya sungguh membuat aku semakin terpesona dengannya.

Aku semakin mengagumi sosok bang Amrin. Kerinduanku akan kasih sayang seorang laki-laki kembali menghantui ku.

Bang Amrin memejamkan mata, sepertinya ia berusaha untuk tidur. Dan hal itu membuat aku semakin leluasa untuk menatapi wajah tampannya.

Pikiran ku sudah tidak bisa aku kontrol lagi. Aku ingin mengusap wajah tampan itu, wajah mulus tanpa bekas jerawat.

Aku ingin menyandarkan kepala ku di dadanya yang bidang. Merasakan kenyamanan dalam dekapan tubuh atletisnya.

Aku menarik napas berkali-kali. Menahan gejolak di dalam hatiku yang tiba-tiba saja bergelora.

Aku memang pernah jatuh cinta kepada laki-laki, tapi kali ini rasanya beda. Rasanya lebih indah.

Bukan saja karena bang Amrin memang tampan, tapi juga karena kami saat ini begitu dekat. Bang Amrin begitu nyata. Dan aku hanya butuh beberapa langkah untuk bisa menyentuhnya.

Aku memejamkan mata kembali, mencoba untuk tertidur. Namun justru pikiran ku terus berimajinasi tentang bang Amrin.

Ah, aku benar-benar telah jatuh cinta padanya. Dan itu terjadi hanya dalam hitungan jam.

Namun seperti biasa, aku hanya bisa memendam semua itu. Aku hanya bisa mengagumi sosok bang Amrin, tanpa ada harapan bagi ku untuk bisa memilikinya.

Dan aku pun terlelap dalam mimpi indah ku.

Lalu bagaimanakah kisah ku selanjutnya bersama bang Amrin?

Akankah aku punya kekuatan untuk bisa mengungkapkan perasaan ku kepada bang Amrin?

Dan seperti apakah sebenarnya masa lalu bang Amrin?

Simak kelanjutan kisah ini di channel ini ya, atau bisa klik link nya di deskripsi video ini.

Terima kasih sudah menonton video ini sampai selesai, semoga terhibur.

Sampai jumpa lagi di video selanjutnya, salam sayang selalu buat kalian semua.. muaaachhh..

****

Part 2

Detik demi detik berlalu, jarum jam terus berputar. Sudah memasuki hari kedua pelatihan.

Seperti hari pertama, pelatihan di mulai jam delapan pagi, setelah kami sarapan. Kemudian pada jam 12 siang, kami di beri waktu untuk beristirahat, makan siang atau sekedar merebahkan tubuh di dalam kamar kami masing-masing, hingga jam satu siang.

Jam satu siang pelatihan di mulai lagi, hingga sore.

Aku dan bang Amrin terasa semakin dekat. Karena selain satu kamar, kami juga duduk berdua pada saat pelatihan, atau pun pada saat makan.

Untuk menghilangkan kejenuhan, terkadang kami sering ngobrol berdua di belakang, saat para tutor berbicara di depan dengan bosan.

Keakraban kami justru semakin menumbuhkan rasa kagum ku pada bang Amrin. Aku merasa sangat bahagia bisa dekat dengannya. Apa lagi selama ini, aku jarang sekali berteman dekat dengan seorang laki-laki. Dan justru kali ini, aku dekat dengan laki-laki yang telah membuat aku jatuh cinta hanya dalam hitungan jam.

Lalu bagaimanakah akhirnya kisah ku ini?

Mungkinkah aku mampu memendam semua rasa itu?

Atau justru aku akan merasakan sebuah moment yang indah bersama bang Amrin, lelaki pujaan ku itu.

Dan seperti apa pula cerita dari masa lalu bang Amrin?

Simak kisah ini sampai selesai ya..

Namun sebelumnya bla..bla...

*****

Malam ketiga.

"capek ya.." celetuk bang Amrin.

Saat itu kami sudah berada di kamar kembali, setelah makan malam.

Aku melirik bang Amrin, yang seperti biasa terbaring di atas ranjangnya dengan hanya memakai celana pendek kaos. Kali ini berwarna coklat.

"masih dua hari loh, bang." balasku akhirnya.

"iya. Tapi rasanya sudah dua minggu." ucap bang Amrin lagi.

"pasti karena bang Amrin kangen sama istrinya." balas ku ringan.

"hmm.. gak juga sih. Aku lebih kangen anak ku. Tapi bukan itu alasan ku merasa bosan di sini. Mungkin lebih karena hal-hal seperti ini hanyalah sesuatu yang sia-sia. Bukankah pelatihan-pelatihan seperti ini sudah sering di laksanakan? Tapi hasilnya tetap aja sama." ucap bang Amrin.

"kegiatan seperti ini bukannya hanya untuk menghabiskan anggaran, dan menguntungkan beberapa pihak.." timpal ku menyambung kalimat bang Amrin.

"iya. aku setuju dengan pendapat mu itu, Theo." balas bang Amrin. Kali ini ia menatap ku.

Beberapa detik mata kami saling beradu pandang. Aku jengah. Dan segera memalingkan muka.

"jalan-jalan yuk.." ajak bang Amrin tiba-tiba, setelah untuk beberapa saat kami saling terdiam.

"kemana?' tanya ku ragu.

"kemana aja. sekedar keliling-keliling aja juga gak apa-apa. Dari pada bosan di kamar kan?!" balas bang Amrin.

"ayok lah.." ucapku penuh semangat.

Dan kami pun bersiap-siap untuk segera keluar dari kamar.

Kami berkeliling kota Jogja dengan menaiki sebuah taksi online. Mampir di beberapa tempat dan sekedar minum-minum di kafe, sambil kami terus bercerita banyak hal.

Aku bahagia melewati malam itu bersama bang Amrin. Rasanya begitu indah.

Berjalan berdua dengan orang yang aku kagumi, yang aku cintai dan yang ingin aku miliki. Sungguh menimbulkan kesan yang indah.

Mendengar tawa bang Amrin yang renyah, ceritanya yang blak-blakan dan apa adanya. Melihat senyumnya yang selalu manis, wajahnya yang begitu tampan.

Dia adalah sosok laki-laki sempurna yang pernah aku kenal. Dan aku merasa beruntung bisa dekat dengannya.

"makasih ya, Theo. Udah bersedia menemani ku berkeliling malam ini." suara bang Amrin sedikit parau.

Saat itu kami sudah berada di dalam kamar hotel lagi. Jarum jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam.

"ah, biasa aja, bang. Aku juga sangat menikmati perjalanan kita malam ini." timpal ku ringan.

"kamu gak berniat untuk cari pacar di sini, Theo?" tanya bang Amrin kemudian.

"cewek Jogja itu cantik-cantik loh.." lanjutnya dengan sedikit mengernyitkan mata.

Aku terdiam. Enggan untuk menjawab pertanyaan bang Amrin barusan. Bukan itu pertanyaan yang ingin aku dengar dari bang Amrin.

"atau sebenarnya kamu lebih suka cari cowok disini?" bang Amrin berucap lagi, melihat aku yang hanya terdiam.

Aku tahu, bang Amrin hanya berniat untuk sekedar bercanda, tapi tetap saja aku merasa tersipu tiba-tiba mendengar kalimatnya barusan. Kalimat itu seperti bisa menebak siapa aku sebenarnya.

"kenapa kamu jadi tersipu seperti itu?" tanya bang Amrin lagi.

"apa itu berarti ... kalau kamu memang gak suka cewek?" lanjut bang Amrin bertanya lagi.

Pertanyaan-pertanyaan itu semakin membuat ku merasa serba salah.

Di satu sisi, ingin sekali rasanya aku untuk jujur kepada bang Amrin. Namun di sisi lain, rasanya aku belum siap untuk itu. Aku masih takut harga diri ku akan jatuh, kalau bang Amrin mengetahui siapa aku sebenarnya.

Aku juga takut, dia akan menjauhi ku. Padahal waktu kami masih ada sekitar tujuh malam lagi di sini.

Aku ingin menikmati setiap malam ku bersama bang Amrin, meski hanya sebatas teman sekamar.

Akh, jatuh cinta itu memang rumit. Namun lebih rumit lagi, jika jatuh cinta kepada orang yang berjenis kelamin sama.

Jujur salah, gak jujur makin salah.

Dan akhirnya aku tidak menjawab satu pun dari semua pertanyaan-pertanyaan bang Amrin barusan. Aku lebih memilih untuk diam.

Aku segera menyelimuti tubuh ku dan berpura-pura hendak tertidur.

Sepertinya bang Amrin juga tidak berniat untuk melanjutkan pembicaraan kami.

Entah karena dia merasa bersalah dengan pertanyaannya sendiri, atau karena dia sudah punya kesimpulan sendiri akan sikap diam ku.

*****

Malam ke empat.

Hari ketiga pelatihan pun berlalu dengan cepat, malam pun kembali datang.

Aku dan bang Amrin jadi tidak terlalu banyak bicara sepanjang hari ini. Mungkin karena kami sudah kehabisan bahan untuk di bicarakan. Atau mungkin karena kami telah mulai lelah mengikuti setiap kegiatan selama pelatihan.

"saya minta maaf.." ujar bang Amrin, setelah kami selesai makan malam dan kembali ke kamar.

"bang Amrin minta maaf untuk apa?" tanyaku sedikit heran, karena aku tidak benar-benar tahu, entah bagian mana yang membuat bang Amrin merasa harus minta maaf padaku.

"saya minta maaf atas pertanyaan-pertanyaan ku malam kemarin. Tidak seharusnya aku bertanya seperti itu." balas bang Amrin.

"tidak ada yang perlu di maafkan, bang. Hanya saja aku merasa sedikit heran, kenapa bang Amrin bisa bertanya seperti itu." balas ku.

"karena sebenarnya aku tidak seperti yang kamu lihat, Theo. Aku punya cerita tersendiri di masa lalu ku. Aku punya rahasia dalam hidupku. Sebuah rahasia yang selama ini hanya aku pendam sendiri." jelas bang Amrin.

"rahasia apa, bang?" tanyaku ingin tahu.

"aku akan cerita. Tapi kamu harus janji, untuk bisa menjaga rahasia ini. Ini hanya antara kita berdua Theo." ucap bang Amrin pelan.

"bang Amrin cerita aja. Rahasia bang Amrin aman sama saya.." ucapku yakin.

"aku lahir, besar dan tumbuh dari keluarga yang sangat fanatik. Ayah ku adalah seorang guru di sebuah sekolah pesantren. Orang-orang lebih suka memanggilnya ustadz. Ibu ku juga seorang wanita yang rajin beribadah."

"kami tinggal di kawasan pesantren, karena ayah ku memang mendapatkan jatah sebuah rumah di situ. Karena itu juga aku dan adik-adik ku di tuntut untuk lebih taat beribadah. Walau pun aku sendiri lebih memilih untuk bersekolah di sekolah umum."

"karena hidup dalam keluarga yang taat, aku tidak pernah bisa menjadi diriku sendiri. Aku hidup bagai orang lain. Padahal aku punya sisi lain dalam diri ku yang selama ini hanya bisa aku tutup rapat-rapat."

"sejak tumbuh remaja, entah mengapa aku punya ketertarikan pada sesama jenis. Aku lebih suka memikirkan seorang laki-laki dari pada perempuan. Dan hal itu terus berlanjut hingga aku dewasa."

"namun selama bertahun-tahun aku hanya bisa memendam semua itu. Aku harus selalu berpura-pura menjadi seperti laki-laki pada umumnya. Aku pacaran dengan perempuan, meski aku tidak menginginkannya."

"hingga aku pun harus menikah dengan gadis pilihan orangtua ku. Bukan saja karena aku tidak ingin menjadi anak yang durhaka, tapi aku juga ingin tetap menutupi sisi gelap ku itu."

"apa jadinya jika ayah atau ibu ku tahu, kalau aku punya ketertarikan pada laki-laki? Aku harus tetap bisa menyimpan semua itu. Meski aku harus tersiksa, karena selalu menahan perasaan ku pada setiap laki-laki yang membuat aku jatuh cinta."

"sampai akhirnya kita bertemu disini, Theo. Di hotel ini. Kita di tempatkan dalam satu kamar. Dan sejak pertama mengenal kamu, aku sudah merasakan ketertarikan tersendiri pada kamu, Theo. Dan hanya dalam hitungan jam, aku pun menyadari kalau aku telah jatuh hati padamu."

"namun seperti biasa, aku tetap selalu berusaha menyembunyikan semua itu. Aku tidak ingin kamu tahu, Theo. Aku hanya bisa memendamnya. Tapi ketika aku menyadari kalau kamu sering memperhatikan ku diam-diam, entah mengapa aku memiliki keyakinan dalam hati ku, kalau kamu juga merasakan hal yang sama."

Bang Amrin bercerita panjang lebar padaku, yang membuatku merasa tidak menentu.

Ada rasa bahagia, ragu, takut dan berbagai perasaan berkecamuk di benakku mendengar itu semua.

Aku merasa bagai bermimpi.

"aku harap aku keliru, Theo. Tapi aku ingin kamu jujur padaku. Berkali-kali aku pernah jatuh cinta pada laki-laki, namun selama ini aku tidak pernah berani mengungkapkannya. Tapi kali ini rasanya beda. Aku seakan punya harapan untuk bisa memiliki kamu, Theo." bang Amrin berucap lagi.

"aku juga mencintai bang Amrin.." ucapku akhirnya, tanpa harus berpikir panjang untuk menjawab semua itu.

Tak ada lagi yang harus aku pikirkan. Jika bang Amrin berani untuk berterus terang padaku, kenapa aku tidak?

Aku juga tidak ingin kehilangan kesempatan untuk bisa mendapatkan bang Amrin.

Selama beberapa hari ini, aku harus memendam perasaan ku padanya. Dan sekarang aku punya kesempatan untuk mengungkapkannya.

Aku tak ingin melewatkan kesempatan itu.

"kamu serius?" tanya bang Amrin.

"aku serius, bang. Aku juga telah jatuh cinta pada bang Amrin bahkan sejak pertama kali kita bertemu." jawab ku jujur.

"tapi sama seperti bang Amrin, aku juga belum pernah pacaran dengan sesama laki-laki, bang. Belum pernah sama sekali, dan bahkan aku juga belum pernah pacaran dengan perempuan." ucapku melanjutkan.

"itu artinya, ini adalah kesempatan pertama bagi kita berdua, Theo? Apa kamu mau, kalau kita memulai hubungan ini sekarang?" tanya bang Amrin kemudian.

"iya. Aku mau, bang.." jawab ku lugas.

Dan mata yang semulanya malu-malu untuk saling bertatap, tak lagi punya alasan untuk menghindar.

Segala kekaguman yang selama beberapa hari ini hanya tersimpan di relung hati kami, kini seakan tercurah hanya dari semua tatapan itu.

Aku hanya tidak menyangka, kalau bang Amrin punya perasaan seperti itu padaku. Entah karena aku yang kurang peka, akan sikap nya selama ini padaku, atau mungkin karena bang Amrin yang terlalu cerdas untuk menyembunyikan perasaan nya.

Namun apa pun itu. Kini semua tanya telah terjawab. Semua rasa telah terungkap. Tak ada lagi rahasia. Tak ada lagi rasa yang terpendam.

Hanya saja kami masih bingung harus memulai nya dari mana.

Dan seperti apakah hal pertama yang akan terjadi pada kami berdua malam itu?

Setelah kami sudah saling mengetahui perasaan kami masing-masing.

Lalu seperti apakah kelanjutan dari kisah cinta kami berdua. Sementara kami hanya punya waktu beberapa hari lagi untuk bisa bersama?

Simak kelanjutan kisah ini di channel ini ya, atau bisa klik link nya di deskripsi video ini.

Terima kasih sudah menonton video ini sampai selesai, semoga terhibur.

Sampai jumpa lagi pada video berikutnya, salam sayang selalu untuk kalian semua.

***

Part 3

Kami duduk bersisian di tepi ranjang kamar hotel itu. Mata kami saling tatap. Kami hanya saling diam.

Tak perlu seribu kata untuk mengungkapkan rasa. Tak harus merangkai kalimat indah untuk melukiskan keindahan cinta.

Cinta adalah rasa. Ia hanya bisa di rasakan oleh dua hati yang bertemu melalui tatapan.

Aku dan bang Amrin. Hanya kami berdua malam itu. Hanya kami berdua yang mengerti setiap tatapan itu. Tatapan penuh kekaguman dan cinta.

"aku belum pernah melakukan ini dengan seorang laki-laki.." ucap bang Amrin pelan.

"aku bahkan belum pernah sama sekali melakukannya, bang.." balas ku lugu.

"lalu apakah kamu mau mencobanya?" tanya bang Amrin.

Aku hanya mengangguk, tanpa mengedipkan mata. Aku tak ingin memejamkan mata. Aku ingin menikmati indahnya wajah tampan milik bang Amrin, setiap centi nya.

Wajah itu sungguh tampan dan sangat dekat. Repleks aku mengusap wajah itu dengan pelan, penuh perasaan.

"bang Amrin begitu tampan. Aku sangat mencintai bang Amrin.." ucapku lembut.

"aku juga sangat mencintai kamu, Theo." balas bang Amrin tak kalah lembutnya.

Selanjutnya wajah kami pun kian mendekat. Aroma napas kami berpadu.

Dan akhirnya hal itu pun terjadi, untuk pertama kalinya dalam hidupku.

Hal yang hanya bisa anda saksikan jika anda menjadi pelanggan eksklusif channel ini.

Jadi silahkan berlangganan atau bergabung bersama channel ini, dengan cara klik tombol gabung di bawah ini, atau bisa langsung di deskripsi video ini.

Dapatkan berbagai keuntungan istimewa dengan berlangganan channel ini. Diantaranya bla..bla ..

Terima kasih bla..bla..

****

Malam kelima.

Tak cukup kata untuk mengungkapkan bahagia ku saat ini. Tak ada kalimat indah yang bisa mewakili perasaan bahagia ku saat ini.

Semuanya terasa begitu indah. Sangat indah.

Rasanya waktu bergulir terlalu cepat, hingga malam pun datang kembali.

Seharian kami selalu bersama. Meski tak banyak kata yang terungkap di antara kami, namun setiap tatapan kami punya seribu makna.

Bahkan saat istirahat siang pun, kami menyempatkan diri, untuk kembali ke kamar kami. Menikmati kebersamaan kami dengan sejuta rasa cinta yang ada.

Rasanya begitu sempurna. Kami benar-benar tak ingin melewatkan sedetik pun setiap kesempatan yang ada.

Makan malam pun selesai, kami pun kembali ke kamar.

Kali ini kami berbaring di satu ranjang. Aku merebahkan kepala ku di atas lengan kekar milik bang Amrin. Tangan ku melingkar di dadanya.

Dekapan itu terasa hangat. Menenangkan. Dan nyaman.

Bang Amrin membelai rambutku dengan lembut.

"kita hanya punya kesempatan beberapa malam lagi, Theo. Lalu apa yang akan kita lakukan selanjutnya?" ucap bang Amrin pelan.

"aku juga tidak tahu, bang. Rasanya aku ingin selamanya kita berada di sini." balasku berucap.

"aku juga ingin seperti itu, Theo. Tapi kita harus tetap realistis. Pada saatnya jarak akan membuat kita terpisah. Dan aku takut, aku tak sanggup berada di posisi seperti itu.." ucap bang Amrin.

"aku juga gak sanggup, bang. Tapi bukankah lebih baik, kita nikmati saja saat ini. Tak perlu kita memikirkan hari esok. Yang penting saat ini, kita masih punya waktu bersama." aku berujar, sambil sedikit tengadah, menatap kembali wajah tampan itu.

"iya, Theo. Kita akan menikmati malam ini dan malam-malam selanjutnya. Sampai waktu akan membuat kita sadar, kalau perpisahan itu ada. Perpisahan itu nyata." balas bang Amrin.

Dan untuk kesekian kalinya, kami pun mencoba merajut cinta kami. Menyatukan hati kami dalam sebuah rasa yang indah, bahkan jauh lebih indah dari cinta itu sendiri.

Kami mencoba mengikuti naluri yang ada. Menjadi diri kami yang seutuhnya. Tanpa topeng. Karena saat ini, kami benar-benar berada di dunia yang kami ciptakan sendiri.

Aku mencintai bang Amrin dengan segenap jiwa ku. Menyayanginya dengan sepenuh hati ku.

Wajah tampan itu. Senyum manis itu, dan tubuhnya yang kekar, adalah anugerah terindah yang pernah aku miliki dalam perjalanan hidupku.

Walau aku sadar, tidak ada kisah yang tak berujung. Semua kisah akan berakhir. Namun untuk saat ini, aku ingin memiliki bang Amrin seutuhnya. Dia hanya milik ku saat ini.

****

Malam keenam, malam ketujuh, malam ke delapan dan malam ke sembilan semua berjalan dengan begitu indah. Namun waktu tidak pernah memberikan kesempatan lebih kepada siapa pun.

Setiap orang punya waktu yang sama. Waktu tetap berjalan sesuai alur dan perputarannya.

Tapi beberapa hari terakhir ini, waktu terasa begitu cepat berlalu bagiku.

Terlalu singkat.

Hingga malam ke sepuluh pun tiba. Malam yang membuatku tiba-tiba saja merasa takut.

Aku takut dengan perpisahan. Aku takut dengan kata terakhir.

Namun tidak ada awal yang tak berakhir. Dan itu adalah sebuah kenyataan, yang tidak bisa di hindari.

"aku takut, bang.." suara ku parau.

Malam itu seperti biasa, sehabis makan malam kami kembali ke kamar.

"rasanya aku tak ingin malam ini berakhir.." lanjutku.

"aku juga tak ingin ini berakhir, Theo. Aku ingin bersama kamu selamanya.." balas bang Amrin.

"lalu bagaimana hubungan kita selanjutnya bang?" tanya ku pilu.

"aku juga tidak tahu, Theo. Jarak di antara kita terlalu jauh. Kita tidak mungkin bisa bertemu lagi. Dan aku belum siap untuk itu semua." ucap bang Amrin ikut pilu.

"aku juga tidak siap, bang. Tapi kita bisa apa? Sekali pun jarak tidak memisahkan kita, namun kodrat tetap akan membuat kita tidak bisa bersama selamanya, bang. Dan aku benci mengakui itu." suara ku kian parau.

Mata ku memerah. Hatiku perih. Sakit sekali rasanya. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku bisa merasakan indahnya di cintai oleh orang yang aku cintai. Tapi justru semua itu harus berakhir. Semuanya terjadi terlalu singkat.

Perlahan setetes air mata pun jatuh di pipiku. Aku menangisi perpisahan ini.

"kamu jangan menangis, Theo. Aku tak sanggup melihatnya.." ucap bang Amrin, suaranya pun mulai serak.

Bang Amrin menarik tubuhku dalam dekapannya. Air mata ku terus mengalir. Semuanya terasa pilu.

"kamu jangan menangis, Theo.." bang Amrin mengulangi ucapannya, suaranya semakin serak. Ia ikut menangis. Dekapannya pun semakin erat.

Dan malam terakhir itu pun kami habiskan dengan deraian air mata. Kami tak bisa memendung kesedihan kami.

Rasanya perpisahan itu terlalu berat, meski kebersamaan kami sangat singkat. Namun rasa yang tumbuh di antara kami begitu besar.

Moment-moment indah ku bersama bang Amrin selama sepuluh hari di kamar hotel itu, terus melintas di pikiran ku sepanjang perjalanan pulangku.

Kami memang saling mencintai, tapi waktu, jarak, keadaan dan kodrat tidak mengizinkan kami untuk bersama lebih lama lagi.

Cinta kami terjadi hanya sepuluh malam. Ya, hanya cinta sepuluh malam.

Namun itu adalah sepuluh malam terindah di sepanjang perjalanan hidupku. Aku tak akan pernah melupakannya.

"kita masih bisa terus berhubungan, Theo. Kita masih bisa saling telpon-telponan." terngiang kembali ucapan bang Amrin pagi tadi, sesaat sebelum akhirnya kami benar-benar terpisah.

"iya, bang. Meski raga kita tidak bisa selalu bersama, aku harap hati kita tetap bisa untuk saling mengingat.." balas ku lirih.

Dan perpisahan selalu menyakitkan. Seindah apa pun kisah yang terjadi di antara kami selama sepuluh malam itu, tetap saja rasa sakit karena perpisahan itu begitu menyiksa.

Kisah ku bersama bang Amrin, akan selalu terukir di sanubari ku. Selamanya.

Demikianlah kisah cinta ku selama sepuluh malam bersama bang Amrin.

Terima kasih sudah menyimak kisah ini dari awal sampai akhir.

Semoga terhibur.

Sampai jumpa lagi di cerita-cerita berikutnya, salam sayang selalu untuk kalian semua.. muuuaaachhh..

****

Selesai...

Tergoda brondong tampan dan gagah

Aku menatap laki-laki itu. Wajahnya tampan rupawan. Di lengkapi dengan hidungnya yang mancung dan sorot matanya yang tajam. Tubuhnya tegap dan gagah.

Cerpen sang motivator jalanan

"mau kemana?" laki-laki itu mengulangi pertanyaannya.

"pulang.." jawabku akhirnya, setelah untuk sesaat aku terlena dengan pesona pria muda yang berdiri tepat di hadapanku.

"boleh aku antar?" tawar pemuda yang ku perkirakan masih berumur 20 tahun itu.

"apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya ku ragu.

"kita hampir setiap hari bertemu disini. Di tempat parkir ini. Aku selalu memperhatikan mu." jawab pemuda itu santai.

"siapa kamu sebenarnya?" tanya ku penasaran.

"aku hanya seorang pengagum." jawab pemuda itu terdengar yakin.

"apa yang membuatmu mengagumi ku?" tanya ku lagi.

"semuanya. Kecantikan wajahmu dan juga keanggunanmu.. Senyum, tubuhmu. Semuanya.." jelas pemuda itu lugas.

Aku sedikit tersipu mendengar kalimat itu. Meski ini bukan pertama kalinya orang-orang memujiku, tapi tetap saja di puji oleh laki-laki setampan pemuda di depan ku ini, membuatku jadi sedikit salah tingkah.

Tiba-tiba pemuda itu mengulurkan tangannya.

"aku Renol." ucapnya maskulin.

Aku dengan sedikit ragupun menjabat tangan pemuda itu.

"Larasati. Panggil aja Lara." ucapku ringan.

Tangan kami berjabatan. Ada rasa hangat yang mengalir di sekujur tubuh ku. Rasanya begitu nyaman.

"jadi gimana? Apa aku boleh mengantarmu pulang?" ucap Renol, setelah ia melepaskan tanganku.

"maaf, aku membawa mobil ku sendiri.." pungkas ku.

"oh." Renol membulatkan bibir.

"kalau begitu aku yang nebeng sama kamu." lanjutnya.

"mau mu apa sih sebenarnya?" tanya ku benar-benar ingin tahu.

"aku hanya ingin mengenal kamu lebih dekat lagi Lara." timpalnya.

"untuk apa?" tanya ku.

"untuk membuktikan bahwa perasaan ku salah." jawab Renol.

"maksud kamu?" aku bertanya kembali, Renol membuatku benar-benar penasaran.

"aku mungkin telah jatuh cinta padamu." jawabnya terdengar sungguh-sungguh.

"secepat itu?" tanya ku lagi.

"aku sudah memperhatikan mu sejak lama." ucap Renol.

"menurutku aku jauh lebih tua dari mu, dan kamu tidak seharusnya mendekati wanita yang lebih tua dari mu." ucapku.

"apa itu salah?" tanya Renol.

"tidak." jawabku, "itu jika aku masih singel. Tapi sekarang aku masih berstatus istri orang." lanjutku.

"istri orang yang sebentar lagi akan bercerai." ucap Renol, yang membuatku menatapnya tajam.

"dari mana kamu tahu semua itu?" tanyaku akhirnya.

"sudah aku katakan, aku sudah memperhatikanmu sejak lama." jawab Renol.

"sampai sedetail itu kamu mengetahui ku?" tanya ku lagi.

"iya. Bahkan lebih dari itu." balas Renol lagi.

"maksud kamu?" tanya ku.

"aku tahu, kamu sudah berbulan-bulan pisah ranjang dari suami mu yang tukang selingkuh itu. Aku tahu, kamu sudah punya seorang putra yang berusia tiga tahun, yang sekarang bersama pengasuh anakmu di rumah." jelas Renol, yang membuatku semakin penasaran dengannya.

Mengapa Renol bisa tahu tentang semua itu? Padahal aku bahkan baru pertama kali bertemu dengannya.

Kantor ku memang berada dalam sebuah gedung yang memang memiliki banyak kantor di dalamnya. Sangat banyak orang yang berlalu lalang di dalam gedung tersebut.

Tapi aku belum pernah bertemu Renol sebelumnya.

Saat ini aku memang sedang dalam masa proses cerai dengan suami ku. Aku memang sudah berbulan-bulan tidur sendirian. Aku memang selalu merasa kesepian. Namun kesibukan ku sebagai wanita karir, cukup membuatk jadi tidak punya banyak waktu untuk memikirkan hal tersebut.

Renol begitu gigih untuk mendekati ku, yang membuatku akhirnya menyerah. Aku menerima tawarannya untuk ia pulang bersama ku.

Kami akhirnya ngobrol banyak hal. Di perjalanan pulang Renol berhasil mengajak ku untuk singgah di sebuah kafe.

Renol memang sangat menarik secara fisik. Aku tak bisa memungkiri hal itu.

Sebagai seorang wanita yang sudah lama tidak mendapat perhatian dari seorang laki-laki, aku mulai tergugah dengan kehadiran Renol.

Sikapnya yang terbuka dan terkesan nekat itu, membuatku jadi tak berdaya untuk menolak, ketika akhirnya Renol berhasil mengajak ku mampir di apartemennya.

Renol tinggal sendirian di apartemen itu, ia seorang perantau. Saat ini ia bekerja di bagian resepsionis di gedung tempat kantor ku tersebut. Jadi wajar kalau ia sudah memperhatikan ku sejak lama.

Meski pun masih muda, Renol cukup berpengalaman dalam mendekati seorang wanita.

Aku pun terbuai dengan segala bujuk rayunya. Bukan saja karena Renol memang sangat mempesona, tapi juga karena aku memang sudah lama tidak merasakan hal tersebut.

Sore itu Renol berhasil membwa ku berlyar dalam keindhan sebuah rasa. Aku terbu4i.

Renol memang pemuda yang luar biasa. Aku di buatnya melay4ng.

Aku yang sudah lama tidak meraskan hal tersebut, jadi begitu terlna dengan segla permainn indh Renol.

Aku tak ingin melewati saat-saat indh itu.

Aku ingin merguk semuanya. Segala kesepian ku selama ini, aku tmpahkan kepada renol sore itu.

Aku seperti mendapatkan setetes air ditengah gurun gersang. Kehadiran Renol benar-benar membuat aku lupa akan semua kejadian pahit yang aku alami akhir-akhir ini.

Kejadian yang ingin aku hapus dari ingatanku.

Kejadian dimana aku akhirnya mengetahui kalau suami ku ternyata selama ini telah berselingkh dengan sekeretarisnya.

Karena itulah aku pun menuntut cerai darinya. Hanya saja proses cerai itu terlalu lama bagiku.

Hingga aku harus menelan kesepian setiap malamnya.

Dan Renol hadir di saat yang tepat. Dia hadir dengan segala pesonanya, yang membuat ku tidak bisa menolaknya. Aku tak ingin menolak brondong tampan dan gagah itu.

Aku serahkan seglanya pada brondong itu. Aku biarkan Renol mendpatkan semuanya. Tak tersisa.

Kami terhenyut dlam gelombang keindhan itu. Menyatu dlam sebuah rsa yg indh.

Sampai akhirnya aku mersakan sebuah pencapaian yang sempurna. Sebuah pencapaian yang sudah lama tidak aku rasakan.

****

Dan sejak saat itu, aku dan Renol pun menjalin hubungan asmara. Aku jatuh hati padanya. Renol berhasil membuat aku jatuh cinta.

Hingga proses perceraian ku dengan suami ku pun selesai. Kami resmi bercerai.

Hubungan ku dengan Renol pun semakin erat. Dan beberapa bulan kemudian, kami pun menikah.

Kami mulai membina rumah tangga kami yang baru. Ternyata Renol benar-benar serius dengan perasaannya padaku.

Dan aku semakin mencintainya.

****

Kisah cinta dua cowok hetero

Nama ku Joshua. Biasa orang-orang memanggilku Josh. Saat ini aku sedang kuliah semester enam.

Aku seorang laki-laki hetero. Aku punya pacar seorang perempuan bernama Tyas. Kami pacaran sudah bertahun-tahun.

Namun karena suatu kejadian, tiba-tiba saja aku menjadi seseorang yang berbeda.

Seseorang yang aku sendiri bahkan tidak kenal. Tapi, mungkin itulah jati diri ku yang sebenarnya.

Bagaimanakah kisah ku ini terjadi?

Dan siapa kah aku sebenarnya?

Simak kisah ini dari awal sampai selesai ya...

Namun sebelumnya.. bla..bla..

****

Aku duduk sendiri di sebuah bangku taman, sambil menatapi kendaraan yang ramai berlalu lalang di jalan raya. Taman itu memang berada di pinggiran sebuah jalan raya di tengah-tengah kota.

Pikiran ku menerawang, mengingat kembali kisah cinta ku yang harus kandas. Kisah cinta ku yang harus berakhir dengan cukup menyakitkan bagiku.

Bagaimana tidak, aku dan pacarku, Tyas, sudah menjalin hubungan lebih dari tiga tahun. Hubungan kami sangat serius, terutama bagiku.

Bahkan hubungan kami juga sudah diketahui oleh kedua keluarga besar kami. Semua keluarga sangat mendukung hubungan kami.

Aku juga sangat merasa bahagia, menjalin hubungan bersama Tyas. Aku bangga memilikinya. Aku sangat mencintai Tyas.

Tapi ternyata hubungan indah itu harus berakhir. Bukan karena aku tidak lagi mencintainya. Tapi sebaliknya, ternyata perasaan Tyas padaku telah berubah.

Tyas berubah semenjak ia mengenal salah seorang sahabatku, Dony.

Dony adalah sahabat kecil ku dulu. Dari SD hingga SMP, aku dan Dony memang sangat dekat.

Namun saat SMA, Dony terpaksa pindah untuk ikut bersama keluarganya ke kota lain. Sejak saat itu, aku tidak pernah bertemu Dony lagi.

Namun beberapa tahun kemudian, kami bertemu kembali. Kebetulan kami kuliah di kampus yang sama.

Aku pacaran dengan Tyas, sejak kami sama-sama di kelas 3 SMA, hingga kami juga sama-sama kuliah di kampus yang sama. Hanya saja jurusan kami berbeda. Tyas di informatika sedangkan aku mengambil jurusan teknik.

Dan ternyata Dony juga kuliah di kampus yang sama dengan kami, dan kebetulan juga ia satu jurusan dengan Tyas.

Pertemuanku kembali bersama Dony, membuat kami kembali menjadi dekat dan akrab. Dony juga tahu, kalau Tyas adalah pacarku.

Namun entah bagaimana caranya, aku akhirnya mengetahui kalau Dony dan Tyas menjalin hubungan secara diam-diam di belakang ku.

Aku sakit mengetahui itu semua. Aku kecewa. Patah.

Meski pun Tyas bukan cinta pertama ku, namun dia adalah pacar pertama ku yang aku benar-benar serius dengannya.

Sebelumnya aku memang pernah pacaran, namun hanya sekedar cinta monyet. Tapi dengan Tyas,aku benar-benar merasakan telah jatuh cinta.

Namun apa yang bisa aku lakukan, jika Tyas sendiri tidak bisa merasakan hal tersebut. Dia lebih memilih untuk mengkhianatiku. Dan yang paling menyakitkan dari itu semua, dia selingkuh dengan sahabatku sendiri.

Aku sudah memutuskan hubungan ku dengan Tyas dan juga sudah memutuskan persahabatan ku dengan Dony. Aku benci mereka berdua saat ini.

Aku sakit. Marah. Kecewa. Dan hampir putus asa.

"ngelamun aja dari tadi, mas?!" sebuah suara mengagetkan ku. Suara laki-laki. Parau.

Aku menoleh ke arah samping kiri ku. Seorang laki-laki sudah duduk di sampingku. Laki-laki itu berwajah putih dan mulus. Bersih.

"kamu siapa?" tanyaku spontan. Aku memang belum pernah melihat laki-laki tersebut.

"apa itu penting?" suara parau itu berucap lagi.

"penting. Karena kamu sudah mengajak aku ngobrol dari awal." timpal ku.

"saya hanya tidak suka melihat orang yang buang-buang waktu hanya untuk melamun.." pungkas laki-laki yang ku perkirakan sudah berusia sekitar 30 tahun itu.

"lalu kamu sendiri apa yang kamu lakukan disini?" tanya ku.

"menikmati hidup.." balas laki-laki itu terlihat santai.

"saya juga sedang menikmati hidup dengan cara saya, dan tiba-tiba saja kamu mengusik semua itu." ujar ku sedikit protes.

"kamu tidak sedang menikmati hidup, kamu sedang menikmati luka mu.." balasnya.

"kenapa kamu menyimpulkan seperti itu?" tanyaku.

"sangat kelihatan sekali, kalau kamu sedang marah, kecewa dan dari tadi juga kamu mengumpat gak jelas sendirian. Saya tebak, kamu pasti baru saja putus cinta.." ucap pemuda itu.

"itu bukan urusan mu!" suara ku sedikit meninggi.

"itu berarti tebakan ku benar, dong.." balas laki-laki itu, sambil tersenyum menang.

"oke, kamu benar. Lalu apa urusan mu?" ucapku sengit.

"saya hanya mencoba untuk menghibur." timpal laki-laki itu, masih terdengar sangat santai.

"kita tak saling kenal. Untuk apa kamu menghibur ku?" tanyaku lagi.

"karena aku tahu persis, bagaimana rasa sakitnya putus cinta. Dan aku juga tahu, bagaimana caranya agar rasa sakit itu bisa sembuh dengan cepat.." jawab laki-laki itu lagi.

Kami terdiam beberapa saat, sepertinya aku kehabisan kata-kata untuk membalas ucapan laki-laki tersebut.

"kamu siapa sih sebenarnya?" tanya ku akhirnya,

"nama ku Rudy. Panggil aja mas Rudy, karena saat ini aku sudah berusia hampir kepala tiga." jawab laki-laki itu, sambil mengulurkan tangan.

Aku dengan sedikit ragu, pun menjabat tangan laki-laki yang mengaku bernama mas Rudy itu.

"Joshua, panggil aja Josh." ucapku menyebutkan nama ku.

Mas Rudy menjabat tangan ku lama, saat aku hendak melepaskan tangan ku dia masih menahannya, sambil ia menatap ku dengan senyum yang sedikit aneh.

"maaf.." ucapnya, setelah akhirnya ia melepaskan tangan ku.

Entah mengapa tiba-tiba saja perasaan ku menjadi tak karuan. Aku gelisah.

"kalau boleh saya tahu, apa yang membuat wajah tampan mu itu menjadi begitu murung?" ucap mas Rudy tiba-tiba.

Aku semakin merasa tak karuan, untuk pertama kalinya dalam hidupku, seorang laki-laki yang baru aku kenal memuji ku.

"kita baru saja saling kenal, tak etis rasanya kalau aku bercerita tentang sesuatu yang sedikit pribadi.. " balas ku berusaha bersikap tenang.

"kata orang, salah satu cara untuk mengurangi beban di hati adalah dengan bercerita." ucap mas Rudy lagi.

Aku menarik napas dalam, luka itu masih terasa sangat sakit di hatiku. Aku memang butuh tempat untuk bercerita.

Selain Dony, aku tidak punya teman dekat lagi. Biasanya kalau aku lagi ada masalah, pasti Tyas atau Dony lah tempat aku bercerita.

Tapi sekarang mereka berdua telah mengkhianatiku. Aku jadi kehilangan segalanya. Bukan saja cinta, tapi juga sahabat.

Setelah mempertimbangkan beberapa hal, aku pun memutuskan untuk bercerita kepada mas Rudy. Selain karena aku memang butuh tempat untuk mencurahkan segala rasa sakit ku, aku juga berpikir, tak ada salahnya menceritakan hal tersebut kepada mas Rudy.

Meski pun kami baru saja saling kenal, tapi mas Rudy kelihatannya adalah orang baik, dan juga sudah sangat dewasa.

Dan aku pun menceritakan semua kisah ku bersama Tyas dan Dony, kepada mas Rudy, orang yang baru saja kenal beberapa jam yang lalu.

Dan aku merasa ada sedikit kelegaan setelah menceritakan itu semua.

*****

"perempuan memang begitu.." ucap mas Rudy, saat aku selesai menceritakan kisah ku padanya.

"maksud mas Rudy?" tanyaku mulai terasa akrab.

"iya. Perempuan itu egois, mereka tak pernah benar-benar memikirkan perasaan laki-laki yang mencintainya." jawab mas Rudy menjelaskan.

"apa mas Rudy pernah juga disakiti oleh perempuan?" tanya ku lagi, sekedar ingin tahu.

"sering.." balas mas Rudy. "tapi itu dulu, sebelum akhirnya aku memutuskan untuk tidak pernah pacaran dengan perempuan lagi." lanjutnya.

"maksudnya, mas?" tanyaku penasaran.

"aku sudah terlalu teramat sering dikhianati perempuan. Aku jera. Aku menutup hati ku untuk kehadiran seorang perempuan pun dalam hidupku. Aku tidak ingin dikhianati lagi. Karena itu aku akhirnya memutuskan untuk berpacaran dengan sesama laki-laki.." cerita mas Rudy menjawab pertanyaan ku barusan.

"jadi mas Rudy ini seorang homo?" tanyaku meyakinkan.

"boleh di bilang begitu. Tapi itu terjadi, karena aku sudah jera menjalin hubungan dengan perempuan." jawab mas Rudy lugas.

Pantas! Pikirku. Dia dengan begitu berani mendekati ku.

"biasanya kalau kita sudah di khianati oleh perempuan satu kali, maka untuk selanjutnya kita akan selalu di khianati.." ucap mas Rudy tiba-tiba, melihat keterdiamanku.

"mas jangan menakut-nakuti ku..." balas ku spontan.

"saya tidak menakut-nakuti kamu. Saya hanya berbicara realita. Seperti yang pernah saya alami." timpal mas Rudy cepat.

Aku terdiam kembali. Tidak tahu harus berbicara apa lagi. Saat ini pikiranku memang sedang kacau. Dan pernyataan mas Rudy barusan cukup membuatku semakin kacau.

"kamu gak usah khawatir. Kalau kamu butuh teman untuk bercerita, saya siap kok mendengarkan semua cerita kamu. Dan saya juga siap menemani kamu, dalam masa penyembuhan luka mu itu." ucap mas Rudy lagi.

"tapi aku masih normal, mas." ucapku tegas.

"kamu tenang aja. aku gak bakal ngapain-ngapain kamu, kok. Aku hanya ingin menghibur kamu. Kita bisa jadi teman kan?" balas mas Rudy ringan.

Dan begitulah awal pertemuan ku dengan mas Rudy, laki-laki homo yang datang pada saat yang tepat.

Dia datang pada saat aku sedang patah hati. Dia datang pada saat kepercayaan ku pada perempuan memudar.

Lalu bagaimana kah hubungan ku dengan mas Rudy selanjutnya?

Apakah mas Rudy mampu mengobati luka di hatiku?

Mungkinkah ia mampu mengubah sesuatu dalam diriku?

Sesuatu yang sebenarnya sudah ada sejak lama di dalam diriku.

Simak kisah selanjutnya di channel ini ya, atau bisa langsung klik link nya di deskripsi video ini.

Terima kasih sudah menonton video ini sampai selesai, semoga terhibur.

Sampai jumpa lagi pada video-video berikutnya, salam sayang untuk kalian semua.. Muach..

****

Part 2

Mas Rudy semakin rajin menghubungi ku. Aku memang sengaja memberikan nomor handphone ku padanya. Entah mengapa, aku jadi sedikit tertarik untuk mengenal mas Rudy.

Mungkin karena mas Rudy juga sangat baik padaku. Ia juga mampu sedikit menghiburku.

Seperti yang aku katakan ia datang di saat yang tepat.

Ia datang di saat hatiku benar-benar rapuh. Dan mas Rudy juga terlihat sangat berpengalaman dalam mendekati seorang laki-laki seperti ku.

Bagaimanakah kisah ku bersama mas Rudy selanjutnya?

Mungkinkah ia berhasil menarik perhatianku?

Mungkinkah akan terjadi sesuatu di antara kami berdua?

Dan bagaimana pula kisah mas Rudy di masa lalunya?

Simak kisah ini sampai selesai ya..

Namun sebelumnya bla..bla..

*****

"masih galau?" tanya mas Rudy suatu hari padaku.

Saat itu kami bertemu kembali di taman tempat pertama kali kami bertemu.

"gak juga sih, mas. Saya sedang berusaha untuk melupakan masa lalu.." jawab ku pilu.

"gitu dong. Move on.." balas mas Rudy dengan gaya enerjik nya.

"itu kan berkat mas Rudy juga..." balasku datar.

"kamu gak nyesal kan mengenal aku?" ucap mas Rudy.

"ya, gak lah, mas. Mas Rudy orangnya baik dan cukup menghibur." balasku jujur.

Untuk kesekian kalinya mas Rudy menatapku dengan tatapan anehnya. Aku mengerti maksud tatapan itu. Aku merasa sedikit geli sebenarnya, tapi entah mengapa aku justru menyukainya.

"mas Rudy cerita dong, tentang masa lalunya.." ucapku memecah keheningan.

"tak ada yang menarik tentang kisahku, Josh. Kisah hidupku terlalu biasa. Aku lahir dan tumbuh sebagai laki-laki biasa." ucap mas Rudy.

"aku anak kedua dari empat bersaudara. Kecuali adik bungsu ku yang perempuan, kami bertiga semuanya laki-laki. Ayahku seorang karyawan swasta dan ibu ku hanya ibu rumah tangga biasa. Kehidupan kami secara ekonomi boleh di bilang cukup baik."

"saat ini, aku satu-satunya yang belum menikah dari kami empat bersaudara. Jadi aku masih tinggal bersama kedua orangtua ku. Aku bekerja di sebuah bank swasta, sudah bertahun-tahun. Setidaknya sejak aku lulus kuliah."

"saat SMA, aku pernah pacaran dengan adik kelasku, namanya Neni. Dia gadis yang cantik. Namun hubungan kami hanya bertahan dalam hitungan bulan, karena ternyata Neni sudah mengkhianatiku."

"ketika kuliah aku juga pernah pacaran dengan seorang gadis manis teman kampus ku, namanya Julia. Kami pacaran hingga dua tahun. Namun kemudian aku mengetahui kalau Julia sedang selingkuh dengan seorang teman dekat ku."

"aku kecewa dan merasa sakit hati. Tapi aku segera melupakan semuanya dan lebih berfokus pada kuliahku. Aku tidak ingin memikirkan perempua lagi saat itu."

"sampai akhirnya aku lulus kuliah, dan bekerja di bank. Aku kemudian bertemu Tina. Seorang gadis cantik, yang saat itu masih kuliah. Kami dekat dan akhirnya pacaran. Kami pacaran hanya selama setahun, karena akhirya untuk kesekian kalinya aku dikhianati oleh seorang perempuan."

"aku terluka. Marah. Kecewa dan putus asa. Aku tidak percaya lagi pada yang namanya perempuan. Mereka semuanya egois. Padahal aku selalu berusaha untuk setia kepada mereka. Tapi mengapa aku selalu di khianati?"

"sejak saat itulah aku memutuskan untuk tidak lagi pacaran dengan perempuan. Aku mulai mengenal dunia gay, awalnya aku hanya ingin coba-coba. Tapi ternyata lama kelamaan aku justru merasa nyaman."

"aku memang tidak pernah pacaran serius dengan laki-laki. Aku hanya berhubungan atas dasar suka sama suka, dan hanya sekedar cinta satu malam. Tapi aku sangat menikmati semua itu. Aku tak lagi merasakan sakit. Aku tak pernah dikhianati. Semua berjalan dengan indah. Tidak ada lagi kekecewaan dan tidak lagi keterikatan. Aku menikmati hidupku saat ini." cerita mas Rudy panjang lebar padaku.

"lalu apa mas Rudy gak kepikiran untuk menikah?" tanyaku akhirnya, setelah kami terdiam beberapa saat.

"untuk saat ini belum, Josh. Aku masih sangat menikmati kebebasan ku." jawab mas Rudy mantap.

*****

Aku dan mas Rudy semakin dekat dan akrab. Perlahan aku pun semakin bisa melupakan tentang Tyas, mantan pacarku yang telah mengkhianati ku itu.

Entah mengapa, tiba-tiba saja aku merasa nyaman saat bersama mas Rudy. Aku jadi sering memikirkannya sekarang, setidaknya sebagai pengalihan atas ingatan ku akan pengkhianatan Tyas dan Dony.

Karena semakin sering memikirkannya, aku juga jadi sering rindu padanya. Kami pun jadi semakin sering bertemu.

"berbulan-bulan kita saling kenal dan dekat, tapi aku belum pernah mendengar cerita kehidupan kamu, Josh. Kecuali cerita cinta kamu yang gak penting itu." ucap mas Rudy, saat untuk kesekian kalinya kamu bertemu. Kali ini kami bertemu di sebuah kafe.

"apa lagi yang aku ceritakan, mas?" tanya ku datar.

"apa saja, terutama tentang keluarga kamu misalnya.." balas mas Rudy.

Aku pun kemudian menceritakan cerita ini.

Namaku Joshua, biasa di panggil Josh. Aku kuliah. Aku anak ketiga dari tiga bersaudara. Kakak pertama ku perempuan, sudah menikah dan sudah punya dua orang anak. Kakak kedua ku laki-laki, sudah bekerja dan baru setahun menikah.

Papa ku seorang pengusaha yang sukses, sedangkan ibu ku hanya seorang ibu rumah tangga biasa. Secara ekonomi kehidupan kami cukup mapan. Apa lagi saat ini, hanya aku satu-satunya yang belum bekerja.

Sebenarnya kehidupan ku berjalan dengan normal, sama seperti kebanyakan manusia lainnya. Aku jatuh cinta, aku juga pacaran dengan perempuan. Sampai pengkhianatan itu terjadi, yang membuat aku jadi patah semangat.

"lalu kemudian aku bertemu mas Rudy, orang yang telah mampu menghiburku saat ini.." ucapku mengakhiri cerita ku.

"jadi aku hanya penghibur nih?" ucap mas Rudy dengan nada bercanda nya.

"kalau bukan penghibur, lalu apa lagi, mas?" tanya ku.

"jadi pacar, kek.." balas mas Rudy masih terdengar bercanda.

"ya gak mungkin lah, mas. Aku kan masih normal." timpalku cepat.

"kan gak ada salahnya di coba, Josh. Siapa tahu kamu nyaman." balas mas Rudy, mulai terdengar serius.

Aku menarik napas sejenak. Sekedar menenangkan hatiku yang tiba-tiba saja berdebar hebat.

"aku gak tahu ya, mas ke depannya seperti apa. Tapi jujur saja, aku memang mulai merasa nyaman saat bersama mas Rudy." ucapku mencoba untuk jujur dengan apa yang aku rasakan saat ini.

"itu baru jadi teman loh, Josh. Kamu udah nyaman. Apa lagi kalau sampai kamu merasakan sesuatu yang belum pernah kamu rasakan sebelumnya..." ujar mas Rudy terdengar sangat serius.

"maksudnya, mas?" tanyaku penasaran.

"susah untuk dijelaskan, Josh. Akan lebih baik kalau kita mencobanya langsung." jawab mas Rudy.

"aku takut, mas." ucapku kemudian.

"apa yang kamu takutkan?" tanya mas Rudy.

"aku takut, mas Rudy sama aja seperti Tyas atau perempuan lain yang hanya memanfaatkanku. Aku takut, mas Rudy malah pergi, saat aku sudah terlanjur sayang.." ucapku lemah.

"kamu tak perlu takut akan hal itu, Josh. Aku jamin, aku akan selalu setia untukmu." balas mas Rudy terdengar sangat yakin.

****

"aku takut, mas." ucapku pelan.

Saat itu kami berada di sebuah kamar hotel. Aku memang sengaja menyetujui ajakak mas Rudy untuk bertemu kali ini di hotel.

"udah, kamu gak usah takut. Kamu ikuti saja semua naluri yang kamu rasakan saat ini." balas mas Rudy lembut.

"tapi aku belum pernah seperti ini sebelumnya loh, mas." suara ku masih pelan.

"iya, aku tahu. Makanya kamu harus mencobanya. Nanti kalau kamu memang gak suka, kamu bisa bilang, kok. Dan kita tidak perlu melanjutkannya lagi." ucap mas Rudy, sambil mulai mendekati ku.

"mas Rudy pasti sudah sering ya melakukan hal ini?" tanyaku sekedar menghilangkan debaran di dadaku, yang tiba-tiba saja bergetar hebat.

"sering sih gak. Tapi pernah sih beberapa kali.." jawab mas Rudy terdengar jujur.

"berarti mas Rudy sudah berpengalaman?" tanya ku lagi, melihat mas Rudy semakin mendekat.

"gak juga. Lagi pula bukankah hal itu tidak perlu pengalaman apa pun, untuk melakukannya. Kita ikuti saja naluri yang ada." balas mas Rudy, kian mendekat.

Kamar hotel itu tidak terlalu luas. Di dalamnya hanya ada satu tempat tidur untuk dua orang, sebuah meja kecil, kamar mandi, dan sebuah televisi di bagian atas meja.

Aku belum pernah masuk hotel, apa lagi sampai menginap di dalamnya. Dan hal itu cukup membuatku sedikit tidak nyaman. Apa lagi saat ini, aku berada di dalam kamar hotel, bersama seorang laki-laki.

Aku masih merasa cukup aneh dengan semua itu. Namun kalimat demi kalimat yang di lontarkan mas Rudy, seakan mampu membiusku untuk mengikuti semua keinginannya.

Selain karena aku saat ini memang sedang rapuh, karena baru saja di khianati oleh orang yang aku cintai, aku juga merasa nyaman saat bersama mas Rudy.

Dan sebenarnya aku juga penasaran dengan hal tersebut.

Karena itu lah aku akhirnya menerima tawaran mas Rudy tadi di handphone, untuk mengajak ku menginap di hotel.

Dan di sini lah kami sekarang. Di dalam sebuah kamar hotel. Hanya kami berdua. Aku dan mas Rudy.

Mas Rudy masih terus berusaha mendekati dan membujukku. Sementara hatiku sendiri masih ragu.

Berbagai perasaan terus berperang di benakku. Takut. Malu. Penasaran dan seakan menginginkannya.

Lalu apakah yang terjadi malam itu, antara aku dan mas Rudy?

Mampukah aku menolak rayuan dan bujukan dari mas Rudy?

Atau justru aku semakin terlarut di dalamnya, dan membiarkan diriku terjebak dalam dunia yang masih asing bagiku?

Simak kisah selanjutnya di channel ini ya, atau bisa langsung di deskripsi video ini.

Terima kasih sudah menonton video ini sampai selesai. semoag terhibur.

Sampai jumpa lagi pada video-video berikutnya, salam sayang untuk kalian semua.. muaaach..

*****

Part 3

Aku memejamkan mata, menarik napas beberapa kali. Berusaha menenangkan pikiranku.

Jantungku berdebar hebat. Tubuhku bergetar. Aku merasa linglung.

Sementara mas Rudy terus berusaha mendekati ku.

"ayolah, Josh. Kita coba.." suara mas Rudy berat, "kamu pasti gak nyesal, kok." lanjutnya sedikit mendesah.

"aku... aku... masih takut, mas. Aku gak nyaman.. " ucapku akhirnya.

Mas Rudy tiba-tiba saja menyentuh pundak ku dengan kedua tangannya. Ia berdiri di hadapan ku. Mata kami saling tatap. Kami hanya berjarak, beberapa jengkal lagi.

Aku semakin merasa tak karuan. Berbagai perasaan menghantui pikiranku.

Takut. Malu. Penasaran dan seakan menginginkannya.

Lalu apakah yang terjadi malam itu, antara aku dan mas Rudy?

Mampukah mas Rudy membujukku untuk mengikuti keinginannya malam itu?

Simak kisah lanjutan ini sampai selesai ya.

Namun sebelumnya .. bla... bla...

*****

"maaf, mas Rudy. Aku gak bisa.." pungkas ku sedikit kasar, sambil mendorong tubuh mas Rudy dengan repleks.

Mas Rudy sedikit terhuyung ke belakang. Dia tampak terkejut.

"maaf, mas. Tapi aku harus pergi. Aku gak bisa terus disini." ucapku lagi, tanpa pedulikan reaksi keterkejutan mas Rudy.

"kamu mau kemana, Josh." sergah mas Rudy.

"aku mau pulang, mas.." jawabku cepat.

"tapi ini sudah jam sebelas malam, Josh.." ucap mas Rudy lagi.

Aku tak mempedulikannya lagi.

Aku segera melangkah menuju pintu. Membukanya kemudian berjalan dengan cepat keluar.

Pikiran ku benar-benar kacau.

Apa yang telah aku lakukan? Bathin ku.

Dengan sedikit terburu, aku menuju keluar hotel, memesan taksi dan berniat untuk pulang.

Tapi aku justru meminta taksi itu untuk berhenti di depan sebuah bar. Pikiran ku kacau. Aku tak ingin pulang, tapi aku juga tidak tahu harus kemana.

Aku memasuki bar itu dengan ragu. Seumur hidup baru kali ini aku masuk kesini.

Tapi aku benar-benar butuh sesuatu yang bisa membuatku tenang.

Aku memesan minuman, dan duduk di sudut ruangan sendirian.

Aku menenggak minumanku beberapa kali dengan cepat.

Pikiranku kembali mengingat mas Rudy, yang aku tinggalkan sendirian di hotel.

Aku tak benar-benar tahu, apa yang aku rasakan saat ini. Aku memang merasa nyaman saat bersama mas Rudy. Tapi aku tak ingin mengakui itu. Aku malu. Akumalu pada diriku sendiri.

Aku yang dulunya menyukai perempuan, tiba-tiba saja merasa tertarik dengan mas Rudy. Dan bagiku itu semua masih terasa aneh.

Aku belum siap memasuki dunia itu, dunia yang berbeda dari yang aku jalani selama ini.

Tapi aku juga tidak bisa memungkuri perasaanku sendiri, kalau aku sebenarnya menginginkan mas Rudy. Aku menginginkan hal yang lebih darinya.

Aku meneguk minuman terakhir ku. Kepala ku rasanya mau pecah. Bayangan wajah mulus mas Rudy masih terus menghantui ku.

Aku melangkah keluar dari bar itu, memanggil taksi, dan meminta si sopir untuk menuju hotel tempat mas Rudy aku tinggalkan tadi.

****

Aku mengetuk pintu kamar hotel itu beberapa kali. Sebelumnya akhirnya pintu itu terbuka.

Seraut wajah manis mas Rudy menyambutku dengan senyum keheranan.

"kamu dari mana, Josh?" tanya mas Rudy, sambil membuka pintu lebih lebar.

Aku tidak menjawab pertanyaan itu, aku melangkah masuk.

Menatap mas Rudy yang menutup dan mengunci pintu kamar. Mas Rudy sudah tidak memakai baju, ia hanya memakai celana boxer hitam.

Dadanya terlihat bidang, otot lengannya menyembul. Sungguh sosok laki-laki yang atletis, di balik wajahnya yang begitu mulus dan manis.

"kamu dari mana?" mas Rudy mengulang pertanyaannya.

"apa itu penting?" tanyaku balik.

"penting bagiku, Josh. Kamu pergi begitu saja, kemudian tiba-tiba kamu kembali lagi, dengan keadaan sedikit mabuk." balas mas Rudy, sambil ia duduk di sampingku, di sisi ranjang.

"dari mana mas Rudy tahu, kalau aku sedikit mabuk?" tanyaku spontan.

"aku bisa menciumi aroma napas mu, Josh. Dan aku bukan anak kemarin sore, yang tidak bisa membedakan, mana kondisi orang normal dengan orang yang habis minum." jawab mas Rudy.

"aku memang habis minum, mas. Aku panik. Mungkin aku butuh sedikit bantuan, untuk bisa berkata jujur kepada mas Rudy." ucapku ringan.

"kamu tidak perlu mengatakan apa pun, Josh. Aku juga tidak akan memaksa mu." balas mas Rudy.

"tapi aku perlu mengatakan ini, mas. Aku harus mengatakan bahwa sebenarnya ... sebenarnya... aku juga mencintai mas Rudy.... Aku tidak tahu, entah kapan perasaan itu tumbuh. Hanya saja, aku selalu merasa nyaman saat bersama mas Rudy. Aku selalu ingin bertemu mas Rudy. Dan ... dan aku... juga menginginkan mas Rudy malam ini." ucapku akhirnya, meski dengan sedikit terbata.

Mas Rudy terlihat tersenyum menatapku. Dan senyum itu terlihat sangat indah di mataku.

"apa hanya malam ini?" tanya mas Rudy, dengan sedikit mengerlingkan mata.

"malam ini dan selama-lamanya, mas. Aku ingin kita menjadi sepasang kekasih, bukan hanya sekedar sahabat.." ucapku penuh keyakinan.

"aku juga sangat menginginkan hal itu, Josh. Bahkan sudah sejak lama." balas mas Rudy penuh perasaan.

Perlahan wajah kami pun kian mendekat. Kali ini hati ku kembali berdebar hebat. Bukan lagi karena malu, takut atau penasaran, tapi karena aku menginginkannya.

"aku belum pernah melakukan hal ini, mas.." suara ku pelan, sebelum baybir kami benar-benar bertemu.

"aku tahu.." bisik mas Rudy, "karena itu kita akan mencobanya.." lanjutnya masih berbisik.

"tapi aku tidak tahu, bagaimana melakukannya, mas." ucapku lagi.

"kamu ikuti saja naluri mu, Josh. Hal-hal semacam ini, tidak perlu pengalaman apa pun. Biarkan semuanya mengalir apa adanya." jelas mas Rudy.

Aku terdiam. Memejamkan mata. Menahan napas. Dan aku pun mersakan sebuah suntuhan lembut di baybir ku.

Sebuah suntuhan perasaan yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Dengan repleks aku membelas.

Dua hati kami pun menyatu malam itu. Terasa indah. Aku pun terbuai dalam lautan keindahan cinta yang mas Rudy persembahkan padaku.

Cinta mas Rudy terlalu indah. Terlalu sempurna. Sesempurna ukiran maha karya yang melekat di setiap jengkal kulitnya.

Mas Rudy terlihat indah. Dan aku tidak bisa menolak pesonanya.

Aku mengikuti naluri ku sebagai seorang laki-laki, di atas bimbingan mas Rudy yang terlihat sudah berpengalaman.

Aku tak berdaya menolaknya. Aku menginginkannya.

Dan untuk pertama kalinya dalam hidup, aku merasakan hal tersebut.

Merasakan sebuah sensasi keindahan dari ungkapan sebuah cinta yang mengalir indah di setiap denyut nadi ku.

Aku lepaskan semuanya. Semua rasa yang selama ini hanya aku pendam.

Dan aku merasakan kelegaan yang luar biasa, saat semuanya terungkap dengan sempurna.

Mas Rudy tersenyum. Aku tersenyum. Kami sama-sama tersenyum. Senyum yang penuh dengan kelegaan yang luar biasa.

"kamu hebat.." ucap mas Rudy.

"mas Rudy juga hebat.." balasku.

****

Kami terbangun ketika jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi.

"mas Rudy gak kerja?" tanya ku, sambil melirik mas Rudy yang masih terbaring di samping ku.

"sudah jam sepuluh, Josh. Aku sudah mengabari asiten ku, kalau aku tidak masuk hari ini." balas mas Rudy.

"lalu sekarang kita ngapain?" tanyaku, "apa kita menginap lagi malam ini?" tanya ku lebih lanjut.

"terserah kamu, Josh. Aku ikut aja." balas mas Rudy lagi.

Aku terdiam. Tidak tahu harus memutuskan apa. Aku bisa saja mengabari mama, kalau aku tidak pulang lagi malam ini. Tapi...

"bagaimana kalau kita mandi dulu, habis itu kita cari makan di bawah." suara mas Rudy sedikit mengagetkan ku.

"iya, mas. Aku setuju. Aku juga merasa sangat lapar.." timpalku cepat.

Kami sama-sama bangkit, dan kemudian secara bergantian masuk ke kamar mandi untuk mandi.

Setelah itu, kami pun turun ke bawah menuju restoran yang ada di lantai dasar hotel tersebut.

"kamu suka karaoke?" tanya mas Rudy di sela-sela makan siang kami.

"gak terlalu suka sih. Emang kenapa?' balasku bertanya.

"di hotel ini kan juga ada tempat karaoke nya. Jadi untuk menghabiskan waktu, bagaimana kalau kita karaoke-an aja." tawar mas Rudy.

"terserah mas Rudy aja. Kali ini aku yang ngikut." balasku ringan.

"kalau begitu aku ke lobby dulu ya.." ucap mas Rudy kemudian.

"ngapain?" tanyaku heran.

"mau menyampaikan kepada petugas hotel, kalau kamarnya masih mau di pakai satu malam lagi." balas mas Rudy, dengan sedikit mengerlingkan mata.

"tapi aku belum membuat keputusan untuk itu, mas." ucapku spontan.

"aku sudah bisa menebak keputusan kamu, Josh." balas mas Rudy, sambil mulai melangkah menuju lobi hotel.

****

Ruangan tempat karaoke itu cukup luas untuk kami berdua. Ruangan tertutup yang hanya kami berdua di dalamnya.

Kami jadi sedikit punya privasi, untuk sekedar bermesraan, sambil kami menyanyikan lagu-lagu romantis. Walau hanya sekedar berpegangan tangan, atau membiarkan mas Rudy mengecup kening ku lembut sehabis menyanyikan sebuah lagu.

Aku merasa bahagia dengan semua itu. Aku merasa utuh, ketika bersama mas Rudy.

"makasih mas Rudy.." ucapku, ketika akhirnya kami kembali lagi ke kamar.

"aku yang harusnya makasih sama kamu, Josh. Kamu sudah melengkapi hidupku.." balas mas Rudy lembut.

"mas Rudy sudah membuatku jadi lebih berani untuk menjadi diriku yang sebenarnya.." ucapku lagi.

"aku sangat menyayangi mas Rudy. Aku harap mas tidak akan pernah meninggalkan ku." lanjutku penuh harap.

"aku tak akan pernah meninggalkan kamu, Josh. Aku sangat mencintai kamu. Kamu adalah laki-laki sempurna yang pernah hadir dalam hidupku. Aku tak akan melepaskan kamu, walau dengan alasan apa pun." ucap mas Rudy penuh perasaan.

Kami kembali menghabiskan malam itu dengan kebersamaan kami. Cinta yang hadir di hati kami, terasa begitu indah.

Cinta yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Cinta yang tidak bisa aku ungkapkan dengan kata-kata. Cinta yang tidak bisa dituliskan dengan kalimat apa pun. Karena hanya kami berdua yang bisa merasakannya.

Melebihi indahnya pelangi, melebihi tingginya gunung dan melampaui batas keindahan sebuah rasa.

Begitulah cinta seharusnya. Tanpa logika, tanpa batas dan tanpa memandang jenis kelamin.

Dan begitulah kisah cintaku bersama mas Rudy, yang terjalin karena kami sama-sama pernah dikhianati.

Terima kasih sudah menyimak kisah ini dari awal sampai akhir.

Semoga terhibur dan sampai jumpa lagi di cerita-cerita selanjutnya.

Salam sayang untuk kalian semua.

Muuaaach...

***

Cari Blog Ini

Layanan

Translate