Namaku Dion. Dan sekarang aku berusia 36 tahun.
Ini adalah kisahku sebelas tahun yang lalu. Kisah yang terjadi saat aku masih berusia 25 tahun.
Saat itu aku baru saja bekerja di sebuah perusahaan ternama. Sebuah perusahaan yang cukup besar.
Saat kuliah, aku memang termasuk siswa yang berprestasi dan punya kemampuan otak yang lumayan.
Sehingga ketika lulus kuliah, aku langsung di promosikan untuk bisa bekerja di perusahaan ternama tersebut.
Meski terbilang baru mulai bekerja, gaji yang aku terima boleh di bilang sangat besar. Karena itu, aku memutuskan untuk membeli sebuah rumah di kawasan perumahan yang cukup elite. Meski masih dengan cara kredit.
Sebagai seseorang yang masih cukup muda saat itu, aku memang sedang bersemangat untuk bekerja.
Bahkan aku lebih sering menghabiskan waktuku untuk lembur, hingga malam.
Kesibukanku sejak masih sekolah, hingga kuliah dan bahkan hingga aku bekerja, membuatku jadi hampir tak punya waktu untuk memikirkan yang namanya pacaran.
Bagiku pacaran hanya akan membuang-buang waktu. Karena itu, hingga usiaku 25 tahun tersebut, aku memang belum pernah pacaran.
Namun sebagai manusia normal, aku juga pernah jatuh cinta. Aku pernah jatuh cinta beberapa kali, saat aku SMA dan juga saat aku kuliah.
Tapi aku tidak terlalu memikirkan hal tersebut. Menurutku masa depan jauh lebih penting dari itu semua.
Setelah tinggal di rumah sendiri dan hidup mandiri, aku masih sering menghabiskan waktu untuk bekerja.
Hingga pada suatu malam, aku baru saja pulang lembur malam itu.
Saat sampai di rumah aku menemukan secarik kertas yang di selipkan di kotak meteran PLN yang terpasang di samping pintu rumahku.
Kertas itu berisi peringatan dari pihak PLN, bahwa saya ternyata sudah tiga bulan menunggak pembayaran PLN.
Di bagian bawah tertulis, jika saya tidak membayar hingga esok pagi, maka meteran di rumah saya akan dicabut atau di putuskan.
Saya memang masih menggunakan PLN pascabayar waktu itu
Saya kaget menyadari hal itu. Kesibukan saya bekerja, ternyata membuat saya lupa menjalankan salah satu kewajiban saya sebagai pengguna PLN.
Dulu, membayar PLN tidaklah semudah saat ini. Dulu, untuk membayar PLN, hanya bisa di tempat-tempat tertentu dan di waktu-waktu tertentu. Kalau sekarang, kita tinggal buka HP, dan begitu banyak aplikasi yang bisa kita gunakan untuk membayar PLN secara online.
Aku melirik jam di ponselku, sudah hampir jam sebelas malam. Sudah pasti loket pembayaranPLN sudah tutup. Kalau menunggu besok, saya takut lupa lagi. Dan lagi pula, saya besok juga harus berangkat kerja pagi-pagi.
Karena itu, saya akhirnya memutuskan untuk menghubungi nomor ponsel yang tertera di kertas peringatan tadi.
Suara parau seorang laki-laki menyambut panggilanku. Aku meminta laki-laki, yang mengaku bernama Andra itu,untuk datang ke rumahku.
"saya gak punya waktu untuk membayar PLN besok, jadi saya ingin titip pembayarannya sama mas Andra aja.." jelasku di telpon.
Di luar dugaanku, Andra bersedia datang ke rumahku, meski malam sudah cukup larut.
Setengah jam kemudian, Andra pun datang dengan menaiki motor bututnya.
"maaf ya, malam-malam meminta kamu untuk datang.." ucapku menyambut kedatangan Andra.
"iya, gak apa-apa, bang. Ini juga merupakan bagian dari tugasku.." suara parau Andra membalas, sambil ia memasang senyum manis.
Jantungku tiba-tiba berdegup kencang melihat senyuman itu. Senyum itu terlalu manis.
Andra memang tampan dan juga terlihat sangat kekar.
Aku merasa terpesona menatap wajah Andra yang tampan dengan senyum manisnya itu.
Perasaanku jadi campur aduk tak karuan.
Sebagai seseorang yang selalu merasa kesepian selama ini, kehadiran Andra malam itu, benar-benar menggugah perasaanku.
"jadi gimana, bang? Mau bayar sekarang?" ucap Andra mengagetkanku.
Aku terdiam sejenak. Mulai berpikir untuk bisa menahan Andra lebih lama.
"masuk dulu aja ya, Ndra. Kita ngobrol dulu di dalam. Kebetulan tadi saya membeli makan malam dua porsi. Jadi saya pengen kamu temani saya makan sebentar.." tawarku akhirnya.
"emangnya bang Dion sendirian aja di rumah sebesar dan semewah ini?" tanya Andra sambil menatapku.
"iya, Ndra. Jadi kamu mau kan menemani saya sebentar. Kebetulan saya juga lagi butuh teman untuk ngobrol." balasku masih berusaha menawarkan.
Andra terlihat berpikir sejenak, lalu berucap...
"kalau memang bang Dion tidak merasa keberatan, saya mau aja, bang."
Saya pun tersenyum menang mendengar hal tersebut.
Singkat cerita, saya dan Andra pun makan berdua di ruang makan rumahku.
Andra mulai bercerita tentang beberapa pengalamannya menjadi petugas pemutusan PLN.
Dari Andra saya tahu, kalau Andra adalah anak kedua dari empat bersaudara. Ayahnya seorang kuli bangunan, dan sang ibu seorang buruh cuci.
Kakak pertamanya perempuan sudah menikah, sedangkan kedua adiknya masih sekolah.
Andra waktu itu masih berusia 22 tahun. Setelah tamat SMA ia langsung mulai bekerja serabutan, hingga akhirnya ia bekerja di PLN.
"orangtua saya tidak mampu untuk membiayai saya kuliah, bang. Jadi mau tidak mau, saya harus bisa mencari pekerjaan, setidaknya untuk membantu perekonomian keluarga kami.." ucap Andra lirih, mengakhiri ceritanya.
Saya cukup salut dengan perjuangan hidup Andra. Meski sampai saat itu ia masih belum punya masa depan yang jelas, namun setidaknya ia sudah bisa membantu orangtuanya.
"bang Dion lebih hebat lagi, di usia yang masih sangat muda, bang Andra sudah bisa punya rumah semewah ini dan sudah punya penghasilan yang lumayan besar." ucap Andra lagi, saat aku mengungkapkan rasa kagumku akan perjuangan hidupnya.
"yah, harus saya akui, secara materi hidupku memang sudah berkecukupan. Namun sebenarnya aku tidak benar-benar bahagia dengan semua ini.." suaraku terdengar lirih.
"kenapa?" tanya Andra dengan kening berkerut, "bukankah semua kemewahan ini seharusnya bisa membuat bang Dion merasa bahagia?" lanjutnya.
"aku selalu merasa kesepian, Ndra. Hidupku terasa hampa." suaraku masih lirih.
Andra menatapku tajam, seperti mencoba menebak maksud dari ucapanku barusan.
"kenapa bang Dion tidak menikah saja?" tanya Andra akhirnya.
"itu dia masalahnya, Ndra. Aku tidak punya rasa ketertarikan pada perempuan.." jawabku jujur.
"maksudnya bang Dion homo?" tanya Andra terdengar spontan.
Aku menatap Andra tajam. Sebenarnya aku merasa tersinggung mendengar pertanyaan Andra barusan. Tapi aku mencoba menenangkan hatiku. Apa lagi melihat wajah Andra yang tampan, membuatku tidak bisa memarahinya.
"mungkin, Ndra." jawabku akhirnya, "aku dulu memang pernah jatuh cinta pada laki-laki. Tapi sampai saat ini, aku selalu bisa memendam semua itu. Aku tidak pernah sama sekali mencoba mewujudkan impian-impianku tentang laki-laki. Meski keinginan itu terkadang sangat menyiksaku.." lanjutku, dengan nada lemah.
"lalu sekarang bang Dion ingin apa dari saya?" tanya Andra seperti mencoba memancing.
"seumur hidup aku belum pernah merasakan bagaimana rasanya bercinta dengan sesama laki-laki. Karena selama ini, aku selalu berusaha memendam semua keinginan itu." aku berucap tanpa berani menatap Andra.
"namun saat pertama kali melihat kamu tadi, entah mengapa keingina itu tiba-tiba datang." lanjutku pelan.
"apa kamu bersedia, jika saya minta kamu untuk memberikan saya kesempatan bisa merasakan hal tersebut? Dan saya bersedia membayar kamu berapa saja yang kamu minta, jika kamu mau." ucapku melanjutkan lagi.
Kali ini aku coba menatap Andra. Mencari jawaban dari pandangan matanya yang teduh itu.
"abang yakin? mau bayar saya berapa aja?" tanya Andra akhirnya, setelah cukup lama ia terlihat berpikir.
"iya, saya yakin. Tapi kamu harus benar-benar bisa membuatku merasa puas." balasku lugas.
"kalau begitu saya minta bayaran lima juta. Dan saya akan memberi pelayanan yang terbaik buat bang Dion, bahkan jika perlu saya bersedia menginap di sini malam ini."
jawaban Andra benar-benar membuatku tersenyum senang.
Uang lima juta waktu itu, memang terbilang cukup besar. Jika dibandingkan saat ini, mungkin sebesar 30 jutaan. Tapi aku tidak merasa keberatan untuk membayar Andra semahal itu.
Bukan saja karena Andra memang tampan dan kekar, yang merupakan tipe pria idaman saya selama ini. Tapi juga karena, aku memang punya banyak tabungan saat itu. Dan sebenarnya uang sebanyak itu, bahkan hanya separoh dari jumlah gaji yang aku terima tiap bulannya.
Setelah mendapatkan kesepakatan, kami pun akhirnya pindah ke kamar tidurku.
Dan malam itu, aku akhirnya bisa merasakan sesuatu yang selama ini hanya ada dalam khayalku.
Dan yang paling membuatku bahagia, aku melakukannya dengan orang yang aku sukai.
Sungguh sebuah pengalaman yang indah. Andra benar-benar laki-laki yang tangguh dan perkasa.
Seperti janjinya, ia berusaha memberikan sesuatu yang terbaik untukku malam itu.
Dan kami bahkan kami melakukannya berkali-kali hingga pagi.
*****
Sekitar jam sepuluh pagi, Andra pun terbangun dan bersegera mandi.
Aku masih dengan perasaan malas dan badan yang letih, segera memberikan uang kepada Andra sebanyak lima juta. Dan tentu saja sekalian dengan total pembayaran tunggakan PLN-ku.
Aku memang memutuskan untuk tidak masuk kerja hari itu. Tubuhku terasa lelah dan aku merasa sangat mengantuk. Karena itu, seharian aku berusaha untuk tidur, setelah Andra permisi untuk pulang.
Dan itu adalah pengalaman pertamaku melakukan hubungan intim dengan sesama laki-laki.
Sejak saat itu, aku tak pernah lagi bertemu Andra. Aku juga tidak berniat untuk menemuinya. Meski sebenarnya aku bisa menghubunginya dan meminta ia untuk datang. Tapi aku tidak ingin melakukannya.
Aku tidak ingin terlarut dalam hubungan asmara sesama jenis seperti itu. Aku tidak ingin kehidupanku hancur, hanya karena mengikuti hawa nafsuku.
Harus aku akui, jika hal itu tidaklah mudah. Tidak mudah untuk memendam keinginan untuk terus merasakan hal tersebut.
Untuk menutupi keinginanku tersebut, aku semakin menyibukkan diriku dengan terus bekerja dan hanya bekerja.
Dan setahun kemudian, akupun memutuskan untuk menikah dengan seorang gadis, salah seorang bawahanku di kantor.
Sebagai seseorang yang dipandang cukup sukses secara materi, tentu saja sangat mudah bagiku mencari pasangan hidup.
Aku menikah, meski aku tidak pernah mencintai istriku sampai saat ini.
Tapi setidaknya aku tidak lagi harus melakukan hal tersebut dengan orang lain. Setiap kali keinginan itu datang, aku selalu menumpahkannya pada istriku.
Dan sekarang sudah hampir sebelas tahun aku menikah. Pernikahan kami pun sudah di karuniai dua orang anak.
Kehidupan rumah tangga ku terlihat bahagia dan baik-baik saja. Meski sebenarnya aku tidak pernah benar-benar bahagia.
Tapi aku memang harus menjalani kodratku sebagai seorang laki-laki.
Menikah, punya anak dan menjalankan kewajibanku sebagai seorang suami.
Kenaganku bersama Andra masih terus tersimpan di relung hatiku. Itu adalah kenangan terindah dalam perjalanan hidupku. Setidaknya aku pernah merasakan hal tersebut.
Dan aku berharap, itu adalah terakhir kalinya aku melakukan hal tersebut dengan seorang laki-laki.
Apa lagi saat ini, aku sudah punya istri dan anak.
Semoga saja, aku mampu bertahan hidup dalam kepura-puraan ini selamanya.
Ya, semoga saja!
*****
Selesai..