Nama ku Aryo, dan aku sudah menikah.
Aku menikah dengan seorang gadis cantik bernama Renata. Ia seorang model. Kami sudah menikah selama kurang lebih 3 tahun. Namun kami belum punya keturunan. Karena istriku masih ingin mengejar karir nya, dan belum mau hamil saat ini.
Aku sendiri adalah seorang pengusaha di bidang properti. Aku sudah punya perusahaan sendiri yang aku pimpin sendiri. Dan secara ekonomi, kehidupan kami sudah sangat mapan. Bahkan boleh di bilang sudah lebih dari mapan.
Aku sendiri sudah berusia 34 tahun saat ini, sementara istri ku masih 27 tahun. Jarak usia kami memang terpaut cukup jauh.
Kami menikah atas dasar saling cinta sebenarnya. Namun sejak awal kami sudah sepakat untuk menunda punya anak. Karena istri ku masih mau fokus mengejar karirnya sebagai seorang model.
Awalnya aku pikir hal itu tidaklah terlalu jadi masalah. Menunda untuk tidak segera punya anak, satu atau dua tahun, aku rasa tidaklah terlalu berat.
Namun saat usia perkawinan kami sudah mencapai 3 tahun, istri ku masih belum juga mau memberi aku keturunan. Dan hal itulah yang akhirnya memicu permasalahan dalam rumah tangga kami saat ini.
Beberapa kali aku coba membicarakan hal tersebut dengan istri ku, tapi ia tetap bersikeras untuk tidak hamil dulu sekarang. Karena ia sedang berada di puncak karirnya saat ini.
Namun sebagai seorang suami dan seorang laki-laki yang sudah berusia kepala tiga, aku sudah mulai tidak sabar untuk segera punya keturunan. Namun istri ku sepertinya tidak peduli akan hal itu. Ia lebih mementingkan karirnya, ketimbang perasaan ku.
Rumah tangga kami pun akhirnya menjadi kurang harmonis. Kami jadi jarang berkomunikasi. Bahkan istri ku sekarang pun jadi jarang di rumah. Ia pergi pagi, dan sering pulang larut malam. Karena harus melakukan banyak pemotretan, dan tampil di beberapa acara.
Hal itu cukup membuat aku jadi merasa kesepian. Aku jadi merasa kehilangan istri ku yang dulu. Aku merasa, kalau istri ku sudah tidak peduli lagi dengan ku.
****
Dalam kondisi rumah tangga ku yang sudah berada di ujung tanduk tersebut. Aku pun akhirnya jadi sering berselancar di dunia maya, untuk mengusir rasa kesepian dan kejenuhan ku.
Hingga kemudian aku pun bertemu dan berkenalan dengan seorang gadis yang mengaku bernama Rika. Kami berkenalan melalu media sosial. Awalnya kami juga hanya ngobrol biasa. Sampai akhirnya aku nekat untuk mengajak Rika ketemuan.
Rika pun setuju, meski pun ia tahu kalau aku sudah menikah.
Dari pertemuan pertama kami tersebut, aku jadi merasa sedikit terkesan dengan Rika. Selain memiliki wajah yang cantik, tubuh yang seksi, Rika juga sangat supel dan terkesan cukup pintar.
Kami pun mulai mengobrol banyak hal. Aku jadi sedikit terbuka pada Rika. Aku juga dengan gamblang menceritakan tentang kondisi rumah tangga ku saat ini padanya.
Rika sangat penuh perhatian dan pengertian. Ia juga terkesan berpikiran sangat dewasa, meski pun ia mangaku baru berusia 25 tahun.
****
Pertemuan-pertemuan selanjutnya semakin sering terjadi. Aku dan Rika pun kian dekat dan akrab. Aku mulai merasa nyaman, saat bersama Rika. Aku juga jadi merasa punya semangat baru dalam hidupku.
Intinya, aku mulai jatuh cinta pada Rika.
Hingga pada akhirnya, aku pun nekat untuk menyatakan perasaan ku pada Rika. Dan gayung pun bersambut, Rika pun bersedia menjadi pacarku. Meski pun ia tahu, kalau aku masih terikat pada sebuah pernikahan.
Aku dan Rika pun akhirnya resmi berpacaran. Hubungan kami juga kian dalam, bahka sudah melampaui batas.
Kami jadi sering melakukan pertemuan di hotel, dan Rika tidak pernah keberatan akan hal itu. Ia juga terlihat sudah berpengalaman dalam hal tersebut. Meski pun ia mengaku baru beberapa kali pacaran.
****
"kamu sangat tampan dan gagah sekali, mas Aryo. Aku jadi semakin tergila-gila sama kamu.." bisik Rika pada suatu malam padaku. Saat untuk kesekian kalinya, aku kembali bertemu di sebuah hotel.
"kamu juga sangat cantik dan seksi sekali, Rika. Aku jadi pengen selalu bersama kamu.." balasku ikut berbisik.
"ah, mas Aryo bisa aja.." ucap Rika manja, "tapi malam ini, aku gak bisa lama-lama disini loh, mas.. Aku harus keluar lebih awal. " lanjutnya.
"kenapa?" tanyaku sedikit heran. Karena tak biasanya Rika buru-buru untuk pulang, jika sudah bersamaku.
"aku ada urusan di rumah teman, mas. Jadi kalau mas Aryo mau, harus cepat-cepat ya.. Karena aku sudah mau keluar, mas." balas Rika pelan.
"oh, ya udah. Gak apa-apa.. Tapi.. kamu gak apa-apa kan, pulang sendiri?" tanya ku membalas.
"yah.. gak apa-apa lah, mas. Biasanya juga aku sendirian, kok.." balas Rika lagi.
****
Dan sang waktu pun terus berlalu. Hubungan ku dan Rika sudah berjalan hampir empat bulan. Selama itu, semuanya baik-baik saja. Aku juga merasa bahagia dengan semua itu. Aku seakan menemukan makna baru dalam hidup ku.
Hingga pada suatu malam...
"jadi kapan mas Aryo akan menceraikan istri mas?" Rika bertanya sambil ia menatapku tajam.
"maksud kamu?" balasku bertanya. Selama ini, kami bahka tidak pernah membahas hal tersebut.
"maksud saya, yah... kapan mas akan menceraikan istri mas, dan menikahi saya?" Rika mengulang pertanyaannya dengan jelas.
"mas ada rencana untuk itu, kan? Atau mas hanya untuk sekedar mempermainkan saya aja..." lanjutnya.
"saya... saya belum ada rencana untuk itu, Rika..." balasku apa adanya.
"lalu .. mau di bawa kemana hubungan kita ini, mas? Saya juga butuh status, mas. Saya juga butuh diakui. Bukan sebagai selingkuhan, istri kedua apa lagi istri simpanan." ucap Rika sedikit kasar.
"tapi.. aku gak mungkin menceraikan istri ku sekarang, Rika.." balasku kehabisan kalimat.
"kenapa gak mungkin? Bukankah mas sendiri yang cerita, kalau mas sudah tidak bahagia dengan pernikahan mas itu. Dan lagi pula, bukankah mas juga ingin segera punya keturunan?!" ucap Rika lagi.
Kali ini aku tidak membalas ucapan Rika barusan. Aku hanya bisa terdiam. Aku tidak menyangka, kalau Rika akan membahas hal tersebut malam itu. Aku juga tidak menyangka, kalau ia ingin aku segera bercerai dan menikahinya.
"pokoknya mas Aryo harus membuat keputusan secepatnya. Kalau mas Aryo benar-benar mencintai saya, mas Aryo harus menceraikan istri mas dan menikahi saya secepatnya. Dan sebelum hal itu terjadi, lebih baik kita tidak pernah bertemu lagi.."
Setelah berkata demikian, Rika segera bangkit dari tempat duduknya, dan ia pun segera keluar dari kamar hotel tersebut, tanpa berpamitan padaku.
Sementara aku hanya bisa terdiam melihat hal tersebut. Aku pun tak berniat untuk mencegah kepergiannya. Pikiran ku masih cukup kacau untuk menyadari semua itu.
Sekarang aku pun menjadi dilema.
Terus terang, aku belum bisa mendefinisikan perasaan ku terhadap Rika saat ini. Entah aku benar-benar telah jatuh cinta padanya, atau hanya sekedar sebagai pelarian semata.
Karena sejujurnya, aku tak berharap kalau hubungan dan Rika akan bertahan selamanya.
****
Sejak kejadian malam itu, aku tidak pernah lagi bertemu Rika. Setiap kali aku coba menghubunginya, ia selalu tak pernah mengangkat telepon ku. Pesan ku juga tidak pernah ia balas lagi.
'kalau mas masih belum berani mengambil keputusan, jangan pernah hubungi aku lagi. Aku tak mau selama terjebak dalam hubungan tanpa status. Jadi sebelum semuanya terlanjur lebih dalam, lebih baik kita saling menjauh. Kecuali mas sudah berani untuk mengambil keputusan..'
Begitu pesan terakhir yang Rika kirimkan padaku, sebelum akhirnya ia memblokir nomor ku.
Akhirnya dengan cukup nekat, aku pun memberanikan diri, untuk mengajak istri ku mengobrol serius. Aku pun menyampaikan pada istri ku, kalau aku ingin menceraikannya. Karena ia tak pernah ada waktu untukku, dan juga karena ia masih belum mau memberi aku keturunan.
Istri ku tidak bisa terima hal tersebut. Ia menangis terisak-isak dan memohon-mohon padaku. Ia juga minta maaf, karena terlalu sibuk selama ini. Ia juga berjanji dan bersedia untuk berhenti jadi model, dan akan segera memberi aku keturunan.
Aku tentu saja setuju dengan semua itu, karena selama ini itu lah yang aku inginkan.
Aku dan istri ku akhirnya berdamai, dan berjanji untuk saling memaafkan. Kami memulai semuanya lagi dari awal. Dan tentu saja, istri ku sudah menetap di rumah, karena ia sudah memutuskan untuk tidak melanjutkan karir modelnya. Setidaknya sampai anak pertama kami lahir nantinya.
Aku juga tidak pernah lagi berusaha untuk menghubungi Rika. Aku bahkan sudah tidak memikirkannya lagi. Bagi ku, saat ini, Rika hanyalah selingan dalam hidup ku.
****
'aku ingin ketemu, mas. Di tempat biasa. Penting!' Sebuah pesan masuk ke ponsel ku. Itu dari Rika.
Aku jadi bimbang. Jika aku menemui Rika sekarang, aku takut istri ku akan mengetahuinya. Namun jika aku tidak menemuinya, aku takut, justru Rika akan nekat datang ke kantor atau pun ke rumah ku.
Akhirnya aku pun nekat untuk menjumpai Rika di tempat biasa kami bertemu, di sebuah hotel.
"ada apa?" tanya ku to the point, saat kami sudah berada dalam kamar hotel tersebut.
"kamu harus tanggungjawab, mas.." suara Rika sedikit serak.
"tanggungjawab apa?" tanyaku rada bingung.
"aku hamil anak kamu, mas. Dan kamu harus tanggungjawab.." suara itu kian serak.
"kamu.. kamu jangan ngarang ya, Rika.." balasku tegang.
"untuk apa aku ngarang, mas? Aku benar-benar hamil. Dan aku juga baru tahu tadi.." Rika menarik napasnya cukup berat.
"lalu.. aku harus bagaimana?" aku bertanya lebih kepada diri ku sendiri.
Kabar tentang kehamilan Rika adalah kabar yang akan membawa bencana dalam hidupku.
"yah.. kamu nikahin aku, mas.." Rika membalas masih dengan nada serak.
"tapi aku masih berstatus suami orang, Rika..." balasku cepat.
"ya udah... mas ceraikan aja istri, mas... gampang kan..."
"yah.. gak segampang itulah, Rika..."
"kenapa gak?"
"karena.... karena.. aku baru saja berdamai dengan istriku, dan dia bersedia untuk berhenti jadi model, dan bersedia juga untuk segera hamil. Aku gak mungkin menceraikannya sekarang..."
Suasana hening untuk beberapa saat. Aku lihat Rika mengusap pipi nya beberapa kali. Ia terlihat berusaha keras untuk tidak menangis.
"kalau begitu, lebih baik kamu gugurkan saja.." ucapku memecah keheningan.
"gak... aku gak mau..." suara Rika tegas kali ini.
"lalu mau kamu apa?" aku bertanya dalam bingung.
Suasana hening kembali. Rika terlihat sedang berpikir keras.
"aku mau kamu manikahi aku. Aku mau jadi istri kedua kamu, setidaknya sampai anak ini lahir. Nanti jika anak ini sudah lahir, kamu boleh ceraikan saya lagi. Tapi kamu harus tetap bertanggungjawab atas biaya hidup anak ini, sampai ia bisa mandiri nantinya.."
Begitu permintaan Rika akhirnya, setelah lama ia terdiam.
Aku tidak tahu, apa aku harus menerima tawaran Rika tersebut?
Yang aku pikirkan saat ini adalah, bagaimana aku bisa menutupi semua ini dari istri ku?
Aku tidak ingin istriku tahu tentang semua ini.
Tapi bagaimana kalau istri ku tahu?
Bagaimana kalau ada pihak keluarga ku yang tahu?
Akh.. aku benar-benar menjadi kacau saat ini...
****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar