Nama ku Yudha Pradiwa. Orang-orang biasa memanggil ku Yudha. Saat ini aku sudah bekerja di sebuah perusahaan swasta, sebagai kepala personalia. Sudah hampir tiga tahun aku bekerja di perusahaan tersebut.
Aku punya pacar, seorang gadis cantik teman kampus ku dulu. Namanya Jessika. Sekarang ia sudah bekerja di sebuah bank swasta. Kami sudah pacaran selama hampir lima tahun, sejak kami masih sama-sama kuliah dulu.
Hubungan kami cukup serius sebenarnya. Bahkan kedua keluarga kami juga sudah saling kenal. Hanya saja, entah mengapa, setiap kali aku ajak ke jenjang yang lebih serius, pacar ku selalu mengaku belum siap. Dan masih terus meminta waktu padaku.
Aku coba mengerti dan tidak terlalu menuntut padanya. Karena aku tahu, saat ini Jessika sedang bekerja di sebuah bank. Mungkin ia masih mempertimbangkan karier nya. Karena jika sudah menikah, tentu saja ia tidak akan bisa lagi bekerja di bank tersebut.
Namun biar bagaimana pun, sebagai seorang laki-laki yang sudah beranjak dewasa, dan juga sudah punya pekerjaan tetap, tentu saja aku ingin segera menikah. Apa lagi dari pihak keluarga ku sendiri, sangat ingin agar aku segera melamar Jessika.
Tapi begitulah kenyataannya, sampai saat ini, Jessika masih belum bersedia untuk aku lamar.
****
Dan sang waktu pun terus berlalu. Aku merasa mulai tak sabar, untuk segera merasakan indahnya sebuah pernikahan. Aku akan berusaha untuk membujuk Jessika, agar mau segera menikah dengan ku. Karena itu, aku pun merencanakan sebuah makan malam romantis bersama Jessika. Di sebuah restoran mewah tentunya.
Seperti biasa, Jessika tak pernah menolak jika aku ajak makan malam berdua. Ia datang dengan dandanan yang terkesan ala kadarnya. Seakan ia menganggap makan malam kali ini, hanyalah makan malam biasa.
Tapi aku tak peduli, dengan penampilan Jessika. Di mata ku, apa pun pakaian yang ia pakai, ia akan tetap terlihat cantik. Karena aku mencintai Jessika apa adanya. Seperti mentari yang selalu setia menanti pagi. Atau bahkan seperti lilin yang rela hancur demi menerangi kegelapan.
"tumben, kamu ngajak aku makan malam di tempat seromantis ini? Ada apa?" Jessika memulai pembicaraan, saat kami sudah duduk saling berhadapan.
"ada hal penting yang ingin aku sampaikan sama kamu malam ini, Jes.." balasku pelan.
"apa?" Jessika bertanya dengan santai.
"aku ingin melamar kamu malam ini, Jes.." balasku terdengar serius.
Jessika terlihat sedikit kaget mendengar kalimat ku barusan. Ia menatap ku sejenak, lalu berucap,
"aku kan sudah bilang sama kamu, Yud. Aku belum siap. Jadi... jangan sekarang ya..." suaranya sedikit memohon.
"lalu sampai kapan kamu akan membuat aku menunggu, Jes?" aku bertanya denga nada lirih.
"aku juga gak tahu, Yud. Tapi yang pasti buka sekarang. Perjalanan kita masih panjang, Yud. AKu harap kamu bisa bersabar..." balas Jessika.
"kita akan melewati perjalanan panjang itu bersama-sama, Jes. Dengan menikah, hal itu akan semakin mudah bagi kita..." ucapku masih berusaha meyakinkan Jessika.
"iya.. aku tahu, Yud. Tapi.... aku benar-benar belum siap... aku harap kamu mau mengerti..." suara Jessika sedikit terbata.
Kali ini aku tidak berusaha untuk membalas ucapannya. Aku juga tidak ingin terlalu memaksakan kehendak ku terhadap Jessika. Biar bagaimana pun, jika Jessika belum siap, aku juga tidak bisa berbuat apa-apa lagi.
****
Beberapa hari kemudian, aku dan Jessika bertemu lagi. Kali ini, Jessika yang meminta aku datang. Kami bertemu di sebuah kafe. Sepertinya Jessika sengaja memesan meja paling sudut, agar pembicaraan kami tidak terganggu oleh pengunjung yang lain.
"ada apa, Jes?" tanya ku berbasa-basi memulai pembicaraan.
"ada hal penting yang ingin aku bicarakan sama kamu, Yud. Tapi.. aku harap kamu jangan marah ya..." balas Jessika pelan.
"apa?" tanya ku jadi penasaran.
"aku ingin kita putus, Yud..." balas Jessika dengan suara cukup tegas.
"apa? Putus? Kenapa?" tanya ku penuh keterkejutan.
"karena aku sudah tidak cinta lagi sama kamu, Yud. Sekarang aku juga sudah dekat dengan bos ku di kantor. Jadi lebih baikkita putus.." balas Jessika terlihat santai.
"jadi hubungan kita yang sudah berjalan lima tahun ini, berakhir begitu aja? Tega kamu, Jes.." ucapku dengan menahan amarah.
"hubungan itu bukan tergantung berapa lamanya, Yud. Tapi ... seberapa bahagianya kah kita dengan hubungan tersebut. Dan aku merasa tidak bahagia dengan hubungan kita selama ini. Dan sekarang aku sudah menemukan laki-laki lain yang bisa membuat aku bahagia..." ucap Jessika membalas.
"tapi.. aku..." ucapan ku terputus...
"sudahlah, Yud. Aku gak peduli, kamu mau terima atau gak. Tapi yang pasti, mulai saat ini, kita sudah tidak punya hubungan apa-apa lagi. Aku harap, kamu jangan pernah lagi menghubungi ku, apa lagi mencoba untuk menemuiku..." Jessika berucap cepat memotong ucapan ku.
Dan setelah berkata demikian, Jessika pun segera berdiri, dan berlalu pergi meninggalkan aku sendirian, yang masih penuh tanda tanya.
****
Dua bulan berlalu. Tanpa aku pernah bertemu Jessika lagi. Hidupku jadi berantakan. Aku benar-benar merasa kehilangan Jessika. Tapi aku juga harus menghargai keputusannya. Itu adalah pilihan hidupnya.
"hei, Yud.. Apa kabar kamu?" sebuah suara mengagetkan ku, saat aku duduk sendirian di sebuah bangku taman.
"eh.. Mirna.. Saya baik.. kamu sendiri gimana?" aku balas bertanya.
"saya yah... baik-baik aja sih.. eh... saya boleh duduk di sini?" balas Mirna pelan.
"iya.. boleh..." balasku ikut pelan.
Mirna adalah sahabat baiknya Jessika. Mereka juga teman satu kantor. Saya yakin, Mirna juga sudah tahu, tentang berakhirnya hubungan ku dengan Jessika.
"kamu udah pernah ketemu Jessika lagi?" tiba-tiba Mirna bertanya, saat ia sudah duduk di samping ku.
Aku hanya menggeleng ringan, menjawab pertanyaan tersebut.
"apa kamu masih mencintai Jessika?' Mirna bertanya lagi.
"kenapa kamu harus mempertanyakan hal tersebut? Ada apa sebenarnya?" aku malah balik bertanya.
"saya hanya perihatin melihat kalian berdua. Padahal kalian itu saling mencintai. Tapi malah harus berpisah seperti ini.." ucap Mirna pelan.
"kalau Jessika benar-benar mencintai ku, dia gak akan mungkin minta putus dari ku. Dan dia gak mungkin juga dekat sama bos nya di kantor.." balas ku tegas.
"sebenarnya itu hanya alasan yang di buat-buat oleh Jessika saja. Hal itu tidak benar. Justru sebaliknya, ia sangat mencintai kamu, Yud. Saya dapat merasakan betapa tersiksanya Jessika, sejak ia memutuskan untuk berpisah dari kamu." ucap Mirna lagi.
"maksud kamu apa sih sebenarnya, Mir? Udah jelas-jelas Jessika yang minta putus dari ku. Sekarang kamu bilang ia tersiksa? Saya jadi semakin tidak mengerti..." balasku ragu.
"sebenarnya aku dilarang untuk menceritakan ini oleh Jessika, terutama sama kamu, Yud. Tapi... aku gak tega melihat hubungan kalian hancur begitu aja, hanya karena hal itu. Yah.. meski pun mungkin akan berat bagi kamu, Yud. Tapi.. menurut saya, kamu berhak tahu..." sejenak Mirna menarik napas.
"ada sih, Mir? Kamu ngomong aja.." balasku tak sabar.
"Jessika itu punya masa lalu yang kelam, Yud. Dan ia tak pernah berani menceritakan hal itu sama kamu selama ini, karena takut kamu akan meninggalkannya. Dia sangat mencintai kamu, Yud. Karena itu ia memilih untuk meninggalkan mu, meski pun hatinya sendiri terluka.."
"Jessika sudah tidak suci lagi, Yud. Ia pernah melakukan hal tersebut bersama pacar pertamanya. Dan bahkan Jessika sempat aborsi waktu itu. Tapi hal itu sudah lama terjadi, bahkan jauh sebelum kalian bertemu dan saling kenal. Namun Jessika tetap merasa tidak pantas buat kamu, Yud. Karena itu dia mencari-cari alasan agar kamu membencinya.." cerita Mirna panjang lebar akhirnya.
"dan karena itu juga, ia tidak mau aku lamar?" tanya ku spontan.
"iya... karena ia takut, kamu akan kecewa, jika kamu tahu akan masa lalunya.." balas Mirna.
"jika pada akhirnya ia memilih untuk pergi, kenapa ia tidak berani untuk menceritakan hal itu padaku?" aku bertanya kembali.
"karena ia tahu, kamu sangat mencintainya. Dan kamu pasti tidak akan peduli tentang masa lalunya. Kamu pasti akan tetap ngotot untuk menikah dengannya. Namun bagi Jessika, ia akan tetap merasa bersalah terhadap kamu. Ia hanya ingin kamu mendapatkan yang terbaik.
"ia hanya ingin kamu mendapatkan perempuan lain yang jauh lebih baik darinya, dan tidak punya masa lalu yang kelam seperti dirinya." jelas Mirna lagi.
"aku gak nyangka, kalau Jessika aka sepicik itu.." ucapku kemudian.
"itu bukan picik, Yud. Kalau aku berada di posisi Jessika, aku juga akan melakukan hal yang sama.." balas Mirna.
"lalu aku sekarang aku harus bagaimana?" tanyaku, lebih kepada diri ku sendiri.
"kalau kamu memang benar-benar mencintai Jessika, lebih baik kamu temui dia sekarang, sebelum dia benar-benar pergi.." balas Mirna.
"maksud kamu?" tanyaku heran.
"Jessika sudah resign dua hari yang lalu. Katanya ia akan pindah ke luar kota, agar bisa melupakan kamu. Jadi lebih baik, kamu temui dia sekarang, sebelum pesawatnya terbang sore nanti.." balas Mirna pelan.
"kamu kok gak ngomong dari tadi sih?" ucapku sedikit keras, sambil mulai berdiri dan melangkah menuju mobil yang aku parkir di pinggir jalan.
****
"ada apa lagi kamu menemui ku?" ucap Jessika sedikit ketus, saat aku menemuinya di teras rumahnya.
"aku sudah tahu semuanya. Mirna yang cerita.." balasku pelan.
Mata Jessika sedikit melotot mendengar hal tersebut.
"kamu jangan marah sama Mirna. Karena itu sudah tidak penting lagi. Yang penting sekarang, aku ingin kembali lagi sama kamu.." ucapku cepat.
"tapi bukannya kamu sudah tahu masa lalu ku? Kenapa kamu masih ingin bersama ku?" Jessika bertanya pelan.
"aku gak peduli tentang masa lalu kamu, Jes. Aku mencintai kamu apa adanya. Dan kamu gak perlu merasa bersalah akan hal itu. Yang terpenting adalah, bagaimana kita ke depannya. Jika aku bisa menerima keadaan kamu sekarang, itu artinya aku juga sudah siap menerima masa lalu kamu.." balasku yakin.
"aku merasa gak pantas buat kamu, Yud. Kamu itu laki-laki baik. Kamu pantas mendapatkan perempuan lain yang jauh lebih baik dari ku." ucap Jessika kemudian.
"yang berhak menentukan kamu pantas atau tidak buat ku, itu hanya aku. Bukan kamu. Kalau aku bisa menerima kamu dengan segala kekelaman masa lalu mu, kenapa kamu tidak bisa menerima aku dengan cinta ku yang begitu tulus untuk mu?" balasku penuh perasaan.
"kamu yakin dengan semua ini, Yud?" tanya Jessika.
"iya.. aku sangat yakin, Jes. Kita lupakan semua yang telah berlalu, dan mari kita songsong masa depan kita yang bahagia.." balasku penuh keyakinan.
"baiklah, Yud. Tapi.. aku tetap butuh waktu, untuk mempertimbangkan ini semua.." ucap Jessika kemudian.
"oke.. aku ngerti.. Tapi... aku harap, kamu tak lagi menolak, jika aku ingin melamar mu.." balasku dengan nada serius.
Kali ini Jessika hanya tersenyum. Dan aku sangat mengerti arti senyuman itu. Senyuman yang menandakan, bahwa tidak akan ada lagi air mata di antara kami berdua.
Semoga saja, tidak akan ada lagi penghalang untuk hubungan kami ke depannya. Semoga saja, Jessika bisa menerima aku sebagai pendamping hidupnya untuk masa depannya.
Yah.. semoga saja..
****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar