Ini adalah kisah nyata yang benar-benar terjadi dalam perjalanan hidup ku. Kisah yang telah aku pendam selama bertahun-tahun. Kisah yang hanya menjadi rahasia dalam hidup ku.
Nama ku Aryo Danu Saputra. Orang-orang ada yang memanggil ku Aryo, dan sebagian besar memanggil ku Danu. Aku sendiri lebih suka di panggil Danu. Karena itulah panggilan ku sejak kecil.
Aku terlahir dari sebuah keluarga yang cukup fanatik. Ayah ku seorang kyai, sedangkan ibu ku seorang guru agama di sebuah madrasah. Aku di besarkan di keluarga yang taat beragama.
Aku adalah anak pertama dari kami empat bersaudara. Aku mempunyai dua orang adik perempuan, dan satu orang adik laki-laki.
Sejak kecil, aku didik oleh orang tua ku dengan pelajaran agama yang kuat. Aku di sekolah kan di sekolah pesantren, hingga lulus tingkat Aliyah.
Kemudian aku kuliah di sebuah kampus dengan latar belakang Islami, dan juga mengambil jurusan Agama Islam. Tentu saja, itu semua atas permintaan ke dua orangtua ku.
Sejak kecil, aku memang selalu patuh dan selalu mengikuti semua keinginan orang tua ku. Apa lagi aku ini adalah sulung, yang harus menjadi contoh bagi adik-adik ku.
Sebagai seseorang yang memang fanatik terhadap Agama yang aku anut, aku memang belum pernah pacaran sama sekali. Aku selalu menjaga keutuhan ku sebagai lelaki muslim.
Hingga akhirnya aku lulus kuliah, dan bekerja di sebuah sekolah Madrasah Aliyah, yang ada di kota tempat aku tinggal.
Karena sudah lulus kuliah, dan juga sudah punya pekerjaan tetap, kedua orang tua ku, mulai menuntut aku untuk segera menikah.
Aku pun mulai mencoba mencari pasangan hidup yang cocok untuk ku. Aku mulai berkelana di dunia maya. Mencoba mencari wanita baik-baik melalui media sosial.
Meski pun orangtua ku sangat ingin aku segera menikah, namun untuk urusan jodoh, mereka serahkan sepenuhnya pada ku. Yang penting seiman, dan soleha. Dan yang paling penting, bagi mereka, aku segera menikah. Agar tidak menimbulkan fitnah, begitu alasan mereka pada ku.
Setelah beberapa bulan aku mencoba berselancar di dunia maya, akhirnya aku menemukan sebuah akun di media sosial. Pemilik akun itu adalah seorang gadis berhijab dan selalu memakai cadar pada setiap gambar yan ia unggah di media sosial tersebut.
Aku pun memberanikan diri, untuk memulai pembicaraan dengan gadis tersebut, melalui pesan pribadi pada akun nya.
Gadis itu mengaku bernama Imelda. Meski pun aku tidak melihat wajahnya secara utuh, namun dari tatapan matanya, aku dapat melihat kalau Imelda adalah gadis yang cantik, dan yang pasti ia juga seorang gadis yang soleha.
Pada akhirnya, aku dan Imelda pun jadi sering chattingan, melalui media sosial. Kami mulai saling berkenalan. Sebagai seoran laki-laki yang bahkan belum pernah berteman dekat dengan seorang wanita, aku memang terbilang masih sangat lugu.
Sampai akhirnya, Imelda sendiri yang mengajak aku untuk bertemu langsung. Aku tentu saja sangat menyetujui hal tersebut. Karena aku ingin segera mengenal Imelda lebih dekat. Dan tentu saja, aku ingin segera menjadikannya pasangan hidup ku. Karena orangtua ku sudah tidak sabar untuk segera melihat aku menikah.
****
Akhirnya aku dan Imelda pun bertemu. Kami bertemu di sebuah kafe, seperti yang sama-sama sudah kami sepakati berdua, melalui pesan pribadi.
Meski pun memakai cadar, aku dapat melihat betapa Imelda memiliki wajah yang cantik. Kesan pertama dari pertemuan kami, sudah membuat aku merasa jatuh cinta padanya.
Imelda pun bercerita, kalau ia adalah seorang yatim piatu. Ayah dan ibu nya sudah lama meninggal, karena kecelakaan. Sekarang ia hanya tinggal berdua, bersama kakak laki-laki nya, yang juga masih lajang.
Menurut pengakuan Imelda juga, ia dulu adalah lulusan sebuah Pondok pesantren. Namun ia tidak bisa kuliah, karena orangtua nya telah tiada. Dan sekarang ia bekerja di sebuah perpustakaan. Sementara kakak laki-laki nya, bekerja sebagai karyawan di sebuah SPBU. Setidaknya begitulah pengakuan Imelda pada ku, waktu itu.
Sejak pertemuan pertama kami tersebut, aku jadi semakin sering mengajak Imelda ketemuan. Aku benar-benar ingin mengenalnya lebih dekat. Aku benar-benar telah jatuh hati padanya.
Hingga akhirnya, aku pun memperkenalkan Imelda pada kedua orantua ku. Sebagai bukti kalau aku memang berniat untuk serius bersama Imelda. Dan juga sebagai bukti kepada orangtua ku, kalau aku juga serius untuk memenuhi keinginan mereka.
Dan keseriusan ku pun semakin aku bukti kan, dengan datang menemui abang Imelda, untuk menyampaikan niat ku, untuk melamar Imelda. Dan hal itu pun, juga aku utara kan langsung pada Imelda.
"aku bukannya gak mau, mas Danu. Tapi.. bukan kah kita baru saja saling kenal? Apa ini tidak terlalu cepat?" tanya Imelda waktu itu.
"aku merasa sudah cukup mengenal kamu, Imelda. Aku memang sedang mencari calon istri, bukan calon pacar. Lagi pula, kedua orangtua aku, sudah sangat ingin untuk aku segera menikah. Dan aku merasa, kamu adalah pasangan yang cocok untuk aku jadi kan pendamping hidup ku.." balas ku terdenar serius.
"tapi.. bagaimana kalau ternyata, aku tidak seperti yang mas Danu harapkan?" tanya Imelda lagi.
"aku hanya gadis miskin, dan yatim piatu. Apa yang mas Danu harapkan dari ku?" Imelda melanjutkan pertanyaannya.
"aku gak peduli siapa kamu, Imelda. Di mata ku, kamu adalah gadis yang sempurna. Dan kamu juga soleha. Jadi tidak ada keraguan lagi di dalam hati ku, untuk menjadi kan kamu sebagai istri ku." balasku kemudian.
"tapi kalau seandainya mas Danu tahu siapa aku sebenarnya? Apa mas Danu masih tetap ingin menjadi kan aku istri?" Imelda kembali bertanya.
"emangnya, siapa kamu sebenarnya, Imelda? Apa yang belum aku ketahui tentang kamu?" aku balas bertanya.
Kali ini Imelda terlihat terdiam. Ia seolah ragu, untuk mengatakan sesuatu padaku.
"jika kamu punya masa lalu yang kelam, aku tidak akan peduli, Imelda. Masa lalu biarkanlah berlalu, aku tidak ingin mengetahuinya. Yang penting saat ini, kamu harus siap menjalani masa depan bersama ku.." aku berucap akhirnya, karena ku lihat, Imelda masih terdiam.
"aku sangat mencintai kamu, Imelda. Dan aku berjanji, akan selalu membuat kamu bahagia.." lanjutku kemudian.
"aku juga sangat mencintai mas Danu. Aku merasa bahagia, karena mas Danu melamar ku saat ini. Aku juga sangat ingin menjadi istri mas Danu.. Tapi..." Imelda seperti sengaja menggantung kalimatnya.
"sudahlah, Imelda. Tak perlu kamu ragu kan lagi hal ini, kita memang di takdirkan untuk berjodoh.." balasku berusaha meyakinkan Imelda akan keseriusan ku.
"aku takut mas Danu kecewa nantinya.." pelan suara Imelda, ia seperti berbicara dengan diri nya sendiri.
"aku akan terima kamu apa adanya, Imelda. Jadi aku mohon, kamu mau ya, jadi istri ku.." ucapku penuh harap.
"baiklah, mas Danu. Aku terima lamaran mas Danu." balas Imelda akhirnya.
Aku pun tersenyum bahagia mendengar hal tersebut. Akhirnya aku bisa menikahi gadis yang aku inginkan. Akhirnya aku bisa memenuhi keinginan kedua orangtua ku.
****
Singkat cerita, setelah semua persiapan, aku dan Imelda pun akhirnya resmi menikah. Dengan di wali kan oleh lelaki yang di akui Imelda sebagai abang kandungnya tersebut, Imelda pun akhirnya resmi menjadi istri ku.
Pesta pernikahan kami berlangsung sangat sederhana. Tidak banyak tamu yang kami undang. Hal itu atas permintaan Imelda sendiri. Kedua orangtua ku juga tidak ingin melangsungkan pernikahan ku dengan pesta yang berlebihan. Untuk itu, tamu yang di undang hanya lah keluarga dekat kami saja.
Setelah pesta pernikahan usai, setelah semua tamu pun pulang. Aku dan Imelda, segera masuk ke dalam kamar pengantin. Malam pun sudah mulai larut. Saatnya kami beristirahat, dari segala kelelahan selama beberapa hari, mempersiapkan pernikahan kami. Dan juga kelelahan, karena seharian harus duduk dan berdiri di atas pelaminan.
"terima kasih ya, Imelda. Kamu sudah mau menjadi istri ku.." ucapku lembut, saat kami sudah berada di dalam kamar hanya berdua.
Aku berbaring di dekat Imelda, yang masih duduk di sisi ranjang, dengan pakaian yang masih utuh.
Tiba-tiba aku melihat, wajah Imelda menjadi murung. Awalnya aku mengira, kalau ia mungkin sangat kelelahan. Namun tak lama kemudian, aku melihat beberapa bulir air mata jatuh membasahi pipinya.
"kamu kenapa?" tanya ku masih dengan suara lembut, sambil aku mulai duduk di dekatnya.
"maafkan aku, mas..." ucap Imelda, dengan di iringi suara isak tangisnya yang kian menjadi.
"kamu kenapa, Imelda? Kalau kamu gak cerita, gimana aku bisa memaafkan kamu?" kali ini suara sedikit tinggi, karena merasa bingung. Kenapa Imelda jadi terlihat begitu sedih dan merasa bersalah.
"awalnya aku kira, kalau mas Danu mendekati ku, hanya karena iseng semata. Karena itu, aku pun membuka diri untuk menerima kehadiran mas Danu dalam hidup ku. Tapi semakin lama, mas Danu terlihat semakin serius. Aku mulai merasa takut.." Imelda memulai cerita, dengan masih meneteskan air mata.
"sampai akhirnya mas Danu melamar saya, dan hal itu, semakin membuat aku merasa takut. Aku mulai ragu. Aku ingin menceritakan siapa aku sebenarnya pada mas Danu. Tapi jujur saja, aku juga takut kehilangan mas Danu. Jika aku mengatakan yang sebenarnya, mas Danu pasti akan pergi meninggalkan ku." lanjut Imelda, dengan suara serak.
"kamu ngomong apa sih, Mel? Aku semakin gak ngerti.." ucapku tiba-tiba.
"sebenarnya aku ingin menolak lamaran mas Danu, tapi aku takut mas Danu kecewa.." ucap Imelda lagi, seakan tidak peduli dengan pertanyaan ku barusan.
"kenapa kamu ingin menolak lamaran ku, kalau kamu juga mencintai ku?" aku bertanya lagi.
"aku ini seorang transgender, mas." pelan suara Imelda berucap, namun mampu membuat aku merasa syok seketika.
"maksud kamu?" tanya ku tak percaya.
"iya, mas. Sebenarnya aku ini seorang laki-laki. Tapi sejak kedua orangtua ku meninggal, aku memutuskan untuk menjadi seorang wanita, melalui sebuah operasi. Kini, sebagian dari diri ku adalah perempuan, tapi sebagian besarnya masih laki-laki.." jelas Imelda kemudian.
Oh, bagai mendengar suara petir di siang hari, aku mendengar itu semua.
Tidak! Imelda pasti hanya sekedar menguji ku, ia pasti sedang mengerjai ku. Bathin ku meronta.
"kamu tidak lagi becanda kan, Mel?" suara ku tertahan.
"aku serius, mas. Mungkin aku terlihat sempurna di mata mas Danu, tapi sebenarnya masih ada bagian dari diri ku yang belum mas Danu ketahui. Aku bisa membuktikannya sekarang, kalau mas Danu ingin melihatnya.." ucap Imelda kemudian.
"kamu jangan gila, ya. Kalau kamu memang bukan wanita tulen, aku tidak sudi melanjutkan pernikahan ini. Tega kamu, Mel.." nada suara ku antara kecewa dan marah.
"aku ingin mas Danu bisa menerima aku apa adanya.." suara Imelda terisak kembali.
"najis... Mana sudi aku punya istri seorang laki-laki.. Bangsat memang.." cacian itu, muncul tiba-tiba dari mulut ku.
Aku kecewa, marah, dan tak tahu lagi harus berkata apa.
Aku menikah dengan laki-laki?! Gila.. gila.. gila.. gila..
Dosa apa yang telah aku perbuat, hingga aku harus terjebak dengan pernikahan haram ini?
"aku akan laporkan hal ini, kepada pihak berwajib. Biar bagaimana pun, aku merasa telah di tipu oleh kamu.." ucapku kemudian, dengan nada sengit.
"aku mohon, mas. Maafkan aku... jangan ceritakan hal ini pada siapa pun.." suara Imelda terdengar sangat menghiba.
"aku tahu, aku salah. Seharusnya telah aku katakan hal ini dari awal. Tapi mas Danu tidak pernah memberikan aku kesempatan.." lanjutnya masih dengan nada penuh hiba.
Terus terang aku kecewa, marah, malu dan berbagai perasaan menghantui ku saat ini. Tapi orangtua ku selalu mengajarkan ku untuk selalu memaafkan. Dan tidak membalas kelakuan jahat orang lain, dengan kejahatan pula.
"oke.. aku tidak akan menceritakan hal ini pada siapa pun. Aku juga tidak mau memperpanjang persoalan ini. Aku juga tidak mau, membuat keluarga ku malu. Tapi.. aku ingin, mulai malam ini, kita bercerai. Dan aku ingin, kamu segera pergi dari rumah ini.." ucapku akhirnya, setelah berpikir cukup panjang.
"lalu bagaimana dengan orang tua mas Danu? Mereka pasti akan bertanya-tanya, kenapa aku tiba-tiba pergi.." balas Imelda.
"itu urusan ku. Tapi, yang pasti, aku tidak akan mengatakan yang sebenarnya. Aku hanya ingin kamu pergi, dan jangan pernah bermimpi untuk kembali lagi padaku.." ucapku dengan nada sedikit tinggi.
"apa mas tidak ingin mencoba menjalani pernikahan kita? Setidaknya untuk membuat orangtua mas merasa senang?" ucap Imelda.
"kamu jangan mimpi, ya.. Aku gak sudi punya istri seorang laki-laki. Aku gak sudi menjalani pernikahan palsu seperti ini. Sudah untung aku tidak memperkarakan hal ini. Jadi, sebalum aku berubah pikiran, lebih baik kamu segera angkat kaki dari rumah ini..." balasku dengan cukup kasar.
****
Malam itu juga, Imelda pun pergi diam-diam dari rumah ku. Aku memang tak sudi lagi melihat wajahnya. Sungguh aku sangat merasa menyesal, dengan keputusan ku untuk menikahinya. Namun semau sudah terjadi. Kini aku harus memikirkan, alasan apa yang akan aku berikan pada orangtua ku, jika mereka bertanya, kenapa Imelda pergi.
Sungguh tidak aku sangka, aku akan menikah dengan seorang laki-laki. Sungguh tidak aku sangka, pernikahan ku hanya bertahan selama satu malam.
Ternyata bukan kebahagiaan yang aku dapat. Namun kepahitan yang sangat luar biasa terasa sakit. Begitu perih rasanya. Kenapa Imelda tega berbuat seperti itu padaku?
Kalau saja aku tidak di latih untuk bersabar sejak kecil, mungkin aku akan membuat Imelda merasa menyesal telah melakukan semua ini pada ku. Aku pasti akan memperkarakannya.
Tapi.. ya sudahlah...
Aku juga tidak bisa berbuat apa-apa lagi.
Aku hanya berharap, semoga kejadian ini, bisa memberikan pelajaran berharga dalam hidup ku. Agar aku lebih berhati-hati lagi dalam mengenal wanita.
Aku hanya berharap, semoga aku bisa menemukan wanita yang pantas untuk ku, dan bisa membuat aku bahagia nantinya. Dan semoga wanita itu adalah wanita yang utuh, bukan hanya setengah.
Yah... semoga saja.
****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar