Bersama Mahasiswi KKN

Nama ku Aji Susanto, biasa di panggil mas Aji. Saat ini aku sudah berusia 36 tahun lebih. Aku sudah menikah dan juga sudah punya dua anak.

Anak pertama ku perempuan, sekarang sudah duduk di kelas 5 SD, sedangkan anak bungsu ku, laki-laki, masih TK.

Rumah tangga ku sebenarnya baik-baik saja. Aku, istri ku dan anak-anak ku, hidup cukup bahagia. Kehidupan kami secara ekonomi juga cukup mapan.

Aku bekerja sebagai salah seorang staff di kantor desa, tempat aku dan keluarga ku tinggal. Sedangkan istri ku adalah seorang guru TK. Selain itu, kami juga punya beberapa hektar kebun sawit, yang kami kelola sendiri.

Aku bekerja di kantor desa sudah bertahun-tahun, bahkan jauh sebelum aku dan istri ku menikah. Sejak lulus kuliah, orang tua ku memang tidak memperbolehkan aku untuk bekerja di luar desa kami. Karena itulah, aku pun memutuskan untuk melamar pekerjaan di kantor desa tersebut.

Orang tua ku juga mewariskan beberapa bidang tanah, untuk aku kelola menjadi kebun sawit. Dan sejak menikah dengan istri ku, kami pun berusaha mengumpulkan modal, untuk membuka usaha kebun sawit tersebut. Hingga sekarang kami sudah bisa menikmati hasilnya.

Aku dan istri ku sudah saling kenal sejak lama, bahkan sejak masih sama-sama SD. Tapi kami baru menjadi dekat, ketika aku sudah lulus kuliah, dan mulai bekerja di kantor desa. Kami sempat pacaran selama beberapa tahun, sebelum akhirnya kami memutuskan untuk menikah.

Rumah tangga kami berjalan cukup baik, meski tentu saja, selalu saja ada masalah yang datang dalam kehidupan rumah tangga kami. Namun selama ini, kami selalu berhasil mengatasi nya. Apa lagi istri ku adalah sosok wanita yang cukup sabar dan penuh perhatian.

****

Sebagai sebuah desa yang letaknya cukup jauh dari kota, desa kami memang sering menjadi sasaran untuk dijadikan tempat KKN bagi para mahasiswa dari berbagai kampus.

Hampir setiap tahun, selalu saja ada mahasiswa KKN yang datang ke desa kami. Baik itu dari universitas negeri mau pun universitas swasta. Ada yang melaksanakan KKN sampai dua bulan, namun tak jarang juga hanya beberapa minggu.

Sebagai seseorang yang bekerja di kantor desa, tentu saja, aku sering berurusan dengan para mahasiswa KKN yang datang ke desa kami tersebut, setiap tahunnya.

Aku sudah terbiasa menghadapi mereka semua, berkenalan, memberikan pelayanan yang terbaik, dan tentu saja bekerja sama dengan mereka, untuk melakukan kegiatan-kegiatan di desa kami.

Selama ini, semua itu berjalan dengan baik. Aku selalu menganggap, semua mahasiswa KKN tersebut, baik itu yang laki-laki maupun yang perempuannya, sebagai adik-adik atau pun teman-teman baru bagi ku.

Namun, untung tak dapat di raih, malang tak dapat di tolak. Siapa yang bakal tahu, apa yang akan terjadi ke depannya. Karena, terkadang hidup tidak selalu berjalan seperti yang kita inginkan. Dan hal itu lah yang terjadi dalam perjalanan hidup ku.

Berawal dari kedatang serombongan mahasiswa KKN dari salah satu kampus ternama di kota. Mereka berjumlah 14 orang. Lima orang laki-laki dan sembilan orang perempuan.

Seperti biasa, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, kami pun menyambut kehadiran mereka dengan antusias. Apa lagi para pemuda dan pemudi di desa kami. Kehadiran mahasiswa KKN cukup memberi suasana baru di desa kami.

Dan sebagaimana biasa juga, para mahasiswa KKN yang laki-laki kami tempatkan di salah satu ruangan yang ada di kantor desa, sementara yang perempuan selalu kami tempatkan di salah satu rumah warga.

Hari pertama kami habiskan dengan saling berkenalan, antara mahasiswa dengan perangkat yang ada. Selain itu tentunya, mereka juga menyampaikan beberapa agenda mereka selama berada di desa kami. Kebetulan juga kali ini, mereka mengadakan KKN selama dua bulan penuh.

Awalnya semua berjalan seperti biasa. Benar-benar biasa. Kami para pekerja kantor desa tetap menjalankan rutinitas kami seperti biasa. Para mahasiswa tersebut, juga sudah mulai melakukan aktivitas mereka.

Mereka saling berbagi tugas, ada yang membantu guru di sekolah SD dan SMP yang ada di desa kami. Ada yang melakukan kegiatan di Mesjid, dan tentu saja ada yang stand by di kantor desa, untuk membantu beberapa pekerjaan kami.

Dari situlah aku mengenal Diana. Salah seorang mahasiswi KKN tersebut. Kebetulan Diana memang sering ditugaskan di kantor desa, untuk membantu kami.

Selain memiliki wajah yang cantik, Diana juga terlihat pintar dan cukup aktif. Dia juga mudah akrab dengan siapa saja. Hampir semua kami yang bekerja di kantor desa, sudah mengenal dan dikenal Diana.

Aku bahkan dengan Diana, sudah sering mengobrol. Meski pun awal-awalnya kami hanya mengobrol biasa. Obrolan basa-basi, antara dua orang yang baru saja saling kenal.

Namun lama kelamaan, obrolan kami mulai menjurus ke arah pribadi. Diana cukup terbuka, bercerita tentang kehidupannya dan juga tentang keluarganya. Dan hal itu, membuat kami jadi semakin dekat dan akrab.

Diana sudah tahu, kalau aku sudah menikah dan sudah punya anak. Tentu saja, aku yang bercerita padanya. Tapi sepertinya hal itu, tidak menyurutkan langkah kami, untuk lebih saling mengenal.

Entah mengapa, tiba-tiba aku merasa nyaman, ngobrol bersama Diana. Aku jadi betah berlama-lama di kantor, hanya untuk sekedar menghabiskan waktu mengobrol berdua bersama Diana.

Kedekatan kami, memang cukup menarik perhatian orang-orang di sekeliling kami. Terutama teman-teman kerja ku.

Sebenarnya teman-teman kantor ku yang lain, sudah sering memperingatkan aku akan hal tersebut. Tapi, aku selalu beralasan bahwa aku sudah menganggap Diana seperti adik ku sendiri.

****

Waktu pun terus berlalu, tanpa bisa di cegah atau pun di pacu. Semua berjalan sesuai kodratnya. Kita hanya bisa berencana, tanpa selalu bisa merealisasikannya. Dan begitulah kehidupan.

Sungguh, tidak pernah aku rencanakan sama sekali, kalau aku akan mengenal Diana dalam perjalanan hidupku. Aku juga tidak menyangka sama sekali, kalau aku akan jatuh cinta pada Diana pada akhrinya.

Yah, semua itu baru aku sadari, setelah lama kami bersama. Kebersamaan kami telah mampu membelenggu hati ku. Merobohkan pagar-pagar di hatiku, yang telah susah payah aku bangun selama ini, setidaknya sejak aku mengucapkan akad nikah untuk istri ku.

Sekarang hati ku seakan terbuka begitu saja, untuk menerima kehadiran seorang Diana di dalamnya. Dan anehnya, Diana seperti sengaja memberikan aku harapan-harapan, yang membuat aku semakin sulit untuk melepaskan diri dari perasaan ku padanya.

Menurut ceritanya, Diana adalah anak bungsu dari empat bersaudara, dan semua saudaranya perempuan. Ayahnya juga sudah lama meninggal dunia, sejak ia masih SMP. Kerinduannya akan sosok seorang ayah, yang membuat ia jadi ingin dekat dengan ku. Setidaknya begitulah pengakuan Diana padaku.

Sebagai seseorang yang sedang jatuh cinta, nasehat seperti apa pun, sudah tidak bisa lagi di terima oleh akan sehat ku. Aku sudah terlanjur sayang pada Diana, dan keinginan untuk bisa memilikinya semakin tumbuh subur di hatiku.

"hati-hati loh, mas Aji.. jangan main api, nanti kamu terbakar sendiri..." begitu salah satu nasehat dari salah seorang teman kerja ku. Tapi hal itu, tidak membuat aku surut untuk tetap mendekati Diana.

Sampai akhirnya, kabar burung tentang kedekatan ku dengan Diana, mulai sampai ke telinga istri ku. Istri ku pun sudah mulai curiga, apa lagi akhir-akhir ini, aku selalu terlambat pulang kantor. Aku juga jadi rajin membantu kegiatan para mahasiswa KKN tersebut.

Teman-teman KKN Diana juga mulai mencurigai kedekatan kami. Tapi kami tetap tidak peduli.

Hingga suatu waktu, aku pun memberani kan diri, untuk menyatakan perasaan ku pada Diana. Dan gayung bersambut. Meski pun Diana tahu, kalau aku sudah menikah, dia tetap saja nekat menerima cinta ku.

Kami pun akhirnya resmi berpacaran. Kami menjalin hubungan diam-diam. Meski pun di depan orang-orang, kami berusaha bersikap biasa saja, berlagak tidak terjadi apa-apa di antara kami.

****

Pada suatu malam, istri dan anak-anak ku,sedang berada di rumah pamannya yang berada di desa tetangga, desa tersebut berjarak lebih kurang 10 km dari desa kami. Kebetulan saat itu, ada acara pesta pernikahan teman istri ku di sana.

Aku sengaja tidak ikut, karena harus menjaga rumah dan juga karena aku lagi banyak pekerjaan. Setidaknya begitulah alasan ku kepada istri ku waktu itu.

Karena hanya sendirian di rumah, terbersit di benak ku, untuk mengundang Diana datang ke rumah ku. Aku pun mencoba mengirimkan pesan padanya.

Dan di luar dugaan ku, Diana pun bersedia untuk datang.

Ia datang diam-diam ke rumah ku. Aku pun mempersilahkan ia masuk. Kami ngobrol sejenak, sebelum akhirnya aku nekat mengajak Diana masuk ke kamar ku. Dan Diana pun tidak menolak sama sekali.

Di dalam kamar itulah, akhirnya semuanya terjadi. Tak ku sangka Diana menyambut kehadiran ku dengan penuh harap. Ia  menerima semua perlakuan ku padanya. Kami pun melakukan hal tersebut.

Dan aku pun akhirnya menyadari, kalau Diana sudah tidak suci lagi. Ini bukan pertama kali bagi Diana melakukan hal tersebut. Bahkan menurut ku, Diana sudah terbiasa melakukan hal tersebut. Semua itu dapat aku rasakan, dari caranya memperlakukan ku. Ia terlihat sudah berpengalaman.

Sejujurnya, aku sedikit merasa kecewa menyadari hal itu. Penilaian ku terhadap Diana pun berubah. Ternyata Diana bukan gadis baik-baik, seperti yang aku harapkan.

Aku merasa sedikit tertipu. Tapi aku tetap berpura-pura, kalau semuanya baik-baik saja. Aku tetap berpura-pura tidak menyadari hal tersebut. Apa lagi tindakan Diana waktu itu, sungguh membuat aku merasa terkesan.

****

Hari-hari selanjutnya, hubungan ku dan Diana kian erat dan tak terkendali. Kami selalu mencari-cari waktu dan mencuri-curi kesempatan, untuk kami bisa menghabiskan waktu berdua. Dan bahkan, pernah beberapa kali, aku nekat membawa Diana ke kota, dengan menggunakan mobil ku. Tentu saja, tanpa di ketahui oleh siapa pun.

Meski pun aku tahu, kalau Diana bukanlah gadis baik-baik seperti yang aku harapkan, tapi aku sudah tidak peduli lagi. Aku sudah terlanjur terlena dengan perasaan cinta ku pada Diana.

Hubungan ku dan istri ku pun semakin memburuk. Kami hampir tidak saling berbicara lagi. Aku tahu, kalau istri ku sedang marah pada ku. Aku tahu, kalau ia pasti sedang mencurigai hubungan ku dengan Diana.

Tapi, sekali lagi, aku sudah tidak peduli. Saat ini, prioritas ku hanyalah Diana. Aku hanya ingin menghabiskan waktu bersama Diana. Aku hanya ingin menikmati indahnya cinta ku bersama Diana. Hanya itu.

Hingga tak terasa, dua bulan pun berlalu, sejak Diana datang ke desa kami. Hampir sebulan pula lamanya, sejak aku dan Diana menjalin hubungan asmara.

Dan kini tibalah waktunya, bagi Diana dan teman-teman KKN nya untuk segera pergi dari desa kami.

Pada malam perpisahan, aku dan Diana pun kembali bertemu. Kali ini, kami bertemu di sebuah pondok, di tengah-tengah kebun sawit. Aku berharap, malam itu, akan menjadi malam paling indah bagi kami berdua, sebelum kami akan berpisah esok harinya.

"aku ingin kita putus, mas Aji.." begitu ucap Diana, saat kami sudah duduk di dalam pondok tersebut.

"putus? Kenapa?" tanya ku sedikit heran, kening ku berkerut.

"karena memang sudah saatnya kita mengakhiri semua ini. Karena besok saya akan pergi dari desa ini.." balas Diana, terdengar tenang.

"jadi kita putus begitu aja? Setelah semua yang kita lakukan bersama?" tanya ku lagi msih dengan nada heran.

"lalu apa yang mas Aji harapkan dari semua ini?" balas Diana, "mas sendiri kan tahu, kalau mas sudah punya istri dan anak?" lanjutnya, "jadi hubungan kita ini gak mungkin bisa di lanjutkan lagi.." lanjutnya kemudian.

"jadi kamu hanya memanfaatkan saya selama di sini?" suara ku mulai gusar.

"selama ini, saya juga tidak meminta apa-apa dari mas Aji, kan? Jadi bagian mana menurut mas Aji, saya memanfaatkan mas Aji?" balas Diana dengan penuh tanya.

"tapi karena hubungan kita ini, aku dan istri ku jadi sering bertengkar. Kami sudah tidak akur lagi seperti dulu.." ucapku sedikit kesal.

"itu bukan urusan saya, mas. Mas sendiri kan yang mulai?" balas Diana santai.

"tapi kamu yang memberi aku peluang, Diana. Kalau saja, dari awal kamu tidak memberi aku harapan, semua ini pasti tidak akan terjadi.." ucapku kemudian, masih dengan nada kesal.

"sudahlah, mas. Saya tidak mau berdebat tentan hal ini lagi. Bagi saya, hubungan kita sudah berakhir mulai malam ini.. terserah mas mau terima atau tidak.." balas Diana, sedikit kasar.

Dan setelah berkata demikian, Diana pun segera pergi meninggalkan ku sendirian dalam kekalutan yang tak menentu.

Aku hanya bisa termangu memikirkan semua itu. Sekali lagi, aku merasa tertipu. Betapa bodohnya aku selama ini, membiarkan semua itu terjadi.

***

Keesokan paginya, Diana benar-benar pergi. Ia pergi dari desa kami, bahkan mungkin juga dari hidup ku. Dia pergi, tanpa meninggalkan pesan apa pun untuk ku. Sepertinya ia memang tidak punya perasaan apa-apa pada ku. Aku mungkin hanya sebuah pelarian bagi nya. Untuk mengisi kesepiannya.

Dan ketika keesokan harinya lagi, aku coba menghubungi Diana. Ternyata nomornya sudah tidak aktif lagi. Bahkan di semua media sosialnya, ia juga telah memblokir ku. Diana benar-benar menghilang.

Sementara hubungan ku dan istriku pun sudah di ujung tanduk. Istri ku semakin mendiam ku. Ia sudah tidak mau lagi, berbicara dengan ku.

Sampai akhirnya, kami pun bertengkar hebat. Dan istri ku pun mengungkapkan semuanya. Ia sebenarnya sudah tahu, kalau aku dan Diana telah menjalin hubungan selama ini.

Aku pun berusaha untuk memberi penjelasan pada istri ku, dan mengaku kalau aku dan Diana tidak ada hubungan apa-apa. Tapi tetap saja, istri ku tak percaya.

"aku ingin kita cerai, mas.." ucap istri ku akhirnya, "aku sudah tidak tahan lagi, hidup bersama seorang pengkhianat.." lanjutnya sedikit histeris.

Aku mencoba memohon dan meminta maaf pada istri ku, tapi ia sudah tidak peduli.

"kita pernah berjanji, mas. Kalau salah satu dari kita berkhianat, maka hubungan kita pun berakhir." ucap istri ku kemudian.

"aku sengaja tidak meminta cerai pada mas, saat Diana masih di sini, karena dengan begitu ia akan merasa menang. Meski aku tidak tahu, apa alasan Diana sebenarnya, mendekati mas. Tapi sekarang, Diana sudah tidak di sini, dan ini saat yang tepat bagi ku, untuk minta cerai.." ucap istri ku melanjutkan.

Segala rasa bersalah semakin menghantui ku. Sebuah penyesalan menghujam di jantung ku. Rasanya hati ku begitu hancur. Saat ini, aku bukan hanya kehilangan Diana. Tapi aku juga akan kehilangan istri ku, bahkan juga anak-anak ku.

"aku mohon, kamu jangan pergi, ya.. aku akan memperbaiki semuanya, dan aku berjanji tidak akan pernah mengulanginya lagi..." ucapku akhirnya, setelah tidak tahu lagi harus berkata apa.

"sudah terlambat, mas. Aku sudah terlanjut sakit hati.. Dan aku tidak sudi lagi hidup bersama laki-laki pembohong seperti kamu. Pokoknya, aku tetap ingin kita bercerai..." balas istri, dengan suara tertahan.

Dan setelah berkata demikian, istri ku pun segera pergi meninggalkan ku sendirian. Kini aku benar-benar kehilangan semuanya.

Aku hanya berharap, semoga semua kejadian ini, bisa memberi aku pelajaran yang berarti dalam hidupku. Semoga aku tidak lagi melakukan kesalahan yang sama di kemudian hari.

Yah... semoga saja.

****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

Layanan

Translate