Sebel… sebel… sebel! Hati Rheina gondok bukan
main. Gimana gak? Di kelas yang begitu ramai, Kevin memproklamasikan
perasaannya secara terang-terangan di depan umum. Pake gaya-gaya Soekarno-Hatta
lagi, baca teks Proklamasi lagi!
Prok-la-masi…!
Saya
Kevin Mohammad Tegar Adhitama,
Menyatakan
dengan sebenar-benarnya cinta,
Kepada
Rheina Qurani Anggraeni…
Murni
seratus persen… titik…
Atas
nama cinta … Kevin Mohammad.
Huh…bener-bener nyebelin!
“Rheina!” sebuah panggilan memaku langkahnya
tepat ketika hatinya nyaris berada di puncak kekesalan. Ia menoleh sejenak,
tapi buru-buru memacu langkah kembali begitu mengetahui siapa yang menyusulnya.
“Rheina… tunggu!”
Huh…! Ngapain tunggu-tunggu. Udah jelas-jelas
bikin rusuh, mau baikan lagi, dasar gak tahu diri! Dasar muka jauh!
“Rheina…” cowok itu berhasil mencekal
lengannya. Tapi Rheina menyentaknya keras-keras.
“sorry. Aku cuma pengen nunjukin perasaanku
dengan cara unik.”
“tapi caramu itu…”
“unik, kan?!”
Rasanya dada Rheina ingin pecah saat itu juga.
Benar-benar gak punya perasaan! Bukannya nyesel abis-abisan, malah bangga!
“aku gak mau ngeliat kamu lagi!” Cuma itu
yang diucapkan Rheina sebelum kembali memacu langkah menjauh.
“Rheina… what’s wrong…?”
Rheina terus melangkah. Tak peduli.
Rheina benar-benar gak mengerti Kevin sampai
bersikap begitu gila. Apakah setan usil telah merasukinya? Atau itu semua wujud
rasa frustasinya karena selama ini Rheina tak pernah menanggapi sinyal-sinyal
yang dikirimkannya?
Kemungkinan itu bisa jadi benar. Tapi mengapa
pengungkapannya harus dengan cara proklamasi segala? Biar seisi dunia tahu?
Huh… kayak gak ada cara yang lebih beradab aja. Ajak berdua ke tempat romantis
kek. Atau pada saat belajar bareng… nonton bareng… renang bareng… ini kok malah
di tempat umum?! Huh… benar-benar gak bisa diterima akal!
Rheina kembali menarik nafas. Dipandangnya
langit hitam berbintik terang oleh cahaya gemintang. Tiba-tiba disana terpeta
wajah cakep nan nyebelin itu. Kevin!
Sebenarnya ia baik, bathun Rheina mengakui.
Cakep lagi. Gak kalah sama Leo Titanic DiCaprio. Selama ini Rheina gak pernah
berusaha menangkap sinyal yang dikirimkan cowok itu, karena ia menganggap
segalanya cuma sebatas perhatian seorang sahabat. Bahkan dengan hadiah Ultah
dan valentine card yang bertahtakan kalimat from your special friend
pun ia tak berani berpikir terlalu jauh. Semua biasa-biasa saja. Tapi sejak
peristiwa ‘detik-detik proklamasi cinta’ siang tadi …
Serta merta bathin Rheina tersentak.
Sungguh-sungguhkah Kevin mencintainya, atau Cuma bagian dari permainan usilnya?
Rheina masygul. Namun jujur ia akui, seusil dan semenyebalkan apapun cowok itu,
ia tak sanggup memungkiri desir-desir aneh dibalik dadanya. Tiba-tiba ia
melihat sosok Kevin sebagai pribadi yang sebel-sebel nyenengin. Ia memang shock
dengan caranya mengungkapkan cinta… tapi bukankah itu cara yang paling romantic
yang pernah ia kenal?
Hati Rheina makin gelisah. Susah
menterjemahkan perasaannya saat ini, sebel, senang, rindu dan … ah! Mungkin
lebih baik membiarkan saja jendela hatinya terbuka lebar apa adanya. Ya, apa
adanya!
Langkah Rheina terhenti tepat disisi jendela
kantin. Percakapan seru yang tiba-tiba berkesiur memagut telinganya membuatnya
urung bergegas masuk meskipun perutnya mulai rewel.
“apa kubilang. Mereka memang pacaran, kan?”
suara Dhea.
“tapi Rheina sendiri bilang mereka cuma teman
biasa. Makanya ku berani menggantung harapan. Siapa tahu aja si Shakespeare itu
mau melirikku,” timpal Nila.
“huuu… boro-boro! Lihat saja kemarin segitu
romantisnya si Shakespeare itu memproklamirkan cintanya. Apa kuping kamu
error?”
“ah, bisa saja itu cuma kejadian usil.”
“tau kan si Kevin nyusul Rheina dengan mimik serius.
Ku kira saat itulah paling penting bagi mereka untuk mengikrar cinta…”
Rheina tersedak. Ikrar cinta? Ugh, ikrar
cinta apa? Kalo saja Dhea lebih dekat sedikit untuk mengetahui apa sesungguhnya
yang terjadi diantara mereka, pasti pendapat Dhea akan berubah.
Buru-buru Rheina melanjutkan langkah. Memesan
beberapa potong risoles dan pastel, sofdrink, lalu bergegas kembali ke kelas
sebelum para biang rumpi di kantin itu memergokinya. Pikirnya, biarin aja
mereka menggosipiku, asal jangan masuk tabloid aja, hehe…
Tapi belum lagi tubuhnya aman 100% dari
intaian para pemburu gossip, serta merta dari arah yang tak terduga menjulur
sebuah tangan yang langsung menangkap tubuhnya dengan lembut. Ups! Nyaris Rheina
menjerit kalau saja tak segera disadarinya siapa yang telah berbuat usil itu.
“Kevin!” spontan mulutnya memekik.
Cowok yang suka bikin sebel tapi rindu itu
memamerkan giginya yang tak rapi tapi manis dengan rahang yang kokoh.
“sorry, Rheina. Aku mencarimu sejak semalam. Tapi
kata bibik kamu mengurung terus di kamar. Kupikir kamu sakit…”
“aku…” Rheina tercekat dan berusaha
menghindar dari sergapan pesona tatap cowok itu.
“aku Cuma mau minta maaf atas kebodohanku
kemarin. Kamu benar. Mungkin caraku menyakitimu. Tapi aku ingin kau tahu,
apapun caranya, aku saying kamu. Bukan sebagai teman biasa, sahabat, best
friend atau apa saja istilah kamu. Aku ingin jadi pacar kamu, Rheina…”
Perlahan Rheina balas menatapnya. Lalu lirih
bibirnya berucap, “aku tau.”
“kamu tau?” mata Kevin membelalak.
Rheina mengangguk sambil tersenyum.
“jadi…?”
“asal kau mau janji.”
“apa?”
“bikinlah cara yang lebih gila dan romantis untuk
mengungkapkan perasaanmu. Lebih dari sekedar proklamasi biasa…”
“misalnya…?”
“naik keatas gedung pencakar langit lalu
terjun sambil meneriakkan perasaanmu…”
Sontak Kevin memencet hidung Rheina membuat
gadis itu susah bernafas. Dan Rheina membiarkan saja ketika lengan Kevin
bergerak merangkulnya. Hangat. Walau beberapa pasang mata pemburu gossip mengawasi
mereka dari arah kantin dengan sorot lapar.
***************************************************
Selesai…..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar