Karyawan mini market

Namaku Hardi. Aku sudah menikah dan sudah punya dua orang anak.

Aku bekerja di sebuah perusahaan swasta sebagai seorang asisten manager. Kehidupan ku dan keluarga ku secara ekonomi memang sudah lebih dari cukup. Apa lagi istri ku juga membuka usaha jualan peralatan rumah tangga secara online.

Pernikahan ku sebenarnya baik-baik saja, tidak pernah ada masalah yang berarti dalam rumah tangga ku selama ini.

Namun perjalanan hidup adalah sebuah misteri. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi ke depannya.

Berawal dari perkenalan ku dengan seorang gadis, sebut saja namanya Sari.

Sari adalah seorang kasir di sebuah mini market. Kami berkenalan karena aku memang sering berbelanja di mini market tempat sari bekerja.

Dari perkenalan singkat, saling tukar nomor handphone, lalu jadi sering chatingan.

Sari gadis yang cantik, ia masih cukup muda. Setidaknya usianya masih 22 tahun, seperti yang pernah ia katakan padaku.

Entah mengapa, setiap obrolan kami selalu nyambung satu sama lain. Sari juga sangat pengertian.

Dan soal status, Sari memang masih single. Aku juga sudah jujur padanya, kalau aku sudah menikah.

Tapi kami justru semakin dekat. Kami bahkan jadi sering jalan bareng, sekedar makan siang misalnya.

Sari ternyata seorang gadis perantau. Ia tinggal sendiri di kota ini, tepatnya di sebuah kamar kost.

Orangtua dan semua keluarganya berada di kampung yang cukup jauh dari kota. Sari merupakan anak sulung dari empat bersaudara.

Menurut cerita Sari, ia memang harus bekerja keras, karena penghasilan orangtua nya di kampung, tidaklah pernah mencukupi kehidupan mereka. Apa lagi ketiga adik Sari masih bersekolah. Tentu saja mereka butuh biaya yang cukup banyak.

Setiap bulan Sari harus mengirim sebagian besar dari gajinya ke kampung untuk membantu keuangan orangtuanya.

Sari memang selalu terbuka padaku, ia jadi semakin sering curhat padaku. Aku juga merasa senang menjadi orang yang bisa di percaya oleh sari untuk berbagi cerita hidupnya.

Sampai lama kelamaan, kami pun benar-benar dekat. Dan harus aku akui, kalau aku mulai merasa nyaman saat bersama Sari.

Perlahan namun pasti perasaan di antara kami pun kian berkembang, hingga akhirnya hubungan kami bukan lagi hanya sekedar teman cerita.

"aku sudah punya istri loh, Sar." ucapku berusaha mengingatkan Sari akan status ku.

"tapi aku sudah terlanjur suka sama bang Hardi." balas Sari.

"aku juga cinta sama kamu Sari." ucapku tulus.

Dan hari-hari selanjutnya, kami pun menjalin hubungan asmara secara diam-diam. Kami sering bertemu di waktu-waktu tertentu. Kami semakin sering menghabiskan waktu berdua.

Hingga pada suatu kesempatan, saat itu kami bertemu di kamar kost Sari. Entah siapa yang memulainya, kami pun melakukan hal yang tidak seharusnya kami lakukan. Hubungan kami sudah melampaui batas.

Semuanya terjadi begitu saja. Kami sama-sama menginginkannya. Sari juga mengikhlaskan hal itu terjadi. Dia dengan begitu rela, mempersembahkan mahkota nya yang paling berharga padaku. Dan aku menyambutnya dengan perasaan penuh kebahagiaan.

****

Setelah kejadian indah yang baru pertama kali kami lakukan tersebut, bukannya merasa menyesal, tapi justru kami semakin sering melakukannya. Kami benar-benar terbuai dengan cinta terlarang kami.

Mulanya semua berjalan dengan begitu lancar. Kami merasakan keindahan dalam hubungan cinta kami.

Namun pada akhirnya, kami pun harus menghadapi kenyataan pahit, saat Sari menyadari kalau ia telah hamil.

Menghadapi kenyataan itu, aku merasa mulai panik. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Sementara Sari terus menuntut aku untuk bertanggungjawab.

Aku coba membujuk Sari untuk menggugurkan kandungannya. Tapi Sari dengan tegas menolak.

Kami pun akhirnya jadi sering bertengkar. Karena Sari meminta ku untuk segera menikahinya, meski pun hanya sekedar nikah sirih. Karena ia tidak ingin anaknya lahir tanpa seorang ayah.

Tapi aku tidak mungkin menikahinya saat ini, karena aku tidak ingin merusak rumah tangga ku dengan istri dan anak-anak ku. Biar bagaimana pun keluarga ku rasanya jauh lebih penting untuk di pertahankan.

Dalam kebingungan ku, aku pun akhirnya meninggalkan Sari sendirian. Aku sengaja menghilang. Aku blokir nomor Sari dari ponsel ku, aku blokir semua nomor baru yang masuk ke handphone ku.

Aku tidak ingin bertanggungjawab atas perbuatan ku pada Sari, meski pun itu semua terjadi bukan karena kesalahan ku sendiri. Sari juga menginginkan hal tersebut.

Tapi aku tidak mungkin menikahinya walau dengan cara dan alasan apa pun.

Hampir sebulan aku tak pernah lagi bertemu dengan Sari. Aku benar-benar pergi darinya. Beruntunglah selama kami berhubungan, Sari tidak pernah tahu dimana alamat rumah atau pun kantor tempat aku bekerja.

Namun setelah sebulan, sebuah kabar pahit pun datang padaku. Di sebuah berita di sebutkan bahwa seorang karyawan mini market di temukan tewas bunuh diri di kamar kost nya. Dan orang itu ternyata adalah Sari.

Aku merasa terpukul mendengar kabar itu. Tak pernah aku sangka kalau Sari akan nekat melakukan hal tersebut.

Pihak berwajib pun kemudian melakukan penyelidikan atas kematian Sari. Dan ternyata sebelum melakukan tindakan nekat itu, Sari sudah menulis pesan di kamar kost nya. Pesannya itu ditujukan padaku.

Berdasarkan pesan tersebutlah, pihak berwajib pun berhasil menangkap ku.

Aku akhirnya harus menanggung akibat dari perbuatanku. Kini istri ku juga sudah tahu semua kisah ku bersama Sari. Karena untuk meringankan hukuman ku, aku memang harus menceritakan secara jujur tentang apa yang terjadi antara aku dan Sari.

Setelah melalui beberapa kali persidangan, aku pun akhirnya harus masuk bui. Aku memang harus menerima akibat dari perbuatanku. Aku yang tadinya tidak mau bertanggungjawab, saat ini aku tidak bisa lagi lari dari semua itu.

Mungkin memang lebih baik seperti ini. Karena memang pada akhirnya, sesuatu yang salah pasti akan mendapatkan pembalasannya.

Semoga hukuman yang aku terima ini, bisa memberikan pelajaran berharga bagiku, agar aku lebih berhati-hati lagi dalam melangkah. Dan semoga aku bisa menjadi orang yang lebih baik lagi ke depannya.

Ya semoga saja!

****

Janda cantik tetangga baru ku

Aku seorang suami dari seorang istri bernama Lena. Kami juga sudah punya seorang putri kecil yang baru berusia enam tahun.

Kehidupan kami memang terbilang sangat sederhana. Aku hanya seorang satpam di sebuah mall, sedangkan istri ku juga ikut bekerja, dengan berjualan kue keliling.

Setiap pagi biasanya istri ku selalu keliling komplek untuk menjajakan kue nya, sambil ia mengantar anak kami ke sekolah, dan biasanya siang baru ia kembali ke rumah, sambil sekalian menjemput kami di sekolah.

Aku sendiri bekerja secara shift, kadang aku harus masuk kerja malam dan pulang pagi. Kadang juga masuk siang dan pulangnya malam.

Kami tinggal di sebuah rumah petak kontrakan. Rumah petak itu berderetan sebanyak lima pintu.

Empat dari lima rumah tersebut sudah berpenghuni, kecuali rumah paling ujung yang berdampingan dengan rumah kami itu masih kosong. Karena baru beberapa minggu yang lalu penghuninya pindah.

Sampai pada suatu ketika, seseorang pindah ke rumah kontrakan kosong tersebut.

Penghuni baru itu, seorang janda dengan dua orang anak, namanya Maya.

Menurut cerita Maya, suaminya baru saja meninggal sekitar dua bulan yang lalu. Ia pindah ke kontrakan ini, karena sudah tidak sanggup lagi membayar sewa rumah lamanya.

Mendiang suaminya adalah seorang karyawan di sebuah perusahaan swasta. Setelah suaminya meninggal, Maya mendapatkan pesangon dan juga uang santunan.

Namun karena Maya tidak bekerja, uang itu juga mulai menipis. Karena itu Maya berinisiatif untuk pindah ke kontrakan yang lebih murah.

Maya juga berencana untuk membuka usaha menjahit di tempat barunya itu, sesuai dengan keahlian yang dia miliki.

Singkat cerita, aku dan Maya pun saling kenal, karena kebetulan rumah kami bersebelahan. Dan sebenarnya perkenalan kami di mulai, saat pertama kali Maya pindah ke sini. Saya ikut membantunya, mengangkut barang-barangnya ke dalam rumah.

Maya dan istri ku juga sudah saling kenal, apa lagi anak pertama Maya juga harus pindah ke sekolah baru, yang kebetulan satu sekolahan dengan anak ku.

Sementara anak ke dua Maya sudah mulai masuk TK, yang berada tidak terlalu jauh dari rumah kontrakan kami.

Jadi biasanya, setelah mengantar anak-anaknya ke sekolah, Maya pun mulai sibuk melakukan pekerjaan barunya, yakni menjahit pakaian.

****

Suatu pagi, aku pulang dari kerja, seperti biasa jika masuk malam, maka aku akan pulang sekitar jam delapan pagi.

Saat itu, istriku sudah tidak ada di rumah, karena memang ia harus pergi menjajakan kue dagangannya.

Aku mencoba mencari kunci rumah, yang biasanya istriku taruh di bawah pot bunga di samping pintu. Tapi setelah mencari beberapa saat aku tidak bisa menemukannya.

Saat itu, Maya sedang menyapu di teras rumahnya.

"lagi cari apa, Jun?" tanya Maya, saat ia melihat aku yang sedang kebingungan.

"anu, mbak. Kunci rumah. Apa tadi istri ku ada titip sama mbak Maya?" tanya ku sedikit gelagapan.

Maya saat itu hanya memakai baju daster tipis, yang sedikit transparan. Rambutnya dibiarkannya tergerai, sedikit basah.

Maya memang berwajah cukup cantik, body nya juga lumyan seksi.

"gak ada tuh, Jun. Mungkin ia lupa meninggalkannya." ucap Maya menjawab.

"tu lah, mbak. Padahal biasanya ia taruh di situ." ucapku sambil menunjuk ke arah pot di samping pintu.

Maya memang berusia dua tahun lebih tua dari ku, sekitar 33 tahun usianya. Sementara aku masih 31 tahun. Karena itu aku biasa memanggilnya mbak.

"padahal aku sudah ngantuk banget, mbak. Semalam gak tidur, karena tugas." lanjutku berucap lagi.

"ya udah, kamu istirahat di rumah mbak aja." tawar Maya.

"gak usah, mbak. Saya nunggu istri saya aja." balas ku.

"tapi istri kamu kan masih lama pulangnya, Jun. Biasanya kan ia pulang siang. Sekarang masih jam delapan loh, Jun." ucap Maya lagi.

"tapi aku gak enak, mbak. Masuk ke rumah mbak Maya." balasku sungkan.

"udah, gak apa-apa, Jun. Kan cuma numpang tidur doang." ucap Maya meyakinkan.

Aku berpikir sejenak. Sebenarnya aku merasa sungkan untuk masuk ke rumah Maya. Tapi aku juga sudah tidak bisa menahan kantuk ku.

Aku pun akhirnya menerima tawaran Maya, untuk beristirahat di rumahnya.

Aku melangkah dengan sedikit ragu memasuki rumah tersebut. Maya ikut masuk bersama ku.

Ia kemudian memberikan aku sebuah bantal, untuk aku berguling di ruang tengah rumahnya.

Ruangan itu memang agak sempit, karena semua peralatan menjahit Maya berada di ruangan itu.

Aku jadi sedikit kesusahan untuk sekedar berbaring.

Maya sepertinya juga menyadari hal tersebut.

"kamu tidurnya di kamar aku aja, Jun." tawar Maya.

"tapi aku gak enak loh, mbak." balas ku berusaha menolak.

"tapi kamu gak mungkin bisa tidur di situ, Jun. Jadi lebih nyaman kalau kamu tidurnya di kamar aja." ucap Maya sedikit bersikeras.

Karena merasa tidak enak hati menolak kebaikan Maya, dan juga karena memang di ruangan itu aku tidak bisa tidur dengan nyaman, aku pun menerima tawaran dari Maya.

Aku segera bangkit dan berjalan menuju kamar Maya.

Sesampai di dalam, aku pun segera merebahkan tubuh ku di atas ranjang dalam kamar tersebut. Saat itulah aku menyadari, kalau dari tadi Maya selalu memperhatikan ku.

"mbak kok lihatnya gitu?" tanya ku bergetar.

"kamu tampan dan gagah sekali, Jun. Aku suka lihat kamu." ucap Maya cukup berani.

"ah, mbak Maya bisa aja." balas ku salah tingkah.

"kamu kan tahu sendiri, Jun. Aku ini sudah hampir setengah tahun menjanda. Aku selalu merasa kesepian. Dan jujur saja, aku sering memikirkan kamu malam-malam, untuk sekedar mengisi kesepian ku." ucap Maya lagi, sambil ia mulai melangkah mendekati ku.

Aku terpaku menyadari itu semua. Sungguh tak pernah terpikir oleh ku, kalau Maya akan berucap demikian.

Aku memang mengagumi kecantikan Maya. Namun selama ini, aku tidak berani untuk menunjukkannya. Apa lagi status ku yang merupakan suami orang.

Tapi karena Maya sendiri sudah berterus terang tentang perasaannya, aku pun jadi lebih berani.

"aku.. aku... juga suka sama mbak Maya. Tapi aku ini suami orang loh, mbak. Apa mbak Maya gak nyesal nantinya?" ucapku akhirnya.

"kalau untuk mendapatkan laki-laki segagah kamu, aku gak bakal nyesal, Jun. Lagi pula, kita melakukannya atas dasar suka sama suka. Dan kita juga tidak harus terikat kan?" balas Maya kemudian.

"kalau mbak Maya, mau nya seperti itu, aku juga siap, mbak. Menjalin hubungan rahasia bersama mbak Maya. Asalkan mbak Maya tidak menuntut apa-apa dari ku." ucap ku membalas.

"aku tidak akan menuntut apa pun dari kamu, Jun. Asalkan kamu punya waktu untuk ku, kapan pun aku menginginkannya." ucap Maya yakin.

Dan setelah memperoleh kata sepakat, pagi itu, aku dan Maya pun melakukan sebuah pergelaran.

Sebuah pergelaran yang indah. Maya memang terlihat sekali sudah berpengalaman. Apa lagi ia sudah lama hidup sendiri. Ia pasti sangat kesepian selama ini. Hal itu dapat aku rasakan dari perlakuannya pada ku pagi itu.

Aku hampir kewalahan di buatnya. Sangat terlihat sekali, kalau Maya memang sedang merasa haus.

Aku pun berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk Maya. Aku juga ingin membuktikan diri ku padany, kalau aku ini adalah laki-laki yang tepat untuknya saat ini.

Dan pagi itu pun berlalu dengan sempurna. Meninggalkan kesan yang mendalam di antara kami berdua.

****

Sejak kejadian indah pagi itu, aku dan Maya pun mulai terlibat hubungan terlarang.

Kami selalu berupaya untuk mencari waktu yang tepat untuk kami bisa bertemu dan berduaan.

Berbulan-bulan hal itu terus terjadi.

Sampai akhirnya, istri ku pun mulai mencurigai ku. Istri ku sering mempertanyakan tentang kedekatan ku dengan Maya.

Karena takut istri ku mengetahui hubungan kami, aku pun segera meminta Maya untuk tidak lagi bertemu dengan ku.

Maya berusaha menolak awalnya, tapi aku berusaha meyakinkannya. Aku tak ingin rumah tangga ku hancur, karena hubungan ku dengan Maya.

Maya tetap tak terima, dia bahkan semakin berani untuk terus mendekati ku.

Sampai akhirnya istri ku pun terpaksa turun tangan. Istri ku menghasut beberapa warga yang ada di sana untuk segera mengusir Maya dari situ.

Beberapa warga pun mulai terhasut. Apa lagi status Maya yang seorang janda. Para-para ibu-iu di gang itu, merasa khawtir kalau suami mereka juga di goda oleh Maya.

Setelah campur tangan pak RT, Maya pun akhirnya di paksa pindah dari situ. Aku tak bisa berbuat apa-apa, karena aku juga tidak ingin rahasia hubungan ku dengan Maya terbongkar.

Aku juga turut serta menyetujui pengusiran Maya dari tempat itu, agar istri ku yakin, kalau aku tidak punya hubungan apa-apa dengan Maya.

Maya pun pindah, dan aku juga sedikit merasa bersalah. Tapi aku memang tidak mungkin melanjutkan hubungan ku dengan Maya.

Biar bagaimana pun, aku sudah punya istri dan anak yang sangat aku sayangi. Dan hubungan ku dengan Maya adalah sebuah kesalahan.

Meski pun resikonya, Maya terpaksa pindah dari situ. Tapi aku merasa sedikit lega, karena dengan begitu, aku tak perlu lagi merasa khawatir.

Aku pun menyadari kesalahan ku tersebut. Aku yang begitu mudah tergoda oleh janda cantik itu.

Namun aku berjanji dalam hatiku, untuk tidak lagi melakukan kesalahan yang sama di kemudian hari.

Semoga saja.

****

Selesai..

Pembantu baru ku yang cantik (bagian 1)

Aku seorang pria yang berusia 32 tahun saat ini, aku memiliki istri yang berusia 28 tahun. Kami menikah sekitar 6 tahun yang lalu, waktu itu usia ku masih 26 tahun, sedangkan istri ku masih 22 tahun. Kami menikah setelah hampir 3 tahun pacaran.

Dari hasil pernikahan kami, kami sudah mempunyai seorang anak laki-laki berusia 4 tahun lebih. Saat ini, istriku sedang hamil anak kedua kami, sudah 8 bulan.

Aku seorang pengusaha muda yang cukup sukses. Usaha properti ku terbilang cukup maju. Sehingga secara ekonomi, kehidupan kami memang serba berkecukupan.

Istriku sendiri hanya seorang Ibu rumah tangga, meski ia memiliki pendidikan sampai sarjana. Namun karena sudah menikah dengan ku, aku tidak memperbolehkan ia bekerja. Aku ingin ia menjadi Ibu rumah tangga yang baik. Mengurusi anak dan melaksanakan tugasnya sebagai seorang istri.

Meski terbilang masih muda, tapi kami sudah mempunyai rumah sendiri. Rumah yang aku beli dari hasil kerja keras ku selama ini. Rumah yang cukup mewah.

Dirumah kami, kami juga memperkerjakan beberapa orang pembantu.

Yang pertama ada Bi Ijah, yang bertugas mengurusi segala tetek bengek makanan di dapur dan juga mencuci pakaian. Sedangkan suami bi Ijah, pak Parno, bertugas membersihkan kebun dan pekarangan rumah. Kemudian ada Santo, yang bertugas menjaga keamanan rumah.

Dan Sidik, yang menjadi sopir pribadi istri ku. Serta ada Marni, yang bertugas membersihkan rumah dan kamar.

Mereka tinggal satu rumah dengan kami, Bi Ijah dan suaminya tidur di kamar paling belakang dekat dapur. Santo dan Sidik tidur satu kamar, karena mereka masih lajang, dan kamar mereka berada tidak jauh dari kamar Bi Ijah. Sementara Marni, tidur di salah satu kamar yang ada diruang tengah.

Marni adalah pembantu baru dirumah kami, ia baru bekerja dengan kami selama 4 bulan. Ia berasal dari kampung. Masih muda dan memiliki wajah yang lumayan cantik, meski tanpa make up.

Marni gadis yang lugu, usia nya masih 20 tahun. Ia hanya tamatan SD, karena memang ia berasal dari keluarga yang kurang mampu. Ia bekerja ke kota, untuk membiayai sekolah adik-adiknya di kampung. Begitu ceritanya, ketika ia pertama kali bekerja dengan kami. Bi Ijah yang memperkenalkan kami dengan Marni

Sebenarnya rumah tangga kami sangat bahagia, kami menikah atas dasar saling cinta. Apa lagi sejak anak pertama kami lahir, kebahagiaan kami semakin lengkap.

Istri ku seorang wanita yang sangat baik. Kami jarang sekali terlibat pertengkaran.

Namun beberapa bulan terakhir ini, sejak ia hamil anak kedua kami, istri ku sering sakit-sakitan dan sering sekali harus dirawat dirumah sakit.

Menurut keterangan dokter, itu merupakan bawaan dari kandungannya.

Sebenarnya tidak ada masalah yang perlu di kwatirkan, karena kondisi bayi dalam kandungan istriku masih dalam keadaan baik-baik saja.

Namun tentu saja, untuk urusan ranjang, istri ku tidak lagi bisa melayani ku seperti biasa.

Aku mencoba memahaminya, karena kadang aku merasa sangat kasihan melihat kondisi istri ku saat ini. Dia harus rutin pergi ke dokter kandungan hampir setiap minggu.

Dirumah pun ia tidak di perbolehkan bekerja terlalu berat.

Untung lah anak kami yang pertama, sudah cukup besar. Jadi ia tidak terlalu merepotkan istri ku, lagi pula di rumah ada pembantu yang mengurusinya.

Suatu pagi, aku bangun sedikit telat dari biasanya, karena tadi malam harus pulang larut. Ada pekerjaan kantor yang harus diselesaikan.

Saat aku bangun, aku sudah tidak melihat istriku di tempat tidurnya. Aku langsung mandi dan hendak berganti pakaian. Ketika tiba-tiba aku mendengar ketukan di pintu kamar. Dengan hanya memakai handuk yang terlilit di pinggangku dan bertelanjang dada, aku membukakan pintu kamar.

Di depan pintu kamar, sudah berdiri Marni dengan membawa nampan berisi sarapan dan segelas susu.

Aku sedikit heran, karena biasanya istriku yang melakukannya. Aku memang biasa sarapan di kamar, apa lagi kalau aku sedikit terlambat bangun pagi. Karena dengan begitu aku tak harus buang-buang waktu pergi ke dapur untuk sarapan.

Marni tersenyum tipis, sambil berkata, "ini sarapannya tuan.."

"Ibu mana?" tanya ku, tanpa memperdulikan ucapannya.

"Ibu sudah berangkat pagi tadi, katanya ia mau ke dokter." jawab Marni, "Ia berangkat diantar mas Sidik. Ia menyuruh saya untuk mengantarkan sarapan tuan ke kamar..." lanjutnya menjawab keheranan ku.

"oh.." desahku, "ya, udah! kamu taruh aja di atas meja itu!" lanjutku, sambil menunjuk sebuah meja yang memang disediakan untuk tempat aku sarapan di dalam kamar.

Dengan sedikit sungkan Marni masuk ke kamar dan menaruh nampan berisi sarapan tersebut di atas meja dengan sedikit menunduk.

Aku masih berdiri di dekap pintu sambil melihat ke arah Marni. Saat Marni menunduk, aku melihat belahan rok yang di pakai Marni sedikit tersingkap keatas. Marni hanya memakai rok mini ketat, yang memperlihatkan lekukan pinggulnya. Rok mini itu memiliki belahan di belakangnya, belahan yang cukup panjang, sehingga ketika Marni menunduk, kakinya akan kelihatan sampai ke atas.

Seketika dada ku berdegup kencang. Sebagai laki-laki normal, dan sebagai seorang suami yang sudah lima bulan lebih tidak mendapatkan jatah dari istri, karena sakit, tentu saja hal tersebut membuat hsrat ku tiba-tiba muncul.

Perasaan ku tiba-tiba saja menginginkan hal tersebut. Refleks aku menutup pintu kamar dan menguncinya dari dalam.

Marni kaget, mendengar suara pintu menutup, ia pun segera berbalik dan mulai melangkah menuju pintu untuk keluar.

Tapi dengan sedikit gemetaran aku mencoba menahan langkahnya.

"ada yang bisa saya bantu lagi, tuan...?" tanya nya dengan nada bergetar.

Aku tidak menjawab pertanyaannya, tapi justru semakin mendekat. Aku menrik tngan Marni dan menyretnya ke rnjang.

Marni berusaha mernta dan ingin bertriak. Namun secepatnya aku menbkap mulutnya dengan tngan ku.

"aku mengingnkn kamu pagi ini. Dan kamu tidak perlu melwan." bisik ku di telinganya dengan nada mengncam. "aku akan beri kmu uang yang banyak, jika kmu mau.." lanjutku. 

Cukup lama Marni terdiam dalam dekpanku, ia masih berusaha melpaskan diri, namun tenaga nya tidak cukup kuat. Ia akhirnya hanya psrah, ketika aku berhsil mendrong tbuh mngilnya ke atas rnjang. Ia menutup wjahnya dengan kedua tngannya sambil sedikit terisak.

Aku benar-benar sudah tidak bisa lagi menahan diri. Aku tak pedulikan isak Marni, aku hanya harus menylurkan keinginan ku yang sudah sangat lama terpndam.

"kamu tenang saja, aku pasti kasih kamu uang yang banyak.." ucapku, mencoba membuat Marni tenang.

Tapi Marni berusaha trus melwan. Aku hrus berusaha lebih keras agar bisa menaklukannya.

Hingga akhirnya Marni tidak berani mealwan lagi. Dan aku pun semkin leluasa mlakukn aksi ku.

Pagi itu, aku pun brhsil mrnggut keprwanan Marni. Aku kmbali mersakan sesuatu yg sdah beberapa bulan ini tdak aku rasakan. Marni menjdi tmpat penyluran segala keinginan ku yang slama ini trpndam.

Dan setelah perjuangn yang cukup pnjang, aku pun terhmpas di rnjang. Marni segera bngkit dan ia pun menngis tersdu-sedu di lantai. Aku pun berusaha membujuknya, aku takut bi Ijah mendngarnya.

Segera ku ambil sejumlah uang dalam laci dan ku berikan kepada Marni.

"kamu jangan sampai menceritakan kejadian ini kepada siapa pun, apa lagi kepada istriku.." ucapku sedikit mengncam. Marni berusaha menhan tangisnya, ia dengan sedikit berat mengmbil uang yang aku berikn. Ia pun berdiri dngan sedikit meringis, menahan skit.

Aku menyuruhnya untuk segera turun. Aku tak ingin bi Ijah curiga, karena Marni sudah cukup lama berada di lantai atas rumah kami.

"kamu harus berusaha bersikap biasa saja.." kataku, ketika Marni sudah berada di ambang pintu kamar. Dan ia pun melangkah keluar dan turun ke bawah.

Tiba-tiba saja, rasa bersalah merasuk ke dalam hatiku. Aku telah mengkhianati istriku yang begitu baik dan setia. Aku telah menodai pernikahan yang begitu bahagia.

Tapi jujur saja, aku tak bisa lagi membendungnya. Keinginan untuk melampiaskan hal tersebut, yang lama terpendam, tak bisa ku cegah lagi. Dan sebnarnya aku bgitu menikamti hal tersebut.

Meski aku tahu, apa yang lakukan barusan adalah sebuah kesalahan. Dan aku juga tahu, kelakuan ku barusan sudah sangat melampaui batas. Semua itu jelas akan ada resikonya. Akan ada balasan dari perbuatanku tersebut. 

*****

Beberapa hari kemudian, istriku memintaku untuk mengantarnya ke rumah orang tuanya yang berada cukup jauh dari kota.

"untuk sementara, sampai anak kita lahir, aku ingin tinggal bersama Ibu saja.." ucapnya. "dengan kondisiku seperti saat ini, rasanya aku akan jauh lebih aman, jika tinggal bersama Ibu.."lanjutnya.

Aku pun menyetujuinya. Dulu waktu anak pertama kami lahir, istriku juga tinggal bersama Ibunya.

Ibunya memang seorang bidan kampung, ia sudah terbiasa menangani orang yang melahirkan.

Aku pun mengantarkan istriku kerumah Ibunya, tapi aku tidak bisa menginap disana, karena aku harus bekerja. Istri ku mengerti dan membiarkan aku kembali ke rumah.

Aku berjanji untuk menjenguknya dua kali seminggu, sampai anak kami lahir nanti.

Malam itu, aku tidur sendirian di kamar. Anak pertama ku juga ikut Ibunya di kampung. Aku gelisah.

Tiba-tiba aku teringat kejadian pagi itu dengan Marni. Keinginan ku tiba-tiba datang lagi.

Keinginan untuk melakukan hal itu lagi datang begitu saja.

Aku akhirnya turun ke lantai bawah. Jam sudah menunjukkan pukul 1 dini hari. Aku berdiri di depan pintu kamar Marni, yang memang terletak disamping tangga turun. Aku melihat lampu dalam kamar Marni masih menyala, pertanda Marni belum tidur.

Pelan ku ketuk pintu kamar itu. Tak lama kemudian aku mendengar langkah kaki menuju pintu dan pintu itu pun terbuka pelan. Marni dengan wajah sedikit kaget menatapku.

"ada apa, tuan...?"tanyanya sedikit tertunduk.

Aku tidak menjawab pertanyaannya. Aku justru mendrong pintu itu sehingga terbuka lebar. Lalu aku msuk ke dalam kmar itu dan segera menutup dan menguncinya.

Marni hanya berdiri di samping pintu, aku mendekatinya.

"aku ingin melkukannya lagi dnganmu malam ini.." bisikku di telinga Marni.

Marni mundur selangkah dan berusaha mendrong tubuhku.

"aku akan memberimu uang lagi..." lanjutku.

Setelah terdiam cukup lama, Marni pun berucap, "aku memang lagi butuh uang yang sangat banyak..." katanya. "aku akan brsedia mnuruti keinginn tuan kapan pun tuan mau..." lanjutnya. "asal tuan mau memberi saya uang saat ini sebanyak seratus juta rupiah..." katanya lagi.

Aku tercenung sesaat, memikirkan tawaran Marni.

"untuk apa uang sebanyak itu?" tanyaku akhirnya.

"Ibu ku sakit di kampung, ia harus segera di operasi..." jelasnya singkat.

Aku hanya manggut-manggut mendengarnya. 

"oke...!" kataku, "besok aku akan transfer uang itu ke rekening kamu..." lanjutku.

"dengan syarat kamu bersedia mmenuhi keinginn saya, sampai istri saya kembali lagi ke rumah ini. Dan kamu jangan pernah menceritakan hal ini kepada siapa pun..." aku berucap lagi, sambil mulai mendkati Marni.

Marni hanya diam dan sedikit mengangguk tanda ia setuju.

Pelan ku trik tbuh mungil Marni ke rnjang. Marni pun menrutiku.

Kami dduk di sisi rnjang, dan aku mulai kemabli melakukan aksi ku.

Hanya saja kali ini, tdak ada lagi penolakan dari Marni. Ia brusaha mngikuti semua keinginn ku. Bhkan Marni jga berusaha utk mmbuat aku trkesan. 

Dan stelah prgulatn yang ckup pnjang dan pnuh kesan, segera aku bngkit dan memkai pkaianku lagi, lalu keluar dan lngsung naik ke atas ke kamarku untuk segera tidur. Hari sudah jam 3 pagi.

Esoknya aku pun mentransfer uang seratus juta ke rekening Marni. Sesuai perjanjian.

*****

Malam-malam berikutnya, aku mulai rutin msuk ke kmar Marni untuk mendpatkan 'jatah' darinya dan Marni pun membri kan hal itu dengan baik.

Marni benar-benar mmpu menggntikan 'posisi' istri ku untuk sementara, ia mmpu menggntikan 'tugas' istri ku, selama istriku tidak berada di rumah.

Dan aku benar-benar merasa terksan dengan Marni.  Aku juga tak segan-segan memberinya sejumlah uang, setiap kli aku selsai menunaikan 'tugas' ku pdanya.

Malam-malam menjdi berbeda bagi ku saat ini, aku merasa menemukan tmpat yang tepat utk mncurahkn sgala kesepian dan juga kekosangn malam-mlam ku.

Aku pun rutin menjenguk istri ku dua kali seminggu di rumah Ibunya, meski tak pernah menginap di sana.

*****

Sebulan kemudian, istriku pun melahirkan anak kedua kami secara normal. Seorang anak laki-laki lagi. Anak kami lahir dengan selamat dan sehat. Begitu juga istriku, ia kelihatan sangat sehat.

Seminggu kemudian kami pun kembali lagi kerumah kami.

Kami mulai menjalani kehidupan kami lagi seperti biasa.

Sekarang aku tak lagi bisa msuk ke kmar Marni, karena istri ku sudah berada di rumah. Meski terkadang keinginan itu ada. Tapi aku berusaha menhan keinginanku.

Marni pun bersikap biasa saja, ia mungkin mengerti, karena perjanjiannya memang seperti itu dari awal.

Dan sang waktu pun terus berlalu. Sudah dua bulan usia anak kedua ku sekarang.

Sampai tiba-tiba Marni menghampiri ku, dan mengatakan kalau ia sudah telat tiga bulan. Dan ia pun mengatakan kalau ia sudah melakukan tes menggunakan alat tes kesehatan yang ia beli di apotik.

Dan hasilnya ia positif hamil.

Aku hanya terpaku mendengar cerita Marni. Pikiran ku tiba-tiba kacau. Kepala ku terasa begitu sakit. Pandangan ku berkunang.

Marni pergi berlalu. Ia meminta aku untuk segera mengambil keputusan, sebelum perutnya semakin membesar.

Aku semakin trenyuh. Dan tidak tahu harus berbuat apa saat ini.

Tapi Marni benar. Aku harus segera bertindak. Karena semakin lama, perut Marni akan mulai membesar.

Apa pun resikonya nanti, aku harus bisa menyelesaikannya.

**** 

Bersambung ...

Pembantu baru ku yang seksi part 2

Mencintai cowok bayaran

Sejurus aku menatap pemuda yang berdiri tepat di hadapan ku itu. Wajahnya memang tampan dan rupawan. Tubuhnya atletis, dengan tinggi sekira 178 cm.

Hidungnya sedikit mancung, ada belahan tipis di tengah dagunya, yang membuat ia semakin terlihat manis. Rahangnya kokoh. Rambutnya ikal rapi.

Benar-benar sosok laki-laki sempurna.

Hanya saja sayang, dia seorang cowok bayaran.

Ya, namanya Ferdi. Setidaknya begitu lah pengakuannya padaku. Saat aku mencoba menghubunginya di media sosial.

Aku memang tak sengaja menemukan akun Ferdi di salah satu media sosial yang khusus hanya ada kaum gay disana. Dan Ferdi dengan terang-terangan menjelaskan di deskripsi akunnya, kalau dia bisa di booking, dengan harga yang cukup lumayan.

Lalu seperti apakah kisah cinta ku bersama cowok bayaran itu?

Mungkinkah kami bisa bersama? Sementara aku tahu seperti apa kehidupan Ferdi?

Simak kisah menarik ini dari awal sampai akhir ya..

Namun sebelumnya bla... bla...

****

Nama ku Rifky. Saat ini usia ku sudah 30 tahun.

Aku bekerja di sebuah Bank swasta, sebagai seorang branch manager.

Dengan jabatan ku itu, aku memang punya penghasilan di atas rata-rata. Karena itu juga, pada saat aku berusia 28 tahun, aku pun memutuskan untuk menikah.

Aku menikah dengan seorang gadis, yang bekerja sebagai seorang tenaga pengajar di sebuah sekolah swasta.

Meski pun sudah dua tahun menikah, kami belum mempunyai anak.

Aku anak tunggal, yang di besarkan oleh seorang ibu sendirian. Ayah ku meninggal pada saat aku masih berusia sepuluh tahun.

Ibu ku yang hanya seorang pekerja serabutan, akhirnya mampu membiayai aku hingga aku lulus kuliah, dan kemudian mendapatkan pekerjaan di sebuah Bank swasta.

Tiga tahun bekerja di bank tersebut, sebagai seorang karyawan biasa, akhirnya aku mendapatkan kesempatan untuk menjadi seorang branch manager.

Satu tahun aku menikah, ibu ku pun meninggal. Yang membuat aku menjadi sedikit linglung. Aku memang sangat dekat dengan ibuku. Dan kepergiannya benar-benar membuat aku terpukul.

Hal itu cukup berpengaruh pada kehidupan pernikahan ku. Aku jadi jarang berada di rumah. Karena setiap kali berada di rumah, aku selalu teringat akan ibuku.

Istri ku sangat mengerti akan hal itu. Dia sengaja memberikan aku kebebasan.

Namun ada satu hal, yang istri ku dan orang-orang tidak tahu tentang aku.

Aku menikah dengan istri ku, bukan karena aku mencintainya. Tapi itu merupakan permintaan dari ibu ku. Dia ingin menimang cucu sebelum ia meninggal. Namun sayangnya, keinginannya itu tidak terwujud, karena meski pun aku akhirnya menikah, tapi tetap saja aku belum bisa memberikan ia cucu.

Dan hal itu sebenarnya cukup menjadi beban bagi ku, karena aku tidak bisa memenuhi permintaan terakhir ibu ku.

Dan terlepas dari itu semua. Alasan aku tidak mencintai istriku ialah karena aku memang tidak pernah bisa jatuh cinta kepada perempuan.

Sejak remaja, entah mengapa, aku selalu saja jatuh cinta kepada sosok laki-laki dewasa. Mungkin karena aku sangat merindukan sosok seorang ayah dalam hidupku.

Namun apa pun itu, aku memang selalu jatuh cinta kepada laki-laki dan tidak pernah merasakan jatuh kepada perempuan, termasuk juga istri ku.

Meski pun demikian, aku belum pernah pacaran dengan laki-laki. Aku tak pernah berani mencobanya.

Status sosial dan ruang lingkup pergaulan ku sangat tidak mendukung hal tersebut. Apa lagi semenjak aku mulai bekerja di bank.

Namun semenjak kematian ibu ku, entah mengapa keinginan untuk berhubungan dengan laki-laki terus menghantui pikiran ku.

Karena itu, aku pun mulai berselancar di dunia maya, dan mencari aplikasi-aplikasi yang khusus untuk kamu gay.

Sampai akhirnya aku melihat akun milik Ferdi. Dan aku merasa tertarik dengannya. Hanya saja sayangnya, dia laki-laki bayaran.

Namun hal itu justru membuat ku lebih mudah untuk bisa bertemu dengannya secara langsung.

Karena itu juga, aku pun nekat untuk mengubunginya dan membookingnya.

Aku sengaja menyewa sebuah kamar hotel, dan meminta Ferdi untuk datang.

****

Ferdi, pemuda tampan yang katanya masih berusia 22 tahun itu, datang tepat waktu.

Aku menyambutnya dengan senyum termanis ku.

"Rifky." ucapku menyebut nama ku, saat kami saling berjabat tangan.

"Ferdi." balas pemuda itu ramah. Suaranya berat dan terdengar sangat maskulin.

Aku mempersilahkan Ferdi duduk dan menyuguhkannya sebotol minuman ringan.

"bang Rifky udah nikah?" tanya Ferdi memecah keheningan.

Aku mengangguk ringan. Karena menurut ku pertanyaan itu tidak terlalu penting untuk di jawab.

Apa bedanya bagi Ferdi? Aku sudah menikah atau belum, tetap saja aku akan membayarnya sesuai kesepakatan.

"kalau sudah nikah, kenapa masih mau booking cowok?" tanya Ferdi selanjutnya.

"apa itu penting untuk di bahas?" tanya ku balik, enggan untuk menjelaskan hal tersebut pada Ferdi.

"gak, sih. Cuma sekedar basa-basi aja. Sekedar menghilangkan kekakuan di antara kita, yang baru saja saling kenal. Gak ada salahnya kan, kalau kita kenal lebih dekat?"ucap Ferdi membalas.

"gak ada yang salah, sih. Aku suka, kalau kamu bukan hanya sekedar menawan secara fisik, tapi juga cukup asyik untuk di ajak ngobrol." balasku ringan.

"ya, aku memang selalu suka mengajak pelanggan ku untuk ngobrol-ngobrol dulu, sebelum kita memulai acara inti.." ucap Ferdi lagi.

"acara inti. Istilah yang cukup unik, tapi aku suka." balasku sambil tersenyum.

"iya, bukankah tujuan utama bang Rifky membooking ku adalah untuk itu, dan obrolan adalah bumbu-bumbunya sebagai pembuka, agar kita bisa lebih enjoy untuk menikmati acara intinya." Ferdi berujar, sambil turut tersenyum membalas senyum ku.

Aku mengangguk setuju. Sepertinya Ferdi memang sudah sangat berpengalaman dalam menghadapi pelanggannya.

"maaf, kalau boleh saya tahu, sudah berapa lama kerja seperti ini?" tanya ku kemudian.

"bari sih, bang. sebenarnya. Mungkin baru beberapa bulan belakangan ini." jawab Ferdi.

"kamu kuliah?" tanya ku lagi.

Ferdi hanya mengangguk ringan.

"jadi ini semua untuk biaya kuliah?" tanya ku ragu.

"sebagiannya iya, bang. Tapi sebagiannya lagi ...." Ferdi sengaja menggantung kalimatnya.

"sebagiannya lagi untuk apa?" tanya ku jadi penasaran.

"bang Rifky yakin, mau mendengar cerita ku?" tanya Ferdi kemudian.

"kita masih punya banyak waktu, Fer." ucapku akrab.

"kamu cerita aja, kamu kan udah aku booking untuk sampai pagi di sini. Jadi gak ada salahnya, kalau sebagian waktu itu, kita gunakan untuk saling bertukar cerita." lanjut ku meyakinkan.

Dan Ferdi pun memulai ceritanya.

****

Ferdi merupakan anak sulung dari dua bersaudara. Adiknya perempuan, masih SMA.

Sama seperti ku, Ferdi juga sudah kehilangan ayahnya saat ia masih kecil. Ibunya lah yang membesarkan ia dan adiknya.

Ibunya seorang buruh cuci. Dan tak pernah menikah lagi semenjak ayah Ferdi meninggal.

Mungkin karena sudah bertahun-tahun harus bekerja keras untuk membesarkan kedua anaknya dan mungkin juga karena usianya yang sudah cukup tua, ibunya Ferdi pun jatuh sakit.

Sakitnya bukan sakit biasa. Tapi ia mengalami gagal ginjal, yang membuat ia harus melakukan cuci darah, setidaknya dua kali dalam seminggu.

"biaya untuk cuci darah itu tidak sedikit, bang. Dan jika tidak di lakukan, maka penyakit ibu akan semakin parah, dan besar kemungkinan ibu tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Hanya cuci darah itulah yang membuat ibu masih bertahan hingga sekarang." Ferdi melanjutkan ceritanya.

"kami sudah tidak punya simpanan lagi, bang. Adik ku juga masih butuh biaya untuk sekolah. Dan aku tidak punya pekerjaan, karena masih harus kuliah. Lagi pula, jika aku hanya mengandalkan pekerjaan serabutan, tentu saja hasilnya jauh dari pada cukup."

"karena itulah aku memilih jalan ini, bang. Meski pun aku tidak menginginkannya sama sekali. Aku juga sebenarnya bukan lelaki homo. Tapi sepertinya mencari uang dengan cara seperti ini, terasa lebih mudah dan cepat."

"aku butuh uang yang banyak, bang. Untuk biaya cuci darah ibu ku, dua kali seminggu. Aku juga butuh biaya untuk sekolah adikku dan juga untuk biaya kuliah ku sendiri."

"aku tahu, apa yang aku lakukan ini salah. Tapi ini bukan pilihan yang mudah bagi ku, bang. Aku tidak ingin kehilangan ibuku. Aku akan melakukan apa saja, untuk membuatnya tetap bertahan hidup."

cerita Ferdi panjang lebar. Suaranya parau. Matanya berkaca. Dan aku benar-benar terharu mendengar itu semua.

Ternyata hidupku jauh lebih baik dari pada Ferdi, meski pun saat ini aku telah kehilangan ibu ku.

"aku salut sama kamu, Fer." ucapku akhirnya.

"makasih, bang. Abang sudah mau mendengar cerita ku." balas Ferdi lirih.

Aku mengangguk ringan. Menatap Ferdi yang masih tersenyum getir.

Aku dapat merasakan kepedihan hidup yang Ferdi jalani.

Dan seperti apakah kelanjutan dari kisah ini?

Silahkan simak kisah selanjutnya di channel ini ya, atau bisa langsung klik link nya di deskripsi video ini.

Terima kasih sudah menonton video ini sampai selesai, semoga terhibur.

Sampai jumpa lagi di video selanjutnya, salam sayang selalu buat kalian semua..

****

 Part 2

"aku punya penawaran buat kamu, Ferdi." ucapku memecah keheningan, sambil terus menatap pemuda tampan nan menawan itu.

"apa?" tanya Ferdi, ia sudah mulai kelihatan ceria kembali.

"tapi kamu jangan tersinggung ya." ucapku lagi.

"bang Rifky ngomong aja. Aku gak apa-apa, kok. Tersinggung bukan lagi menjadi bagian dari diriku. Aku sudah biasa menghadapi kepahitan hidup. Jadi tak ada alasan bagi ku untuk tersinggung." balas Ferdi dengan nada lirih.

"aku tak berniat merendahkan kamu, Fer. Tapi jika kamu mau, aku akan bantu keuangan kamu. Aku akan bantu semua biaya hidup dan juga pengobatan ibu mu." ucapku pelan, berhati-hati.

"apa yang bang Rifky harapkan dari semua itu?" tanya Ferdi.

"aku.. aku ingin ... kamu berhenti dari pekerjaan mu ini. Aku ingin kamu hanya melayani ku saja." ucapku semakin pelan.

"apa itu tidak terlalu memberatkan bagi bang Rifky? Uang yang aku butuhkan tidak sedikit loh, bang." balas Ferdi.

"iya, aku tahu. Tapi aku yakin, aku mampu kok." ucapku lagi.

"bagaimana dengan keluarga bang Rifky? Mereka pasti juga butuh biaya hidup kan?" tanya Ferdi.

"istri ku bekerja sebagai tenaga pengajar di sebuah sekolah swasta. Aku tidak punya anak. Dan aku juga tidak punya biaya lainnya. Jadi aku rasa, hal itu tidaklah terlalu berat bagi ku." balasku yakin.

Ferdi kemudian terdiam. Ia terlihat berpikir keras.

Aku tahu, tawaran ku bukanlah sesuatu yang mudah bagi Ferdi untuk menerimanya.

Tapi mungkinkah Ferdi akan bersedia menerima tawaran ku tersebut?

Simak kisah ini sampai selesai ya..

Namun sebelumnya bla.. bla..

****

"ibuku meninggal sekitar setahun yang lalu, Fer. Aku tahu bagaimana rasanya kehilangan seorang ibu. Apa lagi cerita kehidupan kita tidaklah terlalu jauh berbeda. Ayahku juga meninggal saat aku masih kecil. Hanya bedanya, aku tidak punya adik, seperti kamu." cerita ku kepada Ferdi, dalam usaha ku untuk meyakinkannya untuk menerima tawaran ku.

"aku bisa saja menerima tawaran, bang Rifky. Tapi apa bang Rifky yakin? Apa yang bisa aku berikan untuk membalas itu semua, bang. Aku tak punya apa-apa." ucap Ferdi pilu.

"kamu punya hati, Fer. Dan aku ingin memiliki mu, bukan saja karena fisik mu yang memang menarik, tapi juga karena hati mu yang begitu baik. Jika kamu bisa mencintai ku, itu sudah lebih dari cukup bagiku." ucapku kemudian.

"butuh waktu bagiku, bang. Untuk bisa mencintai bang Rifky. Seperti yang aku katakan, aku bukan laki-laki homo. Aku melakukan ini semua hanya karena terpaksa." timpal Ferdi pelan.

"aku tak peduli seberapa banyak waktu yang kamu butuhkan, untuk bisa membuat kamu mencintai ku, Fer. Namun aku benar-benar berharap, kamu bisa berhenti dari pekerjaan ini." balas ku penuh harap.

"bagaimana kalau akhirnya aku tetap tak bisa mencintai bang Rifky?" tanya Ferdi pelan.

"itu tidaklah masalah, Fer. Yang penting kamu selalu punya waktu untukku, kapan pun aku membutuhkan mu." balasku yakin.

"aku hanya ingin membantu kamu, Fer." sambung ku lagi.

Ferdi kembali terdiam. Ia menarik napas beberapa kali.

"kalau itu yang bang Rifky inginkan, aku mau, bang. Aku juga sebenarnya mulai merasa bosan menjalani ini semua. Mungkin memang lebih baik, kalau aku hanya terikat pada satu laki-laki. Tapi aku harap bang Rifky bisa lebih memahami ku." ucap Ferdi akhirnya.

"aku akan selalu memahami kamu, Fer. Aku sudah terlanjur jatuh cinta sama kamu. Aku ingin memiliki kamu seutuhnya. Aku ingin kamu hanya jadi milikku, tanpa harus berbagi dengan pelanggan mu yang lain." balas ku penuh perasaan.

"aku akan berusaha memberikan yang terbaik untuk bang Rifky. Aku akan belajar untuk bisa mencintai bang Rifky. Hanya saja, kalau aku boleh tahu, sampai kapan semua ini, bang?" ucap Ferdi lagi.

"Entahlah, Fer. Aku juga tidak bisa memutuskannya sekarang. Sampai ibu mu bisa pulih kembali, Fer. Atau sampai kamu dapat pekerjaan yang lebih layak. Sampai kamu lulus kuliah, atau sampai aku memutuskan untuk berubah dan menjalani kehidupan ku sebagai laki-laki normal." jawabku penuh keraguan.

Aku juga memang tidak tahu, sampai kapan aku ingin bersama Ferdi. Namun yang pasti selama aku masih mampu memberinya uang, aku ingin selalu bersamanya.

"yah, itu terserah bang Rifky aja. Selama bang Rifky terus membayarku, aku akan terus bertahan bersaam bang Rifky." ucap Ferdi kemudian.

****

"sudah hampir jam 3 pagi bang, kita belum melakukan acara intinya, bang. Kita bahkan belum melakukan pemanasan." ucap Ferdi tiba-tiba, setelah untuk beberapa saat kami terdiam.

"itu sudah tidak penting untuk malam ini, Fer. Karena itu bisa kita lakukan lain waktu. Jadi lebih baik malam ini kita habiskan untuk lebih mengenal pribadi kita masing-masing." balas ku apa adanya.

"terserah bang Rifky aja. Aku milik bang Rifky mulai malam ini dan malam-malam selanjutnya." pungkas Ferdi santai.

"kamu percaya gak, kalau aku katakan, aku belum pernah pacaran dengan laki-laki?" tanya ku mencoba membuka cerita lagi.

"percaya gak percaya sih, bang. Tapi masa' iya bang Rifky belum pernah pacaran dengan laki-laki, padahal usia abang kan udah 30 tahun." balas Ferdi.

"itu dia masalah nya, Fer. Meski pun sudah berusia 30 tahun, bahkan aku sudah menikah, aku memang belum pernah pacaran dengan laki-laki. Selama ini aku tak pernah berani, Fer. Meski pun aku berkali-kali jatuh cinta pada laki-laki." ucapku.

"lalu mengapa sekarang abang berani?" tanya Ferdi.

"tadinya aku juga gak berani, Fer. Butuh waktu berhari-hari bagiku untuk memberanikan diri menghubungi kamu, Fer. Dan karena kamu bisa dibayar, ditambah lagi, aku memang sudah sangat lama penasaran, bagaiman sih rasanya berhubungan dengan laki-laki, akhirnya aku nekat." jelasku jujur.

"jadi bang Rifky memang belum pernah melakukan hal tersebut dengan laki-laki?" tanya Ferdi dengan nada heran.

"belum, Fer. Kamu adalah yang pertama bagiku." jawabku sedikit tersipu.

"kita bahkan belum melakukan apa-apa, bang." timpal Ferdi cepat.

"ya, tapi aku mulai berharap kita bisa masuk ke acara inti sekarang. Aku benar-benar penasaran, Fer. Mau kah kau mengajari ku dari awal?" ucapku ragu.

"hal seperti itu tidak perlu pelajaran khusus, bang. Apa lagi bang Rifky kan sudah nikah juga. Hal itu gak jauh beda, bang. Mungkin posisi dan letaknya saja yang berbeda. Lagi pula, kalau saran saya, bang Rifky ikuti saja naluri bang Rifky sendiri." ucap Ferdi ringan.

"tapi, maaf. Kalau boleh saya tahu, bang Rifky lebih suka di posisi apa? T atau B?" tanya Ferdi melanjutkan.

"aku terserah kamu aja, Fer. Aku ngikut aja. Aku juga gak ngerti hal-hal seperti itu. Yang pasti aku ingin menghabiskan malam ini bersama kamu. Apa pun posisnya, biarkan semuanya mengalir sesuai naluri kita masing-masing, seperti katamu." ucapku membalas.

Dan malam itu, untuk pertama kalinya aku pun bisa merasakan hal tersebut. Hal itu ternyata sangat indah. Apa lagi Ferdi memang sangat gagah. Dia juga sangat berpengalaman. Kami pun beberapa kali saling berganti posisi.

Aku bisa jadi keduanya, Ferdi juga. T dan B. Sungguh sebuah perpaduan yang sangat indah.

****

Hari-hari selanjutnya jadi lebih berwarna bagi ku. Aku mulai merasakan keindahan hidup ini.

Hal yang selama ini aku pendam dalam hidupku, kini tercurah sudah. Aku benar-benar merasakan menjadi diriku sendiri.

Rasanya bisa memiliki orang yang kita cintai adalah sebuah anugerah terindah bagiku.

Aku terhanyut dengan cinta ku kepada Ferdi. Aku jadi semakin jarang berada di rumah.

Istri ku pun sudah mulai protes padaku, karena hampir tidak pernah lagi mendapatkan 'jatah' dariku.

Aku tak peduli, karena aku memang tidak pernah mencintainya.

Dan aku berharap, dengan segala perubahan sikapku dan juga dengan aku selalu mengabaikannya, istri ku akan meminta cerai padaku.

Aku juga tidak ingin terus menyiksa diriku dengan segala kesepiannya. Tapi aku tidak punya alasan yang tepat saat ini untuk menceraikannya.

Sementara aku dan Ferdi masih terus bertemu. Aku sengaja menyewa sebuah apartemen, untuk tempat kami bisa bertemu dengan bebas.

Hidup ku benar-benar aku habiskan hanya untuk Ferdi. Dunia ku begitu indah bersamanya.

Ferdi adalah pacar lelaki pertamaku, dan aku sangat mencintainya.

Meski pun aku tahu, sampai saat ini, Ferdi belum benar-benar membuka hatinya untukku.

Tapi setidaknya, aku masih bisa terus memiliki raga nya. Utuh. Tanpa cela.

Dan seperti apakah akhir dari kisah kami?

Apakah yang terjadi selanjutnya?

Simak kelanjutannya di channel ini ya, atau bisa langsung klik link nya di deskripsi video ini ya..

Terima kasih sudah menonton video ini sampai selesai ya.. semoga terhibur.

Sampai jumpa lagi pada video selanjutnya, salam sayang untuk kalian semua .. muach.

****

Part 3

"aku mencintai bang Rifky." ucap Ferdi suatu malam padaku.

Aku tidak terlalu terkejut mendengar hal tersebut. Karena aku yakin, setelah segala perhatian dan pengorbanan ku selama, Ferdi pasti akan membuka hatinya untukku.

"tapi bukan itu intinya, bang." ucap Ferdi lagi.

"maksud kamu?" tanyaku heran.

"ibu harus segera di operasi, bang. Pihak rumah sakit sudah mendapatkan pendonor ginjal untuk ibuku. Tapi biayanya sangat mahal." jawab Ferdi pilu.

"berapa?' tanya ku lagi.

"sekitar lima ratus jut, bang." jawab Ferdi.

"lalu apa hubungannya dengan kamu mengatakan kalau kamu mencintaiku?" tanyaku dengan nada heran.

"abang yakin mau tahu?" tanya Ferdi membalas.

Aku mengangguk yakin.

"ya udah, silahkan simak kisah ini sampai selesai ya.."

Namun sebelumnya bla.. bla..

****

"aku mencintai bang Rifky, setelah hampir setahun kita bersama, bang. Abang telah berkorban banyak untuk ku. Tapi saat ini, aku tidak bisa lagi terus bersama bang Rifky." jelas Ferdi kemudian.

"kenapa?" tanya ku tak mengerti.

"karena aku harus mendapatkan uang sebanyak lima ratus juta dalam waktu dekat ini, bang. Untuk biaya operasi ibu ku. Dan aku harus kembali menjadi laki-laki bayaran, untuk mendapatkan laki-laki berduit dan mau membayarku mahal." jelas Ferdi, yang membuatku tercengang.

"aku juga laki-laki berduit." timpalku akhirnya.

"tapi bang Rifky gak punya uang sebanyak itu sekarang kan?" ucap Ferdi.

Aku terdiam. Aku memang tidak punya uang sebanyak lima ratus juta saat ini. Semua tabunganku mungkin saat ini bahkan belum sampai seratus juta.

"aku punya." ucapku akhirnya, setelah menemukan sebuah ide.

"bang Rifky yakin?" tanya Ferdi.

"aku punya, Fer. Tapi aku butuh waktu untuk mendapatkannya. Aku pasti akan mendapatkannya dalam waktu dekat ini. Kamu jangan cari laki-laki lain ya.." ucapku sedikit memohon.

"apa maksud, bang Rifky?" tanya Ferdi lagi.

"aku.. aku akan jual rumah ku, Fer. Dan itu lebih dari cukup untuk aku berikan padamu." balasku.

"lalu bagaimana dengan istri bang Rifky? Kalian akan tinggal dimana?" Ferdi bertanya kembali.

"aku akan menceraikan istriku, dan membiarkan dia hidup dengan pilihannya. Dan untuk sementara aku akan tinggal di apartemen ini, Fer. Nanti aku akan mulai mengumpulkan uang kembali, dan membeli rumah yang lebih murah." jelasku mulai yakin dengan keputusanku.

"bang Rifky tak perlu melakukan hal itu." timpal Ferdi.

"aku harus melakukannya, Fer. Aku sangat mencintai kamu. Apa pun akan aku lakukan, agar tetap bisa bersama kamu selamanya." balas ku yakin.

"aku tak pantas menerima semua itu, bang. Pengorbanan bang Rifky terlalu besar." ucap Ferdi.

"tapi cinta ku padamu lebih besar dari itu semua, Fer. Begitu juga cinta kamu kepada ibu mu. Aku melakukan ini, bukan hanya untuk kamu, Fer. Tapi juga untuk ibu mu." jelasku lagi.

Dan Ferdi pun akhirnya tidak bisa menolak tawaranku. Aku tahu, Ferdi sangat menyayangi ibunya. Dia akan melakukan apa saja, untuk bisa menyelamatkan ibunya.

Setelah mendapatkan kata sepakat dengan Ferdi. Aku pun segera kembali ke rumah, dan membicarakan semuanya dengan istri ku.

Meski pun cukup berat, istri ku pun rela untuk bercerai dengan ku.

Aku pun segera menjual rumah peninggalan ayah ku tersebut. Meski pun sebagian besarnya rumah itu di renovasi dengan uang hasil kerja keras ku selama ini.

*****

Operasi ibu Ferdi berjalan dengan lancar. Beliau bahkan sudah pulih kembali.

Aku sekarang tinggal di apartemen sewaan kecil itu. Namun aku merasa bahagia bisa melakukan semua itu. Aku yakin, pelan namun pasti, aku akan bisa mengumpulkan uang kembali, untuk membeli rumah yang baru.

Dan tentu saja Ferdi sangat berterima kasih padaku. Ia bahkan rela menghabiskan waktunya bermalam-malam bersama ku, saat ibunya sudah sembuh dan sudah kembali ke rumah.

"aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan lagi, untuk bisa berterima kasih padamu, bang." ucap Ferdi suatu malam.

"kamu tak perlu melakukan apa pun, Fer. Cukup dengan kamu selalu ada untukku. Cukup dengan kamu selalu bersama ku." balas ku.

"tapi aku tetap merasa berhutang budi pada bang Rifky." ucap Ferdi lagi.

"kamu tak perlu merasa berhutang budi, Fer. Karena dalam cinta, tidak ada yang namanya hutang budi. Semua akan aku lakukan untuk orang yang aku cintai." balas ku lagi.

"setelah ini bang Rifky tak usah lagi membayarku. Aku akan cari kerjaan, bang. Yang pasti bukan jadi cowok bayaran lagi. Tapi kerjaan yang halal. Lagi pula ibu juga sudah sembuh, beliau tidak perlu lagi melakukan cuci darah." ucap Ferdi kemudian.

"tapi kamu masih tetap bersama ku kan, Fer?" tanya ku ragu.

"aku akan selalu ada untuk bang Rifky. Bukan karena aku merasa berhutang budi pada bang Rifky, tapi karena aku benar-benar telah jatuh cinta pada bang Rifky." jawab Ferdi yakin.

"saat ini dan selanjutnya, hubungan kita bukan lagi antara cowok bayaran dengan pelanggannya, tapi antara dua orang yang saling mencintai." lanjut Ferdi lagi.

Aku pun tersenyum. Aku merasa bahagia mendengar semua itu.

Pengorbanan ku tidak sia-sia. Perjuanganku akhirnya membuahkan hasil yang indah.

Meski pun aku tahu, Ferdi juga punya pengorbanan yang sangat besar dalam hal ini.

Ia rela mengorbankan kenormalan nya sebagai laki-laki, demi untuk bisa membalas cinta ku.

Dan rasanya uang ratusan juta, tidak lah sebanding dengan keputusan yang harus Ferdi ambil dalam hidupnya.

Karena untuk ke depannya, Ferdi tidak akan pernah lagi bisa jatuh cinta kepada perempuan.

Dia telah mengikat diri dan hatinya hanya untuk ku. Dia telah mengorbankan masa depannya hanya untukku.

Namun apa pun itu, begitulah jalan takdir kami berdua.

Aku bertemu Ferdi, karena dia dulunya adalah cowok bayaran, yang aku booking.

Dan pertemuan itu, ternyata membuat aku telah jatuh cinta padanya.

Cinta yang begitu besar, sampai aku rela mengorbankan apa saja untuknya. Hingga akhirnya Ferdi pun membuka hatinya untukku.

Kini cinta kami pun menyatu. Hari-hari kami semakin terasa indah.

Semoga saja cinta ini tetap bertahan selamanya.

Ya, semoga saja.

Demikianlah kisah cinta ku bersama cowok bayaran yang tampan dan gagah itu.

Terima kasih sudah menonton video ini sampai selesai, semoga terhibur.

Sampai jumpa lagi pada video-video selanjutnya, salam sayang selalu buat kalian semua..

****

Bapak mertua ku new

Bapak mertua ku adalah seorang laki-laki yang sudah berusia 55 tahun. Meski pun sudah cukup tua, namun bapak mertua ku masih terlihat gagah. Dia orangnya sangat enerjik.

Bapak mertua ku memang suka olahraga sejak ia muda. Ia selalu menjaga kesehatan tubuhnya dengan baik.

Bapak mertua ku memang tinggal bersama kami. Karena istrinya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu.

Sebenarnya bapak mertua ku punya tiga orang anak, namun kedua anaknya yang lain tinggal di kota lain, yang cukup jauh dari kota tempat kami tinggal.

Bapak mertua ku sudah tidak bekerja lagi, karena itu dia memilih untuk tinggal bersama kami. Selain karena suami ku adalah satu-satunya anak laki-lakinya. Bapak mertua ku memang lebih dekat dengan suami ku.

Suami ku sendiri adalah seorang laki-laki yang cukup tampan dan mapan. Kami menikah baru sekitar dua tahun yang lalu, kami juga sudah punya seorang putra.

Aku hanyalah seorang wanita biasa. Aku tidak bekerja, dan hanya menghabiskan waktu di rumah bersama anak ku.

Karena tinggal serumah, aku dan bapak mertua ku memang cukup dekat. Apa lagi hampir setiap hari kami menghabiskan waktu bersama di rumah.

Sementara suami ku sangat jarang berada di rumah, terutama saat ia mendapat tugas di luar kota.

Suami ku sering tidak pulang, kadang selama beberapa malam.

Hal itu cukup membuatku merasa kesepian. Sebagai wanita yang baru dua tahun menikah, rasanya aku masih selalu membutuhkan suami ku untuk selalu berada di rumah.

Beruntunglah kami sudah punya seorang putra. Hal itu cukup menghiburku.

Hingga pada suatu malam. Seperti biasa setelah menidurkan anak ku, aku pun mencoba menyibukkan diri dengan mencuci piring dan membersihkan dapur.

Saat itulah bapak mertua ku tiba-tiba menghampiri ku.

"ada apa pak?" tanya ku lembut.

"saya.. saya ingin mengatakan sesuatu sama kamu." jawab bapak mertua ku.

"mengatakan apa?" tanyaku heran.

"sebenarnya aku suka sama kamu, Dewi. Sudah lama aku memendam perasaan ini." balas bapak mertua ku.

Aku tentu saja merasa kaget mendengar hal tersebut. Tapi aku berusaha untuk tetap bersikap tenang.

"aku ini menantu mu loh, pak.." ucapku akhirnya.

"iya, aku tahu. Tapi.. aku sudah terlanjur suka sama kamu, Dewi. Apa lagi saat ini, aku sudah tidak punya istri, jadi aku sering merasa kesepian. Dan hanya saat bersama kamu lah, aku merasa nyaman dan tenang."

"tapi.. aku gak bisa, pak.." balas ku tegas.

"aku tahu kalau kamu juga sering merasa kesepian, kan, Dewi? Karena suami mu jarang berada di rumah."

"iya pak. Saya memang selalu merasa kesepian." balas ku jujur.

"kalau begitu, kenapa kita tidak saling mengisi aja?"

"maksud bapak apa?" tanya ku pura-pura tidak paham.

"maksud saya, bagaimana kalau kita menjalin hubungan yang lebih? Kan kita selalu hanya berdua di rumah.." balas bapak mertua ku.

Aku terdiam kembali.

Sejujurnya, aku sebenarnya juga menyukai bapak mertua ku. Apa lagi selama ini kami juga cukup dekat. Ia lelaki yang tampan dan juga selalu baik padaku. Meski pun sudah cukup berumur, namun bapak mertua ku masih terlihat gagah.

Aku tidak bisa memungkiri perasaan ku sendiri, kalau bapak mertua ku lebih perhatian padaku di banding dengan suami ku.

"baiklah, pak. Tapi.. kita harus bisa menjaga rahasia ini. Jangan sampai ada yang tahu, terutama oleh suami ku.." ucapku akhirnya.

***

Dan begitulah, sejak saat itu, aku dan bapak mertua ku pun menjalin hubungan spesial. Hubungan indah yang hanya kami berdua yang tahu. Kami punya banyak waktu untuk menikmati kebersamaan kami. Rasanya hal itu terasa indah bagi ku.

Sejak berpacaran dengan ku, bapak mertua ku jadi semakin perhatian padaku. Kasih sayangnya terasa lebih besar, di bandingkan kasih sayang suami ku padaku. Aku semakin sayang pada bapak mertua ku. Aku pun mulai merasa jatuh cinta padanya.

Perasaan ku pada bapak mertua ku, kian hari kian terasa dalam. Apa lagi ia benar-benar mampu membuat aku selalu merasa istimewa, pada setiap kebersamaan kami.

"aku sangat mencintai kamu, Dewi. Maukah kamu menikah dengan ku?" tanya ku bapak mertua ku suatu hari, saat kami kembali hanya berdua di rumah.

"jika aku menikah dengan bapak, lalu bagaimana dengan suami ku? Apa aku harus bercerai dengannya?" aku balas bertanya.

"iya, Dewi. Sebaiknya kamu bercerai saja dari suami mu itu. Biar kita bisa segera menikah."

"tapi aku gak punya alasan untuk minta cerai dari suami ku, pak. Pernikahan kami selama ini baik-baik saja."

"tapi.. apa kamu merasa bahagia dengan pernikahan kalian tersebut?"

"entahlah, pak. Aku bingung. Aku memang sangat mencintai bapak, tapi aku juga tidak ingin meninggalkan suami ku begitu saja. Apa lagi kami kan juga sudah punya anak."

 "ya udah, terserah kamu aja, Dewi. Aku tidak akan memaksa kamu untuk memilih. Tapi, kalau kamu memang tidak bahagia, lebih baik kamu bercerai saja. Dari pada kita harus menjalin hubungan secara diam-diam seperti ini."

Bapak mertua ku benar. Kami tidak mungkin selamanya begini. Biar bagaimana pun aku memang harus segera membuat keputusan. Sebelum suami ku akhirnya mengetahui hubungan ku dengan bapak mertua ku.

****

Berbulan-bulan berlalu, aku dan bapak mertua ku masih terus menjalin hubungan. Sementara aku dan suami ku pun masih tetap baik-baik saja. Meski pun semakin lama suami ku semakin jarang pulang. Ia semakin sering bertugas keluar kota.

Namun lama kelamaan, aku pun akhirnya tahu, kalau suami ku ternyata diam-diam sudah menikah lagi, dengan salah seorang karyawan kantornya. Hal itu aku ketahui dari salah seorang temanku, yang pernah melihat suami ku berjalan berdua dengan wanita tersebut.

Aku pun berusaha untuk mempertanyakan hal tersebut pada suamiku. Dan diluar dugaan ku, suami ku pun mengakuinya. Ia tidak berusaha untuk menghindar sedikit pun.

Aku merasa kecewa mengetahui hal tersebut. Tidak aku sangka suami ku tega mengkhianati ku. Ia tega menikah lagi di belakang ku. Dan hal itu sudah terjadi selama lebih dari setahun yang lalu.

Aku pun akhirnya meminta cerai dari suami ku. Ia tentu saja dengan senang hati menceraikan ku. Meski terasa sakit, namun aku merasa sedikit lega. Setidaknya aku jadi punya alasan untuk berpisah dari suami ku. Dan aku jadi punya kesempatan untuk bisa menikah dengan bapak mertua ku.

Setelah bercerai dari suami ku, aku pun memutuskan untuk kembali ke kampung halaman ku. Aku sengaja pergi menjauh dari kota, agar aku bisa memulai hidupku yang baru.

Dan setelah beberapa bulan berpisah dari suami ku, aku dan mantan bapak mertua ku pun memutuskan untuk menikah. Kami memulai hidup baru di kampung. Kami tetap menikah secara diam-diam, tanpa sepengetahuan mantan suami ku.

Aku tidak ingin mantan suami ku menganggap, kalau aku menikah dengan bapaknya, hanya karena aku ingin balas dendam padanya. Karena sejujurnya, aku menikah dengan mantan bapak mertua ku tersebut, murni karena kami memang saling mencintai.

Dan begitulah kisah cinta dan kisah hidup ku yang rumit. Aku tidak tahu, bagian mana dari semua itu yang harus aku sesali. Tapi yang pasti, apa pun itu, ini adalah jalan takdir yang harus aku jalani dengan lapang dada.

Semoga saja pernikahan ku kali ini, adalah pernikahan ku yang terakhir. Semoga saja kami bisa hidup bahagia selamanya, meski kehidupan kami sangat sederhana. Semoga saja, pernikahan ku kali ini, tidak lagi mengalami kendala yang berarti.

Yah... semoga saja...

***

Cari Blog Ini

Layanan

Translate