Aku menatap pemuda itu dengan seksama. Mencoba mengenalinya.
Pemuda itu tersenyum. Senyum yang sangat menawan.
"kamu siapa?" tanya ku mengulang.
"saya Rio, bang. Saya temannya Kalila." jawab pemuda itu akhirnya. "teman kampusnya.." lanjutnya meyakinkan.
Aku mengangguk ringan, sambil membalas tersenyum.
"Kalila nya ada, bang?" tanya pemuda itu lagi.
"iya. Ada." jawabku jadi sedikit salah tingkah. "masuk aja." lanjutku menawarkan.
Begitulah awalnya aku mengenal Rio. Pemuda tampan dengan senyum menawan dan postur tubuh yang gagah.
Dia adalah teman kampus adik perempuan ku satu-satunya, Kalila.
Lalu seperti apakah kisah ku bersama Rio terjalin?
Silahkan simak kisah ini dari awal sampai akhir ya..
Namun sebelumnya bla.. bla...
*****
Namaku Jaka. Sebut saja begitu.
Aku anak kedua dari kami tiga bersaudara. Kakak pertama ku seorang laki-laki, sekarang sudah menikah dan sudah punya seorang putra.
Adik bungsu ku perempuan, masih kuliah.
Sedangkan aku sendiri, sekarang sudah bekerja di sebuah perusahaan swasta sebagai seorang karyawan.
Usia ku sudah 27 tahun saat ini, namun aku masih belum menikah.
Aku dan adikku, Kalila, tinggal bersama kedua orangtua kami. Ayahku seorang pegawai pemerintah yang bekerja di sebuah instansi pemerintahan. Sedangkan ibu ku seorang guru di sebuah sekolah dasar.
Kakak pertamaku, karena sudah menikah, sekarang sudah tinggal di rumahnya sendiri.
Kehidupan ku sebenarnya biasa saja. Aku lahir, tumbuh dan besar sebagai seorang laki-laki biasa.
Sejak remaja, sebenarnya aku sudah menyadari kalau aku berbeda dari laki-laki pada umumnya. Aku lebih punya ketertarikan kepada sesama laki-laki dari pada perempuan.
Karena itu, aku tidak pernah dekat apa lagi pacaran dengan perempuan.
Aku pernah jatuh cinta dengan laki-laki, beberapa kali malah. Namun selama ini, aku hanya bisa memendamnya. Selain karena aku tidak punya keberanian untuk mendekati apa lagi mengungkapkan perasaan ku pada laki-laki yang aku suka.
Aku juga sebenarnya ingin mengubah itu semua. Aku merasa terjebak pada yang namanya kehidupan.
Aku merasa tidak pernah menjadi diri ku sendiri. Aku tak pernah mengekspresikan diri ku sesungguhnya.
Selama ini aku selalu berpura-pura menjadi laki-laki yang utuh. Laki-laki yang sama seperti laki-laki pada umumnya.
Namun semenjak mengenal Rio. Aku merasa kalau sudah saatnya aku untuk jujur pada diriku sendiri.
Sejak pertama kali mengenal Rio, aku sudah merasakan ketertarikan padanya. Aku mengaguminya.
Rio yang tampan, dengan senyumnya yang menawan dan postur tubuhnya yang kekar. Benar-benar sosok laki-laki yang sempurna. Dia lelaki terindah yang pernah aku kenal.
Hanya saja seperti biasa, aku hanya bisa memendam semua itu. Aku tidak tahu bagaimana caranya bisa mendekati Rio.
Selain usia kami yang terpaut hampir lima tahun, Rio juga adalah teman adik perempuanku.
Mungkin saja Rio dekat dengan Kalila, justru karena ia menyukai adik ku itu. Dan mungkin juga Kalila juga menyukai Rio.
Tapi sebagai seseorang yang sudah terlanjur jatuh cinta, aku selalu memikirkan bagaimana caranya bisa kenal lebih dekat dengan Rio.
Hingga kesempatan itu pun akhirnya tiba.
Saat itu Rio datang ke rumah. Seperti biasa ia mencari Kalila. Namun kali Kalila tidak sedang berada di rumah.
Kebetulan Kalila dan kedua orangtua ku sedang berada di kampung halaman ibu ku, untuk menghadiri sebuah acara pesta keluarga. Dan aku tidak bisa ikut, karena tidak mendapat izin libur dari kantor ku.
****
"Kalila nya ada, bang?" tanya Rio, saat aku membuka pintu untuknya.
Aku menggeleng ringan.
"Kalila sedang berada di kampung bersama orangtua kami. Lagi ada pesta di sana." jawabku menjelaskan.
Rio membulatkan bibir.
"kalau begitu saya permisi pulang aja ya, bang." ucapnya.
"jangan pulang dulu.." cegah ku tanpa sadar.
Aku memang tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan langka ini.
"kenapa, bang Jaka?" tanya Rio dengan raut heran.
"kita bisa ngobrol sebentar?" tanya ku ragu.
"bisa, bang." jawab Rio.
"lagian, kamu kan udah sampai sini, masa' iya mau langsung pulang aja.." timpal ku mencoba akrab.
Rio tersenyum. Sekali lagi, senyum yang menawan.
Aku pun kemudian mempersilahkan Rio masuk dan duduk di ruang tamu.
"bang Jaka sendiran aja di rumah?" tanya Rio.
Aku mengangguk ringan, sambil tersenyum ramah.
"kenapa gak ikut ke kampung?" Rio bertanya kembali.
"aku gak dapat izin libur dari kantor. Jadi aku harus masuk kerja hari ini. Ini pun aku baru aja pulang kerja." jelasku.
"oh." Rio sekali lagi membulatkan bibir, dan hal itu menambah pesona tersendiri bagi pemuda tampan itu.
"kemungkinan mereka akan pulang besok siang. Jadi ya malam ini, aku juga sepertinya akan tidur sendiri di rumah." aku berucap lagi menjelaskan, meski pun Rio tidak mempertanyakan hal tersebut.
Untuk sesaat suasana tiba-tiba menjadi hening. Aku kehabisan kalimat untuk di ucapkan.
Sampai akhirnya aku pun menawarkan minuman untuk Rio. Aku bergegas ke dapur, untuk mengambil minuman, sambil sedikit menenangkan hatiku,, yang tiba-tiba saja berdebar hebat.
"oh, ya. Bang Jaka mau ngobrol tentang apa?" tanya Rio, setelah ia meneguk minumannya.
"hmmm... aku... aku .. cuma butuh teman untuk ngobrol. Gak ada yang penting sebenarnya. Gak apa-apa, kan. Kita ngobrol-ngobrol sebentar di sini?" jawabku dengan sedikit terbata.
"gak apa-apa sih, bang." balas Rio ringan.
"kamu dan Kalila... pacaran?" tanya ku tiba-tiba, benar-benar ingin tahu.
"ya gak lah, bang. Kalila kan udah punya cowok di kampus. Aku dekat ama Kalila, karena kebetulan ada tugas kampus yang kami kerjakan bareng." jawab Rio terdengar santai.
Entah mengapa aku merasa lega mendengar hal itu. Mungkin karena aku merasa punya sedikit harapan, untuk bisa mendapatkan Rio.
Setidaknya aku tidak harus bersaing dengan adik ku sendiri.
Untuk selanjutnya kami pun mulai berbicara banyak hal. Yang membuat aku akhirnya berhasil membujuk Rio untuk menginap di rumahku.
****
Malam itu, sehabis mandi dan makan malam, kami kembali ngobrol.
Meski pun kami baru saling kenal, tapi aku merasa sudah cukup akrab dengan Rio.
Selain karena Rio memang cukup asyik untuk di ajak ngobrol, dia juga orangnya sangat terbuka.
"aku ini anak bungsu, bang. Tiga orang kakak-kakak ku semuanya perempuan." cerita Rio.
"ayahku sudah meninggal sejak aku masih berusia enam tahun. Ibu ku membesarkan kami sendirian. Ibu punya usaha toko kue di dekat rumah kami. Di bantu kakak-kakak ku, kami pun berhasil melewati masa-masa sulit. Hingga ketiga kakak-kakak ku, pun berhasil menjadi sarjana."
"ketiga kakak ku sekarang sudan berkeluarga, dan juga sudah punya pekerjaan serta sudah punya rumah sendiri. Jadi aku hanya tinggal berdua bersama ibu ku di rumah. Aku yang sekarang membantu ibu untuk mengelola toko kue." lanjut Rio bercerita.
"lalu bagaimana dengan pacar?" tanyaku kemudian, setelah untuk beberapa saat kami terdiam
"maksudnya, bang?" tanya Rio balik.
"maksud saya, sebagai laki-laki yang berparas tampan seperti kamu, pasti banyak kan cewek-cewek yang naksir sama kamu. Gak mungkin kan kamu belum punya pacar." ucapku menjelaskan, sengaja sedikit memujinya.
"aku gak suka cewek, bang." ucap Rio sedikit lebih pelan.
"maksud kamu?" tanya ku dengan raut penuh keheranan. Aku hanya tidak percaya, Rio akan berkata seperti itu.
"bang Jaka pasti ngerti maksudnya apa.." balas Rio yakin.
"ya.. aku ngerti.... tapi..." ucapan ku terbata, aku benar-benar tidak tahu harus berkata apa.
"kenapa? bang Jaka gak percaya kalau aku gay?" ucap Rio menjawab keraguanku.
"sulit di percaya, sih. Soalnya kamu kan orangnya terlihat maskulin dan gagah.." balasku jujur.
"gak ada jaminan, bang. Laki-laki yang terlihat gagah, belum tentu dia hetero kan? bang Jaka misalnya, padahal bang Jaka kan orangnya juga gagah dan atletis, tapi..." Rio sengaja menggantung kalimatnya.
"saya bukan gay.." ucapku lugas.
"kalau bukan gay, gak mungkin kan bang Jaka sering memperhatikan ku diam-diam, saat lagi ngobrol sama Kalila. Kalau bukan gay, gak mungkin kan bang Jaka, ngajak aku ngobrol bahkan sampai mengajak aku nginap segala." terang Rio, yang membuatku jadi sedikit tersipu.
Ternyata diam-diam selama ini Rio juga memperhatikan ku. Dan aku tidak pernah menyadari hal itu.
"udah, bang Jaka gak usah malu. Lebih baik bang Jaka jujur saja, sebelum saya berubag pikiran." Rio berucap lagi melihat keterdiamanku.
"aku... aku.. memang suka sama kamu, Rio. Bahkan sejak pertama kali aku melihat mu." ucapku akhirnya dengan suara bergetar.
"aku juga suka sama bang Jaka..." timpal Rio yakin, "bahkan sebenarnya aku kesini kali ini, memang berniat untuk bertemu bang Jaka. Aku sudah tahu kalau Kalila tidak di rumah, dia udah cerita di kampus kemarin. Karena itu aku nekat datang ke sini, dan berharap bisa bertemu bang Jaka." lanjut Riio lagi.
Aku terdiam. Sungguh semua itu di luar dugaanku. Aku tak menyangka kalau Rio diam-diam juga menyukai ku, dan aku merasa bahagia dengan semua itu.
Malam itu, setelah saling jujur dengan perasaan kami masing-masing, kami pun benar-benar tidur bersama.
Dan untuk pertama kalinya, bagiku dan Rio, kami pun melakukan hal tersebut.
Kami mencoba mengikuti segala naluri kami malam itu. Dan semuanya terasa sangat indah bagiku.
Lelaki terindah itu, Rio, akhirnya bisa aku miliki. Bukan sekedar mimpi. Bukan sekedar khayalan. Tapi benar-benar nyata.
Rio begitu indah, dia begitu sempurna. Dan aku tidak ingin melepaskannya walau pun sedetik pun malam itu.
Cinta kami menyatu. Berpadu dalam lautan rasa yang indah.
Kebahagiaan terpancar dari wajah kami yang tidak menutupi perasaan dan hati kami malam itu.
Benar-benar sebuah keindahan yang sempurna. Sebuah keindahan yang tak akan pernah aku lupakan seumur hidupku.
Lelaki pertama dan kesan pertama yang begitu indah. Tak dapat ku lukiskan bahagia ku malam itu. Tak ada satu kalimat pun yang mampu mewakili perasaan ku.
Dan kami pun terlelap dalam keindahan mimpi yang sempurna.
*****
Sejak saat itu lah aku dan Rio menjalin hubungan cinta. Sebuah hubungan rahasia. Sebuah hubungan yang indah.
Kami punya jadwal dan tempat tersendiri untuk bisa bertemu. Kami selalu memanfaatkan setiap kesempatan yang ada, untuk bisa menikmati kebersamaan kami.
Dan cinta kami begitu indah, meski hanya kami berdua yang tahu, dan bisa merasakannya.
Namun seperti apakah akhir dari kisah kami?
Mungkinkah kami akan tetap bisa bertahan dalam hubungan cinta terlarang tersebut?
Simak kelanjutan kisah ini di channel ini ya, atau bisa langsung klik link nya di deskripsi video ini.
Terima kasih sudah menyimak video ini sampai selesai, semoga terhibur.
Sampai jumpa lagi di video selanjutnya, salam sayang selalu untuk kalian semua.
*****
Part 2
Setahun aku dan Rio menjalin hubungan asmara. Sungguh sebuah hubungan yang sangat indah bagiku.
Aku mencintai Rio lebih dari apa pun, dan begitu juga yang di rasakan Rio.
Meski pun kami tahu kalau hubungan kami adalah sebuah kesalahan. Tapi bukankah cinta itu egois?
Cinta adalah sebuah misteri. Kita tidak pernah tahu, kapan dan kepada siapa cinta itu akan tumbuh.
Namun yang pasti selama cinta itu bisa kita miliki, kita berhak untuk bahagia akan hal itu.
Tapi seindah apa pun sebuah cinta di dunia gay, pada akhirnya akan menemukan jalan buntu.
Dan begitulah akhirnya yang aku rasakan bersama Rio.
Pada akhirnya kami memang harus berpisah. Bukan karena kami tidak lagi saling cinta. Tapi karena takdir tidak selalu seperti yang kita harapkan.
Namun perpisahan ku dengan Rio, bukanlah sebuah perpisahan yang biasa. Karena itu terjadi sungguh di luar kuasa kami sebagai manusia biasa.
Lalu seperti apakah akhir dari kisah ku bersama Rio?
Simak kisah ini sampai selesai ya...
Namun sebelumnya bla... bla...
*****
"kita liburan yuk, bang." ajak Rio suatu ketika, "berdua aja.." lanjutnya.
"kemana?" tanya ku.
"kemana aja, bang. Yang penting kita bisa menikmati waktu berdua." balas Rio.
Aku pun mengangguk setuju. Lagi pula, sejak aku jadian sama Rio, kami memang belum pernah melakukan perjalanan berdua.
"anggap aja honeymoon, bang." ucap Rio lagi, yang membuatku tersenyum.
Dan setelah mempersiapkan segala sesuatunnya, kami pun terbang menuju sebuah pulau yang berada cukup jauh dari kota tempat kami tinggal.
Sebuah pulau yang cukup terkenal dengan keindahan alamnya. Sebuah pulau nan eksotic.
Kami sengaja menyewa sebuah kamar hotel di dekat pulau tersebut, untuk kami menginap selama beberapa malam.
"disini kita bebas menjadi diri kita sendiri, bang. Tanpa rasa khawatir akan di pergoki oleh orang yang kita kenal." ucap Rio, saat kami sudah berada di dalam kamar hotel.
Kami memang tiba di sana saat hari sudah mulai gelap, karena itu kami pun memutuskan untuk langsung masuk ke kamar, untuk beristirahat setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh.
"jadi malam ini kita di hotel aja kan?" tanya ku, sedikit mengabaikan pernyataan Rio barusan.
"besok baru kita keliling dan menikmati pulau ini." lanjutku.
"oke, bang. Aku setuju. Lagian yang terpenting itu, bukan pulau nya, tapi adalah kebersamaan kita. Dan hanya saat di hotel inilah kita benar-benar bisa berduaan, bang." balas Rio dengan nada riang.
Untuk selanjutnya kami pun mulai melakukan ritual malam kami. Sebuah ritual dari ungkapan cinta yang sesungguhnya. Puncak dari keindahan cinta itu sendiri.
Rio begitu sempurna. Dia begitu indah. Setiap jengkal kulitnya adalah lukisan maha karya yang indah.
Lekukan otot-otot yang menyembul dari lengan dan dadanya, menambah kesempurnaannya sebagai seorang laki-laki.
Aku terbuai dengan segala keindahan itu. Aku tak ingin melewatkan sedetik pun kesempatan untuk bisa menikmati kebersamaan ku dengan Rio.
Malam itu, meski pun kami sudah sering melakukannya, tetap saja hal itu terasa sangat indah bagiku. Apa lagi saat ini, kami benar-benar bebas menjadi diri kami seutuhnya.
Kami bebas mengekspresikan perasaan kami masing-masing, dan mengungkapkan segala rasa yang ada.
*****
Keesokan paginya, kami pun berjalan-jalan di pinggiran pantai pulau itu. Menikmati pemandangan alam yang begitu indah.
Berlari-larian mengejar ombak yang datang silih berganti.
Lalu kemudian kami pun berjemur diatas pasir pantia yang putih bersih itu.
"seandainya saja kita bisa selamanya seperti ini, bang." ucap Rio, ia duduk di sampingku.
"kita akan selamanya seperti ini, Rio." balasku pelan.
"kita akan tetap bersama, Rio. Walau apa pun yang akan terjadi." lanjutku, kali aku mencoba menatap Rio.
"aku juga ingin selamanya kita bersama, bang. Tapi ada satu hal yang bang Jaka belum tahu tentang aku." ucap Rio, ia memalingkan muka dari ku, menatap deburan ombak yang menerpa batu karang.
"apa maksud mu, Rio. Rahasia apa yang kamu sembunyikan dari ku?" tanya ku penasaran.
Setahun lebih aku mengenal Rio. Rasanya aku sudah benar-benar mengenalnya. Rasanya sudah tidak lagi rahasia di antara kami.
"nanti juga bang Jaka pasti tahu. Saat ini yang paling penting adalah menikmati kebersaman kita, bang." balas Rio penuh teka-teki.
"aku gak ngerti maksud kamu, Rio. Tapi kalau memang ada yang kamu sembunyikan, lebih baik kamu menceritakannya sekarang." ucapku pelan, sambil terus menatapi wajah tampan itu.
"jangan rusak kebahagiaan kita kali ini, bang. Aku benar-benar ingin menikmati saat ini dengan kebahagiaan.." timpal Rio, ia masih menatap ke arah lautan.
"tapi kamu yang memulai, Rio.." balasku.
"maaf, kalau gitu, bang. Lupakan saja kalimatku itu. Aku juga gak ngerti mengapa aku harus berkata seperti itu." ucap Rio lagi.
Lalu kemudian dia pun berdiri, dan segera berlari menerjang gulungan ombak yang datang cukup besar menerpa pantai itu.
Aku menatap pemuda gagah itu dari kejauhan. Kalimatnya barusan benar-benar mengganggu pikiran ku tiba-tiba. Tapi sepertinya Rio memang tidak ingin membahas hal itu saat ini.
Aku kemudian ikut berlari menuju deburan ombak tersebut, mengejar Rio. Mengikutinya yang sudah mulai berenang di air laut tersebut.
Dan setelah merasa cukup puas bermain-main di pantai itu, kami pun memutuskan untuk kembali lagi ke kamar.
Hari pun terasa begitu cepat berlalu, hingga malam kembali menjelang.
Malam itu, seperti malam sebelumnnya, kami pun memutuskan untuk tetap berada di dalam kamar. Kami memutuskan untuk menghabiskan malam itu kembali hanya berdua di kamar.
Ini benar-benar terasa bagai bulan madu bagiku. Indah.
Rio juga terasa berbeda bagiku, dia lebih bersemangat dari biasanya. Tapi aku menyukainya. Aku menyukai setiap hal yang ia lakukan pada ku malam itu.
Aku merasa semakin mmencintainya. Aku semakin takut kehilangan dia.
****
Selama lebih kurang tiga hari tiga malam kami menikmati liburan kami.
Sampai akhirnya kami pun harus kembali ke kehidupan kami semula.
Aku harus kembali bekerja, sementara Rio harus kembali untuk kuliah.
Meski pun liburan itu terasa singkat bagiku, tapi kesan yang terjadi selama liburan itu benar-benar indah dan penuh warna.
Itu adalah liburan terindah yang pernah aku rasakan sepanjang perjalanan hidupku.
"kapan-kapan kita ulang lagi ya.." ucapku kepada Rio, saat di perjalanan pulang.
"semoga saja kita masih punya waktu untuk mengulanginya lagi, bang." balas Rio misterius.
"kita masih punya banyak waktu, Rio. Dan kita nanti akan pergi ke tempat yang lebih indah." ucapku yakin.
"entahlah, bang. Andai saja kita masih punya waktu untuk mengulanginya, bang." balas Rio lagi, seperti mengulang kalimat yang sama.
"maksud kamu apa sih, Rio. Mengapa kamu berkata seolah-olah kita tidak punya waktu untuk bersama lagi? Apa kamu akan pergi meninggalkan ku?" tanyaku dengan nada ragu.
"aku ingin.... aku ingin ... setelah ini, kita tidak usah bertemu lagi, bang." ucap Rio tiba-tiba dengan terbata dan suara yang bergetar.
Aku menatapnya. Berharap Rio hanya sekedar bercanda. Dia memang suka bercanda bukan? bathinku.
"aku serius, bang. Aku ingin kita pisah. Aku ingin kita udahan." ucap Rio lagi, seakan bisa menebak keraguanku.
"kenapa?" tanyaku tercekat. Hatiku tiba-tiba saja terasa perih.
"apa kamu sudah tidak mencintaiku lagi?" tanyaku lagi melanjutkan.
"aku sangat mencintai bang Jaka. Tapi..... aku tidak bisa selamanya bersama bang Jaka." jawab Rio terdengar yakin.
"kenapa?" tanyaku dengan nada penuh keheranan.
"aku gak bisa menjelaskannya sekarang, bang. Namun yang pasti mulai saat ini, bang Jaka gak usah menghubungi atau pun menemui aku lagi." ucap Rio, ia memalingkan muka.
Namun aku masih melihat sekelebat mendung di matanya.
Ada apa dengan Rio? Bathin ku penuh tanya.
Baru saja kami berliburan bersama. Semuanya berjalan-jalan dengan baik-baik saja, bahkan berjalan dengan sangat indah.
Lalu mengapa Rio tiba-tiba saja ingin mengakhiri hubungan kami?
Sungguh, aku tidak bisa menerima itu semua.
"apa salahku?" tanyaku dengan suara bergetar.
"gak ada yang salah, bang. Bang Jaka gak salah." balas Rio.
"lalu mengapa tiba-tiba saja kamu ingin kita udahan, Rio? Setelah baru saja kita menikmati manisnya cinta kita bersama. Kita bahkan belum sampai ke rumah loh, Rio." ucapku lirih. Pilu.
Hatiku benar-benar sakit.
"aku tidak bisa menjelaskannya saat ini, bang. Aku harap abang ngerti. Ini juga berat bagiku. Tapi itu satu-satu nya pilihan yang aku punya saat ini, bang." ucapan Rio kali ini lebih keras, meski pun suaranya terdengar mulai parau.
"kamu egois, Rio." balasku akhirnya, setelah tidak tahu harus berkata apa lagi.
Sepertinya Rio memang benar-benar serius dengan ucapannya.
Hanya saja aku tidak bisa menerima keputusannya begitu saja. Aku butuh penjelasan.
Namun percuma saja, aku meminta penjelasan Rio. Dia tidak akan mau berbicara saat ini.
Untuk selanjutnya kami lebih banyak diam. Sepanjang perjalanan. Kami sudah seperti dua orang asing yang tidak saling kenal.
Kami pun kembali ke rumah masing-masing, dengan masih menyimpan sejuta tanya di hatiku.
Apa sebenarnya yang terjadi dengan Rio?
Kenapa ia tiba-tiba saja ingin mengakhiri hubungan kami?
Temukan jawabannya di part berikutnya ya, bisa lihat di channel ini, atau bisa langsung klik link nya di deskripsi video ini.
Terima kasih sudah menonton video ini sampai selesai, semoga terhibur.
Sampai jumpa lagi di video-video selanjutnya, salam sayang selalu buat kalian semua.. muaaachhh..
****
Part 3
Seminggu setelah kepulangan kami dari liburan, Rio benar-benar sudah tidak bisa aku hubungi lagi.
Dia menghindari ku. Telpon ku tak pernah ia angkat, pesan ku pun tak pernah ia balas lagi.
Aku semakin dengan sikap Rio, yang tiba-tiba saja berubah.
Lalu apa yang sebenarnya terjadi dengan Rio?
Mengapa ia tiba-tiba saja ingin putus dari ku, sementara aku merasa hubungan kami baik-baik saja?
Simak kelanjutan kisah ini sampai selesai ya...
Namun sebelumnya... bla... bla..
****
Pernah sekali aku datang ke rumah Rio, karena penasaran. Namun ibu nya bilang, kalau Rio sedang tidak di rumah.
"kemana Rio kira-kira ya, Tante?" tanya ku merasa kurang puas dengan jawaban ibunya Rio.
"tante juga kurang tahu, nak Jaka. Mungkin dia lagi sibuk dengan tugas kuliahnya." jawab ibu Rio.
Karena tidak mendapatkan jawaban yang pasti, aku pun segera pamit.
Aku bahkan pernah bertanya tentang Rio kepada Kalila, adik perempuan ku itu.
"Rio sudah beberapa hari ini tidak pernah masuk kuliah, bang Jaka. Menurut kabar yang Kalila dapat, katanya Rio sedang berada di Singapur." jelas Kalila.
"Singapur? Ngapain Rio ke Singapur?" tanya ku heran.
"kurang tahu juga, bang." jawab Kalila santai.
"tapi kok tumben, bang Jaka tanya-tanya soal Rio." ucap Kalila lagi.
"gak. Gak apa-apa, kok. Cuma sekarang kok Rio jarang datang kesini ya?" tanya ku beralasan.
"ya, karena memang tugas kami kan udah selesai, bang. Jadi Rio gak punya alasan lagi dong untuk main kesini. Lagian kami kan juga gak terlalu dekat." jelas Kalila lagi.
Aku pun tidak bertanya lebih lanjut kepada Kalila. Aku takut Kalila curiga kalau kami ada apa-apanya.
Hal ini semakin membuat aku bingung.
Kemana Rio sebenarnya? Apa yang terjadi dengannya.
Semuanya benar-benar menjadi misteri bagiku.
Misteri yang tak bisa aku temukan jawabannya.
Tapi aku benar-benar butuh penjelasan. Aku benar-benar ingin tahu, dimana Rio sebenarnya.
Oh, Rio. Kenapa kamu membuat aku seperti ini?
Padahal aku sangat membutuhkan mu. Aku sangat mencintaimu Rio. Bathin ku lirih.
*****
Hampir sebulan, aku tak pernah lagi kontak dengan Rio.
Aku benar-benar kehilangan semangat. Aku kehilangan gairah hidup.
Aku merasa tidak punya tujuan saat ini. Aku hampir putus asa.
Sampai akhirnya, aku mendapat kabar dari Kalila, kalau Rio sudah pergi untuk selama-lamanya.
Rio sudah tidak ada. Rio meninggal.
Dan kabar itu benar-benar membuat aku syok.
"kabarnya Rio itu ternyata punya penyakit kanker otak sejak lama. Dia di bawa berobat ke Singapur, dan akhirnya meninggal." jelas Kalila kemudian.
Aku diam. Aku berpura-pura tidak terlalu terkejut mendengar cerita Kalila. Meski hatiku terasa pilu.
Rio selamanya ini tidak pernah cerita tentang penyakitnya. Dia selalu terlihat sehat.
Dengan perasaan hancur, aku pun mencoba mendatangi rumah Rio. Aku berharap masih sempat melihat jasadnya untuk yang terakhir kalinya.
Namun saat aku sampai disana, aku hanya bertemu dengan ibunya Rio dan juga tiga orang kakak-kakaknya. Jasad Rio baru saja di kubur.
"Rio memang tidak ingin siapa pun tahu tentang penyakitnya, kecuali kami." ucap ibu Rio bercerita.
Kami ngobrol di teras rumahnya, berdua.
Mata ibu Rio terlihat sembab karena habis menangis.
"Rio diagnosa kanker otak sekitar empat tahun yang lalu. Kanker itu sudah cukup parah, stadium akhir. Tapi Rio menolak untuk di operasi. Karena itu dokter hanya bisa menjamin kalau Rio hanya akan bertahan tidak lebih dari dua tahun."
"namun karena kuasa Tuhan, Rio mampu bertahan lebih dari dua tahun. Bahkan dia terlihat selalu sehat. Sampai akhirnya ia bertemu nak Jaka. Rio semakin terlihat penuh semangat dan semakin ceria. Dia seakan melupakan tentang penyakitnya."
"tante tahu, kalau Rio menyukai nak Jaka. Tante juga tahu, kalau kalian akhirnya menjalin hubungan. Tapi tante tak ingin melarangnya. Meski pun tante tahu itu salah. Namun Rio terlihat bahagia dengan semua itu."
"sebagai seorang ibu, yang mengetahui kalau usia anaknya tidak akan lama lagi, rasanya wajar, kalau tante membiarkan Rio menikmati kebahagiaannya. Bahkan tante pun memberi izin Rio untuk pergi berlibur bersama nak Jaka."
"saat itu sebenarnya, penyakit Rio mulai kambuh lagi. Saat kami periksa kembali ke dokter, kanker Rio semakin ganas, dan sudah tidak ada harapan untuk bisa sembuh kecuali dengan jalan operasi."
"kali itu Rio setuju untuk operasi ke Singapur, tapi dengan syarat tante harus mengizinkannya pergi berliburan bersama kamu, nak Jaka. Karena itu tante memberinya izin."
"Rio sebenarnya berharap dengan operasi penyakitnya bisa hilang. Meski pun dokter mengatakan kalau harapannya sangat tipis. Tapi Rio orang yang kuat, dia tidak pernah mau terlihat di depan orang-orang."
"Rio sangat mencintai kamu, nak Jaka. Karena itu juga ia setuju untuk operasi, dia berharap dia bisa sembuh dan bisa lebih lama lagi bersama nak Jaka."
"tapi ternyata Tuhan berkata lain. Rio tidak bisa di selamatkan. Setelah hampir sebulan berada di Singapur, untuk pengobatan dan operasinya, Rio ternyata tidak bisa bertahan lebih lama lagi."
Ibu Rio bercerita panjang lebar padaku.
Selama itu pula, hatiku bagai di sayat-sayat. Sakit sekali rasanya.
Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku bisa bersama orang yang aku cintai. Namun itu semua tidak bertahan lama.
Dan bahkan ibu Rio sendiri sudah setuju dengan hubungan kami. Meski pun itu ia lakukan, hanya untuk membuat Rio merasa bahagia di sisa akhir hidupnya.
Tapi aku tidak peduli dengan semua itu. Aku lebih memilih hubungan kami tidak di setujui oleh siapa pun, asalkan Rio masih ada. Asalkan dia tetap hidup.
Aku rela menjalin hubungan rahasia bersama Rio selamanya. Aku tidak butuh restu siapa pun. Aku hanya butuh Rio selalu ada.
Namun kenyataannya, Rio telah pergi untuk selama-lamanya.
Semua tanya ku selama ini sudah terjawab. Aku mengerti semua alasan dan sikap Rio padaku akhir-akhir ini.
Aku mengerti mengapa Rio ingin mengakhiri hubungan kami.
Aku mengerti mengapa tiba-tiba saja ia berubah.
Namun jawaban dari semua pertanyaan itu, sungguh sangat menyakitkan bagiku. Bahkan jau lebih sakit dari pertanyaan-pertanyaan itu sendiri.
Kalau aku boleh memilih, mungkin lebih Rio menghilang tanpa kabar. Lebih baik dia pergi dari ku dan hidup bersama orang lain. Lebih baik dia mengkhianati ku, dari pada dia harus pergi untuk selama-lamanya.
Aku menangis pilu. Semuanya terasa begitu menyakitkan. Aku tidak bisa menerimanya.
Mengapa orang yang aku cintai, harus pergi begitu cepat?
Mengapa Rio harus pergi?
Akh, aku tidak tahu apa yang aku rasakan saat ini. Sakit, kecewa, perih dan berbagai rasa pilu bersarang di hatiku.
Maafkan aku Rio, karena terlalu mencintai dirimu.
Maafkan aku juga, karena belum siap kehilangan dirimu. Rintihku di pusara Rio.
Air mata ku sudah tidak bisa aku bendung lagi. Aku menangis. Benar-benar menangis.
****
Kini hari-hari ku semakin terasa berat. Rasanya aku sudah tidak punya semangat lagi, untuk terus melanjutkan hidup ini.
Kehilangan Rio bagai kehilangan separoh napas ku. Aku lebih sering menghabiskan waktu ku dengan bermuram durja.
Hidupku hancur, pekerjaan ku berantakan. Semua keluarga ku bingung melihat perubahan ku.
Kalian tahu, apa yang paling menyakitkan dari itu semua. Aku tidak punya tempat untuk mencurahkan perasaanku saat ini. Aku tidak punya orang yang mengerti, untuk bisa mendengarkan curahan hatiku.
Aku hanya bisa memendamnya sendiri. Aku hanya bisa merasakan sakit itu sendiri. Tanpa siapa pun yang tahu, dan tanpa siapa pun yang bisa mengerti.
Dan disinilah aku curahkan semuanya. Sekedar untuk mengurangi beban yang ada dalam hatiku.
Terima kasih sudah mendengarkan kisah ku ini, semoga terhibur.
Pesanku, jika saat ini kamu bersama seseorang yang kamu cintai dan juga mencintai mu, maka jangan pernah lewatkan setiap kesempatan yang ada untuk kalian bisa bersama.
Karena kita tidak pernah tahu, kapan perpisahan itu akan datang.
Salam sayang selalu untuk kalian semua, dan sampai jumpa lagi.. muach.
****
sekian...