Om Brata, Suami ibu mertua ku yang gagah

Aku memanggilnya om Brata. Dan dia adalah ayah suami kedua ibu mertua ku.

Ibu mertua ku menikah dengan om Brata, karena suami pertamanya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu.

Om Brata seorang laki-laki yang berparas cukup tampan dengan postur tubuh yang gagah. Usianya sudah 40 tahun, lima tahun lebih mudah dari ibu mertua ku.

Om Brata sebenarnya adalah seorang duda, yang sudah mempunyai dua orang anak. Dia bercerai dari istri pertamanya sudah lebih dari lima tahun. Kedua anaknya ikut bersama istri pertamanya, yang kabarnya juga sudah menikah dengan laki-laki lain.

Ibu mertua ku seorang wanita karir yang cukup sukses. Dia hanya memiliki seorang putra bernama mas Wisnu, yang merupakan suami ku.

Mas Wisnu sudah berusia 26 tahun, kami menikah baru sekitar setahun yang lalu. Sedangkan om Brata dan ibu mertuaku sudah menikah hampir tiga tahun.

Mas Wisnu suami ku itu, adalah seorang manager di perusahaan yang merupakan milik ibu mertua ku

Sebagai anak tunggal, mas Wisnu memang mendapatkan semua itu dengan mudah. Hidupnya sudah terbiasa mewah sejak kecil.

Aku sendiri hanyalah seorang wanita biasa. Dulu sebelum menikah dengan mas Wisnu, aku merupakan salah seorang karyawan yang bekerja di perusahaannya.

Saat ini aku hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa. Dan aku juga sudah berusia 25 tahun.

Pernikahan ku dengan mas Wisnu, sebenarnya cukup bahagia. Semua kebutuhan ku terpenuhi dengan baik, terutama soal materi.

Namun mas Wisnu, karena kesibukannya, ia jadi jarang berada di rumah. Dan hal itu cukup membuat aku merasa kesepian. Apa lagi sampai saat ini, kami belum punya keturunan.

Meski pun demikian, aku mencoba menjadi istri yang baik untuk suamiku.

Tapi kenyataan yang terjadi, sungguh di luar dugaanku.

Suami ku ternyata selama ini telah mengkhianati ku. Aku mengetahui kalau mas Wisnu sedang menjalin hubungan dengan sekretaris barunya.

Mas Wisnu tak pernah mengakui hal itu. Dia justru memarahiku setiap kali aku mempertanyakan hal tersebut.

Aku mencoba menceritakan hal tersebut kepada ibu mertuaku. Tapi ibu mertuaku justru membela anaknya, dan mengatakan kalau aku tidak becus menjadi seorang istri.

Aku tahu, dari awal pernikahan kami, ibu mertua ku tidak pernah setuju. Dia sebenarnya tidak menyukai aku sebagai menantunya.

Dan tentu saja saat ini, dia sangat mendukung pilihan putranya yang memilih unutk berhubungan dengan sekrataris barunya itu.

Hal ini cukup membuat aku sangat kecewa. Aku ingin segera menuntut cerai dari suamiku.

Hingga pada suatu hari, om Brata, ayah tiri suami ku itu, tiba-tiba datang ke rumahku. Sendirian.

"ada apa om?" tanyaku, setelah mempersilahkannya masuk dan duduk di ruang tamu.

"gak ada apa-apa Dewi. Om hanya ingin sekedar mampir." balas om Brata.

"om turut prihatin mendengar tentang suami kamu itu Dewi." lanjutnya.

"Wisnu memang laki-laki yang bodoh. Ia rela mengkhianati istrinya yang cantik ini, hanya demi wanita murhan sekretarisnya itu." ucap om Brata lagi.

Aku hanya terdiam. Pasti ibu mertua ku sudah cerita tentang semua itu pada om Brata.

"padahal kamu sangat cantik Dewi. Kamu benar-benar seperti Dewi dari khayangan." om Brata berucap lagi.

"maksud om Brata apa, ngomong seperti itu?" tanyaku dengan kening berkerut.

"om suka sama kamu Dewi. Kamu sangat cantik. Kalau Wisnu bisa mengkhianati kamu, kenapa kamu hanya berdiam diri saja. Bukankah lebih baik, kalau kamu mencari laki-laki lain. Om siap menerima kamu Dewi." balas om Brata terdengar yakin.

"tapi... om Brata kan suami ibu mertua ku. Aku gak mungkin menjalin hubungan dengan ayah tiri suami ku sendiri." ucapku.

"apa salahnya? kalau kita memang saling suka." balas om Brata.

Om Brata memang laki-laki yang tampan, hidungnya mancung dengan rahanganya yang kokoh. Postur tubuhnya gagah dan kekar. Meski pun ia sudah berumur kepala empat.

Aku terlalu tertarik sebenarnya dengan om Brata. Tapi mengingat saat ini, aku merasa sakit hati dengan suami ku dan juga ibu mertua ku. Tak ada salahnya aku memanfaatkan om Brata untuk sekedar melepaskan rasa sakit hatiku saat ini.

Dan lagi pula, sejak aku mengetahui kalau suami ku selinguh, aku tidak pernah lagi tidur dengannya. Hal itu cukup membuat aku merasa kesepian.

Sekarang ada om Brata disini, dengan segala pesonanya.

Jadi untuk melepaskan rasa sakit hatiku pada suami dan ibu mertua ku, dan juga untuk menumpahkan segala kesepian ku, aku pun menyambut kedatangan om Brata.

Siang itu, aku dan om Brata pun b3rgmul dlam lautn kemsraan. Aku menyambut kedatang laki-laki gagah itu dengan pnuh g4irh.

Segala kespian ku selma ini, aku curhkan sepenuhnya pda om Brata.

Om Brata mmang lelaki yang luar biasa. Dia mmpu mmbuatku trbuayi dalm lautn pnuh cinta.

Hingga kmi mlakuknnya beberpa kali siang itu. Om Brata mmang gagh. Sungguh seorng laki-laki yang semmpurna.

Pendkian demi pendkian itu trus kmi lakukan brsama. Kmi benar-benar sperti sepsang keksih yang di mbuk asmra. Kmi tak ingin sling melpaskan. Kmi bnar-benar bersmbah kringat.

Dan aku merasa sangat bahagia dengan semua itu. Hal itu justru membuat aku jadi menyukai om Brata.

****

Sejak kejadian siang itu, aku dan om Brata pun jadi sering bertemu dan melakuakan hal itu lagi.

Hingga lama kelamaan aku pun terlena dengan hubunagn terlarang itu. Aku pun merasa telah jatuh cinta kepada om Brata.

Setelah cukup yakin dengan perasaan ku pada om Brata. Aku pun memutuskan untuk menuntut cerai dari suami ku.

Suami ku tentu saja sangat setuju dengan permintaan ku itu. Hingga kami pun resmi bercerai.

Sementara itu, aku terus menjalin hubungan diam-diam dengan om Brata.

Hingga akhirnya om Brata pun menceraikan istrinya yang merupakan mantan ibu mertua ku itu.

Dan beberapa bulan kemudian, aku dan om Brata pun menikah.

Kami memutuskan untuk pindah dari kota itu. Aku tak mau lagi bertemu mas Wisnu dan juga ibunya.

Aku merasa lega. Setidaknya rasa sakit hatiku terbalas, karena telah berhasil merebut om Brata dari mantan ibu mertua ku itu.

*****

Cowok gagah si penjual bakso keliling

Cinta bagi ku adalah sesuatu yang sakral. Sesuatu yang tidak bisa di permainkan.

Dulu, aku berpikir seperti itu. Jauh sebelum aku benar-benar merasakan jatuh cinta.

Jauh sebelum aku mengenal bang Agus. Seorang laki-laki gagah, yang merupakan penjual bakso keliling langganan ku.

 

Cerpen gay  sang penuai mimpi

Aku mengenal bang Agus, karena ia hampir setiap sore singgah di depan rumahku.

Bang Agus seorang penjual bakso keliling, dengan mendorong gerobaknya ke sekeliling perumahan tempat aku tinggal.

Kebetulan aku tinggal di salah satu perumahan tersebut. Rumahku itu tepat berada di persimpangan jalan. Karena itu bang Agus selalu singgah di sana, untuk menanti beberapa orang langganan baksonya. Yang salah satunya adalah aku.

Rumah tempat aku tinggal itu sebenarnya, adalah rumah yang sudah lama di beli oleh ayahku, namun selama ini tidak di tempati.

Karena sekarang aku sudah kuliah, ayah ku mempercayai ku untuk menempati rumah itu sendiri. Agar aku bisa lebih dekat dengan kampus tempat aku kuliah.

Sementara orangtua dan dua orang adik-adikku tinggal di rumah kami yang lain, yang berjarak cukup jauh dari rumah tempat aku tinggal.

Karena tinggal sendiri dan juga tidak suka masak, aku memang lebih sering membeli makanan siap saji di luar. Salah satu nya ialah bakso bang Agus.

Bakso bang Agus sudah menjadi langganan ku sejak lama, setidaknya sejak aku pindah ke rumah ini, sekitar setahun yang lalu.

Pertama kali melihat dan bertemu bang Agus, aku mulai merasa tertarik dengannya. Aku tidak tahu, entah mengapa aku begitu mengagumi sosok bang Agus.

Wajahnya yang tampan, senyumnya yang selalu ramah terukir dari bibirnya yang manis. Tubuhnya yang atletis dan gagah. Semua itu benar-benar telah membuat aku jatuh cinta padanya.

Semakin hari perasaan itu semakin berkembang aku rasakan. Dan aku selalu memikirkan bang Agus di hampir setiap malamku.

Bang Agus selalu ramah kepada setiap pelanggannya, dan hal itu terkadang membuat aku jadi salah paham akan keramahannya padaku.

Lalu seperti apakah kisah ku bersama bang Agus si penjual bakso keliling itu?

Mungkinkah aku mempu merebut hati laki-laki gagah itu?

Simak kisah ini sampai selesai ya..

Namun sebelumnya bla..bla...

*****

Bang Agus sudah berusia 27 tahun, dan menurut pengakuannya juga, ia masih lajang.

Hal itu sedikit memberi harapan padaku, untuk bisa mendapatkan cinta bang Agus.

Untuk menarik perhatiannya, terkadang aku sengaja berlama-lama ngobrol denganya saat membeli bakso. Saat hanya kami berdua di sana.

"bang Agus kenapa belum nikah?" tanyaku suatu sore, saat itu hanya kami berdua di situ.

"siapa yang mau sama seorang penjual bakso keliling seperti saya ini, Wisnu." lemah suara bang Agus menjawab.

"gak ada yang salah dengan berjualan bakso, bang. Justru saya kagum sama bang Agus. Selain bang Agus seorang pekerja keras, bang Agus juga tampan dan gagah. Pasti banyak cewek-cewek yang suka sama bang Agus." ujarku jujur.

"ah, kamu bisa aja, Wisnu. Tapi nyatanya sampai saat ini aku masih jomblo." balas bang Agus.

"mungkin karena bang Agus terlalu pemilih.." ucapku pelan.

"gak juga. Aku hanya cari orang yang bisa terima aku apa adanya." balas bang Agus lagi.

"seandainya aku ini cewek, aku pasti mau sama bang Agus.." ucapku tanpa sadar.

"kamu gak perlu jadi orang lain, untuk menyukai seseorang, Wisnu. Lebih baik kamu jadi diri kamu sendiri. Karena aku lebih menyukai kamu sebagai Wisnu, bukan sebagai orang lain." ucap bang Agus dengan nada sedikit pelan.

"aku bisa menyukai bang Agus sebagai diri ku sendiri. Tapi aku tidak bisa memiliki bang Agus, jika tetap menjadi diri ku yang seperti ini." timpalku kemudian.

"siapa bilang tidak bisa? Jika kamu memang benar-benar menginginkannya, bisa saja hal itu menjadi mungkin kan?" balas bang Agus terdengar serius.

"maksud bang Agus bagaimana?" tanya ku benar-benar tidak mengerti.

"kalau kamu belum mengerti, itu artinya kamu belum benar-benar mengenalku, Wisnu." balas bang Agus lagi.

"tapi..." kalimat ku terhenti, saat tiba-tiba seorang anak remaja datang untuk membeli bakso.

Bang Agus kemudian sibuk melayani pembeli, yang mulai berdatangan cukup ramai.

Aku terpaksa menyimpan rasa penasaran ku, atas kalimat bang Agus barusan.

Aku kembali ke rumah dengan masih menyimpan tanda tanya di benakku.

*****

Ke esokan sorenya, dengan tidak sabar, aku menunggu kedatangan bang Agus di depan rumahku.

Semalaman aku hampir tidak tidur, karena terus bertanya-tanya maksud dari pernyataan bang Agus sore kemarin.

Apa mungkin bang Agus juga menyukai ku?

Apa mungkin bang Agus juga penyuka sesama jenis seperti ku?

Akh, rasanya itu sangat mustahil. Mengingat bang Agus, sangat terlihat maskulin dan jantan.

Meski pun tidak menutup kemungkinan, bahwa seorang laki-laki segagah apa pun, juga bisa saja adalah penyuka sesama jenis.

Tapi masa' iya, bang Agus seperti itu?

Aku terus bertanya-tanya sepanjang malam dan bahkan sepanjang hari ini. Aku benar-benar tak sabar menunggu sore.

Dan ketika akhirnya bang Agus datang, aku pun segera menghampirinya.

"bakso?" ucap bang Agus menyambut kedatangan ku.

"iya. Sekalian aku mau menanyakan maksud dari pernyataan bang Agus kemarin sore." balasku cukup berani.

"apa lagi yang ingin kamu tanyakan, Wisnu?" balas bang Agus bertanya.

"bang Agus pasti ngerti apa yang aku maksud." balasku pelan.

"aku hanya ingin kamu jujur pada dirimu sendiri, Wisnu. Aku juga ingin agar kamu jujur padaku. Kamu katakan saja, apa yang kamu rasakan padaku." ucap bang Agus membalas.

"aku... aku,... bang Agus... " aku terbata, tidak tahu harus berkata apa.

"mungkin lebih baik, kalau kita atur waktu dan tempat yang tepat untuk kita ngobrol lebih lanjut, Wisnu. Sekarang ini aku lagi kerja. Jadi lebih baik kita bicarakan lagi nanti." ucap bang Agus melihat ketergagapan ku.

"kapan?" tanya ku spontan.

"bagaimana kalau nanti malam?  Aku bisa datang ke rumah mu kan?" tanya bang Agus.

"bisa, bang. Abang datang aja. Aku tunggu ya..." balas ku cepat.

"oke. Nanti sehabis jualan, aku akan datang ke rumah kamu. Tapi mungkin itu sudah jam sepuluh malam, gak apa-apa kan?" ucap bang Agus lagi.

"gak apa-apa, bang. Aku juga sendirian di rumah. Dan lagi pula, aku benar-benar ingin berbicara berdua bersama bang Agus." ucapku lugas.

Bang Agus hanya mengangguk ringan, karena beberapa orang pembeli sudah mulai datang mendekat.

Aku pun kembali ke rumah, dengan membawa semangkok bakso dan segumpal harapan.

Semoga saja harapan ku kali ini akan menjadi nyata.

****

Waktu bergulir, namun jarum jam terasa begitu lambat berputar bagiku.

Aku menunggu. Aku menunggu bang Agus, laki-laki yang telah membuat aku jatuh cinta padanya.

Aku menunggunya seperti menunggu kedatangan seorang kekasih.

Padahal aku dan bang Agus sampai saat ini, masih hanya sekedar berteman. Tapi entah mengapa, aku jadi punya harapan lebih padanya.

Mungkin karena aku terlalu mencintainya. Mungkin juga karena bang Agus sepertinya sudah memberi harapan padaku.

Namun cinta tetaplah sebuah misteri. Ia tidak mudah di tebak. Kita tidak pernah tahu, kapan rasa itu tumbuh. Kita juga tidak pernah tahu, kepada siapa rasa itu akan tumbuh. Dan kita juga tidak akan tahu, bagaimana perasaan orang lain kepada kita. Bahkan perasaan orang yang paling dekat dengan kita sekali pun.

Aku tetap menunggu. Hingga jarum jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.

Debaran di jantung ku semakin tak beraturan.

Dan aku semakin gelisah, ketika jarum jam sudah melewati beberapa menit dari jam sepuluh.

Mungkinkah bang Agus akan datang?

Atau aku hanya menunggu sesuatu yang tak pasti?

Aku mungkin terlalu berharap. Namun harapan itu, sepertinya belum berpihak padaku.

Lalu bagaimanakah akhirnya kisah ku bersama bang Agus, si penjual bakso keliling itu?

Apakah yang terjadi selanjutnya jika bang Agus datang?

Saksikan kisah selanjutnya di channel ini ya, atau bisa langsung klik link nya di deskripsi video ini.

Terima kasih sudah menyimak video ini sampai selesai, semoga terhibur.

Sampai jumpa lagi di video selanjutnya, salam sayang selalu buat kalian semua.. muaachhh.

****

 Part 2 (Malam penuh kesan)

Bang Agus adalah seorang perantau. Orangtua dan adik-adiknya tinggal di kampung. Orangtua nya adalah seorang petani, yang hanya punya penghasilan pas-pasan.

Bang Agus di kota ini tinggal bersama pamannya, yang merupakan seorang pengusaha bakso. Dan bang Agus adalah salah seorang pekerjanya, yang menjajakan bakso tersebut berkeliling.

Setidaknya begitulah sedikit tentang hidupnya yang bang Agus pernah ceritakan padaku.

Namun terlepas dari apa pun latar belakang kehidupannya. Di mata ku bang Agus adalah sosok laki-laki sempurna. Dia adalah laki-laki terindah.

Aku mencintainya. Aku menyayanginya dengan sepenuh hatiku.

Namun menunggunya malam ini, hingga hampir jam sebelas malam, aku menjadi kian gelisah.

Aku ragu. Mungkinkah bang Agus serius dengan ucapannya sore tadi, untuk datang ke rumahku?

Atau ia hanya sekedar memberi harapan padaku?

Simak kelanjtan dari kisah ku bersama cowok gagah si penjual bakso keliling, selanjutnya ya ...

Namun sebelumnya bla.. bla...

****

Jam sebelas malam kurang lima menit. Bang Agus akhirnya datang.

"maaf, Wisnu. Saya terlambat." ucap bang Agus, sesaat setelah aku persilahkan ia masuk dan duduk di ruang tamu rumahku.

"tadi dagangan ku belum habis, jadi aku harus berkeliling lebih lama dari biasanya." bang Agus melanjutkan kalimatnya.

"gak apa-apa, bang." jawabku berusaha sesantai mungkin, berusaha menahan debaran yang bergejolak di dada ku.

"jadi gimana? Kamu udah siap untuk jujur, Wisnu?" tanya bang Agus kemudian.

Aku mengangguk ragu. Aku juga tidak yakin, akan berani untuk jujur tentang perasaanku pada bang Agus. Aku takut, kejujuran ku justru akan membuat bang Agus semakin jauh dari ku.

Namun aku memang harus mengatakan semuanya pada bang Agus. Selain karena aku sudah tidak bisa memendamnya lagi. Aku berpikir, mungkin inilah saatnya untuk aku bisa mengungkapkan perasaanku pada bang Agus.

Apa lagi saat ini, hanya kami berdua di rumah ini.

"aku gak tahu, kapan perasaan itu tumbuh, bang. Namun yang pasti sejak aku mengenal bang Agus, aku jadi sering memikirkan bang Agus. Aku selalu mengkhayalkan bang Agus setiap malamnya. Lalu kemudian aku sadar, kalau aku telah jatuh cinta kepada bang Agus."

"tapi selama ini aku hanya bisa memendamnya. Karena aku cukup sadar, kalau bang Agus tidak mungkin punya perasaan yang sama denganku. Aku hanya bisa mencintai bang Agus dalam diam, tanpa berani untuk aku ungkapkan.." ucapku panjang lebar.

"lalu mengapa malam ini kamu berani mengungkapkannya?" tanya bang Agus.

"seperti kata bang Agus, kalau aku harus jujur pada diriku sendiri. Aku harus jujur dengan perasaanku, dan aku harus jujur pada bang Agus. Karena jika tidak, aku tidak akan pernah tahu seperti apa perasaan bang Agus padaku." jawabku lugas.

Untuk sesaat suasana pun hening. Bang Agus terlihat menarik napas beberapa kali.

"bertahun-tahun aku berusaha untuk menghindari semua ini, Wisnu. Aku merantau ke kota, sebenarnya ingin menjauh dari orang yang aku cintai. Di kampung aku punya seorang kekasih. Namanya Alan. Dia seorang pemuda yang tampan namun lembut."

"aku dan Alan pacaran sudah hampir dua tahun. Ketika akhirnya Alan harus menerima perjodohannya dengan gadis pilihan orangtuanya." bang Agus memulai ceritanya.

"Alan adalah putra seorang juragan kaya di desa kami. Dia anak tunggal. Karena itu dia tidak bisa menolak keinginan orangtua nya tersebut. Namun meski pun Alan akhirnya menikah, kami tetap menjalin hubungan secara diam-diam."

"tapi kemudian, hubungan kami pun mulai di curigai oleh istri Alan. Karena itu kami pun sepakat untuk berpisah dan saling melupakan. Namun tidak mudah bagiku, karena aku terlalu mencintai Alan. Dan akhirnya aku pun memutuskan untuk pergi dari kampung halaman ku."

"aku ingin belajar melupakan Alan. Aku ingin memulai hidupku yang baru. Aku ingin hidup sebagai mana layaknya seorang laki-laki. Tapi ternyata hal itu tidak mudah. Meski pun akhirnya aku bisa melupakan Alan, namun aku tidak bisa menolak pesona seorang laki-laki."

"saat pertama kali aku melihat kamu, Wisnu. Aku kembali merasakan getaran keindahan sebuah rasa. Sebuah rasa cinta yang telah lama tidak aku rasakan, semenjak aku berhasil melupakan Alan. Namun sejak aku mulai mengenal kamu, rasa cinta itu kembali tumbuh."

"aku berusaha memendamnya. Aku berusaha menutupinya. Aku takut jatuh cinta lagi pada laki-laki, karena pada akhirnya hubungan sesama laki-laki, tidak akan pernah berakhir dengan indah. Karena pada akhirnya, salah satu dari kita, harus menjalankan kodrat kita sebagai seorang laki-laki."

"dari awal, aku juga sudah tahu, kalau kamu menyukai ku, Wisnu. Namun karena trauma yang pernah aku rasakan di masa lalu, membuat ku berusaha untuk tidak menanggapi kehadiran mu. Aku tidak ingin lagi pacaran denga laki-laki."

"tapi kemudian aku sadar, cinta bukanlah sesuatu yang harus di sembunyikan, terlebih karena aku tahu kalau kamu juga menyukai ku. Karena itu, aku ingin kamu jujur, Wisnu. Bukan saja tentang perasaanmu padaku, tapi juga tentang harapan mu padaku untuk ke depannya."

Bang Agus mengakhiri kalimatnya dengan sebuah helaan napas berat.

Aku terdiam. Sungguh semua itu di luar dugaanku. Mungkin selama ini, aku bisa merasakan kalau bang Agus juga menyukai ku. Tapi aku tak pernah berpikir, kalau bang Agus punya cerita pahit di masa lalunya.

"aku mencintai, bang Agus. Terlepas dari apa pun yang pernah terjadi di masa lalu bang Agus. Dan aku berharap, jika kita memang saling mencintai, kelak hubungan kita tidak akan pernah berakhir, meski apa pun yang akan terjadi." ucapku akhirnya, setelah terdiam beberapa saat.

*****

"aku juga mencintai kamu, Wisnu. Dan aku juga berharap, hubungan kita tidak akan pernah berakhir nantinya. Tapi apa kamu yakin, akan menghabiskan sepanjang hidupmu untuk bersama ku?" bang Agus berucap dengan sambil menatapku tajam. Ia seperti mengharapkan sebuah kejujuran dariku.

"aku yakin, bang. Bagi ku cinta adalah sesuatu yang sakral. Sesuatu yang tidak bisa di permainkan. Jika aku sudah jatuh cinta, maka pantang bagi ku untuk memupusnya walau dengan alasan apa pun. Sejak aku mengerti cinta, aku selalu menanamkan keyakinan pada hatiku, bahwa hanya ada satu cinta yang akan aku pelihara, dan tidak akan mencintai siapa pun lagi, kecuali kekasihku." ucapku membalas penuh keyakinan.

"tapi bukankah hubungan seperti ini akan penuh resiko, Wisnu. Akan banyak tantangan yang harus kita hadapi ke depannya, terutama dari keluarga dan orang-orang di sekitar kita." ujar bang Agus.

"iya. Aku tahu, bang. Dan aku siap menghadapi itu semua. Aku siap kehilangan apa pun, jika itu adalah pengorbanan yang harus aku lakukan, untuk bisa bersama orang yang aku cintai." balasku yakin.

"namun tidak ada satu tempat pun yang bisa menerima hubungan seperti hubungan kita ini, Wisnu. Biar bagaimana pun, pada akhirnya kita memang harus menjalankan hidup sesuai dengan takdir dan kodrat kita sebagai seorang laki-laki." ucap bang Agus.

"jika kita memang saling mencintai, bang. Aku rasa kita tidak butuh tempat yang bisa menerima hubungan kita. Namun kita tetap bisa bersama, karena cinta itu tumbuhnya di hati, bang. Cinta bukan sesuatu yang harus di umbar. Biarkan cinta kita tetap hanya menjadi rahasia. Biarkan hubungan kita, hanya kita berdua yang tahu dan bisa merasakannya." balasku lagi.

"dan lagi pula, menurutku, kita tak perlu mencemaskan masa depan yang belum tentu terjadi, bang. Labih baik kita nikmati saja saat ini. Kita nikmati saja setiap kesempatan yang ada." ucapku melanjutkan.

"iya. Kamu benar, Wisnu. Mungkin karena aku pernah merasakan sakitnya berpisah dengan orang yang aku cintai, membuatku menjadi sedikit berlebihan dalam hal ini. Aku hanya tidak ingin merasakan rasa sakit itu lagi, Wisnu. Tapi aku juga tidak ingin melewatkan kesempatan untuk bisa bersama orang yang aku cintai, yaitu kamu Wisnu." ucap bang Agus penuh perasaan.

Perlahan kami pun mendekat. Saling tatap. Lalu kemudian saling tersenyum penuh makna.

****

Sejak saat itu, aku dan bang Agus pun menjalin hubungan asmara. Hampir setiap malam, bang Agus selalu datang ke rumahku, bahkan ia pun sering menginap di tempat ku.

Aku merasa sangat bahagia dengan semua itu. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku bisa merasakan di cintai oleh orang yang aku cintai.

"aku bahagia, akhirnya bisa bersama kamu, Wisnu. Aku harap kamu tak akan pernah meninggalkan ku." bisik bang Agus suatu malam padaku.

"aku juga sangat bahagia, bang. Dan aku tidak akan pernah meninggalkan bang Agus, walau dengan alasan apa pun." balasku ikut berbisik.

Cinta adalah sesuatu yang indah, ia hanya bisa dirasakan oleh dua hati yang telah menyatu.

Bang Agus begitu tampan, dia sangat gagah. Dan aku sangat mencintainya.

Namun mungkinkah hubungan kami dapat bertahan selamanya?

Mungkinkah cowok gagah si penjual bakso keliling itu bisa aku miliki selamanya?

Atau mungkin pada akhirnya hubungan kami harus berakhir?

Simak kelanjutan kisah ini di channel ini ya, atau bisa langsung klik link nya di deskripsi video ini.

Terima kasih sudah menyimak video ini sampai selesai, semoga terhibur.

Sampai jumpa lagi di video selanjutnya, salam sayang selalu buat kalian semua muaach...

****

Part 3 (Pertemuan di sawah)

Hubungan ku dengan bang Agus terus berjalan dengan indah. Aku merasa sangat bahagia dengan semua itu.

Mencintai bang Agus adalah keindahan dan memilikinya adalah sebua anugerah bagi ku.

Berbulan-bulan bahkan hingga setahun lebih kami bersama. Hampir setiap malam kami menghabiskan waktu berdua, di rumah ku.

Bang Agus si penjual bakso keliling itu, sungguh mampu membuat ku terlena dengan cintanya yang  sempurna. Sesempurna lukisan maha karya keindaha dari raut wajahnya yang tampan, tubuhnya yang gagah dan atletis.

Aku begitu mengaguminya. Aku sangat mencintainya. Dan aku tidak ingin melepaskannya, walau dengan alasan apa pun.

Aku hanya berharap, semoga cinta kami tetap utuh selamanya.

Namun biar bagaimana pun, hubungan seperti hubungan kami ini, akan selalu banyak batu sandungan yang akan menghalanginya.

Akan banyak rintangan yang harus kami hadapi.

Lalu mungkinkah kami akan tetap bertahan dengan segala rintangan tersebut?

Mampukah kami tetap bersama mempertahankan cinta kami?

Simak kelanjutan kisah ku bersama cowok gagah si penjual bakso keliling selanjutnya ya..

Namun sebelumnya ... bla... bla...

*****

Bulan berganti, tahun pun berlalu, hingga sudah hampir dua tahun aku dan bang Agus menjalin hubungan asmara. Sebuah hubungan yang indah, meski hanya kami berdua yang tahu.

Kami menikmati setiap kebersamaan kami. Merajut kasih dengan penuh kemesraaan.

Dua tahun bukanlah waktu yang singkat untuk kami bisa bertahan selama itu. Selama dua tahun ini, hubungan kami baik-baik saja. Tanpa ada persoalan yang berarti.

Namun hubungan indah kami, pada akhirnya harus merasakan sebuah kepahitan.

Berawal dari bang Agus yang meminta izin padaku untuk pulang kampung selama beberapa hari.

"aku sudah lebih dari dua tahun tidak pulang kampung, Wisnu. Lagi pula aku mendapat kabar dari kampung, kalau ibu ku sedang sakit parah saat ini, jadi aku harus pulang sekarang juga." ucap bang Agus.

"iya, bang. Aku ngerti. Abang juga gak harus minta izin seperti pada ku. Asalkan bang Agus kembali lagi kesini untukku, aku rela melepaskan bang Agus untuk pulang." balasku sendu.

Sebenarnya aku merasa sangat berat harus berpisah dengan bang Agus, meski hanya untuk sementara. Aku sudah terlanjur biasa melewati malam bersamanya. Aku pasti akan sangat merindukannya.

"aku pasti akan sangat merindukanmu, Wisnu." ucap bang Agus, seakan bisa membaca pikiranku.

"aku juga, bang." balasku lirih.

"tapi ini hanya untuk sementara, Wisnu. Hanya beberapa hari. Aku pasti akan kembali lagi kesini untukmu, Wisnu." ucap bang Agus parau.

"iya, bang. Aku juga pasti akan menunggu bang Agus di sini." balasku.

Beberapa saat kemudian, kami pun saling mendekat. Aku mendekap tubuh kekar bang Agus. Aku mendekapnya erat, seakan tak ingin melepaskannya.

Mungkin beberapa malam ke depan, bang Agus tak ada lagi disini. Aku pasti akan merasa kesepian. Karena itu, malam ini, aku tak ingin melewatkannya begitu saja. Aku ingin menghabiskan malam ini hanya berdua bersama bang Agus.

Menikmati setiap detik kebersamaan kami. Keindahan raga bang Agus, bagai sebuah ukiran maha karya yang sempurna. Setiap centinya. Setiap hembusan napasnya.\

Aku terlena dalam cinta yang begitu sempurna. Aku terbuai dalam lautan keindahan penuh warna.

Hingga pagi pun datang, meninggalkan kelamnya malam.

Dan aku merasa berat saat akhirnya aku harus melepas bang Agus untuk pergi meninggalkan ku pagi itu.

Entah mengapa aku merasa kalau kepergian bang Agus kali ini, akan terasa sangat lama bagiku.

Bahkan mungkin kami tidak akan pernah bertemu lagi.

****

Seminggu bang Agus pergi. Dia belum juga kembali.

Meski dia masih rutin memberi aku kabar melalui ponselnya. Dia mengabarkan kalau dia belum bisa pulang, karena penyakit ibunya semakian parah.

Aku mencoba bersabar menunggunya. Mencoba menjalani hari-hari sepi ku, tanpa bang Agus.

Namun hingga hampir sebulan, tiba-tiba aku kehilangan kontak dengannya. Nomor bang Agus tidak bisa aku hubungi lagi.

Aku merasa cemas, takut dan bimbang. Entah apa yang terjadi dengan bang Agus di kampung halamannya.

Mungkinkah dia baik-baik saja? bathin ku penuh tanya.

Dua bulan, tiga bulan dan hampir setengah tahun berlalu. Aku benar-benar kehilangan kabar dari bang Agus. Aku benar-benar telah kehilangan dia.

Karena penasaran, aku pun nekat untuk mendatangi desa bang Agus.

Dan setelah menempuh perjalanan hampir dua puluh empat jam naik motor, aku pun sampai di desa bang Agus.

Aku bertanya kepada beberapa orang yang aku temui di jalan, untuk mengetahui di mana rumah bang Agus.

Hingga akhirnya aku bisa sampai di rumahnya.

"cari siapa?" tanya seorang wanita muda menyambut kedatangan ku di rumahnya.

"maaf, apa benar ini rumah bang Agus?" tanyaku ragu.

"iya, benar. Kamu siapa? Dan ada perlu apa dengan bang Agus?" tanya wanita itu lagi.

"saya... saya teman bang Agus ketika di kota dulu. Apa bang Agus ada di rumah?" balasku bertanya.

"oh.." wanita itu membulatkan bibir. "bang Agus sedang berada di sawah sekarang. Jika kamu gak keberatan kamu bisa nunggu di rumah." lanjut wanita itu.

"kira-kira bang Agus masih lama pulangnya?" tanyaku lagi.

"biasanya sih sore. Tapi kalau kamu mau, kamu bisa susul dia ke sawah. Letaknya gak jauh kok dari sini, hanya sekitar satu kilo lagi." balas wanita itu.

"iya, gak apa-apa. Saya susul dia aja." ucapku kemudian memutuskan.

"tapi maaf, kalau boleh tahu, mbak ini siapa nya bang Agus?" lanjutku bertanya.

"saya istrinya. Kami baru menikah sekitar dua bulan yang lalu. Mungkin bang Agus belum cerita sama kamu." jelas wanita yang berparas cukup cantik itu.

Aku bagai mendengar suara petir siang itu. Sungguh tidak aku sangka kalau bang Agus telah menikah diam-diam, tanpa memberitahuku.

Dengan perasaan terluka aku pun pamit pada wanita itu.

Ingin rasanya saat itu aku menangis. Ingin rasanya aku segera kembali ke kota. Aku tak ingin menemui bang Agus lagi. Tapi aku butuh penjelasan.

Untuk itu, aku menuju sawah tempat bang Agus bekerja.

Sesampai di sana, bang Agus pun menyambutku dengan wajah penuh keterkejutan.

Aku yakin, dia tak menyangka kalau aku akan sampai ke kampungnya.

"Wisnu?" ucapnya, "kenapa kamu bisa sampai kesini?" tanyanya.

"itu gak penting, bang. Yang penting sekarang bang Agus harus menjelaskan semuanya padaku." ucapku dengan nada lemah.

"apa yang harus aku jelaskan, Wisnu?" tanya bang Agus.

"bang Agus gak usah pura-pura lagi. Aku sudah tahu kalau bang Agus sudah menikah." ucapku.

"aku tak masalah sebenarnya, kalau bang Agus menikah. Tapi kenapa bang Agus tak menceritakannya padaku. Bahkan bang Agus sengaja tak pernah menghubungiku, berbulan-bulan. Aku menunggu bang Agus dengan penuh harap, bang. Tapi kenyataannya bang Agus tak pernah kembali."

"dan saat aku nekat datang kesini, aku justru mendapatkan kabar yang sangat menyakitkan. Kenapa bang Agus setega itu padaku? Padahal bang Agus sendiri tahu, betapa aku sangat mencintai bang Agus. Dan bang Agus sendiri juga sudah berjanji, kalau abang pasti akan kembali untuk ku lagi." ucapku lagi dengan nada pilu.

"maafkan aku, Wisnu. Aku tak berdaya dengan semua ini. Aku terpaksa menikah dengan gadis pilihan orangtua ku. Itu merupakan permintaan terakhir dari ibuku, sebelum akhirnya beliau meninggal." ucap bang Agus membalas.

"tapi setidaknya abang bisa memberi aku kabar, bang. Bukan malah menghilang seperti ini." ucapku.

"aku takut memberi kabar padamu, Wisnu. Aku takut kamu kecewa." balas bang Agus.

"lalu apa abang pikir dengan begini, aku tidak kecewa?" tanya ku sedikit sengit.

"maaf, Wisnu. Aku tak berpikir kalau kamu akan nekat datang kesini. Aku pikir, kamu pasti akan bisa melupakanku, beriring berjalannya waktu." balas bang Agus.

"aku tak akan pernah bisa melupakan bang Agus. Sekali pun saat ini aku tahu, kalau bang Agus sudah menikah." ucap ku lugas.

"tapi kita sudah tidak mungkin bersama lagi, Wisnu. Maafkan aku untuk semua itu. Lebih baik kalau kita saling melupakan.." ucap bang Agus dengan nada lemah.

"andai saja bang Agus jujur dari awal padaku, aku mungkin tidak perlu sampai kesini, bang. Abang bisa saja menjelaskan semuanya padaku melalui handphone." ucapku berat.

Aku benar-benar tidak tahu, apa yang aku rasakan saat ini. Sakit, kecewa, marah, benci dan berbagai perasaan berkecamuk di dalam hatiku.

Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa saat ini. Aku hanya bisa menerima semuanya dengan lapang dada.

"sekali lagi aku minta maaf, Wisnu. Aku minta maaf untuk semuanya..." bang Agus berucap pelan.

"kamu boleh marah padaku, Wisnu. Kamu boleh membenciku. Tapi aku hanya manusia biasa, Wisnu. Aku juga tak berdaya menghadapi ini semua." lanjutnya.

Aku tidak tahu, apa aku harus marah pada bang Agus? Atau aku harus membencinya?

Semua tanya itu tak pernah bisa aku jawab.

Aku dan bang Agus memang saling mencintai. Tapi takdir dan kodrat, tidak akan pernah membiarkan kami menyatu.

Pada akhirnya aku hanya bisa merelakan. Merelakan orang yang aku cintai hidup bersama orang lain. Dan itu adalah tingkat tertinggi dari mencintai.

Aku pun pergi meninggalkan bang Agus, tanpa mengucapkan sepatah kata lagi. Aku ingin segera kembali ke kota. Aku ingin melanjutkah hidupku lagi, meski tanpa bang Agus.

Bang Agus hanyalah serpihan dari kisah masa lalu ku. Dia hanya tinggal kenangan sekarang. Dan aku harus bisa melupakannya.

Setidaknya aku pernah merasakan bagaimana rasanya di cintai oleh orang yang aku cintai. Setidaknya aku pernah hidup bersama orang yang aku cintai.

Bang Agus, si penjual bakso keliling itu, akan tetap menjadi salah satu cerita termanis dalam perjalanan hidupku.

Demikian kisahku bersama cowok gagah si penjual bakso keliling, semoga terhibur.

Sampai jumpa lagi di video-video berikutnya, salam sayang selalu buat kalian semua muaaachhh..

****

Abang penjual gorengan

Namanya mas Tejo. Dia adalah seorang penjual gorengan di persimpangan jalan di perumahan tempat aku tinggal. Kebetulan rumah ku berada tepat di persimpangan tersebut. Dan mas Tejo berjualan gorengan tepatnya di jalan samping rumahku.

Yang artinya, aku bisa melihat mas Tejo dari jendela rumahku setiap harinya.

Awalnya aku menganggap itu hanyalah hal biasa, aku tidak terlalu memperhatikan mas Tejo. Namun lama kelamaan, aku jadi terkesan dengan mas Tejo.

Aku sudah menikah. Aku menikah sekitar tiga tahun yang lalu. Tahun pertama dan kedua, aku masih tinggal bersama mertua ku. Namun pada tahun ketiga, aku dan suami ku sepakat untuk mencari rumah kontrakan.

Kami pun akhirnya pindah ke rumah kontrakan itu sekitar setahun yang lalu. Kami pindah, karena kami ingin mencoba hidup mandiri, selain itu, rumah mertua ku sebenarnya tidak terlalu besar. Di tambah pula, suami ku masih punya dua orang adik laki-laki, yang masih tinggal bersama orangtuanya.

Sejak kami pindah ke sini, mas Tejo sudah berjualan di situ. Aku juga gak tahu, entah sejak kapan ia berjualan gorengan di situ.

Suami ku adalah seorang perawat di sebuah rumah sakit swasta. Jadwal kerjanya yang tak menentu membuat ia jadi jarang di rumah.

Kadang ia kerja lembur sampai larut malam, kadang ia kerja siang. Dan bahkan kadang ia juga masuk kerja malam hingga pagi.

Hal itu sebenarnya cukup membuat aku merasa kesepian, apa lagi pernikahan kami sampai saat ini masih belum di karuniai anak.

Aku tidak bekerja. Aku hanya seorang ibu rumah tangga biasa. Dan hal itu juga membuat aku semakin sering merasa kesepian, karena tidak punya banyak kesibukan di rumah.

Namun aku berusaha untuk tetap menjalankan kehidupan ku sebagai seorang istri.

Untuk mengisi kekosongan ku, aku jadi sering berada di dekat mas Tejo yang berjualan gorengan tersebut. Setidaknya hampir setiap sore aku berada di sana, sekedar makan gorengan atau sekedar ngobrol dengan mas Tejo.

Karena sudah sering ngobrol bersama mas Tejo, kami pun menjadi akrab.

Mas Tejo ternyata masih lajang, meski pun usianya sudah 28 tahun, dua tahun lebih tua dari ku.

Mas Tejo memiliki wajah yang tampan. Hidungnya sedikit mencung, pipinya tirus dengan rahangnya yang kokoh. Postur tubuhnya juga cukup atletis.

"kenapa belum nikah?" tanya ku suatu sore pada mas Tejo.

"hmm... gak tahu. Mungkin belum ketemu jodoh kali ya. Dan lagi pula, sulit menemukan wanita yang bisa menerima aku apa adanya. Aku kan hanya penjual gorengan." balas mas Tejo.

"gak ada yang salah dengan jual gorengan mas Tejo. Ini kan pekerjaan halal. Dan lagi pula mas Tejo juga tampan dan cukup menarik secara fisik. Kalau saja aku belum nikah, aku pasti mau sama mas Tejo." ucapku dengan nada bercanda, dan memang berniat hanya sekedar bercanda.

Tapi hal itu, justru membuat mas Tejo semakin berani mendekati ku. Ia juga jadi sering memuji ku. Dan bahkan mas Tejo jadi sering menumpang buang air di rumahku, terutama saat suami ku tidak sedang di rumah.

Hingga pada suatu malam. Saat itu suami ku sudah berangkat kerja, karena dia dapat giliran kerja malam, dan kemungkinannya ia akan pulang pagi. Hal itu sebenarnya sudah biasa bagiku.

Malam itu, itu tiba-tiba mas Tejo datang ke rumahku, seperti biasa ia beralasan untuk buang air besar.

"gorengannya sudah habis, mas?" tanyaku berbasa-basi, ketika mas Tejo sudah keluar dari kamar mandi.

"udah." jawab mas Tejo singkat.

"kamu sendirian lagi malam ini?" tanya mas Tejo melanjutkan.

Aku hanya mengangguk ringan. Mas Tejo memang sudah tahu, kalau aku sering tidur sendirian di rumah.

"apa kamu gak merasa kesepian? Hampir setiap malam tidur sendirian, apa lagi kalian belum punya anak." mas Tejo bertanya lagi.

"kesepian juga sih mas. Tapi aku memang harus menjalani ini." jawabku apa adanya.

Saat itu, tiba-tiba saja, mas Tejo melangkah mendekati ku.

"mas Tejo mau apa?" tanya ku sedikit kaget.

"kamu cantik sekali, Lisa. Kamu juga sangat seksi. Aku suka sama kamu." ucap mas Tejo lugas.

"tapi aku ini istri orang loh mas." balasku bergetar.

"aku tahu Lisa. Tapi aku tak bisa membohongi perasaanku sendiri, kalau aku memang menyukai kamu." ucap mas Tejo lagi.

"aku tahu, kalau kamu sering memperhatikanku dari jendela rumah ini. Aku tahu, kalau kamu juga punya perasaan padaku. Jadi kenapa kamu tidak membuka saja hatimu untukku." lanjutnya.

Aku terdiam. Aku memang sering memperhatikan mas Tejo dari jendelan rumahku. Selain karena aku tidak punya banyak kesibukan, aku juga suka melihat mas Tejo yang begitu ramah melayani pembeli.

Aku tak menyangka kalau mas Tejo juga menyadari hal itu, dan itu membuatku jadi sedikit tersipu.

Selanjutnya mas Tejo masih terus berusaha untuk mendekati ku. Ia terus berusaha mengeluarkan kalimat-kalimat pujian dan rayuannya.

Semakin lama aku semakin terlena dengan segala rayuan mas Tejo. Apa lagi aku memang sering merasa kesepian. Suami ku jarang berada di rumah, dan jika pun ia berada di rumah, ia lebih banyak tidur dan beristirahat, karena kecapean pulang kerja.

Usaha mas Tejo untuk membujukku cukup gigih. Aku semakin terbuai dengan kalimat-kalimat manis yang ia ucapkan padaku.

"kamu sangat cantik, Lisa. Setiap malam aku selalu memikirkanmu. Aku tak bisa melupakanmu.." bisik mas Tejo di sela-sela usahanya untuk mendapatkan ku.

"aku... aku... takut mas.." suara ku terbata.

"kamu tidak usah takut Lisa. Aku benar-benar mencintaimu. Jika kamu mau, aku tak akan pernah meninggalkanmu Lisa." ucap mas Tejo lagi.

Dan kalimat demi kalimat itu, telah membuat aku lupa. Aku lupa akan diri ku yang adalah seorang istri. Aku lupa akan hal itu. Aku benar-benar jadi lupa diri.

Mas Tejo terlalu menarik untuk di hindari. Mas Tejo sangat mempesona. Dan aku yang kesepian selama ini, tiba-tiba saja seakan mendapatkan tempat untuk mencurahkan semua itu.

Hingga akhirnya aku hanya bsa psrah. Aku biarkan mas Tejo terus mendekti ku.

Pelan namun pasti, hal itu akhirnya terjadi. Aku tak kuasa menolaknya. Aku tak bisa menolak pesona indah mas Tejo.

Dia begitu tampan dan gagah. Dia terlihat sempurna di mata ku malam itu.

Dan semuanya pun terjadi. Yang membuat aku mersakan suatu keindhan yg luar bias mlam itu.

Keindhan yg elum prnah aku rsakan saat bersma suami ku.

Mas Tejo mmang luar biasa. Dia begitu hbat. Aku jdi kewlahan dibuatny.

Tapi aku sngguh mnikamti semua itu. Aku blum prnah mersakan hal itu dgn suamiku.

Selama ini, suamiku hnya mlakukan tugasnya, ia tidak benar-benar ingin mmbuatku pwuass.

Namun mas Tejo, mampu melakukan hal itu dengan baik.

Dan aku terkesan dengan semua itu.

Hingga tak sadar, aku pun memintanya lagi, lagi dan lagi.

****

Hari-hari selanjutnya, mas Tejo semakin sering mendatangi rumahku. Dia sudah hafal, kapan suami ku tidak sedang berada di rumah.

Dan aku menyukai hal tersebut. Itu bagai sebuah petualangan bagiku.

Hubungan trlarang itu meang terasa indah. Kami selalu memanfaatkan setiap kesempatan yang ada.

Kami benar-benar terbuai dengan cinta rterlrang kami.

Namun itu semua tidak berlangsung lama.

Pada akhirnya, suami ku pun mengetahui hubngan kami. Suami ku memrgoki kami sdang brdua di dlmkmar, pada suatu malam.

Keributan pun terjadi. Suami ku bahkan hampir membnuh mas Tejo, kalau saja tidak ada warga yang datang untuk melerainya.

Kejadian tragis malam itu, telah mengakhiri segalanya.

Kejadian itu telah mengakhiri pernikahan ku dengan suami ku. Kejadian itu telah mengakhiri hubungan trlarangku bersma mas Tejo.

Sejak kejadian malam itu, mas Tejo pun menghilang. Suami ku pun kembali ke rumah orangtuanya. Sedangkan aku dengan sangat terpaksa harus kembali ke kampung halamanku.

Aku tidak tahu apa yang aku rasakan sebenarnya.

Entah menyesal, marah, kecewa dan entah perasaan apa yang aku rasakan saat ini. Namun yang pasti semua kejadian itu, telah memberi banyak pengajaran berharga bagiku.

Aku akan tetap melanjutkan hidupku. Dan aku berjanji untuk tidak lagi melakukan kesalahan yang sama di kemudian hari.

Setiap orang punya masa lalu, setiap orang pasti pernah berbuat salah. Namun yang terpenting dari semua itu adalah bahwa kita menyadari kesalahan tersebut dan berjanji untuk tidak lagi mengulanginya.

***

Suami kakak ipar ku yang gagah

Nama ku Roy (bukan nama sebenarnya).

Dan ini adalah kisah ku.

Kisah ku bersama suami kakak ipar ku yang tampan dan gagah.

Seperti apakah kisah ku ini terjadi?

Silahkan simak kisah ini dari awal sampai akhir ya..

Namun sebelumnya bla..bla..

****

Sebagai seorang anak bungsu dan merupakan anak laki-laki satu-satunya dari kami empat bersaudara, aku memang sedikit di manja oleh orang tua ku.

Aku tumbuh dalam asuhan seorang ibu dan tiga orang kakak perempuan.

Sementara ayah ku sudah meninggal pada saat aku masih berusia empat tahun.

Tumbuh dan besar tanpa kasih sayang dan perhatian dari seorang ayah, membuatku jadi sering merindukan sosok seorang laki-laki dewasa.

Aku tak punya figur panutan seorang laki-laki dalam hidup ku. Setiap hari aku hanya berkumpul dengan ibu dan kakak-kakak perempuan ku.

Aku besar dan tumbuh dengan tetap merindukan sosok seorang ayah. Aku selalu penasaran, seperti apa rasanya dekapan hangat seorang ayah.

Dan semua itu ternyata membuat aku selalu merasa kagumk kepada laki-laki dewasa yang aku temui dalam perjalanan hidupku.

Mulai dari rasa kagum ku kepada seorang guru olahraga ku, ketika aku SMP. Dia seorang laki-laki dewasa yang sudah berkeluarga waktu itu. Hal itu terus berkembang menjadi sebuah rasa ketertarikan. Dan untuk pertama kalinya aku mernyadari, kalau aku telah jatuh cinta kepada guru olah raga ku itu.

Cinta pertama ku. Karena aku tidak punya sosok laki-laki lain dalam hidup ku, untuk aku jadikan panutan. Dan guru olah raga ku itulah yang menjadi sosok imajinasi ku mengiringi pertumbuhan ku dari seorang anak-anak menjadi seorang remaja.

Menyadari bahwa hal itu adalah sebuah kesalahan, aku pun hanya bisa memendamnya. Aku hanya bisa menjadi kan guru olahraga ku itu, sebagai sosok kekasih dalam khayalan ku.

Dan waktu pun terus bergulir. Aku lulus dari SMP, dan perlahan rasa cinta ku kepada guru olahraga ku itu, pun memudar. Karena aku tidak punya harapan sedikit pun, untuk bisa memilikinya.

Saat SMA, aku pun jatuh cinta kepada salah seorang kakak kelas ku. Seorang laki-laki. Gagah dan tampan. Namun sekali lagi, aku hanya bisa memendamnya.

Mengaguminya dalam diam, menjadikan sosok kekasih dalam dunia khayal ku. Hingga aku lulus SMA.

Ketika aku memasuki perguruan tinggi, aku pun sekali lagi, harus jatuh cinta kepada salah seorang dosen ku. Tapi tetap saja, itu hanya cinta yang tak pernah terucap.

Kadang aku membenci semua itu. Aku membenci diri ku yang itu.

Aku tak pernah meminta untuk dilahirkan sebagai seorang laki-laki yang punya ketertarikan kepada sesama jenis. Tidak pernah.

Namun aku juga tidak melawan itu semua. Semua rasa itu tumbuh begitu saja. Tanpa pernah aku rencanakan, tanpa pernah aku inginkan dan tanpa pernah bisa aku cegah.

Sebagai seorang laki-laki, aku tetap berusaha menjalani kehidupan ku sebagaimana seorang laki-laki pada umumnya.

Aku pacaran dengan perempuan, meski pun aku justru mencintai laki-laki.

Aku menjalin hubungan dengan perempuan, hanya untuk menutupi bagian dari diri ku yang menyukai laki-laki.

Aku pacaran dengan perempuan, bukan karena aku menyukainya, tapi karena itu adalah tuntutan kenyataan yang tak bisa aku hindari.

Bahkan akhirnya, ketika sudah lulus kuliah dan mendapatkan pekerjaan sebagai seorang karyawan di sebuah bank swasta, aku pun memutuskan untuk menikah.

Sekali lagi, aku menikah bukan karena aku mencintai istriku, tapi karena aku butuh status dan juga karena aku ingin mengubur dalam-dalam bagian dari diriku yang menyukai laki-laki.

Mulanya semua berjalan dengan baik. Aku dan istriku, Lena, hidup dengan bahagia.

Meski setelah menikah selama hampir dua tahun, kami belum juga memiliki anak.

****

Istriku, Lena, punya seorang kakak perempuan, bernama Leni. Mereka dua saudara, hanya beda dua tahun.

Leni, kakak istriku itu, punya seorang suami dan juga sudah punya dua orang anak.

Suami kak Leni, yang bernama mas Jamal itu, hanyalah seorang buruh di sebuah pabrik, sedangkan kak Leni sendiri hanya seorang ibu rumah tangga biasa. Kehidupan mereka secara ekonomi memang masih belum mapan.

Mereka masih tinggal di sebuah rumah kontrakan. Namun keluarga mereka terlihat bahagia.

Orangtua istriku sudah lama meninggal. Dan itu merupakan salah satu alasan ku, untuk menikahi Lena, istri ku itu. Aku merasa kasihan melihat kehidupan mereka.

Setelah orangtuanya meninggal, Lena tinggal bersama kakaknya di rumah kontrakan itu.

Dan setelah menikah dengan ku, Lena pun tinggal bersama ku, di rumah yang aku beli atas usaha ku selama bertahun-tahun.

Saat ini, aku sudah berusia 28 tahun, sedangkan Lena sudah berusia 25 tahun. Sementara kak Leni, kakak istriku itu sudah berusia 27 tahun. Dan suaminya, mas Jamal, sudah berusia 30 tahun.

Kak Leni dan mas Jamal sudah menikah selama hampir enam tahun. Dan anak pertama mereka saat ini sudah berusia lima tahun, sedangkan anak kedua mereka baru berusia satu tahun.

Aku dan keluarga kak Leni memang sudah cukup dekat. Apa lagi pernikahan kami yang belum di karuniai anak, membuat aku dan istriku jadi sering mengunjungi keluarga kak Leni dan mas Jamal.

Mas Jamal adalah sosok laki-laki yang baik, tampan dan juga berpostur tubuh yang gagah.

Sejak awal mengenal mas Jamal, aku memang sudah mengaguminya. Namun aku tidak terlalu memikirkan hal tersebut. Aku lebih berfokus pada istri ku.

Tapi lama kelamaan, perasaan kagum itu kian tumbuh semakin besar di hatiku. Aku jadi sering mengkhayalkan sosok mas Jamal. Aku jadi sering memikirkannya.

Kerinduanku akan sosok seorang laki-laki muncul kembali. Bagian dari diriku yang telah berusaha aku kubur itu, kini seakan memberontak untuk keluar.

Aku tak mampu lagi melawannya. Aku biarkan rasa itu berkembang di hati ku. Aku nikmati indahnya jatuh cinta lagi.

Dan dari situlah semuanya berawal.

****

Karena sudah terlanjur jatuh cinta kepada mas Jamal, aku jadi semakin sering mengunjungi keluarga mereka, dengan bahkan tanpa istri ku.

Berbagai alasan yang aku berikan, untuk bisa sekedar melihat mas Jamal.

Menatap senyumnya yang manis, wajahnya yang tampan dan tubuhnya yang gagah.

Mas Jamal benar-benar sosok laki-laki sempurna. Dan aku semakin tergila-gila padanya.

Hingga pada suatu kesempatan. Aku akhirnya bisa berbicara berdua bersama mas Jamal.

Sore itu, aku sengaja datang ke rumahnya. Saat aku tahu, kalau kak Leni dan anak-anaknya sedang berada di rumah ku bersama istriku.

"gimana kabarnya, mas?" tanya ku mengawali pembicaraan kami, sekedar berbasa-basi.

"yah, beginilah, Roy. Hidup sebagai seorang buruh, sering merasa capek. Tapi harus tetap dinikmati kan?" balas mas Jamal.

"iya, mas. Bukankah setiap pekerjaan itu, selalu ada enak dan tidak enaknya." ucap ku sok bijak.

Mas Jamal hanya mengangguk ringan. Entah ia setuju atau tidak dengan pendapat ku tersebut.

"tapi ngomong-ngomong, bukannya istri dan anak-anak ku ada di rumah mu? Tapi kamu kok malah kesini?" tanya mas Jamal tiba-tiba.

"aku kesini justru mau bertemu sama mas Jamal.." jawabku spontan.

"bertemu saya? Ada apa?" mas Jamal mengerutkan kening.

"gak ada apa-apa sih, mas. Cuma mau ngobrol berdua aja sama mas Jamal." jawabku berusaha sesantai mungkin.

"kamu mau ngobrol tentang apa?" tanya mas Jamal lagi.

"tentang apa aja, mas. Yang penting aku bisa bersama mas Jamal malam ini.." balas ku.

"maksud kamu?" tanya mas Jamal terlihat sedikit bingung.

"bukan apa-apa, mas. Aku hanya asal ngomong. Lupakan saja.." balas ku ragu.

"kamu kalau mau ngomong sesuatu ngomong aja, Roy. Gak usah pake teka-teki seperti itu. Aku gak paham.." timpal mas Jamal.

"belum saatnya aku untuk ngomong, mas. Aku masih takut." balas ku lemah.

"kalau begitu, untuk apa kamu ke sini?" tanya mas Jamal, "atau kamu ingin cerita tentang pernikahan kalian yang belum mempunyai anak itu?" lanjutnya bertanya.

"bukan itu juga sih, mas. Itu tidak terlalu aku pikirkan saat ini." pungkas ku cepat.

"lalu apa yang kamu pikirkan saat ini?" tanya mas Jamal lagi.

"kamu, mas." jawabku repleks tanpa sadar.

"maksud kamu?" tanya mas Jamal terlihat bingung lagi.

Aku menarik napas berkali-kali. Aku memang sudah bertekad untuk mengatakan semuanya kepada mas Jamal. Tak peduli apa pun resikonya. Tak peduli apa pun penilaian mas Jamal pada ku nantinya.

Selama ini aku selalu jatuh cinta pada laki-laki, dan aku selalu tidak pernah berani untuk mengungkapkannya.

Namun kali ini, aku ingin mengungkapkannya. Setidaknya sekali dalam hidupku, aku bisa lebih jujur tentang perasaanku.

"aku pengen ngomong sama mas Jamal. Tapi mas Jamal harus janji, untuk tidak marah padaku." ucapku akhirnya.

"selama ini, kamu sudah sangat banyak membantu keluarga ku, Roy. Jadi aku rasa aku tidak punya alasan untuk marah sama kamu." balas mas Jamal.

Aku memang selalu membantu keluarga mas Jamal, terutama soal keuangan. Bahkan hingga saat ini, mas Jamal masih punya hutang padaku. Ia meminjam uang padaku, pada saat istrinya melahirkan anak kedua mereka.

"tapi apa yang ingin aku katakan ini, agak sedikit sensitif, mas." ujarku pelan.

"kamu katakan saja, Roy. Aku janji gak bakal marah." timpal mas Jamal.

"sebenarnya... sebenarnya... sudah sejak lama aku menaruh hati pada mas Jamal." ucapku akhirnya dengan sedikit terbata.

Mas Jamal menatapku, ia seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja aku ucapkan.

"maksud kamu? Kamu ini seorang penyuka sesama jenis?" tanya mas Jamal dengan nada ragu.

"boleh di bilang begitu, mas. Tapi seumur hidup aku belum pernah pacaran dengan laki-laki. Aku hanya sekedar jatuh cinta dan hanya bisa memendamnya." jelas ku cepat.

"berarti kamu tidak mencintai Lena, istrimu itu? Lalu mengapa kamu menikahinya?" tanya mas Jamal beruntun.

"itu gak penting, mas. Yang penting saat ini, aku kembali merasakan jatuh cinta sejak mengenal mas Jamal. Meski pun selama ini aku tidak pernah berani untuk mengungkapkan perasaan ku kepada setiap laki-laki yang membuat aku jatuh cinta, tapi kali ini aku harus mengungkapkannya, mas. Aku tidak mau lagi terjebak dalam cinta yang tak pernah terucap." balas ku penjang lebar.

"meski pun resikonya mungkin mas Jamal akan membenci ku atau bahkan merendahkan ku.." lanjutku lagi.

"aku tidak akan membenci mu, Roy. Atau pun merendahkan mu. Hanya saja untuk selanjutnya, kami gak usah datang lagi ke sini.." ucap mas Jamal sedikit tegas.

Aku menghempaskan napas. Aku tahu ini bakal terjadi, tapi tetap saja aku merasa tidak siap menerimanya.

Lalu apakah yang terjadi selanjutnya?

Mungkinkah aku masih punya kesempatan untuk mendapatkan mas Jamal?

Simak kelanjutan kisah ini di channel ini ya.. atau bisa langsung klik linknya di deskripsi video ini.

Terima kasih sudah menonton video ini sampai selesai, semoga terhibur.

Sampai jumpa lagi di video berikutnya, salam sayang untuk kalian semua.. muaachhh..

****

Part 2 

Aku menghempas berat berkali-kali, berusaha mengusir bayangan yang terus melintas di benakku.

Aku memejamkan mata, namun bayangan itu terus menghantuiku.

Aku tak bisa melupakan kejadian sore itu bersama mas Jamal. Kejadian yang ingin aku hapus dari ingatanku.

Entah apa yang merasuki ku, sampai aku begitu nekatnya untuk berbicara jujur kepada mas Jamal tentang perasaanku padanya.

Yang membuat mas Jamal akhirnya menjauhi ku. Ia selalu menghindari ku. Setiap kali aku datang ke rumahnya, ia selalu pergi dengan berbagai alasan.

Lalu mungkinkah aku bisa mendapatkan mas Jamal?

Mungkinkah aku bisa memilikinya, sementara ia sudah terlanjur tidak menyukai ku?

Bagaimanakah kelanjutan kisah ku ini?

Silahkan simak video ini sampai selesai ya..

Namun sebelumnya bla.. bla...

*****

"kak Leni mau pinjam uang, mas. Ia butuh untuk biaya berobat anaknya..." suara istriku berat.

"pinjam uang lagi?" tanyaku, "bukankah hutangnya yang dulu belum terbayar?" lanjutku.

"iya, mas. Aku tahu. Tapi kasihan kak Leni loh, mas. Kasihan anaknya juga." ucap istri ku lagi.

"kan ia punya suami, Lena. Mas Jamal kan juga punya kerja. Masa' iya mereka gak punya uang sedikit pun?" ucapku lugas.

"gaji mas Jamal sebagai buruh pabrik itu tidak seberapa, mas. Untuk makan aja mereka masih kekurangan." jelas istriku.

"tapi gak selamanya juga kan, Lena. Mereka menggantung hidup kepada kita. Kita juga punya kebutuhan." balasku.

"iya, mas. Aku ngerti. Tapi bantulah mereka sekali ini lagi, mas.." suara istri ku lemah.

Aku diam. Berpikir.

Mas Jamal selalu menghindariku akhir-akhir ini. Dan sekarang tiba-tiba saja ia ingin meminjam uang padaku. Aku tidak bisa terima. Hidup ini harus adil. Dan aku punya cara agar hal ini terasa adil bagiku.

"aku akan pinjamkan uang kepada mereka. Tapi harus mas Jamal sendiri yang datang menemui ku." ucapku akhirnya dengan nada tegas.

"kenapa harus seperti itu, mas?" tanya istriku.

"udah. Kamu gak usah banyak tanya. Lebih baik sampaikan saja hal ini pada mas Jamal. Kalau mereka memang mau mendapatkan pinjaman dariku lagi." balasku masih dengan nada tegas.

Istriku pun tidak berkata apa-apa lagi. Dan aku tersenyum penuh kemenangan.

*****

Mas Jamal akhirnya menemui ku. Sendiri. Di rumahku.

Istriku dan kak Leni, istrinya mas Jamal, sedang berada di rumah sakit menjaga anaknya yang sedang sakit.

"langsung aja ya, mas Jamal. Aku akan meminjamkan uang kepada mas Jamal sebanyak apa pun yang mas Jamal butuhkan. Tapi dengan syarat, mas Jamal harus memenuhi keinginanku." ucapku berusaha setegas mungkin.

"apa yang kamu inginkan dari ku, Roy?" tanya mas Jamal.

"mas Jamal tahu persis apa yang aku inginkan dari mas Jamal." ucapku tegas lagi.

"tapi aku gak bis, Roy. Aku gak mungkin memenuhi keinginanmu yang itu. Kamu boleh minta apa saja dari ku, Roy. Tapi jangan yang itu." suara mas Jamal memelas.

"maaf, mas Jamal. Aku tidak punya keinginan lain pada mas Jamal. Aku hanya menginginkan mas Jamal. Dan jangan harap aku akan meminjamkan uang kepada mas Jamal, kalau mas Jamal masih menolak." ucapku lagi.

Kali ini mas Jamal terdiam. Ia terlihat sedang berpikir keras.

"oke. Aku mau. Tapi aku juga punya syarat.." ucap mas Jamal akhirnya.

"apa syaratnya?" tanyaku.

"aku ingin semua hutangku sama kamu selama ini lunas. Dan uang yang akan aku terima nantinya bukan lagi sebagai hutang, tapi itu adalah upah untuk aku karena telah memenuhi keinginan mu." ucap mas Jamal tegas.

"hutang mas Jamal padaku cukup banyak. Dan uang yang mas Jamal butuhkan saat ini juga cukup banyak. Aku rasa itu tidak cukup adil bagiku." timpalku.

"kecuali... kalau mas Jamal bersedia menjadi kekasihku selamanya.." lanjutku.

"aku akan penuhi semua keinginan kamu, Roy. Aku akan lakukan apa pun yang kamu inginkan dariku. Sampai kapan pun, sampai kamu merasa bosan." balas mas Jamal yakin.

"dan aku rasa itu cukup adil bagi kita berdua.." lanjutnya.

Aku terdiam. Berpikir keras.

Aku memang sangat mencintai mas Jamal. Dan aku sangat menginginkannya. Aku juga ingin merasakan hal tersebut bersama laki-laki yang aku cintai.

Aku belum pernah merasakannya dengan laki-laki, dan itu membuat aku penasaran.

Jika dengan mengorbankan sedikit uang, untuk aku bisa merasakan hal tersebut, aku rasa tidak ada salahnya.

Meski pun sebenarnya itu bukanlah hal yang aku inginkan. Karena yang aku inginkan adalah mas Jamal menerima ku, atas dasar suka sama suka. Bukan karena terpaksa atau di bayar.

Tapi aku sudah terlanjut jatuh cinta padanya. Mas Jamal juga sudah terlanjur mengetahui semua tentang diriku yang sebenarnya. Jadi lebih baik aku terima saja tawaran mas Jamal.

Dan aku berharap, suatu saat nanti mas Jamal bisa membuka hatinya untukku.

****

"uang sudah aku transfer.." ucapku, setelah aku mentransfer sejumlah uang ke rekening mas Jamal melalui internet banking di hp android ku.

"silahkan hubungi istri mas Jamal, untuk memastikannya." lanjut ku lagi.

"oke. Aku percaya sama kamu. Aku sudah kirim kan pesan pada istriku, untuk segera melakukan pembayaran ke rumah sakit. Lalu apa sekarang?" balas mas Jamal.

"apa yang harus aku lakukan selanjutnya untuk kamu?" tanyanya lagi meyakinkan.

Aku terdiam sejenak. Berpikir.

"aku tidak ingin melakukannya di rumah ku. Aku takut, nanti istriku pulang. Jadi sekarang juga kita harus segera menuju hotel." ucapku akhirnya.

"hotel?" tanya mas Jamal dengan kening berkerut.

"iya. Disana kita lebih aman. Jadi sekalian mas Jamal sampaikan sama istrinya, kalau malam ini mas Jamal gak pulang." balas ku lugas.

Mas Jamal mengikuti perintahku. Dan kami pun bersiap-siap untuk segera berangkat menuju hotel terdekat.

Sesampai di hotel, aku segera memesan sebuah kamar untuk kami berdua. Aku benar-benar tidak ingin melewatkan kesempatan tersebut.

Setelah mendapatkan sebuah kamar, kami pun segera naik ke lantai atas, menuju kamar tersebut.

Sesampai di dalam kamar, aku menjadi semakin berdebar-debar. Perasaanku campur aduk.

Aku belum pernah melakukan hal ini sebelumnya. Aku tak pernah punya kesempatan untuk bisa bersama laki-laki yang aku cintai.

Tapi saat ini, aku punya kesempatan untuk bisa memiliki laki-laki yang aku cintai, meski ini hanya keinginan diriku sendiri, bukan keinginan mas Jamal.

Namun bagiku itu semua sudah tidak penting lagi. Apa pun cara dan alasannya, yang penting saat ini aku bisa bersama mas Jamal.

"aku benar-benar tidak mengerti apa yang harus aku lakukan, Roy." ucap mas Jamal, saat itu kami sudah duduk di sisi ranjang hotel.

"aku juga belum pernah melakukan hal ini, mas. Tapi aku sudah pernah nonton video ini. Hal ini sama saja seperti mas Jamal melakukannya dengan istri mas Jamal, hanya saja tempat dan arahnya berbeda." ucapku membalas.

"kamu yakin akan hal ini, Roy?" tanya mas Jamal kemudian.

"aku yakin, mas. Sudah sangat lama aku menginginkan hal ini." jawabku yakin.

"ya udah, kamu mulai aja, Roy. Aku akan berinprovisasi untuk hal ini.." ucap mas Jamal akhirnya.

Dan  dengan mengumpulkan segenap keberanianku, aku pun memulainya.

Memulainya dari hal yang sederhana. Mengikuti naluriku.  Naluriku sebagai seorang laki-laki yang mencintai mas Jamal.

Mas Jamal adalah lukisan maha karya yang indah. Dan aku adalah pengagumnya.

Aku curahkan segala rasa ku padanya. Tak ingin aku lewati malam ini dengan sia-sia.

Bersama mas Jamal adalah keindahan. Menyatu dengannya adalah anugerah terindah bagiku.

Tak peduli mas Jamal menerimanya dengan perasaan atau tidak, yang penting bagiku aku bisa memilikinya.

Dan senyum kelegaan pun tersirat di wajahku yang tak menutupi rasa bahagia di hatiku.

Akhirnya aku bisa merasakan hal tersebut. Merasakan sesuatu yang selama ini hanya ada dalam khayalan ku.

Tak terlukis bahagia ku malam ini. Tak ada satu kata indah pun yang bisa mewakili perasaan ku saat ini.

Semua ini lebih dari sekedar indah. Bahkan berlipat-lipat lebih indah dari khayalanku.

*****

Dan sejak saat itu, aku dan mas Jamal pun menjalin hubungan asmara. Hubungan rahasia, yang hanya kami berdua yang tahu.

Aku selalu berusaha untuk memanfaatkan setiap kesempatan yang ada. Aku dan mas Jamal selalu mengatur waktu dan tempat yang tepat, agar kami bisa berdua.

Cinta ku kepada mas Jamal semakin besar dan dalam. Meski aku tahu, mas Jamal melakukannya, hanya karena terpaksa.

Namun aku yakin, suatu saat nanti mas Jamal pasti akan membuka hatinya untukku.

Suatu saat nanti ia pasti akan melakukannya dengan sepenuh hati. Tanpa merasa terpaksa, dan tanpa mengharapkan imbalan apa pun.

Dan begitulah hubungan kami terjalin. Meski pun ini belum berakhir.

Akan ada begitu banyak kejadian, yang akan terjadi selama hubungan kami.

Tapi aku tidak terlalu memikirkan hal tersebut saat ini.

Saat ini aku hanya ingin menikmati kebersamaanku dengan mas Jamal, suami kakak iparku tersebut.

Mas Jamal yang tampan dan gagah.

Tapi mungkinkah hubungan rahasia kami tersebut, akan bertahan selamanya?

Dan mungkinkah mas Jamal bisa membuka hatinya untukku pada akhirnya?

Lalu seberapa lama sebenarnya hubungan kami akan bertahan?

Simak kelanjutan kisah ini di channel ini ya, atau bisa langsung klik link nya di deskripsi video ini.

Terima kasih sudah menyimak video ini sampai selesai. Semoga terhibur.

Sampai jumpa lagi di video selanjutnya, salam sayang selalu untuk kalian semua.. muaachhh..

****

Part 3

Berbulan-bulan bahkan hingga hampir setahun berlalu. Hubungan ku dengan mas Jamal masih terus terjalin.

Dan pada akhirnya mas Jamal pun membuka hatinya untuk ku. Dia berhubungan dengan ku, bukan lagi karena dia punya hutang padaku, tapi lebih karena dia juga menginginkan hal tersebut.

Aku sebenarnya merasa bahagia dengan semua itu. Aku mencintai mas Jamal. Namun jujur saja ada rasa bersalah dalam diriku, untuk istriku dan juga untuk kakak iparku.

Tapi terkadang cinta mampu mengalahkan segalanya. Cinta mampu membuat kita melupakan logika.

Hingga aku memilih untuk tetap mempertahankan hubunganku bersama mas Jamal.

Lalu bagaimanakah akhir dari kisah kami?

Mampukah kami tetap menjaga rahasia tersebut?

Sementara para istri kami sudah mulai mencurigai kedekatan kami.

Simak kelanjutan kisah ini ya..

Namun sebelumnya bla... bla....

*****

"aku mencintai kamu, Roy. Dan itu yang aku rasakan setelah berbulan-bulan kita bersama." ucap mas Jamal suatu malam padaku, ketika untuk kesekian kalinya kami bertemu di sebuah kamar hotel.

"aku juga mencintai, mas Jamal." balas ku lugas.

"lalu sampai kapan kita akan seperti ini, Roy?" tanya mas Jamal tiba-tiba, setelah untuk beberapa saat kami sempat terdiam.

"maksud, mas Jamal?" tanya ku sedikit heran.

"kamu juga tahu, kalau hubungan kita ini adalah sebuah kesalahan, Roy. Kamu juga tahu, kalau kita juga sudah menikah, dan bahkan aku sudah punya dua orang anak." balas mas Jamal terdengar serius.

"kita gak mungkin selamanya seperti ini, Roy. Apa lagi saat ini, istri ku sering bertanya, kenapa aku sering tidak pulang ke rumah. Aku tak punya alasan lagi, Roy. Aku tak bisa selamanya terus membohongi istriku." lanjut mas Jamal.

Untuk sesaat aku terdiam. Apa yang mas Jamal katakan barusan, memang benar adanya. Istri ku juga sebenarnya sudah sering bertanya, kenapa aku lebih sering menginap di luar.

Tapi jujur saja, aku tidak ingin semua ini berakhir. Aku sangat mencintai mas Jamal. Aku selalu ingin bersamanya. Meski pun aku tahu dia adalah suami kakak iparku.

"lalu mas Jamal mau nya gimana?" tanya ku akhirnya, seperti kehabisan kata-kata.

"aku juga gak tahu, Roy. Kamu yang memulai semua ini. Aku ingin kamu juga yang akan memutuskan apa yang harus kita lakukan ke depannya." balas mas Jamal terdengar lemah.

"aku tidak ingin mengakhiri ini, mas. Aku sangat mencintai mas Jamal." ucapku yakin.

"tapi aku tidak bisa lagi melanjutkan ini, Roy. Aku tak sanggup lagi. Meski jujur saja, aku juga merasa berat harus berpisah dari kamu, Roy." balas mas Jamal.

"kalau begitu, bagaimana kalau kita pisah saja dari istri kita masing-masing, mas. Lalu kita hidup bersama selamanya." tawarku tiba-tiba, meski aku sendiri merasa ragu dengan tawaranku sendiri.

"itu bukan pilihan, Roy. Aku gak mungkin meninggalkan anak-anak dan istriku. Meski pun aku mencintai kamu, tapi aku masih sangat menyayangi keluarga ku." balas mas Jamal.

Aku terdiam kembali. Cinta memang rumit. Namun lebih rumit lagi, jika cinta yang tumbuh justru kepada orang yang salah.

Andai aku bisa hidup satu kali lagi, aku hanya ingin hidup bersama mas Jamal. Tanpa batas. Tanpa ada dinding yang menghalangi cinta kami.

Namun saat ini, aku tak bisa berbuat apa-apa, untuk mempertahankan orang yang aku cintai.

Meski pun kami saling mencintai, namun pada akhirnya semua memang harus berakhir.

Dan itu adalah kenyataan yang tidak bisa kami hindari.

****

Waktu masih terus bergulir. Hidup masih terus berjalan.

Untuk saat ini, aku dan mas Jamal memang tidak punya pilihan lain. Kami masih terus bersama, meski pun kebersamaan kami tidak lagi seperti dulu.

Kami tidak pernah lagi menginap. Kami hanya bertemu beberapa jam, saling melepas rindu, lalu kemudian kami pun harus kembali ke kehidupan kami yang lain.

Dan jadwal pertemuan kami pun semakin jarang. Semua itu untuk menghindari kecurigaan istri-istri kami. Biar bagaimana pun, kami punya kehidupan lain yang harus kami jalani.

Dan waktu untuk kami bersama terasa kian sempit bagiku. Sangat terbatas. Dan hal itu benar-benar membuat aku tidak nyaman. Aku menjadi dilema.

Antara bertahan dengan hubungan terlarang ku bersama mas Jamal, atau melepaskannya untuk menjalani kehidupan yang tak pernah aku inginkan.

Aku memang menikah dengan istri ku bukan karena aku mencintainya. Tapi aku hanya mencoba menjalani kodrat ku sebagai seorang laki-laki. Namun keterikatan itu ternyata justru menyiksa ku.

Dan mungkin juga menyiksa perasaan istriku.

Apa lagi setelah bertahun-tahun pernikahan kami, kami belum juga di karuniai anak.

Kadang aku berpikir untuk mengakhiri saja pernikahan ku dan memilih jalan ku sendiri. Membebaskan istri ku dari keterikatannya padaku.

Membiarkannya hidup dengan orang yang benar-benar mencintainya, lalu mendapatkan keturunan.

Namun itu bukanlah pilihan yang mudah bagiku. Banyak yang harus aku pertimbangkan.

Sampai akhirnya pada suatu malam, seperti biasa aku bertemu kembali dengan mas Jamal, setelah hampir seminggu ini kami tidak bertemu.

"aku ingin kamu melupakan ku, Roy." ucap mas Jamal dengan suara serak.

Aku menatap wajah tampan itu. Wajah itu terlihat serius, meski ada mendung dari sisi matanya yang teduh itu.

"aku mungkin tidak bisa melupakan mas Jamal. Tapi jika mas Jamal meminta ku untuk menjauh, aku akan mencobanya, mas. Meski itu sangat berat bagiku." timpal ku akhirnya.

"aku juga berat harus berpisah dari mu, Roy. Tapi aku harus memilih. Aku tak mungkin terus melanjutkan hubungan ini. Lebih baik kita akhiri saja semuanya, sebelum semuanya lebih terlambat lagi." ucap mas Jamal lirih.

"iya, aku ngerti, mas. Aku juga tidak akan memaksa mas Jamal untuk terus bersamaku. Aku cukup sadar diri.." balasku pilu.

"aku harap ini adalah kali terakhir kita bertemu seperti ini, Roy. Selepasnya kita adalah keluarga. Biar bagaimana pun kamu adalah suami adik iparku dan aku adalah suami kakak ipar mu. Hubungan kita cukup sampai di situ, Roy." ujar mas Jamal, suaranya semakin serak.

"aku minta maaf, Roy. Aku minta maaf untuk semuanya. Dan terima kasih atas segala cinta yang telah engkau persembahkan untukku selama ini. Terima kasih untuk segala kenangan indah yang telah engkau ciptakan selama kita bersama. Kamu adalah hal terindah yang pernah hadir dalam perjalanan hidupku, Roy..." suara mas Jamal kian serak.

Aku melihat genangan di matanya. Dan sesaat kemudian, setetes air mata pun jatuh di pipinya.

"seandainya saja kita tidak sejenis, Roy. Mungkin aku akan rela meninggalkan kelurgaku demi untuk hidup bersama kamu. Seandainya saja kita bisa menjadi mungkin, aku tak akan pernah meninggalkan kamu, Roy.." lanjut mas Jamal berucap, sambil ia mengusap pipinya sendiri.

"aku yang harusnya minta maaf, mas. Aku yang memulai semua ini. Seandainya saja aku tidak memaksa mas Jamal waktu itu. Mungkin semua ini tidak perlu terjadi." ucapku akhirnya.

"dan aku juga sangat berterima kasih padamu, mas. Kamu telah mengukir cerita yang begitu indah di antara kita. Mas Jamal adalah anugerah terindah yang pernah aku miliki. Aku tak akan pernah melupakan mas Jamal. Selamanya...." lanjut ku lagi.

Dan aku tidak bisa membendung air mata ku yang tiba-tiba saja jatuh di pipi ku.

Perpisahan memang selalu terasa berat. Terlalu menyakitkan.

Namun tingkat tertinggi dari mencintai adalah melepaskan.

Melepaskan orang yang kita cintai, hidup dengan pilihannya sendiri.

****

Hari-hari selanjutnya kiah terasa berat bagiku. Rasanya hampa.

Aku kehilangan sebagian dari semangat hidupku.

Meski pun aku masih bisa bertemu mas Jamal, tapi hanya sebatas hubungan keluarga.

Dan aku merasa semakin sakit dengan semua itu.

Mungkin akan lebih baik, kalau aku tidak pernah bertemu mas Jamal lagi.

Karena itu, aku pun memutuskan untuk menceraikan istriku. Bukan saja, karena aku ingin membebaskan istriku dari keterikatannya denganku, tapi juga karena aku ingin menghindari pertemuanku dengan mas Jamal.

Selain itu, aku juga merasa, kalau aku mungkin lebih baik hidup sendiri.

Dan begitulah akhir dari kisah ku bersama mas Jamal, suami kakak iparku itu.

Sebuah kisah yang tidak akan pernah aku lupakan dalam perjalanan hidupku.

Pada akhirnya aku harus merelakannya. Dan pada akhirnya aku juga harus melepaskan istri ku.

Aku kehilangan keduanya. Namun itu adalah pilihanku.

Aku harus merelakan semua itu. Dan aku akan memulai hidupku yang baru. Hidupku yang sesungguhnya. Tanpa topeng.

Demikian kisah ku bersama suami kakak iparku.

Terima kasih sudah menyimak kisah ini sampai selesai, semoga terhibur dan semoga ada hikmah yang bisa diambil dari kisah sederhana ini.

Sampai jumpa lagi di cerita-cerita selanjutnya, salam sayang selalu untuk kalian semua.. Muaachh...

****

Selesai...

Suami kakak ipar ku

Aku punya seorang kakak ipar yang cantik bernama Rani. Kak Rani punya seorang suami yang bernama mas Tino.

Kak Rani dan mas Tino sudah punya dua orang anak, satu perempuan dan satu lagi laki-laki.

Mereka keluarga yang berbahagia sebenarnya Dan bahkan aku sendiri merasa iri dengan keharmonisan rumah tangga mereka.

Kak Rani sudah berusia 32 tahun, sedangkan mas Tino sudah berusia 35 tahun.

Mereka juga merupakan pasangan serasi. Kak Rani wanita yang cantik dan seksi, sedangkan mas Tino pria yang tampan dan gagah.

Mas Tino seorang buruh di sebuah pabrik karet yang berada tak jauh dari desa tempat kami tinggal. Sedangkan kak Rani bekerja sebagai seorang guru honorer.

Kehidupan mereka secara ekonomi memang tidak terlalu mewah, namun mereka tetap terlihat bahagia.

Aku sendiri adalah seorang wanita yang sudah menikah sekitar tiga tahun yang lalu. Saat ini usia ku sudah dua puluh enam tahun.

Suami ku adalah adik bungsu dan satu-satunya dari kak Rani. Mereka memang cuma dua bersaudara.

Suami ku bernama Reno.

Mas Reno juga bekerja di pabrik karet bersama mas Tino. Kebetulan kami tinggal berdekatan. Rumah ku bersama mas Reno berdampingan dengan rumah kak Rani dan mas Tino.

Karena tanah tersebut merupakan warisan dari almarhum orang tua kak Rani dan mas Reno.

Mereka berdua memang mendapat jatah masing-masing sebidang tanah untuk membangun rumah.

Setelah kedua orangtua mereka meninggal, kak Rani dan mas Reno pun menjual rumah lama orangtua mereka, dan membagi uang hasil penjualan tersebut, kemudian mereka gunakan untuk membangun rumah di atas tanah warisan mereka.

Rumah kami masih berdinding papan, begitu juga rumah kak Rani dan mas Tino.

Meski pun sudah menikah selama tiga tahun, aku dan mas Reno belum memiliki anak. Karena itu, sebagai ibu rumah tangga biasa, aku sering merasa kesepian saat sendirian di rumah.

Hingga pada suatu pagi. Seperti biasa mas Reno sudah berangkat kerja. Aku menyibukkan diri dengan menyapu halaman rumah kami.

Saat tiba-tiba mas Tino datang ke rumah ku.

"mas Tino gak kerja?" tanyaku sedikit heran.

Aku dan mas Tino memang jarang sekali ngobrol. Selain karena kami tidak terlalu saling kenal, aku juga merasa sungkan untuk ngobrol dengan suami kakak iparku itu.

"aku lagi kurang enak badan, jadi gak masuk kerja hari ini." balas mas Tino.

Aku hanya mengangguk maklum, menanggapi penjelasan dari mas Tino barusan.

"kamu ada bikin sarapan?" tanya mas Tino kemudian.

"ada, mas. Mas Tino belum sarapan?" balas ku.

"tadi Rani dan anak-anak buru-buru pergi, jadi dia gak sempat bikin sarapan." jelas mas Tino.

Sekali lagi aku mengangguk maklum. Kemudian dengan perasaan tanpa curiga, aku mengajak mas Tino masuk ke dalam rumah kami.

Sesampai di dapur, aku segera mengambilkan sepiring nasi goreng untuk mas Tino.

Saat itulah tiba-tiba aku merasakan mas Tino memluk dari belkang.

"mas Tino mau apa?" tanya ku sedikit kaget.

"kamu seksi sekali. Aku jadi suka sama kamu. Selama ini aku sering memperhatikan kamu. Aku selalu mencari-cari kesempatan untuk bisa berdua bersama kamu.." ucap mas Tino lugas.

"tapi aku istri dari adik ipar mu loh, mas.." balas ku sedikit sengit.

"iya, gak apa-apa. Aku juga tahu. Kamu tak perlu mengingatkan ku akan hal itu. Tapi aku benar-benar menginginkan kamu." ucap mas Tino lagi.

"aku gak mau mengkhianati suami ku dan juga kak Rani, mas. Jadi sebelum mas Tino berbuat lebih jauh, sebaiknya mas Tino pergi aja sekarang atau..." kalimat ku terhenti, karena mas Tino sudah membkp mlut ku denga tangn kekarnya.

"kamu sudah menikah tiga tahun, tapi belum juga punya anak. Aku yakin, suamimu tidak bisa memberikn kmu kepusan. Jadi lebih baik kamu mencbanya bersama ku. Siapa tahu, nanti kmu bsa haml..." ucap mas Tino smbil terus membkap mlut ku.

Aku ingin melakukan sedikit perlawanan. Tapi justru aku tidak melakukan apa-apa. Entah mengapa aku lebih memilih untuk psrah.

Mungkin mas Tino benar. Aku memang tidak spenuhnya mersa pwas dngan suam ku. Selama ini mas Reno, belum prnah mmboatku mncpai klim4ks.

Suamiku selalu kalah perang dengan ku. Mungkin karena itu jga aku blum haml sampai sekarang.

Dan lagi pula mas Tino, adalah sosok laki-laki yang sempurna. Dia tampan dan gagah.

Aku tak bisa menolak pesonanya.

Dan aku tiddak ingin menjadi orng yg munafek, dengan berpura-pura merasa bahagia dengan pernikahan ku yang terasa hambar. Karena suamiku lutoy.

Sekarang ada mas Tino disini. Jujur, aku memang pernah memikirkan mas Tino, dalam khayalan paling lyar ku.

Tapi selama ini, aku tidak pernah berharap, kalau mas Tino akan menginginkan ku. Karena menurutku mas Tino adalah tipe laki-laki yang setia. Dan lagi pula selama ini mereka terlihat sangat bahagia. Dan juga kak Rani adalah sosok istri yang baik dan cantik.

Meihat aku yg sudh psrah, mas Tino pun membawa aku ke kmar.

Aku mengikuti dengan patuh, setiap keinginan mas Tino pagi itu.

Dan entah bagaimana caranya, mas Tino pun brhsil mmbwa ku berlyar pagi itu.

Sungguh, terasa berbeda bagiku. Mas Tino memang laki-laki yg hebat. Dia luar biasa. Jauh berbeda dri suami ku.

Untuk pertma kllinya aku dapt mraskan sebuah sensasi keindhan yang luar biasa. Sekarang aku bisa mrsakan mncpai klim4ks dri semua itu.

Dan tiba-tiba saja aku merasa jatuh cinta kepada mas Tino, suami kakak iparku yang gagah dan tampan itu.

Sejak saat itu pulalah, kami pun diam-diam menjalin hubungan. Kami selalu memanfaatkan setiap kesempatan yang ada, untuk kami bisa menghabiskan waktu berdua.

Dan beberapa bulan kemudian, aku pun hmil. Suami ku merasa senang mengetahui hal tersebut.

Setelah hampir empat tahun kami menikah, baru sekarang aku bisa hmil. Hal itu tentu saja membuat suami ku merasa bahagia.

Sementara hubungan ku dengan mas Tino, suami kakak iparku itu, mulai terasa ada jarak.

Aku memang sengaja menjaga jarak dari mas Tino. Aku tak ingin suami ku curiga. Dan lagi pula semenjak mengetahui kalau aku hamil, suami ku jadi semakin betah di rumah. Dia jarang sekali keluar rumah. Bahkan dia juga membantu setiap pekerjaan rumah. Mencuci, memasak atau sekedar menyapu rumah.

Mas Tino juga sepertinya sangat mengerti, karena itu dia juga tidak lagi berusaha untuk menemui ku.

Kehidupan kami pun berjalan seperti sedia kala. Meski ada sebuah rahasia yang terjadi di antara kami. Sebuah rahasia yang hanya kami berdua yang tahu.

Dan begitulah kisahku bersama suami kakak iparku yang gagah dan tampan itu.

Kisah yang tanpa awal dan tanpa akhir.

****

Selesai...

Cari Blog Ini

Layanan

Translate