Sejak kehilangan jejak Jeff untuk yang kedua kalinya di kota Medan, asa ku kembali memudar.
Sempat terpikir untuk mencari Jeff ke Batam atau Jakarta, tapi bagaimana mungkin aku bisa menemukan Jeff di kota sebesar itu.
Apa lagi sepertinya Jeff juga sengaja menghilang dariku.
Pada akhirnya aku hanya bisa pasrah, melanjutkan perjalanan hidupku yang masih sangat panjang.
Pelan, aku harus bisa belajar melupakan Jeff, seperti apa yang coba ia lakukan terhadapku.
Namun cinta bukanlah sesuatu yang mudah hilang dari hatiku. Aku masih sering memikirkan Jeff.
Tapi apalah dayaku, jika Jeff sendiri yang memutuskan untuk pergi, meski aku tahu, ia masih mencintaiku.
Berbulan-bulan berlalu sejak Jeff pergi. Aku mulai mencoba menata hatiku kembali. Mencoba menghapus bayangan Jeff, belajar untuk melupakannya.
Dalam kekosongan hatiku itulah, aku bertemu dan berkenalan dengan bang Ikhsan.
Bang Ikhsan tidak tampan, setidaknya tidak setampan Jeff. Bang Ikhsan juga bukan dari keluarga berada.
Ia hanya seorang perantau, dan bekerja di sebuah supermarket di tengah-tengah kota Medan.
Bang Ikhsan tinggal sendiri di sebuah kamar kost.
Aku mengenal bang Ikhsan karena sering berbelanja di supermarket tempat ia bekerja.
Diam-diam ternyata bang Ikhsan sering memperhatikanku, hingga akhirnya ia berani mengajakku kenalan.
Bang Ikhsan sangat baik padaku, apa lagi saat ini aku memang butuh teman untuk sekedar menghiburku.
Semakin lama aku dan bang Ikhsan semakin dekat dan akrab.
Bang Ikhsan jauh lebih tua dariku. Usianya sudah hampir kepala tiga, sementara aku sendiri masih 22 tahun.
Namun perbedaan usia itu, tidak membuat jarak apa pun diantara kami. Terutama karena bang Ikhsan sangat pengertian.
Setelah hampir tiga bulan kami saling kenal dan akrab, bang Ikhsan akhirnya berterus terang tentang perasaannya padaku.
"aku suka sama kamu, Jim. Bahkan sejak awal aku melihat kamu.." begitu ucapnya suatu malam, saat kami bertemu kembali di sebuah kafe tempat kami biasa bertemu.
Aku tidak begitu kaget mendengar hal tersebut, karena aku cukup yakin dari awal, kalau bang Ikhsan memang menyukaiku.
Dan sebenarnya kami juga sudah berterus terang tentang siapa kami sebenarnya dari awal-awal kedekatan kami beberapa bulan yang lalu.
Tapi ada satu hal yang belum berani aku ceritakan kepada bang Ikhsan, yakni mengenai hubunganku dengan Jeff.
"maaf bang Ikhsan, saya belum bisa menjawabnya sekarang.." ucapku akhirnya.
"kenapa? Apa kamu sudah punya pacar? Atau saya ini bukan tipe kamu?" bang Ikhsan bertanya dengan nada lirih.
"bukan.. bukan karena itu, bang. Aku tidak punya pacar saat ini, dan bang Ikhsan juga termasuk tipe saya, kok. Hanya saja, ada bagian dari masa laluku yang belum sempat aku ceritakan kepada bang Ikhsan." jawab cepat.
"masa lalu seperti apa?" tanya bang Ikhsan datar.
"panjang ceritanya, bang. Saya harap abang bisa mengerti ya.." balasku kemudian.
"oke, gak apa-apa, kok, Jim. yang penting kita masih bisa terus seperti ini kan?" suara bang Ikhsan masih terdengar datar.
"iya, bang. Saya hanya lagi sedang belajar melupakan masa lalu, bang." ucapku pelan.
*****
Kehadiran dan ketulusan hati seorang Ikhsan telah mampu membuatku menjadi dilema.
Antara melupakan Jeff dan segala kisah tentangnya, lalu menyambut cinta tulus dari bang Ikhsan.
Atau tetap bertahan, berharap dan menanti saat dimana aku bisa bertemu kembali dengan Jeff dan melanjutkan kisah kami. Meski aku sendiri tidak begitu yakin, kalau aku akan menemukan Jeff lagi.
Aku dan Jeff memang sempar pacaran hampir tiga tahun, namun Jeff memilih pergi ketika keadaan keluarganya menjadi kacau, hingga kami terpisah selama dua tahun.
Namun setelah pertemuan dua tahun itu, Jeff kembali memilih untuk pergi tanpa memberi kabar apa pun padaku.
Dan sekarang aku sendiri tidak tahu dimana keberadaan Jeff sebenarnya.
Sementara kehadiran bang Ikhsan mengisi hari-hariku, telah mampu membasuh luka karena kepergian Jeff.
Haruskah aku menerima kehadiran bang Ikhsan dan membangun mimpi baru dengannya?
Atau aku harus tetap sabar menanti Jeff yang tidak pernah pasti?
Jeff adalah cinta sekaligus pacar pertamaku, karena itu aku tidak mudah melupakannya.
Apa lagi kepergiannya, tidak sepenuhnya kesalahan Jeff.
Tapi Jeff terlalu pengecut, dan aku kecewa karenanya.
Dan pergantian waktu akhirnya menyadarkanku, bahwa hidup berjalan ke depan. Aku tidak ingin lagi terbuai oleh masa lalu.
Aku harus bisa menghapus jejak Jeff di hatiku, dan menggantinya dengan bang Ikhsan.
Karena itulah akhirnya aku memutuskan untuk menerima cinta bang Ikhsan, meski separoh hatiku masih menyimpan nama Jeff.
"makasih ya, Jim. Sudah memberi aku kesempatan.." ucap bang Ikhsan lembut, saat aku bersedia menjalin hubungan cinta dengannya.
"lalu bagaimana dengan Jeff? Apa kamu sudah melupakannya?" tanya bang Ikhsan kemudian.
Aku memang telah berterus terang kepada bang Ikhsan tentang Jeff, tentang semuanya.
Dan sepertinya bang Ikhsan juga sangat mengerti.
"entahlah, bang. Sejujurnya aku masih belum bisa melupakannya. Tapi aku juga tidak ingin selamanya terjerat akan cinta masa laluku.." jawabku akhirnya, berusaha untuk jujur.
Bang Ikhsan hanya tersenyum, senyum yang sangat manis. Dan aku merasa bahagia melihat senyum itu.
"makasih ya, bang. bang Ikhsan sudah sangat baik dan sangat mengerti akan diriku.." aku berucap lagi.
"aku mencintai kamu, Jim. Aku hanya ingin memberikan yang terbaik buat kamu, aku hanya ingin kamu bahagia.." bang Ikhsan berucap penuh perasaan, yang membuatku merasa tersanjung.
Dan begitulah...
Aku dan bang Ikhsan akhirnya menjalin hubungan asmara.
Hari-hari menjadi berbeda bagiku saat ini.
Meski tidak sepenuhnya aku bisa menerima kehadiran bang Ikhsan, tapi setidaknya aku tidak perlu lagi memikirkan sosok Jeff.
Dan aku mulai menemukan kebahagiaan bersama bang Ikhsan.
****
Setahun hubunganku dengan bang Ikhsan berjalan. Kebersamaan kami semakin terasa indah.
"jadi selesai kuliah kamu mau kemana, Jim?" tanya bang Ikhsan suatu hari.
"gak tahu juga, bang. Tapi papa udah menawarkan untuk bekerja di perusahaannya. Karena aku anak satu-satunya, jadi jelas aku lah yang akan melanjutkan perusahaan tersebut nantinya.." balasku.
"baguslah.." ucap bang Ikhsan lagi, "lalu bagaimana dengan hubungan kita? Kalau kamu kembali ke Pekanbaru, kita pasti akan sangat sulit untuk bertemu.." lanjutnya.
"aku sudah memikirkan hal tersebut, bang. Aku ingin bang Ikhsan ikut denganku ke Pekanbaru. Aku akan meminta papa untuk memberi abang pekerjaan di perusahaan kami.." ucapku.
"dengan hanya mengandalkan ijazah SMA, dan hanya punya pengalaman bekerja di supermarker, pekerjaan apa yang bisa saya lakukan disana, Jim.?" tanya bang Ikhsan.
"abang tenang aja, yang penting abang mau ikut denganku.." balasku ringan.
****
Setelah menyelesaikan kuliah, setahun kemudian, aku pun mengajak bang Ikhsan untuk ikut denganku kembali ke Pekanbaru, kota asalku.
Setelah perdebatan hebat dengan papa, akhirnya bang Ikhsan bisa bekerja di perusahaan meski hanya sebagai seorang OB.
"kamu gak malu, Jim. Punya hubungan dekat dengan seorang OB?" tanya bang Ikhsan suatu hari, setelah hampir sebulan ia bekerja.
"udahlah, bang. Kita udah bahas ini berkali-kali loh, bang. Dan abang juga udah janji untuk tidak mengungkit-ungkitnya lagi.." balasku.
"iya, aku tahu, Jim. Tapi aku hanya ingin kamu tahu, aku rela pindah kesini hanya untuk bisa selalu bersama kamu. Aku rela meninggalkan pekerjaanku disana, hanya demi cinta kita. Aku harap ini semua akan setimpal, Jim.." suara bang Ikhsan terdengar lirih.
Harus aku akui, kalau bang Ikhsan memang telah berkorban banyak untukku selama ini.
"abang tenang aja. Kita akan selalu bersama-sama, bang. Walau apapun yang akan terjadi.." balasku akhirnya.
"lalu bagaimana dengan keluarga kamu, teman-teman kantor kamu?" tanya bang Ikhsan lagi.
"selama kita bisa menjaga rahasia, bang. Hubungan kita aman, kok." balasku yakin.
"aku sangat mencintai kamu, Jimmy.." ucap bang Ikhsan tiba-tiba, setelah untuk beberapa saat kami terdiam.
"aku juga mencintaimu, bang Ikhsan.." balasku lembut.
*****
"Jimmy..!" sebuah suara memaku langkahku, ketika aku hendak memasuki lobi hotel.
Aku hendak bertemu bang Ikhsan yang sudah menungguku di salah satu kamar hotel tersebut.
Sejak pindah ke Pekanbaru, hampir setahun yang lalu, aku dan bang Ikhsan memang sering melakukan pertemuan di hotel-hotel yang berbeda.
Kami harus bisa mengatur jadwal dan tempat pertemuan kami, agar hubungan kami tidak terlalu dicurigai.
Aku memutar tubuh untuk menatap orang yang barusan memanggil namaku.
Seorang laki-laki berdiri tak jauh dariku. Matanya tajam menatapku.
Aku memicingkan mata, mencoba mengenali laki-laki tersebut.
"Jeff.." suaraku tertahan.
Jeff berdiri hanya dua langkah dariku. Penampilannya jauh berbeda dari terakhir kali aku melihatnya di Medan.
Sangat berbeda!
Jeff yang sekarang sudah tidak kumuh lagi, tubuhnya terlihat semakin berisi dan terawat dengan baik.
Penampilannya benar-benar terlihat seperti seorang pengusaha kaya, dengan setelan jasnya yang terlihat mewah.
"kenapa? Kamu gak percaya kalau saya Jeff?!" suara Jeff mengagetkanku.
"gak.. aku... aku hanya pangling. Kamu sangat berbeda, Jeff.." ucapku terbata.
Sebenarnya, bukan hanya karena penampilan Jeff yang berubah 180 derajat saja yang membuatku terpaku, tapi juga karena aku belum siap untuk bertemu Jeff lagi.
Hampir lima tahun, aku tidak bertemu Jeff. Aku bahkan tidak pernah mendengar kabarnya lagi.
Dan sekarang tiba-tiba ia berada disini, dihadapanku dengan penampilan yang berbeda.
"apa kabar kamu, Jim?" pertanyaan Jeff membuatku terkaget kembali.
"uh..oh.. aku.. aku.. aku baik, kok. Kamu sendiri apa kabar?" suaraku masih terasa kaku.
"ya, seperti yang kamu lihat, Jim. Aku baik-baik saja.. dan aku sekarang udah pindah lagi ke Pekanbaru Jim. Ke kota kita ini.." jawab Jeff terlihat santai.
*****
"kemana aja kamu, Jeff?" tanyaku memulai pembicaraan, ketika akhirnya Jeff mengajak ngobrol di kafe hotel tersebut.
Aku sengaja mengirimkan pesan kepada bang Ikhsan bahwa aku akan terlambat datang ke kamarnya.
"setelah bertemu kamu di Medan, aku memutuskan untuk pindah ke Batam, Jim. Di sana aku tetap bekerja sebagai penjual tissue di lampu merah. Sampai akhirnya setahun kemudian, aku bertemu salah seorang mantan rekan bisnis papaku.."
"setelah tahu, apa yang menimpa keluargaku, beliau akhirnya menawarkanku untuk bekerja bersamanya. Kebetulan beliau punya beberapa hotel di sana."
"lebih setahun aku bekerja sebagai room service di sana, dan karena melihat kerjaku yang disiplin, beliau mengangkatku sebagai manager di salah satu hotelnya di kota Batam."
"dan beberapa bulan yang lalu beliau juga membuka cabang hotelnya di kota Pekanbaru ini. Karena beliau tahu, saya berasal dari sini, beliau pun menawarkan untuk aku pindah kesini, dan mengelola hotelnya ini.."
"jadi baru seminggu ini aku di sini.." jelas Jeff panjang lebar.
"jadi kamu sekarang manager hotel ini?" tanyaku meyakinkan.
Jeff hanya mengangguk ringan.
"kamu nginap disini?" tanyanya kemudian.
Untuk sesaat, aku hanya terdiam.
Aku tidak mungkin mengatakan, kalau aku akan bertemu bang Ikhsan di hotel ini. Tapi aku juga tidak punya alasan yang tepat, mengapa aku harus menginap di hotel ini. Sementara Jeff sendiri tahu, kalau tempat tinggalku tidak jauh dari sini.
"sebenarnya saya ada janji bertemu dengan salah seorang rekan bisnis papa disini, tapi tadi orang tersebut sudah mengabarkan kalau pertemuannya di tunda besok.." jawabku akhirnya, penuh kebohongan.
Tak lama kemudian, aku pun pamit untuk pulang, karena hari juga sudah malam.
Aku mengirim pesan kepada bang Ikhsan bahwa aku tidak jadi datang, karena ada keperluan mendadak.
Aku tidak mungkin bertemu bang Ikhsan di hotel tersebut. Aku tidak ingin Jeff memergokiku disana.
*****
Pertemuanku dengan Jeff kemarin, telah mengobrak-abrik perasaanku.
Tidak bisa aku pungkiri, kalau aku merasa bahagia bisa bertemu Jeff kembali.
Apa lagi melihat kondisinya saat ini, yang jauh lebih baik.
Tapi aku juga tidak mungkin mengabaikan kehadiran bang Ikhsan.
Bang Ikhsan telah menemaniku melewati hari-hari selama bertahun-tahun.
Tiba-tiba saja aku merasa dilema, meski aku sendiri tidak pasti seperti apa sebenarnya perasaan Jeff padaku saat ini.
"apa aku masih punya kesempatan?" tanya Jeff, ketika pada akhirnya ia mengajakku bertemu kembali di sebuah kafe.
Aku tidak bisa menolak ajakan Jeff, setidaknya sebagai seseorang yang pernah dekat dengannya.
"kesempatan apa yang kamu inginkan dariku, Jeff?" ucapku balik bertanya.
"semuanya, Jim. Terutama kesempatan untuk memulai lagi hubungan kita dari awal. Atau sebenarnya aku sudah terlambat?" balas Jeff kembali bertanya.
Kali ini aku terdiam. Aku tidak tahu harus menjawab apa. Karena sejujurnya Jeff memang sudah terlambat, bahkan sangat terlambat.
Tapi aku tidak mungkin menceritakan tentang bang Ikhsan padanya.
"lalu bagaimana dengan dirimu sendiri, Jeff. Sudah berapa banyak orang lain yang singgah di hatimu, selama bertahun-tahun ini?" tanyaku akhirnya.
"sejak aku mengerti cinta, aku selalu menanamkan keyakinan pada hatiku, bahwa hanya ada satu yang akan aku pelihara dan tidak akan mencintai siapa pun, kecuali kekasihku.."
"dan sejak aku jatuh cinta padamu, Jim. Aku sudah berjanji tidak akan mencintai siapa pun lagi, kecuali kamu, sampai kapan pun.." ucap Jeff terdengar puitis.
"lalu mengapa dulu kamu pergi lagi?" tanyaku parau.
"karena aku cukup sadar kamu terlalu tinggi untuk aku jangkau saat itu.." balas Jeff, masih dengan nada puitisnya.
"dan kenapa sekarang kamu kembali lagi?" aku bertanya lagi, aku merasakan mataku mulai berkaca.
"karena sekarang aku sudah yakin, bahwa aku telah mampu menggapai cintamu lagi, Jim.."
ucapan Jeff berusan benar-benar membuatku terenyuh.
Betapa Jeff mampu bertahan dengan kesetiaannya selama ini, sementara aku sendiri sudah menjalin hubungan dengan orang lain.
"aku mohon, Jim. Beri aku kesempatan ya.." kali ini suara Jeff memelas.
Oh, aku kembali terenyuh. Miris rasanya.
"maaf, Jeff. Aku.... aku.. aku gak bisa.." ucapku sedikit terbata.
"kenapa? Apa karena di hatimu sudah ada orang lain?" Jeff bertanya dengan nada pelan.
"bukan!" jawabku berbohong, "tapi aku takut, kamu akan menghilang lagi Jeff, seperti yang telah dua kali kamu lakukan padaku sebelumnya.." lanjutku mencoba jujur.
"aku janji, Jim. Kali ini aku tidak akan pernah meninggalkan kamu lagi. Hidup tanpamu selama bertahun-tahun, telah mengajarkanku bahwa betapa pentingnya dirimu bagiku." suara Jeff sedikit memelas namun terdengar tegas di telingaku.
Aku menarik napas dalam, kemudian menghembuskannya perlahan. Aku mengusap wajahku beberapa kali, sekedar menenangkan pikiranku sendiri.
Oh, Jeff! Kenapa engkau harus datang lagi, setelah sekian lama menghilang?
Kenapa kamu datang, saat hatiku sudah terisi oleh nama orang lain?
Aku terus membathin, sementara Jeff terus memperhatikanku sejak tadi.
"kamu gak harus jawab sekarang, Jim." ucap Jeff tiba-tiba, setelah untuk sesaat suasana hening.
Aku melirik Jeff sekilas, lalu kembali tertunduk. Aku tak sanggup menentang tatapan mata teduh Jeff.
Mata teduh yang dulu membuatku jatuh cinta padanya. Dan hingga saat ini, mata itu masih terlalu indah.
Beberapa saat kemudian, Jeff pun pamit untuk pulang.
Kebekuan dan kekakuan diantara kami, membuat suasana sore itu menjadi terasa hambar.
*****
Aku dilema! Benar-benar dilema!
Jeff adalah cinta pertamaku, dan sejujurnya sampai saat ini aku masih mencintainya. Apa lagi mengingat betapa setianya Jeff padaku.
Namun di sisi lain, ketulusan cinta bang Ikhsan tidak bisa diabaikan begitu saja.
Aku terpaku sendiri memikirkan hal tersebut.
Sampai sebuah sentuhan di bahu ku mengagetkanku.
"sering melamun sekarang?!" suara lembut bang Ikhsan, sambil ia duduk di hadapanku.
Aku dan bang Ikhsan memang sudah janjian untuk bertemu di sebuah kafe, tak jauh dari kantor tempat kami bekerja, saat jam makan siang.
"udah dengar berita pagi ini?" tanya bang Ikhsan melanjutkan, melihat reaksi ku yang tanpa suara.
"berita apa?" tanyaku tanpa selera.
"berita tentang kecelakaan seorang laki-laki muda, seorang manager hotel.." bang Ikhsan berucap santai.
"tidak. Belum. Lagian apa pentingnya berita seperti itu.." balasku masih tanpa selera.
"kamu lihat dulu videonya. Nih." balas bang Ikhsan, sambil ia menyodorkan hp-nya padaku.
Video tersebut menayangkan sebuah kejadian kecelakaan naas, yang menimpa seorang laki-laki muda.
Di beritakan bahwa sang laki-laki akhirnya tewas di tempat.
Dan tubuhku tiba-tiba terasa lemas tak berdaya, laki-laki tersebut adalah Jeff.
"Jeff..." desisku tanpa sadar.
"kamu kenapa? Wajahmu pucat, Jim.." bang Ikhsan berucap dengan nada cemas.
"ini Jeff, bang.." balasku.
"ya, aku tahu. Karena itu ingin memperlihatkannya padamu, Jim." ucap bang Ikhsan.
"kenapa abang tahu, kalau ini Jeff?" tanyaku kemudian.
"kamu lihat di bagian akhir video itu, Jim. Kamu fokus pada tangan kanan laki-laki tersebut.." jelas bang Ikhsan yang membuatku bingung.
Tapi aku segera mengikuti perintahnya.
Dan betapa kagetnya aku, ketika melihat di genggaman tangan Jeff yang sudah tak bernyawa tersebut, terdapat selembar photo.
Dan photo itu adalah photo-ku yang aku berikan pada Jeff ketika kami masih pacaran dulu.
"bahkan hingga akhir hayatnya, Jeff masih terus mengingat kamu, Jim.." suara bang Ikhsan pelan.
Oh... Mataku berkaca. Air mataku jatuh menetes tanpa sadar.
Jeff... kenapa kamu harus pergi lagi? Bathinku pilu.
Aku baru saja berencana untuk memberimu kesempatan Jeff. Tapi kenapa kamu harus pergi?
Kenapa kamu harus pergi secepat itu Jeff?
Dan kali ini, kamu pergi untuk selama-lamanya. Kamu tidak akan pernah kembali lagi Jeff.
Dan itu membuat luka di hatiku kian parah.
Aku terus membathin, tak pedulikan reaksi kebingungan bang Ikhsan melihat aku yang menangis tersedu-sedu.
Aku akan kehilangan Jeff untuk selama-lamanya. Dan aku belum siap untuk itu.
Jeff memang sudah beberapa kali menghilang tanpa kabar. Tapi selama ini aku masih punya harapan untuk bisa bertemu lagi dengannya.
Tapi kali ini Jeff pergi dengan kabar yang cukup jelas, tapi justru membuatku merasa kehilangannya jauh lebih parah dari kepergian-kepergiannya dulu.
Mengapa Jeff hanya sekedar singgah di hidupku, ia tak pernah benar-benar menetap.
Dan yang paling menyakitkan dari semua itu, Jeff pergi dengan membawa cintanya yang begitu besar untukku.
Jeff pergi dengan meninggalkan sejuta kenangan untukku.
Maafkan aku Jeff! Andai saja engkau tahu, betapa aku juga sangat mencintaimu...
Semoga kamu tenang di alam sana...
Dan semoga saja aku mampu melanjutkan hari-hariku kembali, meski tanpa harapa untuk bisa bertemu dengan Jeff lagi...
ya, semoga saja...
*****
Sekian..