"maaf, Ra.." cowok itu berujar lagi, suaranya lebih pelan.
"Kamu gak lagi becanda kan, Wan?" tanya Rara akhirnya.
Cowok itu, Iwan, menghembuskan nafas perlahan. Kemudian dengan cukup berani menatap mata jernih milik Rara. "aku serius, Ra..." ucapnya. "aku gak sanggup lagi melanjutkan hubungan kita..."
"kita baru aja mulai, Wan..?" Rara memalingkan muka. Ia benar-benar tak mengerti dengan apa yang ada dalam pikiran Iwan.
"kamu gak bakal ngerti, Ra..."
"makanya aku butuh penjelasan,Wan. Kenapa?"
"nanti juga kamu bakal tahu..." suara Iwan terdengar serak.
"kamu jangan membuat aku jadi terlihat bodoh, Wan.." ucap Rara bergetar. Hatinya sakit. Bagaimana tidak, Iwan memutuskan hubungannya, yang baru saja mereka mulai, tanpa alasan yang jelas.
"andai saja aku bisa menjelaskan semuanya, Ra..." Iwan memejamkan matanya, ada yang terasa perih dihatinya.
"kamu tahu, Wan. Keputusanmu ini, telah mengubah semua penilaianku selama ini padamu. Aku pikir kamu beda...!" tegas suara Rara. Setelah mereka terdiam beberapa saat.
"ya, aku tahu. Kamu boleh mencaci dan membenciku, Ra. Tapi jangan minta aku untuk menjelaskannya sekarang. Terlalu rumit bagiku..." Iwan berujar, sambil mengusap keningnya sendiri. Sejujurnya ia juga sangat berat memutuskan hubungannya dengan Rara. Tapi...
Reno adalah sahabat Iwan sejak kecil. Bahkan bukan cuma itu, keluarga Reno lah yang merawat dan membesarkannya, ketika Ayah Iwan meninggal pada saat ia masih berusia enam tahun. Ibunya yang tak kuat hidup sendirian, memilih untuk menikah lagi dan meninggalkan Iwan sendirian di jalanan.
Sampai akhirnya ia ditemukan Reno.
Reno yang waktu itu sedang berjalan-jalan dengan papanya, melihat Iwan yang menangis sendirian di pinggir jalan. Reno datang menghampirinya dan merasa iba, lalu meminta papanya agar mengajak Iwan pulang bersama mereka.
Semenjak saat itu, Iwan tinggal bersama keluarga Reno dan menjadi sahabatnya. Iwan diperlakukan sangat baik dan bahkan sudah dianggap seperti anak sendiri. Apa yang menjadi milik Reno, sudah otomatis menjadi milik Iwan juga. Papa mama Reno, sangat baik padanya. Mereka tak pernah membedakan antar Reno atau Iwan.
Bahkan mereka di sekolahkan di tempat yang sama. Iwan dan Reno selalu bersaing untuk mendapatkan nilai terbaik. Meski tentu saja Iwan tetap menjadi juara kelas. Tapi Reno tak pernah iri padanya. Reno selalu mengakui kecerdasan Iwan.
Reno selalu terbuka padanya, Reno juga sering minta pendapat padanya.
Hingga mereka tumbuh dewasa dan kuliah di Universitas yang sama, meski pada Jurusan yang berbeda. Iwan mengambil kedokteran, sedangkan Reno lebih memilih Fakultas Tehnik.
******
Rara yang cantik. Rara yang baik dan ramah. Rara juga terkenal sangat supel, sehingga jarang orang yang tak mengenalnya di kampus.
Namun dari puluhan mahasiswa yang coba mendekatinya, Rara memilih untuk menerima cinta Iwan.
Cinta mereka pun terjalin sangat indah, meski hubungan mereka tak banyak diketahui oleh teman-temannya. Mereka lebih memilih untuk berpacaran secara diam-diam.
Setelah hampir tiga bulan pacaran, tiba-tiba...
Pada suatu malam, Iwan yang sedang asyik mengerjakan tugas, dikagetkan oleh kehadiran Reno yang masuk ke kamar nya tanpa permisi. Memang sudah kebiasaan. Pikir Iwan.
"Kamu kenal Rara gak, Wan..?" tanya Reno, sambil duduk di pinggiran ranjang.
"Rara?" Iwan mengernyitkan kening.
"Iya. Rara. Anak kedokteran juga. Masa' kamu gak kenal." balas Reno.
"oh.." Iwan menjawab sambil sedikit mengangguk. "kenapa?" tanya nya kemudian.
"kayaknya aku jatuh cinta deh sama dia.."
"emang kamu kenal?" tanya Iwan, sambil terus berpura-pura mengerjakan tugasnya. Perasaannya mulai merasa tak enak.
"kenal lah. Siapa sih yang gak kenal Rara. Seisi kampus juga kenal sama dia..." balas Reno sambil menghempaskan tubuhnya di ranjang.
"dia itu cantik. Baik. Ramah dan supel lagi. Pokoknya tipe saya banget.." lanjut Reno sambil meletakkan tangan kirinya di atas keningnya.
Iwan menjadi serba salah. hubungan nya dengan Rara baru berjalan dua bulan. Ia belum sempat cerita apa-apa sama Reno. Karena memang selama ini, Iwan jarang terbuka pada Reno. Terutama masalah hubungan asmaranya. Berbeda dengan Reno yang selalu terbuka padanya tentang apa saja.
Lagi pula hubungannya dengan Rara memang belum tersebar seantero kampus. Mereka masih malu-malu untuk mengakuinya di depan umum. Meski sebenarnya mereka saling mencintai.
Dan Iwan memang tidak suka hubungan asmara nya di umbar-umbar seperti kebanyakan yang orang-orang lakukan.
"kayaknya kali ini aku benar-benar jatuh cinta, Wan. Hampir setiap malam aku selalu memikirkan Rara." Reno terus saja berucap, meski ia tak mendengar reaksi Iwan. "Rara itu berbeda. Sangat jauh berbeda dibandingkan semua cewek-cewek yang pernah aku dekati.."lanjutnya.
"emang kamu sudah ngomong sama dia..?" tanya Iwan sedikit penasaran.
"belum sih. Tapi aku udah dapat nomor whatsapp-nya. Udah mulai chat juga. Pokoknya aku harus bisa mendapatkan Rara. Apa pun caranya. Akan ku kejar cintaku, Wan. Meski aku tahu, begitu banyak yang menginginkannya.." Reno berbicara sambil berdiri dan berlalu keluar dari kamar Iwan.
Iwan terlongo sendiri mendengarnya, ia berharap ia sedang bermimpi. Ia tampar pipinya ringan. Sakit. Tiba-tiba saja suasana hatinya menjadi kacau. Ia baru saja menemukan cinta dalam hidupnya, tapi sepertinya itu tak kan berlangsung lama. Ia baru saja meneguk manisnya cinta, namun semua seperti nya akan sirna.
Iwan masih tak percaya. Tapi hati kecil nya harus mengakui, bahwa itu memang nyata.
Dari sekian banyak cewek di kampus, mengapa mesti Rara sih, Ren. Rintih hati Iwan.
Iwan masih terus berpikir. Sepanjang malam ia tak tertidur. Mencari cara agar bisa menjelaskannya pada Reno. Ia mencintai Rara, dan ia tak ingin Rara-nya diambil orang. Tapi kalau orang itu adalah Reno, ia bisa apa.
Sudah terlalu banyak yang dikorban Reno dan keluarganya untuk Iwan. Mungkin ini saatnya ia harus mengorbankan cintanya untuk Reno.
Tapi hati kecilnya tetap tak rela. Ia harus berbicara dengan Reno. Pikir Iwan akhirnya.
*******************
Pagi itu hari minggu. Setelah dua hari ini Iwan mencoba menyusun kalimat yang tepat, untuk menyampaikan perihal hubungannya dengan Rara kepada Reno.
"eh, tahu gak. Tadi malam aku chatting sama Rara. Dia bilang kalau ia sebenarnya udah kenal sama aku.." ucapan Reno, mengurungkan niat Iwan yang ia pikir sudah bulat. Ia melihat senyum kebahagiaan di wajah Reno. Belum pernah ia melihat Reno sebahagia itu, bahkan dari sekian banyak cewek yang pernah ia ceritakan pada Iwan.
Itu baru chatting doang. Bagaimana kalau ia bisa dekat dan jadian dengan Rara, gak kebayang betapa bahagianya Reno.
Iwan melihat keseriusan Reno kali ini. Benar-benar serius.
"aku bakal lakuin apa aja, Wan. Agar aku bisa mendapatkan cinta Rara." Reno berujar lagi. Masih dengan senyum kebahagiaannya. "eh, nanti kamu bantu aku, ya. Kan kamu satu jurusan sama dia.." lanjut Reno, yang membuat Iwan terkesiap. Iwan berpura-pura melihat handphone-nya.
Tiba-tiba ia merasa gerah. Perutnya terasa mual.
Kenapa harus Rara sih, Ren. Kenapa gak Wati, Dewi , Sintia atau siapa kek. Pokoknya jangan Rara! titik! Iwan mengumpat dalam hatinya.
"karena Rara itu beda, Wan.." Iwan kaget mendengar ucapan Reno. Ia pikir Reno bisa mendengar ungkapan hatinya barusan. "dia tidak seperti cewek pada umumnya, lebih sopan dan gak gampangan.." lanjut Reno, tanpa pedulikan reaksi Iwan.
Emang! jawab Iwan dalam hatinya lagi.
Iwan tertunduk lesu. Gairah hidupnya tiba-tiba hilang. Hatinya patah. hatinya hancur, bahkan lebih dari berkeping-keping. Kisah cinta nya baru saja dimulai, sepertinya akan segera kandas.
Ya, Iwan harus segera mengakhiri hubungannya dengan Rara, sebelum seluruh kampus tahu. Sebelum Reno tahu.
Iwan tak bisa membayangkan betapa kecewa dan terlukanya Reno, jika ia tahu kalau cewek yang di incarnya sudah menjadi pacar orang yang selama ini ia tampung di rumahnya. Orang yang selama ini sudah menjadi sahabatnya, bahkan sudah menjadi saudaranya.
Kalau Reno rela melakukan apa saja untuk membuat Iwan bahagia, tak ada alasan bagi Iwan untuk tidak melakukan hal yang sama. Meski ia harus kehilangan cintanya.
****************
Iwan berjalan gontai menuju kelasnya, tiba-tiba ia merasakan pundaknya di sentuh seseorang. Ia menoleh ke belakang, Reno tersenyum padanya, "bagaimana?" Reno berbicara tanpa pedulikan reaksi keterkejutan Iwan.
"bagaimana apanya..?" balas Iwan mengerutkan kening.
"Rara.." jawab Reno masih dengan tersenyum.
"udah putus...." Iwan kaget dengan jawabannya sendiri, buru-buru ia melanjutkan langkahnya.
"apa nya yang udah putus sih, Wan..?" Reno mengikuti langkah Iwan dengan sedikit keheranan.
"Maksud aku, emang kamu udah putuskan kalau kamu memang serius sama Rara.." jawab Iwan beralasan.
"oh.." Reno membulatkan bibir. "kan udah berkali-kali aku katakan, kalau benar-benar serius sama Rara.." lanjut Reno, "kamu bantu aku ya.."
"iya. nanti aku bantu.." balas Iwan, sedikit lega, untung ia bisa mencari alasan atas keceplosan nya tadi. "aku mau ke kelas dulu ya...." Iwan mempercepat langkahnya.
"oke pak dokter! jangan lupa, salam ya buat Rara.." balas Reno sambil berlalu pergi.
Iwan memasuki kelasnya, ia melihat Rara yang memalingkan muka darinya. Iwan coba mengabaikan hal itu. Ia tahu, ini bakal terjadi. Rara yang biasanya selalu menyambutnya dengan ramah, akan selalu sinis padanya. Rara bahkan menganggap ia gak pernah ada.
Iwan mencoba tegar dan berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Dia tidak tahu, entah mana yang lebih menyakitkan saat ini. Melihat sikap Rara yang sini padanya atau melihat senyum Reno setiap kali menyebut nama Rara di depannya.
Ia biarkan waktu yang akan menjawab semuanya.
*************
Sebulan berlalu semenjak Iwan memutuskan hubungannya dengan Rara. Kini semua terasa berbeda bagi Iwan. Rara tak pernah lagi mau menegurnya. Reno yang selalu memperlihatkan kebahagiaannya, karena merasa sudah mulai dekat dengan Rara.
Hampir setiap malam Reno masuk ke kamarnya, dan selalu bercerita tentang Rara, yang membuat Iwan harus menelan ludah pahit.
Iwan sadar ini akan terjadi, tapi entah mengapa hati kecil nya tak bisa menerima semuanya. Rasanya terlalu sakit. Harusnya ia lega, karena apa yang menjadi tujuannya tercapai. Tapi Iwan tak bisa memungkiri kalau ia masih sangat mencintai Rara.
Hingga pada suatu malam, seperti biasa, Reno masuk ke kamar tanpa permisi. Reno langsung terbaring di ranjang dengan lesuh. Iwan yang sedang membaca buku cukup heran, karena tak biasanya Reno terlihat murung seperti itu. Tapi Iwan berpura-pura tak melihat dan terus memperhatikan buku yang ada di tangannya, meski ia tak berminat untuk membacanya. Ia duduk di kursi belajarnya.
"aku kira selama ini kamu memang pintar, Wan.." suara Reno pelan, "tapi ternyata kamu manusia paling bodoh yang pernah aku kenal..." lanjutnya masih terus berbaring.
Iwan tengadah menatap Reno yang terbaring, "maksud kamu?" tanya nya dengan nada sedikit tinggi.
"hanya lelaki bodoh yang mau melepaskan gadis cantik seperti Rara." jawab Reno sambil ia bangkit dan duduk di sisi ranjang, menatap Iwan yang kembali menatap buku di tangannya.
"aku gak ngerti.." timpal Iwan santai.
"kamu gak usah pura-pura gak ngerti, Rara udah cerita semuanya..."
Iwan cukup kaget mendengar ucapan Reno, tapi ia tetap berpura-pura sibuk dengan bukunya.
"dari sekian banyak laki-laki yang menginginkan Rara, ia memilih kamu untuk menjadi pacarnya. Dan kalian udah pacaran berbulan-bulan, kan?" Reno berujar lagi, kali ini lebih tegas. "dan kamu memilih untuk meninggalkan dia, hanya karena kamu tahu, kalau aku juga mencintai Rara. Begitu kan, Wan?"
Iwan meletakkan bukunya di meja, menarik nafas sejenak. Ia tak berani menatap mata Reno, yang sedari tadi menanti jawabannya. "iya.." jawabnya singkat.
"kenapa?" tanya Reno lagi tanpa melepaskan pandangannya.
"karena untuk pertama kalinya, aku bisa melihat raut kebahagiaan di wajah orang yang selama ini sudah teramat baik padaku..." Iwan akhirnya berbicara cukup keras, ia beranikan menatap ke arah Reno.
"oh.." dengus Reno, "jadi kamu pikir, dengan kamu memutuskan hubungan mu dengan Rara, akan mengubah keadaan? akan membuat aku bahagia? akan membuat Rara jatuh cinta padaku?" lanjutnya, "kebodohanmu sudah keterlaluan, Wan. Kamu sudah menyakiti hati seorang wanita yang begitu lembut..."
"tapi aku juga gak ingin membuat kamu merasa sakit, Ren.."
"kenapa? karena kamu tinggal di rumahku? karena selama ini keluarga ku yang merawat dan membesarkanmu?"
Iwan mengangguk.
"huh.." Reno mendengus lagi, ia berdiri dan menatap Iwan lebih lekat, "sampai kapan sih, Wan. kamu akan menganggap kami ini orang asing. Padahal papa mama sudah memperlakukan kamu bak anak sendiri. Aku bahkan iri melihat perlakuan itu. Tapi kamu masih menganggap kami ini bukan keluarga kamu?" ucap Reno.
"bukan itu maksudku, Ren.." Iwan berujar sambil ikut berdiri, "kamu sudah terlalu baik sama ku, Ren. Aku bahkan tidak pernah melakukan apa-apa untukmu. Aku pikir, dengan melepaskan Rara, kamu bisa merasakan bahagia seperti yang aku harapkan.."
"tapi nyata nya..?"
"ya, aku tahu. Aku salah..." pelan suara Iwan.
"aku memang mencintai Rara, Wan. Bahkan sangat mencintainya. Tapi untuk apa? jika Rara tidak punya perasaan apa-apa padaku." ujar Reno lagi, ia kembali duduk dengan lesu, "aku memang kecewa dan merasa sakit hati, karena Rara dengan terang-terangan menolak ku. Tapi saat aku tahu, alasan Rara menolak ku, hatiku terasa semakin sakit, dua kali jauh lebih sakit." Reno menghempaskan tubuhnya lagi ke ranjang.
Iwan hanya terdiam. Ia kembali duduk di kursi belajarnya. Ia tidak tahu harus mengatakan apa.
Iwan hanya terlongo. Seperti tak percaya dengan apa yang barusan ia dengar.
"tapi kamu..?" suaranya parau.
"kamu tahu. ada ratusan wanita di kampus. aku bisa berpacaran dengan salah satu diantaranya." kali ini Reno bangkit lagi, ia berdiri dan memegang pundak Iwan. "Tapi aku tahu, kamu belum pernah jatuh cinta. Jadi jangan pernah kamu menyia-nyiakan gadis itu lagi.." lanjutnya.
Iwan tengadah menatap Reno yang berdiri di depannya, "kamu serius?"
Reno hanya tersenyum. "cepat, ya. Sebelum aku berubah pikiran.." lontar Reno sambil menepuk-nepuk pundak Iwan. Ia pun kemudian keluar dari kamar itu. "ingat! jangan sampai aku berubah pikiran.." lanjutnya setelah ia kelaur dari kamar itu.
Iwan tersenyum, "baik pak Insinyur.." teriaknya. Ia pun tersenyum lega.
Sekian..