Namanya Melisa. Dia seorang gadis yang berparas cantik dengan tubuh yang seksi.
Melisa masih kuliah, usianya juga masih 22 tahun. Melisa kost sendiri, tak jauh dari kampus tempat ia kuliah.
Melisa tak punya banyak teman. Karena dia memang tak terlalu suka berkumpul dengan orang-orang. Dia lebih menyendiri, menikmati dunia nya sendiri.
Sebagai seorang gadis cantik, tentu saja banyak cowok yang berusaha mendekati Melisa. Namun tidak satu pun dari semua cowok itu, yang bisa menarik perhatian Melisa.
Melisa seorang yatim. Ayahnya meninggal saat ia masih berusia sepuluh tahun. Ibu nya berusaha membesarkannya dan dua orang adiknya, sendirian. Ibunya bekerja di sawah orang di kampung. Adiknya sekarang sudah ada yang SMA dan juga yang bungsu sudah SMP.
Melisa memang harus berusaha hidup hemat, demi untuk bisa kuliah. Uang yang dikirim ibunya setiap bulan, tidaklah pernah benar-benar cukup.
Tapi Melisa benar-benar kuliha, karena itu ia nyambi kerja menjadi pelayan kafe saat sore hingga malam hari. Penghasilannya juga lumayan, cukuplah untuk ia bertahan hidup di kota besar ini.
Karena itu juga sebenarnya, Melisa selalu menjaga jarak dengan teman-teman kampusnya. Biar bagaimana pun, sebagai gadis modern, Melisa masih merasa gengsi untuk mengakui, kalau ia bekerja sambil kuliah. Dan karena itu juga, Melisa belum mau berteman dekat dengan seorang laki-laki, apa lagi sampai berpacaran.
Meski pun demikian, sebagai gadis normal, Melisa juga punya rasa tertarik pada lawan jenisnya. Salah seorang pria yang selalu menjadi perhatian Melisa selama ini adalah om Arga. Seorang pria yang sudah berusia hampir 40 tahun.
Om Arga memang seorang duda, tapi ia hidup sendirian. Om Arga bercerai dari istrinya beberapa tahun yang lalu. Ia bercerai karena istrinya pergi bersama pria lain. Dari hasil pernikahannya tersebut, om Arga sebenarnya sudah punya seorang anak laki-laki. Dan anaknya itu ikut bersama ibunya, saat om Arga memutuskan untuk menceraikan istrinya.
Sudah hampir lima tahun om Arga tinggal sendirian. Dia tinggal di sebuah rumah bulatan yang berada tidak terlalu jauh dari tempat Melisa kost.
Melisa dan om Arga sebenarnya juga sudah sering bertemu, terutama saat pagi hari, ketika mereka sama-sama berbelanja sayur-sayura pada tukang sayur keliling yang lewat di gang tersebut.
Awalnya mereka hanya sekedar saling senyum dan hanya sekedar tegur sapa. Tapi lama kelamaan mereka pun mulai dekat dan akrab. Apa lagi semenjak om Arga dengan cukup berani meminta nomor handphone Melisa.
Kedekatan mereka cukup membuat Melisa merasa terkesan. Sosok om Arga yang sudah sangat dewasa, membuat Melisa seakan menemukan sesuatu yang selama ini ia cari. Sejak ayahnya meninggal, Melisa memang selalu merindukan sosok seorang pria dewasa dalam hidupnya. Dan kehadiran om Arga cukup mengobati kesepian Melisa selama ini.
Om Arga adalah seorang karyawan di sebuah bank negara. Kehidupannya juga sangat mapan. Om Arga juga seorang pria yang cukup tampan, dengan postur tubuhnya yang masih terlihat gagah dan kekar. Apa lagi om Arga sangat suka berolahraga, terutama joging pada pagi hari.
Semakin lama, Melisa semakin mengagumi sosok om Arga. Demikian juga sebaliknya, om Arga sudah mulai jatuh cinta pada Melisa.
Hingga pada suatu kesempatan, om Arga pun mengungkapkan perasaan suka nya pada Melisa. Dan gayung pun bersambut, Melisa pun menerima cinta om Arga.
Sejak saat itulah mereka pun resmi berpacaran.
Melisa mau pun om Arga merasa sangat bahagia dengan semua itu. Mereka benar-benar menikmati indahnya cinta mereka berdua. Sampai akhirnya mereka pun kebablasan. Hubungan mereka sudah melewati batas. Dan hal itu membuat Melisa pun hamil.
Kehamilan Melisa justru menjadi awal bencana dari hubungan mereka.
Tak di sangka, sikap om Arga tiba-tiba saja berubah. Dia yang awalnya dikenal Melisa sebagai laki-laki baik, sopan, lembut dan penuh kasih sayang. Tiba-tiba saja berubah beringas, pemarah dan sangat kasar.
Melisa tentu saja merasa syok dengan perubahan tersebut. Apa lagi saat ini ia sedang mengandung anak dari om Arga. Tapi Melisa harus siap menghadapi perubahan tersebut, karena ia butuh tanggungjawab dari om Arga. Hanya saja sayangnya om Arga tidak benar-benar ingin bertanggungjawab.
Om Arga sudah mulai menghindari Melisa. Ia jadi jarang berada di rumah. Dia juga tak pernah mengangkat telpon dari Melisa.
Melisa pun menjadi bingung dengan semua itu. Dia telah merasa di campakkan oleh om Arga. Tapi Melisa tak bisa menyalahkan om Arga sepenuhnya. Semua itu terjadi juga atas keinginannya sendiri. Hanya saja Melisa sangat tidak menyangka, kalau om Arga akan lari dari tanggungjawabnya.
Kini Melisa tak bisa berbuat apa-apa lagi. Om Arga selalu menghindarinya. Meski Melisa sudah melakukan berbagai cara untuk bisa bertemu om Arga. Dan bahkan dengan terang-terangan om Arga tidak mau mengakui, kalau anak yang Melisa kandung adalah anaknya.
"itu jelas bukan anak ku. Aku tak mungkin bisa punya anak." ucap om Arga tegas namun dengan suara bergetar.
"kenapa om yakin kalau ini bukan anak om?" tanya Melisa marah.
"karena aku ini mandul, Melisa. Aku gak mungkin bisa punya anak. Anak dari istri pertama ku juga bukan anak ku, itu anak dari selingkuhahnya. Karena itu aku menceraikannya. Jadi kamu gak perlu mengaku-ngaku kalau itu adalah anak ku." balas om Arga tajam.
Hati Melisa sangat terluka mendengar semua itu. Hatinya yang tadi merasa marah pada om Arga, tiba-tiba luluh lantak oleh kenyataan tersebut.
Melisa menangis tersedu-sedu. Ia meratapi kepedihan hidup yang menimpanya saat ini. Dia tak bisa menyalahkan om Arga lagi.
Melisa pun mengingat kembali kejadian beberapa bulan yang lalu. Saat ia mendapat kabar dari kampung halamanya, kalau ibunya sakit parah dan harus segera di operasi. Melisa tak punya uang untuk biaya operasi ibunya. Karena itu ia menerima tawaran dari salah seorang temannya yang sama-sama bekerja di kafe.
Sebenarnya saat itu, Melisa ingin sekali meminta bantuan kepada om Arga. Tapi ia merasa enak hati. Ia takut, om Arga berpikir, kalau ia hanya memanfaatkan om Arga. Kalau ia berpacaran dengan om Arga hanya untuk uang. Karena itu Melisa memilih untuk tidak menceritakan hal tersebut kepada om Arga.
Melisa lebih memilih menerima tawaran teman kerjanya, untuk menemani seorang lelaki tua tidur dengannya. Sebenarnya tawaran seperti itu sudah sejak lama di tawarkan kepada Melisa, namun selama ini Melisa selalu menolak. Tapi karena saat itu ia sangat butuh uang ia pun terpaksa menerimanya.
Melisa tidak berpikir, kalau tawaran untuk tidur dengan seorang laki-laki tua tersebut, bisa membuatnya hamil. Melisa memang sengaja tidak memakai pengaman, karena ia pikir, ia dan om Arga juga sudah sering melakukan hal tersebut. Jadi hal itu tidaklah akan menjadi masalah menurutnya.
Meski pun Melisa di bayar mahal waktu itu, dan semuanya juga berjalan lancar. Om Arga tak pernah mengetahui hal tersebut. Sampai Melisa menyadari kalau ia sedang hamil. Tentu saja yang ada dalam pikiran Melisa saat ia mengetahui kalau ia hamil, adalah bahwa anak yang ia kandung tersebut adalah anaknya om Arga.
Tapi ternyata semua itu di luar dugaan Melisa. Om Arga sudah mengetahui kalau itu bukan anaknya. Karena itu juga sikap om Arga pun jadi berubah. Ia merasa kalau Melisa telah mengkhianatinya. Ia merasa kalau Melisa sedang ada hubungan dengan pria lain. Dan karena itu juga, ia tak mau bertanggungjawab. Sebab om Arga yakin, itu memang bukan anaknya.
*****
Dengan terisak, akhirnya Melisa memberanikan diri untuk jujur pada om Arga tentang apa yang telah menimpanya beberapa bulan yang lalu. Dia menceritakan semuanya, tanpa ada lagi yang ia tutup-tutupi.
Om Arga tentu saja sangat marah dengan semua itu. Padahal ia sudah terlanjur jatuh cinta pada Melisa, tapi Melisa justru tidak mau berbagi penderitaan hidupnya dengan om Arga.
"saya hanya tak ingin om menganggap saya cewek materialistis, jika saya menceritakan tentang ibu saya yang sakit dan butuh uang untuk operasi tersebut pada om Arga." jelas Melisa mengakhiri ceritanya pada om Arga.
"lalu apa kamu pikir dengan menjual diri, akan menjadikan kamu lebih baik dari seorang cewek materialistis?" tajam kalimat om Arga membalas.
"saya benar-benar minta maaf, om.." suara Melisa semakin menghiba, mengiringi rasa penyesalannya.
"permintaan maaf mu itu tidak akan mengubah apa pun yang telah terjadi, Mel. Jadi kamu gak perlu menghiba seperti itu.." balas om Arga masih terdengar tajam.
"iya... aku tahu, om. Tapi aku sangat berharap om Arga mau memaafkan aku.." ucap Melisa lirih.
"aku bisa saja memaafkan kamu, Mel. Tapi ... aku gak mungkin mau bertanggungjawab atas kehamilan kamu tersebut. Itu jelas gak mungkin, Mel. Bertahun-tahun aku hidup dengan istri ku, dan berusaha membesarkan anak orang lain. Hingga akhirnya aku tahu kalau itu bukan anak ku, hati ku sangat sakit, Mel. Dan sekarang kamu meminta aku untuk mengulangi hal itu lagi?"
"aku gak sanggup. Mel. Sekali pun aku sangat mencintai kamu. Jika saat kita belum menikah saja, kamu sudah berani untuk mengkhianati ku, bagaimana pula ke depannya?"
ucapan om Arga yang panjang lebar dan penuh makna itu semakin membuat Melisa merasa hancur. Ia merasa kehilangan pegangan. Saat ini, satu-satunya tempat ia berharap hanyalah kepada om Arga.
"kenapa kamu gak minta pertanggungjawaban dari laki-laki yang membayarmu itu saja?" om Arga berucap tajam.
"aku di bayar untuk melakukan hal tersebut, om. Jadi aku gak punya hak untuk minta pertanggungjawabnnya. Dan lagi pula ia pasti tidak akan mengakui hal tersebut." balas Melisa terdengar pilu.
"ya udah.. itu semua sekarang bukan urusan ku lagi. Dan aku harap, kamu gak usah menganggu kehidupan ku lagi. Bagi ku semuanya diantara kita sudah berakhir." tegas suara om Arga berucap.
"lalu apa hubungan kita selama ini gak ada artinya bagi om Arga?" tanya Melisa ringkih.
"tentu saja semua itu sangat berarti bagiku, Mel. Tapi apa artinya semua itu, jika kamu lebih memilih untuk mengkhianati ku?" balas om Arga.
"aku terpaksa melakukannya, om. Aku tak punya pilihan lain saat itu." isak Melisa lagi.
"selalu ada pilihan dalam hidup ini, Mel. Dan selalu ada resiko pada setiap pilihan. Kini saatnya kamu menanggung resiko dari pilihan mu sendiri..." suara om Arga terdengar berat.
Dan setelah berkata demikian, om Arga pun segera pergi dari sana. Meninggalkan Melisa yang masih terus terisak dalam penyesalannya.
Melisa tidak tahu siapa yang harus ia salahkan dalam hal ini. Hatinya kah yang terlanjur jatuh cinta pada om Arga? Atau om Arga kah yang datang pada saat ia membutuhkannya?
Atau haruskah Melisa menyalahkan orang yang telah membayarnya? Atau justru ia harus pada ibunya yang tiba-tiba sakit pada saat yang tidak tepat?
Atau mungkinkah ia menyalahkan bayi yang ada dalam kandungannya, yang hadir di saat ia belum siap?
Dan melisa memilih pilihan terakhirnya. Karena itu ia pun nekat mencari orang yang bisa mengakhiri semua penderitaannya tersebut.
Melisa tahu, resikonya terlalu besar jika ia memilih untuk menggugurkan kandungannya tersebut. Tapi saat ini, hanya itu satu-satunya pilihan yang ia punya. Dan Melisa telah siap dengan segala resiko yang harus ia terima nantinya.
****
Sekian...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar