Nama ku Elsa. Usia ku sudah 35 tahun saat ini, dan aku sudah menikah. Aku juga sudah punya dua orang anak saat ini.
Suami ku namanya mas Ryan, usianya sudah hampir 40 tahun sekarang. Mas Ryan adalah seorang pengusaha yang sangat sukses.
Aku menikah dengan mas Ryan, pada saat usia ku masih 24 tahun, dan mas Ryan sudah berusia 29 tahun saat itu. Kami menikah atas dasar saling cinta dan suka sama suka. Kami bahkan sempat pacaran selama kurang lebih 2 tahun, sebelum akhirnya kami memutuskan untuk menikah.
Mas Ryan memang sudah kaya sejak dulunya. Ia anak tunggal dari seorang pengusaha kaya. Saat ini pun mas Ryan sebenarnya, sedang melanjutkan usaha keluarganya tersebut.
Sedangkan aku saat itu, hanyalah seorang gadis desa yang merantau ke kota, dan berusaha berjuang untuk bisa mendapatkan hidup yang layak.
Aku memang sempat kuliah dan berhasil lulus dengan hasil yang terbaik. Hingga aku bisa mendapatkan pekerjaan di sebuah perusahaan, sebagai karyawan biasa, dengan gaji yang masih pas-pasan.
Sampai akhirnya aku bertemu mas Ryan. Kami saling tertarik dan akhirnya saling jatuh cinta.
Hubungan kami awalnya, tentu saja ditentang oleh kedua orangtua mas Ryan. Tapi pada akhirnya mas Ryan berhasil meyakinkan mereka, kalau aku adalah wanita yang cocok untuk mendampingi hidupnya.
Kami pun akhirnya menikah, dengan sebuah pesta yang sangat meriah. Di hadiri oleh para tamu dari kalangan atas. Tapi tidak ada satu pun dari keluarga ku di kampung yang diperbolehkan hadir, kecuali kedua orangtua ku.
Dengan semua drama 'si miskin dan si kaya' tersebut, aku mencoba untuk bisa menerima semua perlakuan tidak adil itu. Apa lagi, mas Ryan selalu berhasil untuk membuat ku tetap bertahan.
Setelah menikah, kami pun pindah ke rumah kami sendiri, yang mas Ryan beli sebagai hadiah pernikahan kami. Walau sebenarnya aku yang meminta mas Ryan agar segera pindah rumah setelah kami menikah. Karena aku pasti sangat tidak tahan, hidup bersama mertua yang tidak terlalu menyukai ku.
Namun apa pun itu, aku bahagia bisa menikah dengan mas Ryan. Bukan karena ia punya kehidupan yang mewah, tapi karena memang aku sangat mencintainya, dan aku juga tahu kalau mas Ryan juga mencintai ku.
Aku dan mas Ryan memulai hidup baru, di sebuah rumah mewah dengan segala perlengkapannya yang mewah pula. Bahkan kami punya beberapa orang pembantu di rumah tersebut, beserta seorang sopir pribadi keluarga kami.
Mas Ryan memang tak pernah memberi aku kepercayaan penuh untuk membawa mobil sendiri, jika aku harus keluar rumah. Karena itu, ia memberi ku seorang sopir pribadi, untuk bisa mengantarkan aku kemana pun aku ingin pergi.
****
Bertahun-tahun pernikahan ku dengan mas Ryan berjalan dengan sangat lancar. Aku merasa bahagia dengan semua itu. Hidup yang aku jalani saat itu, adalah impian bagi hampir setiap wanita di dunia ini.
Punya suami tajir dan tampan, memiliki dua orang anak yang lucu dan pintar. Apa pun yang aku inginkan selalu tersedia. Aku bahkan tidak diperbolehkan untuk bekerja. Semua urusan dapur dan beres-beres rumah, sudah ada pembantu yang menyelesaikannya.
Untuk urusan anak-anak ku, sudah ada babysitter yang mengurusnya. Aku merasa hidup bagai seorang ratu, yang hampir sudah punya segalanya.
Namun setelah hampir delapan tahun menikah, dan anak pertama ku sudah berusia 7 tahun sedangkan anak bungsu ku sudah berusia 4 tahun, aku mulai merasa ada yang kurang dalam hidup ku.
Sesuatu yang sebenarnya sudah aku rasakan sejak lama, bahkan sejak di tahun awal-awal kami menikah. Sesuatu yang aku sebut 'kesepian'.
Yah... meski pun hidup ku bergelimang harta, tapi aku sering merasa kesepian. Aku sering merasa sendiri dan hampa. Karena jujur saja, sejak awal menikah, suami ku lebih sering menghabiskan waktu di luar rumah. Di tempat kerjanya.
Mas Ryan, memang lebih sering tidak berada di rumah, karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Bahkan ia juga sering, tidak pulang selama beberapa hari, karena harus bekerja di luar kota dan juga luar negeri.
Awalnya aku coba mengerti, karena semua yang mas Ryan lakukan adalah untuk ku dan anak-anak. Namun bukan hanya materi yang aku butuhkan dari mas Ryan. Sebagai seorang istri, aku juga butuh perhatian dan kasih sayangnya.
Aku tahu, kalau mas Ryan sebenarnya sangat mencintai ku. Namun caranya mencintai ku, tidak seperti yang aku harapkan. Aku ingin mas Ryan lebih punya banyak waktu untuk ku dan anak-anak. Aku ingin mas Ryan, lebih sering berada di rumah.
Kadang aku iri melihat pasangan suami istri yang sering jalan-jalan berdua. Sering liburan bersama keluarga.
Namun mas Ryan berbeda, ia bahkan hampir tidak pernah mengajak aku dan anak-anak liburan. Kalau pun harus liburan, biasanya aku hanya bersama anak-anak dan pembantu. Mas Ryan lebih menunjukan rasa cintanya, dengan memberi aku materi yang berlimpah.
Aku jadi sering merasa kesepian, terutama di malam hari. Aku sering menangis sendiri, mengingat itu semua. Aku merasa istri yang terabaikan.
Aku pernah menyampaikan hal tersebut kepada mas Ryan, namun ia justru memarahi ku, dan menganggap aku tidak mendukung atas semua usahanya tersebut. Hingga pada akhirnya, aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi, selain mencoba menjalani semuanya dengan lapang dada.
Aku nikmati sepi ini, dengan tetap berusaha berpikir positif. Aku coba menguatkan diri ku sendiri. Setidaknya aku masih punya anak-anak, dan kehidupan yang mewah.
Tapi biar bagaimana pun, aku ini hanyalah seorang wanita biasa. Aku juga butuh kasih sayang dan perhatian, terutama dari seorang laki-laki. Setidaknya dari suami ku sendiri. Meski hal itu sangat sulit untuk aku dapatkan.
****
Kesepian ku semakin lama semakin terasa menyiksa bagi ku. Apa lagi akhir-akhir ini mas Ryan semakin jarang pulang ke rumah. Sekali pun ia pulang, itu pun hanya untuk beristirahat sejenak, lalu pergi lagi. Aku baginya hanyalah sebuah hiasan, yang hanya ia pandang, tanpa ada keinginannya untuk menyentuh.
Aku mulai merasa terabaikan. Kesepian ku kian memuncak dan kelam.
Hingga akhirnya semua itu terjadi....
Yah... entah dari mana semua itu berawal. Namun yang pasti, aku akhirnya sebuah kesalahan. Kesalahan yang sangat besar dan fatal.
Namanya David. Dia sopir baru keluarga kami. Usianya baru sekitar 28 tahun. David sudah bekerja selama kurang lebih setahun bersama kami, semenjak sopir lama kami mengundurkan diri, karena sudah cukup tua.
David seorang pemuda yang berwajah lumayan tampan, dengan postur tubuhnya yang kekar dan terlihat sangat proporsional. Seorang laki-laki ramah dan murah senyum.
Awalnya, aku tidak begitu memperhatikan David. Bagiku ia hanyalah seorang sopir. Dan kebetulan juga, mas Ryan lah yang memperkerjakan David bersama kami, karena masih ada hubungan keluarga katanya.
Namun semakin sering menghabiskan waktu bersama David, diam-diam aku mulai memperhatikannya. Entah mengapa, aku merasa tertarik, untuk mengenal David lebih jauh lagi. Apa lagi selama ini, aku memang jarang dekat dengan seorang laki-laki.
Mas Ryan adalah pacar pertama ku, setelah menikah dengannya, aku tak pernah lagi mengenal dekat seorang laki-laki dalam hidup ku. Dan kehadiran David mampu membuatku merasa tergugah, untuk lebih dekat dengannya.
Aku menyadari, semua itu terjadi, karena mas Ryan yang sangat jarang berada di rumah. Apa lagi mas Ryan juga sangat jarang memuji ku apa lagi memanjakan ku, seperti awal-awal pernikahan kami dulu.
Aku tahu, itu bukan alasan, tapi rasa sepi ku benar-benar sudah tidak bisa aku bendung lagi. Dan kehadiran David yang masih muda, penuh perhatian dan ramah, membuat aku tak bisa menolak kehadirannya dalam pikiran ku yang sepi.
Apa lagi, aku juga sering menghabiskan waktu bersama David. Saat ia mengantarku berbelanja, saat ia mengantarku pergi arisan, atau pun saat ia mengantar dan menjemput anak-anak ke sekolah bersama ku.
David juga tinggal serumah dengan kami. Hal itu semakin membuat aku punya banyak kesempatan, untuk sekedar mengobrol dengannya.
David mampu menghiburku. Ia mampu mengusir rasa sepi ku. Tawa ku yang sempat hilang, karena selalu merasa kosong, tiba-tiba terdengar renyah kembali, dengan segala keluguan dan kelucuan yang David ciptakan untuk sekedar menghibur ku.
Aku terlena dengan semua itu. Aku mulai terhanyut dengan perasaan ku terhadap David. Pelan-pelan aku mulai mengaguminya. Ada perasaan suka menyelinap masuk ke relung hati ku yang sepi.
Rasa itu, kian lama kian berkembang. Aku tak bisa lagi membendungnya. Aku tak bisa berhenti untuk tidak memikirkan David, terutama saat malam menjelang tidur.
Wajah tampan dan tubuhnya yang gagah, selalu menghiasi fantasi liar ku. Aku terjebak dalam rasa suka yang tidak bisa aku kendalikan. Aku merasa nyaman saat bersama David. Hidupku jadi lebih berwarna karena kehadirannya.
Lalu salahkah aku, bila aku katakan aku telah jatuh cinta padanya? Salahkah aku jika pada akhirnya, ada rasa ingin memilikinya tumbuh begitu besar di hati ku? Salahkah aku jika aku ingin selalu bersamanya?
Karena hanya bersamanya aku merasa tenang dan damai. Hanya bersama aku bisa menjadi diri ku sendiri. Hanya bersamanya, aku bisa merasakan keindahan hidup.
****
Pada akhirnya, aku tidak bisa lagi memendam semua itu. Aku tidak ingin menutupinya lagi. Aku ingin David tahu, kalau aku mencintainya. Aku ingin David tahu, kalau aku menginginkannya.
Hingga akhirnya, aku pun memberanikan diri, untuk mengungkapkan semuanya kepada David secara blak-blakan. Aku ungkapkan semuanya kepada David. Dan dengan sedikit memohon, aku berharap David bisa menerima ku.
Dan sungguh di luar dugaan ku, tidak penolakan sedikit pun dari David. Dia menyambutkan dengan penuh kehangatan. Dia memberikan semua yang aku butuhkan darinya. Kasih sayang, perhatian dan cinta.
Aku yang selama ini, seperti bunga yang layu, karena tak pernah disirami, kini seakan mekar kembali. Aku yang selama ini, ibarat sumur yang kering, kini telah kembali basah, dengan air yang melimpah.
Aku tumpahkan semua kesepian ku kepada David. Aku berikan semuanya. Aku buka hatiku lebar-lebar, untuk menyambut kehadiran David yang begitu indah. Dan aku merasa sangat lega.
Segala kesepian seakan sirna seketika. Segala kehampaan ku seakan lebur menjadi satu dalam sebuah keindahan cinta yang aku persembahkan hanya untuk David.
Aku biarkan David membawa ku berlayar dalam kidung cinta yang indah. Aku menjadi sedikit liar bersama David. Mengingat sudah sangat lama, aku tak pernah lagi merasakan hal tersebut.
Dan aku terlena, terpukau dan sangat terkesan. Karena apa yang David berikan, jauh lebih indah dari apa yang pernah aku rasakan bersama mas Ryan. David benar-benar memanjakan ku dengan cara yang sangat indah.
****
Aku dan David menjalin hubungan secara diam-diam. Kami pacaran, dan sama-sama dilanda asmara. Cinta kami menyatu. Hati kami saling mengikat. Dan aku menemukan kebahagiaan lain bersama David.
Berbulan-bulan hubungan ku bersama David terjalin dengan indah. Berbulan-bulan aku merasakan semua keindahan tersebut. Dan aku merasa sangat terlena dengan semua itu.
Hingga aku merasa, seolah-olah aku bukan lagi istri dari seorang suami. Cinta ku kepada David benar-benar membuat aku lupa, akan status ku saat ini. Aku tak peduli lagi, sekali pun mas Ryan hanya pulang sekali sebulan. Aku tak peduli.
Semakin mas Ryan tidak ada di rumah, aku semakin merasa aman. Aku semakin punya banyak kesempatan untuk bisa menghabiskan waktu berdua bersama David.
Namun, tidak ada kesalahan yang akan lepas dari yang namanya hukuman. Tidak ada kesalahan yang tidak akan mendapatkan imbalannya. Semua pasti ada resikonya. Sepandai apa pun aku menyimpan bangkai, pasti akan tercium juga.
Ketika pada suatu malam, mas Ryan pulang ke rumah tanpa mengabari ku. Ia akhirnya memergoki ku bersama David di dalam kamar, yang pintunya hampir selalu lupa aku kunci. Mas Ryan dapat melihat dengan jelas apa yang sedang kami lakukan.
Aku kaget, David juga. Kami sama-sama panik dan segera saling menjauh. Namun mas Ryan sudah terlanjur melihat perbuatan kami. Ia terlihat sangat marah.
Dengan spontan mas Ryan berlari mengejar David. Sebuah pukulan mendarat di wajah David yang sudah pucat pasi tersebut. Tak berhenti hanya sampai disitu, belum sempat David memutar kepala kembali, pukulan kedua pun mengenai dagu nya, dilanjutkan dengan pukulan selanjutnya.
Saat David akhirnya terjerembab ke bawah, mas Ryan mulai menggunakan kakinya, untuk memberikan tendangan keras ke bagian perut David. David terjerit beberapa kali. Aku juga. Aku turut histeris melihat itu semua.
Tapi mas Ryan tak berniat untuk berhenti. Setelah merasa puas melampiaskan kemarahannya kepada David, ia berpindah mendekati ku. Sebuah tamparan tajam mengenani pipi ku yang sudah basah oleh air mata sejak tadi.
Aku terjerit lagi. Tapi mas Ryan tak peduli, ia kembali melayangkan tangannya padaku. Beberapa kali. Sambil terus mengucapkan segala sumpah serapahnya kepada kami berdua. Dan kami tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali hanya saling menjerit.
Hingga akhirnya, seorang pembantu masuk dan mencoba menenangkan mas Ryan. Meski tak mudah, pembantu itu pun berhasil membawa mas Ryan untuk keluar dari kamar tersebut, yang memberi kami kesempatan untuk segara keluar dari sana.
Kejadian malam itu, begitu cepat dan begitu menyakitkan. Aku tidak pernah menduganya sama sekali. Mas Ryan memang layak untuk marah. Dan kami juga sangat layak untuk di perlakukan demikian. Bahkan lebih dari itu.
****
Akhirnya, mas Ryan mengusir aku dan David dari rumah tersebut. Ia tak pedulikan permohonan maaf kami berdua. Dan aku menyadari, kalau kami memang tidak pantas untuk mendapatkan maafnya.
Dengan sangat terpaksa aku dan David pun harus pergi dari rumah tersebut, sebelum mas Ryan berubah pikiran dan memperpanjang persoalan itu. Kami memang harus pergi.
Aku menyadari kalau kesalahan ku sangatlah fatal. Dan aku harus menerima semua hukumannya. Aku harus meninggalkan semua kehidupan mewah yang telah aku jalani selama bertahun-tahun. Dan lebih parah lagi, aku juga harus kehilangan anak-anak ku.
Mas Ryan tidak memperpanjang persoalan tersebut, dia hanya ingin kami pergi untuk selamanya, dan tidak pernah kembali lagi. Dan dia juga tidak akan mengizinkan aku untuk bertemu anak-anak ku lagi.
Aku memutuskan untuk kembali ke rumah orangtua ku di kampung, tanpa berani menceritakan apa yang telah terjadi. Aku hanya terdiam seribu bahasa, saat ibu dan ayahku mencoba mewancarai ku. Aku belum siap untuk bercerita kepada mereka, atas kesalahan ku tersebut.
Sementara, aku tak tahu lagi, bagaimana kabar David saat ini. Aku memutuskan untuk tidak lagi bertemu dengan David. Aku memutuskan untuk mengakhiri semuanya.
Kini aku hanya hidup dalam penyesalan yang tak berujung. Aku telah kehilangan semuanya. Kehidupan ku dan juga anak-anak ku. Hanya karena aku tidak bisa menahan diri, dari pahitnya rasa sepi.
Mungkin aku memang salah, karena lebih memilih mencari cara lain untuk menghilangkan kesepian ku selama ini. Seharusnya aku tidak melakukan hal tersebut. Seharusnya, aku lebih memilih, untuk membicarakannya lebih dalam bersama mas Ryan.
Tapi semua sudah terjadi. Aku tak bisa berbuat apa-apa lagi. Aku hanya bisa pasrah. Ini adalah hukuman yang pantas aku terima atas semua kesalahan ku.
Apa lagi tak lama kemudian, mas Ryan pun melayangkan surat cerai padaku. Dan dengan kekuasaannya, ia berhasil membuat hak asuh kedua anak-anak kami, jatuh sepenuhnya ke tangannya. Yang berarti aku tidak bisa lagi bertemu dengan anak-anak ku, apa pun caranya.
Aku tak bisa melawan hal tersebut. Aku tak punya kuasa akan hal itu. Aku hanya seorang wanita desa, yang mencoba mencari kebahagiaan dengan cara yang salah. Dan apa pun cerita ku, di mata orang-orang aku sudah pasti menjadi orang yang paling bersalah.
Aku juga tidak berniat untuk membenarkan diri. Mengingat hal itu memang sudah tidak penting lagi sekarang. Seperti apa pun aku berusaha untuk membenarkan tindakan ku, aku tetap berada di posisi yang dipersalahkan dalam hal ini.
Aku hanya berharap, semoga aku bisa melupakan semuanya. Aku hanya berharap, semoga aku bisa memperbaiki diri, dan menjadi orang yang lebih baik lagi. Semoga semua kejadian ini, mampu memberi pelajaran yang berharga dalam hidup ku.
Yah... semoga saja...
****