Aku seorang lelaki yang sudah berusia 22 tahun saat ini. Aku bekerja jadi seorang tukang parkir di sebuah mini market. Aku menjadi seorang tukang parkir sudah hampir empat tahun lamanya, setidaknya sejak aku lulus SMA.
Aku tidak kuliah, karena memang aku berasal dari keluarga yang kurang mampu. Apa lagi sejak aku lulus SMA, ayah ku sudah meninggal dunia, karena penyakit jantung yang ia derita. Sedangkan ibu ku yang sudah menua, juga mulai sering sakit-sakitan.
Sejak saat itu, aku otomatis menjadi tulang punggung keluarga ku. Aku harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup kami, dan juga untuk biaya sekolah adik-adik ku yang masih kecil-kecil. Dua adik ku masih bersekolah, dan masih butuh biaya banyak.
Menjadi tukang parkir adalah satu-satunya keahlian ku saat ini, dan juga merupakan satu-satunya sumber pendapatan ku. Meski pun sebenarnya, pendapatan ku sebagai seorang tukang parkir tidaklah pernah cukup untuk biaya hidup kami. Tapi setidaknya, aku masih punya penghasilan dan tidak harus jadi seorang pengemis.
Bertahun-tahun menjadi tukang parkir, membuat aku harus terbiasa hidup dalam kekurangan. Aku harus bisa berhemat, demi biaya hidup keluarga ku dan juga demi biaya sekolah adik-adik ku. Aku harus bisa menahan segala keinginan ku, terutama untuk hal-hal yang bersifat kemewahan.
Aku juga jadi jarang nongkrong, aku jadi hampir tidak punya teman. Dan bahkan aku belum pernah pacaran sama sekali, meski pun aku sudah sering merasa jatuh cinta pada gadis-gadis yang pernah aku kenal. Namun aku merasa cukup sadar diri, dan tidak pernah berani untuk mengungkapkan hal tersebut. Aku hanya bisa memendamnya.
Sampai pada suatu saat....
"kamu Bara kan?" suara lembut seorang wanita bertanya padaku, saat aku sedang beristirahat di teras ruko mini market tersebut.
Aku mencoba menatap wanita tersebut dengan seksama. Mencoba mengenalinya. Tapi aku tidak berhasil mengingat wanita tersebut. Apa lagi menurut ku wanita itu, sudah cukup berumur. Mungkin sudah hampir 40 tahun usianya.
"iiya... tante... saya Bara... Tapi.. maaf... tante siapa ya?" balasku akhirnya walau dengan sedikit terbata.
"oh.. kamu sudah gak ingat sama tante ya? Saya tante Caca, mama nya Derry, teman SMA kamu dulu." balas wanita tersebut, sedikit bersemangat.
Sepintas pikiran ku pun melayang ke masa-masa SMA dulu. Aku dulu memang pernah punya beberapa orang teman dekat, ketika SMA. Salah satunya ya Derry, teman ku yang paling dekat. Dulu Derry sering mengajak aku main ke rumahnya, bahkan kadang aku juga sampai menginap di rumahnya.
"oh.. iya.. tante.. sekarang saya ingat..." balasku pelan.
"kamu jadi tukang parkir sekarang?" tanya tante Caca dengan suara datar, yang membuat ku jadi tidak bisa untuk tersinggung.
"iya.. tante..." balasku masih pelan.
"kamu gak kuliah?" tante Caca bertanya kembali.
Aku hanya menggeleng menjawab pertanyaan tersebut.
"Derry gimana tante? Kuliah dimana ia sekarang?" aku mencoba bertanya untuk mengalihkan pembicaraan.
"oh.. Derry sekarang sedang kuliah di luar negeri, ikut papa nya disana.." balas tante Caca, sedikit lemah.
"sekarang tante hanya tinggal sendirian di rumah, sejak Derry dan papanya harus pindah ke luar negeri.." tiba-tiba tante Caca melanjutkan ucapannya.
"kenapa tante gak ikut kesana?" tanya blak-blakan.
Ku lihat tante Caca sedikit menghembuskan napas berat..
"panjang ceritanya, Bara..." balasnya terdengar sangat lemah.
****
Sejak saat itu, tante Caca semakin sering berbelanja di mini market tempat aku menjadi tukang parkir tersebut. Aku tidak tahu alasan apa sebenarnya yang membuat tante Caca jadi sering datang ke tempat aku bekerja. Tapi yang pasti, setiap kali ia datang, ia selalu berusaha untuk mengajak aku mengobrol.
Dan bahkan ia juga jadi sering mengajak aku makan siang berdua dengannya. Kebetulan di samping mini market tersebut memang ada sebuah rumah makan, sehingga aku jadi tidak punya alasan untuk menolak ajakannya tersebut.
Dan semakin hari kami semakin akrab dan dekat. Tante Caca jadi sangat baik padaku. Ia jadi penuh perhatian padaku. Ia pun akhirnya dengan blak-blakan menceritakan semua kisah rumah tangganya padaku.
Tante Caca cerita, kalau dulu ia memang menikah dengan seorang bule yang berasal dari negeri Jerman. Pernikahan mereka pun menghasilkan seorang anak, yaitu Derry. Namun pernikahan mereka harus kandas, karena sang suami harus kembali ke Jerman.
Tante Caca sendiri tidak ingin ikut suaminya ke Jerman, karena ia punya bisnis sendiri yang harus ia kelola. Sementara anak mereka, Derry, setelah tamat SMA, harus kuliah di Jerman demi memenuhi keinginan papanya.
Sejak saat itu, tante Caca jadi hidup seorang diri di sebuah rumah mewah, di kawasan perumahan elit, yang berada tidak terlalu jauh dari mini market tempat aku bekerja.
Setidaknya begitulah cerita tante Caca padaku, perihal perjalanan hidup dan rumah tangganya.
"kadang... saya juga sering merasa kesepian, karena hanya tinggal sendirian di rumah..." ucap tante Caca suatu saat padaku.
"kenapa tante gak menikah lagi?" tanyaku membalas.
"tante pernah coba menjalin hubungan yang serius dengan seorang laki-laki, tapi tidak berhasil. Karena pada akhirnya tante tahu, kalau laki-laki itu hanya mengejar harta tante. Ia hanya sekedar memanfaatkan tante, bukan untuk hubungan yang serius.."
"sejak saat itu, tante jadi lebih berhati-hati dalam menjalin hubungan dengan laki-laki mana pun. Karena tante tidak ingin merasakan kekecewaan lagi. Tante memilih hidup sendiri, dari pada harus bersama laki-laki yang salah.." cerita tante Caca lagi.
"kamu sendiri gimana, Bar? Kamu udah punya pacar?" tiba-tiba tante Caca bertanya demikian, setelah suasana hening tercipta sesaat di antara kami.
"saya mana sempat mikiran soal pacar tante. Saya bisa makan dari hari ke hari saja udah syukur.." balasku pilu.
Sebenarnya, aku juga sudah cerita kepada tante Caca tentang kehidupan yang aku jalani. Tentang ibu ku yang sering sakit-sakitan, tentang ayahku yang sudah lama meninggal, dan tentang aku yang harus menjadi tulang punggung keluarga, dengan menjadi seorang tukang parkir.
"sayang loh, Bar. Kamu tu tampan, gagah.. dan punya daya tarik yang kuat. Jangan cuma karena kamu merasa kurang secara ekonomi, membuat kamu jadi kehilangan percaya diri. Padahal tante yakin, pasti banyak gadis-gadis yang suka sama kamu.." balas tante Caca.
"saya tidak bisa menjanjikan apa-apa untuk siapa pun, tante. Yang pasti saat ini, saya hanya ingin bekerja untuk membiayai hidup keluarga saya. Saya harus bisa menyekolahkan adik-adik saya, hingga mereka bisa menjadi orang sukses.." ucapku lagi, dengan nada cukup lemah.
"tante bisa bantu kamu, Bara.. Kalau kamu mau.." ucap tante Caca kemudian.
"saya jadi gak enak, tante... Tante sudah sangat baik padaku selama ini...." balasku.
"udah.. kamu santai aja... saya bisa bantu kamu untuk memenuhi semua kebutuhan hidup kamu dan juga untuk biaya sekolah adik-adik kamu. Atau bahkan kalau kamu mau, kamu gak usah jadi tukang parkir lagi, kamu kerja sama tante aja..." ucap tante Caca selanjutnya.
"tapi... saya .. cuma lulusan SMA, tante. Saya juga gak punya keahlian apa-apa.." balasku pelan.
"kamu tenang aja... kalau kamu mau bekerja sama tante, nanti akan ada yang bimbing kamu sampai kamu bisa. Dan semua biaya hidup kamu, juga biaya sekolah adik-adik kamu, bahkan biaya berobat ibu kamu juga, tante yang tanggung.. tapi.. ada syaratnya..." ucap tante Caca lagi.
"apa syaratnya, tante?" tanyaku jadi penasaran.
"nanti kamu juga pasti tahu.. sekarang, kamu bisa ikut tante dulu.." balas tante Caca sedikit misterius.
"ikut... ikut kemana?" tanya ku lagi sedikit polos.
"kita ke rumah tante dulu sekarang... setelah itu kita baru ke kantor tante, untuk bahas masalah pekerjaan baru kamu... gimana?" balas tante Caca sedikit bertanya.
"ya udah.. terserah tante aja.. saya ikut aja.." balasku akhirnya pasrah.
****
Lima belas menit kemudian, kami pun sampai ke sebuah rumah mewah milik tante Caca. Dengan perasaan sungkan, aku pun mencoba mengikuti langkah kaki tante Caca untuk memasuki rumah tersebut.
Tante Caca mempersilahkan aku duduk di ruang tamu rumahnya yang sangat mewah tersebut. Sementara ia sendiri pergi ke dapur untuk mengambil minum katanya.
Tak lama kemudian, tante Caca kembali dengan membawa dua botol air minum di tangannya. Ia pun menyerahkan sebotol minuman dingin tersebut padaku.
"jadi tante tinggal sendiri di rumah semewah ini?" tanyaku memulai pembicaraan lagi.
"iya..." balas tante Caca ringan.
"gak ada pembantu?" tanyaku lagi.
"ada sih.. tapi mereka hanya datang, jika aku membutuhkan mereka. Kalau aku tidak butuh, mereka gak bakal ada di rumah ini..." balas tante Caca lagi.
"oh. ..gitu.." ucapku sambil manggut-manggut.
"jadi gimana? Kamu bersedia kerja sama tante? Dan bersedia juga memenuhi syarat dari tante?" tanya tante Caca kemudian.
"saya bersedia tante.. tapi.. apa syaratnya?" balasku bertanya.
"syaratnya... hmmm... kamu harus mau jadi pacar tante..." suara tante Caca cukup berat.
"hah.. pacar?!" suaraku tercekat, kaget. Hampir tak percaya juga, kalau tante Caca akan berkata demikian.
"iya.. kamu mau kan jadi pacar tante? Dan jika kamu mau, selain kamu dapat pekerjaan yang layak, kamu juga akan dapatkan semua kemewahan ini.." ucap tante Caca lagi.
"tapi.. saya... saya..." suara ku masih tercekat.
"udahlah, Bara. Tante tahu, kamu pasti sudah bosan hidup menjadi orang miskin. Sekarang kamu punya kesempatan untuk merubah hidup kamu. Hanya dengan menjadi pacar tante, hidup kamu pun berubah jadi lebih baik.." ucap tante Caca lagi, yang membuat aku kian tercekat.
Aku terdiam. Sejujurnya tante Caca benar. Aku memang sudah bosan hidup dalam kemiskinan. Tapi.. apa aku harus mengorbankan harga diri ku, hanya untuk bisa hidup mewah, seperti yang aku impikan selama ini? Bathin ku meragu.
"semua terserah padamu, Bara. Tante tidak akan memaksa kamu. Pilihan ada di tangan mu. Tapi.. kalau menurut tante, tidak ada salahnya kan kalau kamu mencobanya? Toh.. semua juga demi kebaikan kamu. Kamu juga gak mungkin selamanya jadi tukang parkir, kan?" tante Caca berucap lagi.
****
Aku kembali ke rumah dengan perasaan penuh dilema. Tawaran tante Caca benar-benar mengganggu pikiran ku. Meski pun jujur saja, secara fisik, tante Caca masih cukup menarik. Tapi biar bagaimana pun, usia kami terpaut sangat jauh. Apa lagi, tante Caca juga merupakan Mama dari teman ku sendiri.
Bagaimana kalau orang-orang tahu? Bagaimana kalau ibu ku juga tahu?
Bukankah, jika aku menerima tawaran tersebut, itu berarti aku hanya memanfaatkan tante Caca. Bukan karena aku menyukainya apa lagi mencintainya?
Namun jika aku menolak, kapan lagi aku punya kesempatan untuk bisa merasakan hidup mewah seperti yang aku impikan selama ini? Aku juga tidak ingin selamanya jadi tukang parkir.
Dengan bekerja bersama tante Caca, aku jadi punya penghasilan yang besar, dan aku jadi bisa mengumpulkan uang, untuk aku jadikan modal nantinya. Setelah aku punya modal, aku akan buka usaha ku sendiri, dan setelah itu, aku akan meninggalkan tante Caca.
Setidaknya begitulah rencana ku untuk saat ini. Hanya saja, yang aku takutkan, bagaimana aku harus menjalani hari-hari ku dengan menjadi pacar tante Caca? Pasti akan sangat berat bagi ku.
Apa lagi tante Caca adalah seorang janda. Tentu saja hubungan kami bukan hanya hubungan pacaran yang biasa. Tentu saja, tante Caca, pasti akan menuntut lebih padaku. Dan sejujurnya aku belum siap untuk hal itu. Mengingat aku bahkan belum pernah pacaran sama sekali selama ini.
"justru karena kamu belum pernah pacaran, hal ini akan menjadi sangat menarik, Bara. Kamu pasti tidak akan pernah menyesalinya.." suara tante Caca sedikit mengagetkan ku, saat akhirnya, keesokan harinya, aku datang juga ke rumah tante Caca lagi.
Aku memang sudah membuat keputusan. Tapi aku juga ingin mengajukan syarat pada tante Caca.
"aku mau jadi pacar tante, tapi aku juga punya syarat.." ucapku akhirnya.
"syarat apa?" tanya tante Caca tegas.
"aku ingin hubungan kita hanya menjadi rahasia di antara kita berdua. Aku tidak ingin orang-orang tahu, kalau kita pacaran.." balasku berusaha tegas.
"oke... tante juga setuju.. Tante juga tidak ingin orang-orang tahu, kalau tante pacaran sama brondong.. Tapi yang pasti, kamu harus selalu ada kapan pun saya membutuhkan kamu.." ucap tante Caca membalas.
"saya siap untuk itu, tante.." balasku pelan.
****
Dan begitulah, sejak saat itu, aku dan tante Caca pun berpacaran. Meski pun itu semua hanya menjadi rahasia kami berdua.
Tante Caca pun memberi aku sebuah pekerjaan di kantornya. Dan aku sudah tidak lagi menjadi seorang tukang parkir. Aku juga di beri sebuah motor, agar bisa aku gunakan untuk aku berangkat kerja.
Hanya saja, hampir setiap malam, tante Caca selalu meminta aku untuk datang ke rumahnya. Bahkan kadang kala, ia juga meminta aku untuk menginap. Aku tidak bisa menolak hal tersebut. Biar bagaimana pun, itu adalah bagian dari perjanjian kami.
Aku pun mencoba menjalani itu semua. Aku mencoba memberikan yang terbaik untuk tante Caca. Aku ingin ia merasa terkesan dengan ku. Aku ingin ia yakin, kalau aku bersungguh-sungguh dengan hubungan tersebut. Sambil aku tetap menjalankan semua rencana ku dari awal.
Aku mungkin telah kehilangan harga diri ku sebagai seorang laki-laki. Tapi setidaknya, aku jadi punya kesempatan untuk bisa merubah hidupku, jadi lebih baik. Suatu saat nanti, semua ini pasti akan berlalu, dan aku pasti bisa terbebas dari tante Caca.
"kenapa harus aku?" tanya ku pada tante Caca, suatu malam, saat untuk kesekian kalinya, aku kembali berada di rumahnya.
"karena kamu sangat tampan dan gagah sekali, Bara. Sudah lama aku tidak bertemu laki-laki sesempurna kamu. Karena itu, aku rela melakukan apa saja, untuk bisa memiliki kamu.." balas tante Caca terdengar apa adanya.
Aku merasa tersanjung. Tapi tetap saja, hal itu tidak membuat aku jadi jatuh hati pada tante Caca. Aku masih merasa terpaksa melakukan itu semua. Namun aku berusaha bersikap, kalau aku juga menyukainya, terutama di depan tante Caca.
Aku hanya berharap, semua itu cepat berlalu. Aku hanya berharap, semoga aku bisa secepatnya mengumpulkan uang, agar aku bisa membuka usaha ku sendiri, dan tidak lagi bergantung pada tante Caca. Semoga saja aku mampu melewati ini semua.
Yah... semoga saja...
****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar